• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelautan dan Perikanan

Dalam dokumen LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012 (Halaman 44-51)

3.1 Sektor Unggulan

3.1.1 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

3.1.1.3 Kelautan dan Perikanan

DIY memiliki wilayah pantai sepanjang ± 113 km yang meliputi tiga wilayah kabupaten yaitu Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo dengan potensi ikan yang dapat dihasilkan secara lestari mencapai 320.600 ton per tahun, sedangkan di Samudra Hindia potensi lestarinya sebesar 906.340 ton per tahun. Potensi serta pemanfaatan sumberdaya melalui perikanan tangkap masih terus dioptimalkan melalui pengembangan pelabuhan perikanan di Sadeng dan Glagah yang diharapkan mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap khususnya komoditas tuna yang menjadi produk unggulan baik untuk pasar lokal maupun pasar luar negeri.

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 29 arah laut sesuai dengan kemampuan perahu yang sudah menggunakan kapal diatas 10 GT. Namun demikian, sebagai upaya optimalisasi produksi perikanan tangkap, maka telah dilakukan pengadaan kapal 30 GT yang nantinya diharapkan akan memiliki daerah operasi yang lebih luas. Hingga akhir tahun 2012 telah terdapat 9 unit kapal 30 GT yang akan mendukung perikanan tangkap di DIY. Selain itu, juga telah dilakukan pelatihan awak yang akan mengoperasionalkan kapal 30 GT tersebut. Hingga tahun 2012 tercatat 1.003 orang nelayan yang dapat diketahui berdasarkan kepemilikan Kartu Nelayan. Jumlah kapal perikanan di DIY dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel I.16 Kapasitas Kapal Perikanan di DIY Tahun 2012

Kapasitas Kapal Jumlah

< 10 GT 304 unit 10 – 30 GT 5 unit

> 30 GT 9 unit

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan

Potensi ikan yang dapat diusahakan/dihasilkan dari perikanan budidaya sebesar lebih kurang 38.700,29 ton per tahun dengan luas lahan potensial lebih kurang 18.129,3 ha. Garis pantai yang cukup panjang dengan topografi lahan yang landai serta didukung oleh tersedianya air tawar dan air laut yang berkualitas menjadikan lahan pesisir juga dapat digunakan untuk kegiatan budidaya, baik untuk kegiatan pembesaran ikan/udang, maupun untuk usaha pembenihan/hatchery. Potensi sumberdaya lahan pesisir yang dapat dikembangkan untuk usaha budidaya tambak maupun kolam budidaya (terpal) seluas lebih kurang 650 Ha dengan potensi produksi kurang lebih sebesar 13.000 ton pertahun.

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan menunjukkan laju pertumbuhan positif dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan produksi perikanan tangkap dari tahun 2007 hingga tahun 2012 sebesar 11,93%. Sementara itu, produksi perikanan budidaya juga menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata pertumbuhan produksi perikanan budidaya tahun 2007 hingga tahun 2012 yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan yaitu sebesar 35,6%. Laju pertumbuhan yang positif juga dapat dilihat dari peningkatan konsumsi ikan perkapita dari tahun ke tahun. Konsumsi ikan di DIY mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 8,69% dari tahun 2007 hingga 2012.

30 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013

Produksi perikanan di DIY lebih didominasi oleh hasil perikanan budidaya. Perkembangan produksi perikanan budidaya meliputi budidaya tambak, kolam, sawah, karamba, jaring apung dan telaga. Peningkatan produksi maupun nilai produksi perikanan budidaya menggambarkan bahwa minat masyarakat terhadap perikanan budidaya semakin tinggi, serta dipengaruhi oleh harga pasar. Pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan rehabilitasi budidaya ikan air tawar dengan prioritas pada komoditas unggulan yang mempunyai nilai lebih pada sistem produksi dan pemasaran.

Komoditas unggulan di DIY yang telah ditetapkan yaitu udang (galah, lobster tawar, vaname, windu/penaide), nila, gurami, dan lele (patin, lele dumbo, lele lokal). Pembinaan dan pengembangan perikanan melalui pendekatan kelembagaan dilaksanakan dengan mengutamakan pembudidaya ikan yang tergabung dalam wadah kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) dan juga menumbuhkan kelompok-kelompok baru sehingga diharapkan dengan cara usaha bersama akan lebih berdaya dan lebih mampu bersaing.

Dalam rangka optimalisasi produksi perikanan budidaya,DIY telah mengembangkan Kawasan Sentra Produksi Perikanan (KSPP). Pengembangan KSPP juga untuk mengakomodasi kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. KSPP tersebut diharapkan akan menjadi tempat konsentrasi usaha, pengaturan produksi pasar, pembinaan teknis, penyediaan sarana produksi, dan pengembangan kemitraan.

3.1.1.4Hortikultura

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam pertanian yang potensial untuk dikembangkan di DIY. Produksi hortikultura memiliki kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahun. Tanaman unggulan hortikultura di DIY dan sentra produksinya masing-masing adalah bawang merah di Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul; salak di Sleman dan Kulonprogo; serta jamur di Sleman dan Bantul

Salah satu komoditas hortikultura unggulan berupa sayuran yang dihasilkan dari DIY adalah bawang merah varietas Tiron. Keunggulan bawang merah ini diantaranya tahan busuk ujung daun dan relatif tahan busuk umbi. Penanaman bawang merah Tiron berkembang luas hingga di kecamatan Sanden, Srandakan, Bambanglipuro dan Pundong. Bawang merah varietas Tiron dari Kabupaten Bantul ini juga telah dilepas sebagai varietas unggul oleh Kementerian Pertanian.

Salak Pondoh merupakan komoditas hortikultura buah-buahan dengan nilai ekonomi tinggi yang telah berkembang di DIY, khususnya Sleman. Salak Pondoh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 31 dataran rendah sampai pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut yang berarti sesuai dengan agroekosistem di daerah Sleman. Saat ini Salak Pondoh dikembangkan di Kecamatan Turi, Tempel dan Pakem.

Pemasaran salak pondoh untuk memenuhi kebutuhan domestik di Yogyakarta maupun kota-kota besar lain di Indonesia umumnya dilakukan melalui pedagang pengumpul yang ada di masing-masing desa dengan kapasitas 6-8 ton perhari. Sedangkan sebagai komoditas ekspor, salak pondoh telah dipasarkan hingga ke China. Salak Pondoh yang diekspor sudah tersertifikasi Prima-3 sehingga memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.

Tabel I.17 Produksi Hortikultura Unggulan DIY Tahun 2008-2012

Jenis Tanaman Produksi

2008 2009 2010 2011 2012*

Salak (ton) 59.752 62.572 57.793 25.807 22.364 Bawang Merah (ton) 16.996 19.763 19.950 14.408 12.326

Jamur - - - 39.629 10.556

Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013

Produksi hortikultura unggulan pada tahun 2008-2012 mempunyai kecenderungan meningkat kecuali pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi sehingga terjadi penurunan. Produksi pada tahun 2011 dan 2012 juga masih menuju perbaikan ke produksi normal sebelum erupsi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan produksi hortikultura unggulan yang terdampak erupsi, namun masih terkendala iklim yang tidak menentu.

3.1.1.5Perkebunan

Berdasarkan kondisi saat ini, lahan yang berpotensi untuk dikembangkan seluas 176.000 ha. Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2010 tercatat 81.462,02 ha dengan luas areal tanaman tahunan 73.188,18 ha dan areal tanaman semusim 8.273,84 ha yang keseluruhan terdiri atas 22 komoditas. Dengan sistem pengusahaan perkebunan yang hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh petani dalam bentuk perkebunan rakyat, memungkinkan dilaksanakannya pengembangan komoditas tanaman perkebunan, terutama untuk tanaman semusim melalui pola perguliran tanaman. Agribisnis perkebunan ini telah menumbuhkan sentra-sentra produksi komoditas perkebunan yang selanjutnya dikembangkan melalui penanaman dan atau pengutuhan populasi tanaman sesuai skala ekonomis usaha di tingkat lokasi melalui rehabilitasi dan intensifikasi. Operasionalisasinya dengan mengembangkan kebersamaan usaha perkebunan dalam satu wilayah

32 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013

secara kelompok atau koperasi dengan bermitra usaha dengan pihak lain yang lebih menguntungkan dalam pendekatan agribisnis utuh, berdaya saing dan berkelanjutan.

Komoditas unggulan perkebunan DIY adalah kelapa, kakao, kopi, jambu mete, dan tebu. Sentra produksi kelapa dan kakao berada di Kabupaten Kulon Progo dan jambu mete berada di Gunungkidul. Sedangkan sentra komoditas kopi berada di Kabupaten Sleman.

Tabel I.18 Produksi Komoditas Perkebunan DIY Tahun 2008-2012

No. Komoditas

Produksi (ton) Rata-rata

Pertumb. (%) 2008 2009 2010 2011 2012* 1. Kelapa 52.792,53 53.108,22 55.317,77 56.148,83 56.599,47 1,77 2. Kopi 388,82 417,04 388,05 362,34 793,02 28,14 3. Jambu mete 707,68 704,69 385,90 576,61 484,34 -3,06 4. Kakao 1.184,46 1.193,43 1.289,19 1.142,63 1.366,96 4,26 5. Tebu 15.785,31 18.089,14 17.031,34 15.812,18 16.928,57 2,16 Jumlah 70.858,80 73.512,52 74.412,25 74.042,59 76.172,36 6,65

Ket : *Angka sementara

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013 (diolah)

Produksi komoditas perkebunan unggulan di DIY untuk masing-masing komoditas cenderung meningkat, kecuali jambu mete yang pada tahun 2010 produksinya menurun karena dampak anomali iklim. Rata-rata pertumbuhan total dari komoditas unggulan tersebut dari tahun 2007 hingga 2010 terhitung sebesar 3,61%. Selain itu, jumlah petani yang telibat dalam usaha perkebunan juga cenderung meningkat.

3.1.1.6Peternakan

Produksi peternakan secara konsisten mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan tercatat sejak tahun 2008 peningkatannya melampaui target peningkatan produksi per tahun yaitu 4,36%. Peningkatan produksi tahun 2008 hingga tahun 2011 berturut-turut adalah 4,58%, 5,24%, 0,15%, dan 6,64%. Khusus pada tahun 2010, peningkatan produksi peternakan yang kecil disebabkan terjadinya erupsi Merapi yang melanda hingga ke sentra sapi perah di Kabupaten Sleman yang mengakibatkan banyak ternak yang mati.

Kawasan sentra sapi potong berada di Kabupaten Gunungkidul yang memberikan kontribusi sebesar 43,46% dari total populasi sapi potong di DIY. Sedangkan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon Progo berkontribusi masing-masing sekitar 19% terhadap total populasi di DIY. Sejalan dengan fakta tersebut dapat diuraikan lanjut bahwa Gunungkidul

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 33 juga mempunyai potensi sebagai daerah pembibitan ternak dan penyediaan bakalan untuk penggemukan. Sedangkan Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kulon Progo dapat dijadikan sebagai daerah untuk peternakan penggemukan.

Peluang pengembangan peternakan sapi potong masih sangat terbuka terkait dengan kebijakan Kementerian Pertanian untuk swasembada daging sapi pada tahun 2014. Secara nasional DIY masuk dalam kelompok I Provinsi pendukung pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014. Hal ini didukung oleh letak geografis DIY yang strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar Jawa Barat dan Jakarta.

Tabel I.19 Perbandingan Populasi Sapi Potong dengan Produksi Daging Sapi Potong DIY, 2008-2012

Keterangan 2008 2009 2010 2011 2012

Sapi potong (ekor) 269.927 283.043 290.949 292.881 267.485

Sapi perah (ekor) 5.652 5.495 3.466 2.955 3.001

Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013

3.1.1.7Kehutanan

Hutan negara di DIY seluas 18.715,0640 ha atau hanya sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 3.185,18 km2. Dari luasan tersebut, kawasan hutan yang dikelola oleh Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta sebagai UPTD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY seluas 16.358,6 ha yang terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 13.411,70 ha, Hutan Lindung (HL) seluas 2.312,80 ha, dan Hutan Konservasi (Taman Hutan Raya) seluas 634,10 ha.

Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga, mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar kerana jenis lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Hal ini berarti hutan DIY memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.

Produksi hasil hutan kayu berupa kayu bulat baik jenis jati maupun rimba belum semuanya dilakukan secara langsung dalam pengelolaan hutan. Produksi kayu bulat ini pada dasarnya dari tebangan tak tersangka akibat adanya kegiatan yang membutuhkan pembukaan lahan atau akibat adanya pencurian yang barang buktinya dapat

34 Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013

diselamatkan, kebakaran, dan bencana alam. Oleh karena itu, potensi unggulan dari sub sektor kehutanan justru berupa produksi hasil hutan bukan kayu, yaitu minyak kayu putih.

Potensi tanaman kayu putih seluas 4.603,72 ha atau 28% dari luas KPH Yogyakarta. Potensi tanaman kayu putih ini tersebar pada lima Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu BDH Karangmojo dengan luas 2.267,6 ha, BDH Playen dengan luas 1.616,37 ha, BDH Paliyan seluas 403,3 ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 286,45 ha, dan BDH Panggang seluas 30 ha.

Tanaman kayu putih dipungut daunnya untuk bahan baku lima unit Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP), yaitu PMKP Sendangmole (BDH Playen), PMKP Gelaran (BDH Karangmojo), PMKP Dlingo, PMKP Kediwung, dan PMKP Sermo (BDH Kulon Progo-Bantul). Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti PMKP Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011.

Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi.

Produksi minyak kayu putih pada tahun 2010-2012 selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:

Tabel I.20 Produksi Minyak Kayu Putih Tahun 2011-2012

Tahun Produksi (liter) PAD (Rp)

Gelaran Sendangmole Kediwung Dlingo Sermo Jumlah

2010 24.207 17.616 423 846 260 43.352 5.028.309.000 2011 22.490 21.261 330 876 - 44.957 6.110.306.400 2012 23.868 21.183 370 900 - 46.321 7.581.090.000 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2011

Produksi minyak kayu putih pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 1.364 liter atau 3,03% dibandingkan pada tahun 2011. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari penjualan minyak kayu putih pada tahun 2012 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 35 2011 atau sebesar 24,07%. Sementara itu bila dibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih tahun 2011 juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 3,7% dan 21,52%. Hal ini berarti baik produksi maupun PAD mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.

Hasil taksasi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pohon kayu putih per satuan hektar sebanyak 1.000 pohon dengan rata‐rata produksi per satuan pohon sebesar 1,2 kg atau dalam satu hektar dapat memproduksi 1,2 ton. Hal ini berarti realisasi pengolahan daun kayu putih sebesar 4.865 ton/tahun. Peningkatan produksi daun kayu putih hingga dapat memenuhi kapasitas produksi PMKP dapat dilakukan melalui rehabilitasi dan peremajaan hutan kayu putih dengan intensifikasi jumlah tanaman hingga 3.330 pohon per hektar. Dengan upaya optimalisasi potensi tersebut diharapkan produksi daun kayu putih dapat meningkat menjadi 3 ton per ha.

Dalam dokumen LKPJ Gubernur DIY Tahun 2012 (Halaman 44-51)