• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pola Komunikasi

Meskipun semua organisasi harus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak dalam mencapai tujuannya, namun perlu diketahui bahwa pendekatan yang dipakai antara satu organisasi dengan organisasi yang lain dapat bervariasi atau berbeda-beda. Bagi perusahaan yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa karyawan, maka penyampaian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada para karyawannya tersebut. Namun, lain halnya dengan perusahaan besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan karyawan, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit (Purwanto, 2003).

Menurut Stoner, dkk (1996), pola komunikasi terbagi atas tiga yaitu komunikasi vertikal, komunikasi lateral dan komunikasi informal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan komunikasi dari bawah ke atas dalam rantai komando organisasi. Maksud utama komunikasi dari atas ke bawah adalah untuk memberitahukan, mengarahkan, memerintah dan menilai bawahan serta untuk memberi anggota organisasi informasi mengenai tujuan dan kebijakan organisasi. Sedangkan, fungsi utama komunikasi dari bawah ke atas adalah untuk memberikan informasi kepada tingkat-tingkat yang lebih tinggi mengenai apa yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah. Jenis komunikasi ini meliputi laporan kemajuan, saran, penjelasan, permohonan bantuan atau keputusan.

Komunikasi lateral biasanya mengikuti pola arus kerja dalam sebuah organisasi yang terjadi para anggota kelompok antara satu kelompok dengan kelompok lain, antara para anggota bagian yang berbeda-beda dan antara lini dan staf. Tujuan utama komunikasi lateral adalah menyediakan sebuah saluran langsung untuk koordinasi dan pemecahan masalah organisasi. Jenis komunikasi informal, yaitu seperti desas-desus ataupun selentingan. Selentingan mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan kerja. Meskipun selentingan sulit dikendalikan secara tepat, namun dapat beroperasi jauh lebih cepat daripada saluran komunikasi formal.

Secara umum pola komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua saluran menurut Purwanto (2003), antara lain: (1) saluran komunikasi formal dan (2) saluran komunikasi informal.

1.Saluran Komunikasi Formal

Struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks, akan terlihat berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai dengan batas tanggung jawab dan wewenangnya. Dalam kaitannya proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan ataupun dari manajer ke karyawan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.

Menurut Montana dan Greene dalam Purwanto (2003), ada beberapa keterbatasan komunikasi formal diantaranya:

a. Komunikasi dari Atas ke Bawah (Downward Communications) Secara sederhana, transformasi informasi dari pimpinan dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah (top-down atau downward communications). Aliran komunikasi dari atasan ke bawahan tersebut, umumnya terkait dengan tanggung jawab dan kewenangannya dalam suatu organisasi. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi dari atas ke bawah memiliki tujuan untuk mengarahkan, mengkoordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kegiatan yang ada di level bawah (Purwanto, 2003).

Berdasarkan Gambar 2, komunikasi dari atas ke bawah tersebut dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Komunikasi secara lisan dapat berupa percakapan biasa, wawancara formal antara supervisor dengan karyawan, atau dapat juga dalam bentuk pertemuan kelompok. Disamping itu, komunikasi dari atas ke bawah dapat berbentuk tulisan, seperti memo, manual pelatihan, kotak informasi, surat kabar, majalah, papan pengumuman, buku petunjuk karyawan, maupun bulletin.

Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi dari atas kebawah mempunyai lima tujuan pokok, yaitu:

1) Untuk memberikan pengarahan atau intruksi kerja tertentu. 2) Untuk memberikan informasi, mengapa suatu pekerjaan harus

dilaksanakan.

3) Untuk memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional.

4) Untuk memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan.

5) Untuk menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.

Gambar 2. Pola komunikasi dari Atas ke Bawah (Purwanto, 2003) Menurut Dennis dalam Mulyana (2000), komunikasi ke bawah ialah diprakarsai oleh manajemen organisasi tingkat atas dan

kemudian ke bawah melewati ”rantai perintah”. Ada beberapa

saluran komunikasi ke bawah, yaitu: 1) Memo interorganisasi

2) Rapat

3) Tatap muka dengan bawahan 4) Faks

5) Surat eletronik

Adapun Dahle dalam Mulyana (2000) mengemukakan bahwa urutan saluran menurut tingkat keefektifannya yaitu:

1) Kombinasi lisan dan tulisan 2) Lisan

3) Tulisan

4) Papan pengumuman 5) Selentingan

Dengan kata lain, untuk menyampaikan informasi kepada para pegawai dengan tepat, kombinasi saluran tulisan dan lisan memberi hasil terbaik. Mengirimkan pesan yang sama melalui lebih

Manajer Umum Manajer Produksi Bagian Pabrik Bagian Penelitian K a r y a w a n Manajer Pemasaran Bagian Penjualan Bagian Promosi

dari satu saluran terasa berlebihan. Hal ini dapat membantu, tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga dalam memastikan bahwa pesan tersebut akan diingat (Mulyana, 2000).

b. Komunikasi dari Bawah ke Atas (Upward Communications) Struktur organisasi, komunikasi dari bawah ke atas (bottom- up atau upward communications) berarti alur informasi berasal dari bawahan menuju ke atasan. Informasi mula-mula berasal dari para karyawan selanjutnya disampaikan ke bagian pabrik, ke manajer produksi dan akhirnya ke manajer umum. Untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi dan mengambil keputusan secara tepat. Partisipasi bawahan dalam proses pengambilan keputusan akan sangat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan komunikasi dari bawah ke atas, para manajer harus benar-benar memiliki rasa percaya kepada bawahannya. Jika tidak, informasi sebagus apa pun dari bawahan tidak akan bermanfaat baginya. Berikut ini adalah sebuah bagan organisasi yang menggambarkan alur komunikasi dari bawah ke atas. Komunikasi dari bawah ke atas dapat dilihat pada Gambar 3 (Purwanto, 2003).

Komunikasi ke atas adalah proses penyampaian gagasan, perasaan dan pandangan pegawai tingkat bawah kepada atasannya dalam organisasi. Dalam komunikasi ke atas, ada empat fungsi penting (Scholz dalam Mulyana, 2000), yaitu:

1) Melengkapi manajemen dengan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.

2) Membantu mengurangi tekanan dan frustasi pegawai akibat suasana kerja.

3) Meningkatkan kesadaran partisipasi pegawai dalam perusahaan. 4) Sebagai bonus, komunikasi ke atas menyarankan penggunaan

Gambar 3. Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas (Purwanto, 2003) Gambar 3. Pola Komunikasi dari bawah ke atas (Purwanto, 2003)

Walaupun jelas penting, komunikasi ke atas tidak selalu dianjurkan oleh manajemen. Mungkin salah satu alasannya adalah karena suara yang didengar atasan dari bawahannya tidak selalu menyenangkan atau menyanjung atasan. Menurut Mulyana (2000), faktor-faktor penting dalam perusahaan, antara lain:

1) Reseptivitas ke atas atau kesediaan menerima pesan dari bawahan yang tinggi. Reseptivitas ke atas terutama diasosiasikan dengan kebijakasanaan pintu terbuka dalam bisnis. 2) Inisiatif dari pihak pegawai tampaknya salah satu cara terbaik

untuk membuka pintu komunikasi dalam organisasi. 3) Memberikan informasi pribadi/meminta nasihat.

Menurut Gemmil dalam Mulyana (2000), ada tiga hambatan psikologis utama yang mempengaruhi komunikasi ke atas:

1) Jika bawahan percaya bahwa penyingkapan perasaan, opini, atau kesukaran akan mengakibatkan atasan menutup atau menghindarkan pencapaian tujuan pribadinya, bawahan akan menyembunyikan atau membelokannya.

Bagian Pabrik Bagian Penelitian Bagian Penjualan Bagian Promosi Manajer Umum Manajer Produksi K a r y a w a n Manajer Pemasaran

2) Semakin sering atasan memberi ganjaran atas pengungkapan perasaan, opini dan kesulitan oleh bawahan, semakin besar keinginan bawahan mengungkapkannya.

3) Semakin sering atasan mau mengungkapkan perasaan, opini dan kesukaran kepada bawahannya dan atasannya, semakin besar pula kemungkinan keterbukaan dari pihak bawahan.

Selain itu, Gordon dan Infante dalam Mulyana (2000), mengemukakan bahwa pegawai sangat menghargai kebebasan mengemukakan pendapatnya kepada atasan.

c. Komunikasi Horizontal (Sideways Communications)

Komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar/sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasif, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki kedudukan sejajar. Komunikasi horizontal bersifat koordinatif diantara mereka yang memiliki posisi sederajat, baik di dalam satu departemen maupun di antara beberapa departemen. Komunikasi horizontal dapat dilihat pada Gambar 4 (Purwanto, 2003).

Komunikasi horizontal yang efektif dalam organisasi yaitu pertukaran diantara perwakilan dan personil pada tingkat yang sama dalam diagram organisasi (Mulyana, 2000). Komunikasi horizontal dalam organisasi sering tidak sehat karena loyalitas karyawan kepada departemen tertentu. Menurut Goldhaber dalam Mulyana (2000), meringkas literatur mengenai komunikasi horizontal dalam suatu organisasi:

1) Koordinasi tugas 2) Penyelesaian masalah 3) Berbagi informasi 4) Penyelesaian konflik

Gambar 4.Pola Komunikasi Horizontal (Purwanto, 2003) Komunikasi horizontal dapat membantu fungsi organisasi lebih efektif dan bahkan diperlukan untuk menghindari beberapa hambatan. Adapun beberapa langkah untuk mengurangi hambatan terhadap komunikasi horizontal. Menurut Schein dalam Mulyana (2000) menjelaskan empat prosedur untuk mengurangi hambatan tersebut, yang telah dibuktikan berhasil dalam beberapa kasus:

1) Berikan penekanan relatif lebih besar kepada keefektifan organisasional total dan kepada peranan departemen dalam kontribusinya kepada hal ini, departemen dinilai dan diberi ganjaran berdasarkan kontribusi mereka kepada usaha keseluruhan bukan berdasarkan keefektifan individual.

2) Interaksi tinggi dan seringnya komunikasi antar divisi dirangsang untuk bekerja mengatasi dan membantu masalah koordinasi antar divisi.

3) Sering dilakukan perputaran kayawan diantara divisi, untuk merangsang tingkat pemahaman bersama tinggi dan empati terhadap masalah pihak lain.

Manajer Umum Manajer Produksi Bagian Pabrik Bagian Penelitian K a r y a w a n Manajer Pemasaran Bagian Penjualan Bagian Promosi

4) Hindari situasi menang-kalah, jangan sekali-kali mengkompetisikan kelompok untuk suatu penghargaan organisasional.

d. Komunikasi Diagonal

Bentuk komunikasi yang satu ini memang agak lain dari beberapa bentuk komunikasi sebelumnya. Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Contohnya adalah komunikasi formal antara manajer pemasaran dengan bagian promosi, antara manajer produksi dengan bagian akuntansi dan seterusnya. Komunikasi diagonal dapat dilihat pada Gambar 5 (Purwanto, 2003).

Bentuk komunikasi diagonal memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah:

1) Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang bentuk komunikasi tradisional.

2) Memungkinkan individu dari berbagai bagian atau departemen ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi.

s

Gambar 5.Pola Komunikasi Diagonal (Purwanto, 2003) Di samping memiliki kebaikan atau keuntungan, komunikasi diagonal ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan

Manajer Umum Manajer Produksi Bagian Pabrik Bagian Penelitian K a r y a w a n Manajer Pemasaran Bagian Penjualan Bagian Promosi

komunikasi diagonal adalah bahwa komunikasi diagonal dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin dan telah berjalan normal. Di samping itu, komunikasi diagonal dalam suatu organisasi besar sulit untuk dikendalikan secara efektif.

2.Saluran Komunikasi Informal

Bagan organisasi formal akan dapat menggambarkan bagaimana informasi yang ada ditransformasikan dari satu bagian ke bagian yang lainnya sesuai dengan jalur hierarki yang ada. Namun dalam praktik, nampaknya garis-garis dan kotak-kotak yang tergambar dalam struktur organisasi tidak mampu mencegah orang-orang dalam suatu organisasi untuk saling bertukar informasi antara yang satu dengan yang lainnya.

Jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi tanpa memperdulikan jenjang hierarki, pangkat dan kedudukan atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Meskipun hal-hal yang diperbincangkan bersifat umum, kadangkala mereka juga bicara hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja dalam organisasinya (Purwanto, 2003).

Saluran informasi informal dalam organisasi sering disebut desas-desus atau rumor dan selentingan atau grapevine. Desas-desus mengurangi ketegangan emosional dan biasanya timbul di lingkungan yang ambigu (Mulyana, 2000). Ada beberapa faktor dalam komunikasi informal, yaitu:

a. Desas-desus

Desas-desus merupakan sebuah fungsi ambiguitas situasi yang diperkuat oleh pentingnya sebuah isu. Penyebaran desas-desus diperlambat oleh kesadaran kritis seseorang bahwa desas-desus tampaknya tidak sah.

b. Selentingan

Selentingan merupakan suatu penyebaran isu melalui metode berkomunikasi tercepat dalam suatu organisasi.

Menurut William King (http://www.ezinearticles.com), pola komunikasi organisasi dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, sebagai berikut:

a. Komunikasi ke atas (Upward communication)

Komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dari rekan ke tingkat manajerial dan telah resmi nada disertakan di dalamnya. Bisa jadi merupakan umpan balik dari karyawan kepada manajer tentang beberapa laporan atau tugas tertentu.

b. Komunikasi bawah (Downward communication)

Komunikasi yang berlangsung dari eselon atas yang dari manajer terhadap para karyawannya dan bisa dalam bentuk beberapa pesanan dan instruksi yang diperlukan untuk diikuti.

c. Dydic Komunikasi (Dydic Communication)

Lebih ramah dan informal komunikasi yang terjadi antara sesama organisasi yang sama. Yang diperlukan sebagai tempat bertukar pikiran antara satu sama lain sebagai bawahan dari organisasi.

Menurut Mintzberg dalam Tambunan (2005), pola komunikasi diartikan sebagai struktur organisasi, dimana struktur organisasi dibagi menjadi dua, yaitu (1) struktur organisasi formal dan (2) struktur organisasi informal. Struktur organisasi formal ialah sebagai alat mekanik untuk mengurangi variabilitas perilaku anggota organisasi yang cenderung informal. Sedangkan, struktur organisasi informal ialah sama sekali tidak terdokumentasi.

Dokumen terkait