• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KONDISI UMUM KOTA LUWUK

3.3 Kondisi Biofisik

3.3.1 Topografi dan Kemiringan Lahan

Kondisi alam Kota Luwuk sebagian besar bergelombang dan bergunung (Tabel 8). Kondisi topografi dapat lihat pada Gambar 7.

Tabel 8 Kelas lereng di Kota Luwuk

No Kelas Luas Jenis penggunaan

ha %

1 Datar (0-8%) 3163.37 21.05 Kawasan tepi pantai

2 Bergelombang (8-15%) 5480.18 36.47 Kawasan pemerintahan, perdagangan, dan jasa 3 Berbukit (15-45%) 2733.35 18.19 Pemukiman

4 Bergunung (> 45%) 3650.09 24.29 Kawasan hutan lindung Total 15027 100

Sumber: Bappeda (2011)

Gambar 7 Peta kelas lereng Kota Luwuk (Bappeda 2011)

3.3.2 Geomorfologi

Geomorfologi pesisir Kota Luwuk berupa barisan Stable cruisal yang memanjang hingga kepulauan Sula sampai Papua. Pantai pesisir Kota Luwuk di dominasi sifat-sifat fisik yang berupa batu-batuan dan perbukitan dengan topografi agak curam. Karakteristik perairan di wilayah pesisir terletak pada bagian selatan yaitu Selat Peleng dengan kedalaman laut relatif dalam yaitu 0- 1000 m (Dinas Perikanan dan Kelautan 2009). Secara vertikal, zona perairan Kota Luwuk termasuk zona mesopelagis, zona ini merupakan bagian teratas dari zona afotik atau sampai isoterm 10 °C.

Pasang surut di kawasan pesisir Kota Luwuk termasuk campuran cenderung semi-diurnal. Hal ini menunjukkan terjadinya pasang surut dua kali sehari dengan ketinggian pasang yang berbeda-beda (Lalli dan Timothy 1993). Pasang tertinggi sekitar 1.8 m dan surut terendah 0.6 m (Bakosurtanal 2012). Suhu perairan di Kota Luwuk sekitar 28-32 °C, dimana semakin mendekati pantai suhu air semakin tinggi. Salinitas perairan laut berkisar antara 30-33 ppt. Menurut Lalli dan Timothy (1993), karakteristik perairan tersebut tergolong laut terbuka. Sedangkan gelombang yang terjadi maksimum 2.13 m dengan periode 5.75 detik dengan arah gelombang dominan berasal dari arah Selatan (Theresia 2007). Hal ini menunjukkan gelombang yang terjadi tidak cukup besar.

Substrat dasar yang dimiliki oleh pesisir yang berbentuk pantai yaitu pasir putih dan batu koral sehingga memiliki potensi daya tarik wisata. Sedangkan kawasan Lalong dahulunya merupakan ekosistem hutan mangrove sehingga memiliki substrat berlumpur dengan kedalaman 5-15 m (DPL 2003). Ekosistem pesisir di Kota Luwuk terdiri dari ekosistem teresterial dan ekosistem akuatik. Ekosistem teresterial yaitu hutan lahan atas dan lahan bernilai penting. Sedangkan ekosistem akuatik yaitu estuari, pantai, padang lamun, dan terumbu karang. 3.3.3 Iklim

Kota Luwuk memiliki musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin bertiup dari Australia yang tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus dari Asia dan Samudra pasifik sehingga terjadi musim hujan (Bappeda 2011).

Suhu udara di Kota Luwuk ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Berdasarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Luwuk (2013), suhu rata-rata Kota Luwuk 25-28.9 °C. Suhu maksimum terjadi bulan November yaitu 28.9 °C dan suhu minimum terjadi bulan Juli yaitu 25.1 °C. Kota Luwuk memiliki kelembaban udara relatif tinggi rata-rata 72-81%.

Curah hujan di Kota Luwuk antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim dan perputaran arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam yaitu rata-rata 3.4-284.9 mm/bulan. Kecepatan angin umumnya merata setiap bulannya, yaitu berkisar 4-6 knot dengan arah angin 270° (BMKG 2013).

3.3.4 Jenis Tanah

Jenis tanah Kota Luwuk pada umumnya memiliki jenis tanah mediteran, tanah litolit, dan tanah podsolit (Tabel 9). Jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 9 Kelas jenis tanah di Kota Luwuk

No Jenis tanah Luas Jenis penggunaan

ha %

1 Mediterania 13285.10 88.40 Kawasan pemukiman

2 Litolit 1736.66 11.57 Hutan lindung

3 Podsolit 5.24 0.03 Hutan

Total 15027 100

Jenis tanah mediteran merupakan jenis tanah yang tergolong tidak subur karena terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tingkat erosi tinggi. Distribusi tanah mediteran dimanfaatkan sebagai kawasan pemukiman dengan luas 137285.10 ha dari luas total kawasan. Distribusi tanah litolit merupakan hutan lindung dengan luas 1736.66 ha. Tanah podsolit merupakan jenis tanah dengan tingkat kesuburan sedang yang pada umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan tinggi dan suhu rendah atau dingin. Distribusi tanah podsolit memiliki luasan kecil yang merupakan kawasan hutan dengan luas 5.24 ha.

Gambar 8 Peta jenis tanah Kota Luwuk (Bappeda 2011)

3.3.5 Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan yaitu lahan atas sampai lahan bawah meliputi hutan lindung dan hutan semak, pertanian lahan kering, lahan terbuka, semak, pemukiman, pemerintahan dan pendidikan, perdagangan dan jasa, dan kawasan wisata (Bappeda 2011). Pola penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pola penggunaan lahan di Kota Luwuk

No Jenis penggunaan Luas

ha %

1 Hutan 4.887 32.52

2 Hutan semak 2.181 14.51

3 Semak 3.520 23.42

4 Pertanian lahan kering 1.698 11.29

5 Lahan terbuka 1.121 7.48

6 Pemukiman, pemerintahan, CBD, dan kawasan wisata 1.620 10.78

Total 15027 100

Pola penggunaan lahan di Kota Luwuk cukup bervariasi yang didominasi oleh hutan seluas 4.887 ha atau 32.52% dan semak seluas 3.520 ha atau 23.42% yang menyebar hampir di seluruh bagian hulu di Kota Luwuk. Pola penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Peta pola penggunaan lahan Kota Luwuk (Bappeda 2011)

Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP atau BWK adalah bagian dari kabupaten/kota dan atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.

Berdasarkan rencana pola penggunaan lahan di Kota Luwuk untuk periode tahun 2003-2013 di bagi menjadi 5 bagian wilayah kota (BWK) yang meliputi BWK A, BWK B, BWK C, BWK D, dan BWK E. BWK A fungsi utama sebagai pusat transportasi dengan arah pengembangan bandara, pemukiman, dan pelayanan umum. BWK B fungsi utama sebagai pusat pemerintahan dengan arah pengembangan pusat pemerintahan dan pemukiman.

BWK C fungsi utama central bussiness district (CBD) dengan arah pengembangan perdagangan dan jasa skala kota dan regional, transportasi regional, pelayanan umum skala kota, dan pemukiman. BWK D fungsi utama kawasan transisi dengan arah pengembangan pemukiman dan pelayanan umum. BWK E fungsi utama kawasan cadangan peluasan kota dengan arah pengembangan pemukiman dan pelayanan umum.

Kawasan pesisir Kota Luwuk memiliki ekosistem teresterial yaitu hutan lahan atas (alami, semi alami, dan tidak alami) dan lahan bernilai penting (pemukiman dan CBD). Ekosistem akuatik yaitu estuari, pantai (berpasir dan berbatu), padang lamun, dan terumbu karang. Luas sempadan pantai wilayah Kabupaten Banggai yaitu 8812.18 ha. Sedangkan panjang garis pantai Kota Luwuk ± 35.36 km (DPK 2009).

Ekosistem mangrove di Kabupaten Banggai memiliki luas 3370 ha yang hanya terdapat di Kecamatan Bunta seluas 320 ha, Kecamatan Pagimana/Bualemo seluas 1.600 ha, Kecamatan Lamala seluas 50 ha, dan Kecamatan Toili seluas 1400 ha (DPK 2009). Jenis terumbu karang di Kabupaten Banggai yaitu karang bercabang dari marga Porites, Millepora, Acropora, Pocillopora, dan Seriatopora

(DPK 2009). Keberadaan ekosistem tersebut merupakan potensi sumber daya alam yang memiliki fungsi dan peran yang saling terkait. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk menjaga dan melestarikan sumber daya tersebut.

Perencanaan BWK Kota Luwuk merupakan pedoman dalam pengembangan masa depan Kota Luwuk. Namun, BWK Kota Luwuk belum terintegrasi dengan kawasan pesisir yang pada umumnya merupakan kawasan dengan ekosistem yang peka. Hal ini terlihat dari fungsi utama pada BWK yang akan direncanakan. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya penyelarasan rencana wisata pesisir dengan rencana BWK Kota Luwuk.

Dengan keselarasan tersebut diharapkan dapat mendukung rencana pemerintah untuk menjaga kawasan pesisir di Kabupaten Banggai khususnya di Kota Luwuk sehingga tercipta kawasan pesisir yang berkelanjutan. Pembagian rencana ruang atau BWK Kota Luwuk dapat dilihat pada Gambar 10.

Dokumen terkait