• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

3.1.1. Kondisi Ekonomi Makro Provinsi Jawa Barat

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Jawa Barat tahun 2014 berikut karakteristiknya serta prospek perekonomian tahun 2015-2016. Bab ini juga membahas mengenai tantangan perekonomian Jawa Barat serta gambaran dinamika faktor eksternal dan internal yang diperkirakan mempengaruhi kinerja perekonomian daerah.

3.1.1. Kondisi Ekonomi Makro Provinsi Jawa Barat

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2014 sebesar 5,07%, melambat dibanding tahun 2013 yang tumbuh sebesar 6,06%. Perlambatan pertumbuhan PDRB tersebut terutama didorong oleh melemahnya konsumsi rumah tangga meskipun investasi dan konsumsi pemerintah meningkat. Tetapi secara akumulasi, Jawa Barat memiliki intensitas aktivitas perekonomian Jawa Barat yang cukup tinggi. Dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dan masih menjadi tujuan utama investasi PMA dan PMDN, kemampuan ekonomi Jawa Barat tumbuh di atas nasional. Pencapaian kinerja perekonomian Jawa Barat sendiri, tidak lepas dari upaya menjaga stabilitas perekonomian daerah. Fakta inilah yang membentuk daya saing Jabar berada pada urutan ke-4 di Indonesia.

Gambar 3.1.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

III

Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha. Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 17,47 persen, diikuti oleh Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 15,78 persen dan Jasa Pendidikan sebesar 14,43 persen. Sedangkan struktur perekonomian Jawa Barat menurut lapangan usaha tahun 2014 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu Industri Pengolahan (43,57%); Perdagangan Besar-Eceran dan reparasi Mobil-Sepeda Motor (15,24 persen) dan Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (8,72 persen).

Gambar 3.2.

Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Lapangan Usaha 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

Gambar 3.3.

Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

III

Apabila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2014, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,23 persen, diikuti Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor sebesar 0,54 persen; Informasi dan Komunikasi sebesar 0,49 persen dan Konstruksi sebesar 0,44 persen.

Pada triwulan IV-2014 Ekonomi Jawa Barat tumbuh 5,46 persen bila dibandingkan triwulan IV-2013 (y-on-y). Pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh lapangan usaha kecuali Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh minus 1,80 persen; Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh minus 0,59 serta Pertambangan dan Penggalian tumbuh minus 0,13 persen. Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 18,47 persen, diikuti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 16,96 persen dan Jasa Pendidikan sebesar 16,02 persen.

Gambar 3.4.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

III Tabel 3.1.

Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha Tahun Dasar 2010

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 dari sisi pengeluaran sebesar 5,07 persen terjadi pada seluruh komponen. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 13,55 persen, diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 10,16 persen dan Perubahan Inventori sebesar 4,76 persen.

III

Gambar 3.5.

Pertumbuhan dan Distribusi Beberapa Komponen 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

Struktur Ekonomi Jawa Barat tahun 2014 menurut pengeluaran didominasi oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (62,92 persen), diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto (26,08 persen) dan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (6,09 persen).

Gambar 3.6.

Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

Apabila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2014, Komponen PMTB sebesar 2,58 persen, diikuti Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,07 persen.

III

Gambar 3.2.

Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran Tahun Dasar 2010 Tahun 2014

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2015

Tingkat inflasi Jawa Barat (y on y) selama dua belas bulan terakhir tercatat sebesar 7,41 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 9,15 persen. Laju inflasi ditunjukkan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan Jawa Barat yang meliputi 7 (tujuh) kota yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Depok.

Gambar 3.7.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2014

Adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL) memicu kenaikan beberapa harga komoditas pada bulan Desember 2014, sehingga memberikan andil terhadap kenaikan IHK Gabungan di Jawa Barat. Tercatat pada

III

Desember 2014 mengalami inflasi sebesar 2,14 persen atau terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 115,34 pada November 2014 menjadi 117,81 pada Desember 2014. Dengan demikian laju inflasi tahun kalender 2014 “year to date” sebesar 7,41 persen dan laju inflasi tahun ke tahun “ year on year” (Desember 2014 terhadap Desember 2013) sebesar 7,41 persen.

Dari tujuh kelompok pengeluaran, semuanya mengalami inflasi antara lain Kelompok Bahan Makanan sebesar 2,83 persen, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau sebesar 0,52 persen, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar sebesar 0,99 persen, Kelompok Sandang sebesar 0,34 persen, Kelompok Kesehatan sebesar 1,20 persen, Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga sebesar 0,24 persen, dan Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan sebesar 6,22 persen.

Dari tujuh kota pantauan IHK di Jawa Barat November 2014, seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tasikmalaya sebesar 2,44 persen, diikuti Kota Sukabumi sebesar 2,43 persen, Kota Bandung sebesar 2,34 persen, Kota Depok sebesar 2,13 persen, Kota Bekasi sebesar 1,99 persen, Kota Bogor sebesar 1,86 persen, dan Kota Cirebon sebesar 1,78 persen.

Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan menjadi penyumbang inflasi tertinggi, dengan inflasi sebesar 6,22 persen. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi pada kelompok ini adalah sub kelompok transport. Adapun komoditi yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi adalah angkutan dalam kota, bensin, solar dan angkutan antar kota.

Gambar 3.8.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2014

III

Namun disayangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup memuaskan dan PDRB per kapita yang terus meningkat, belum disertai dengan kondisi sosial ekonomi yang baik pula. Ketimpangan pendapatan tercermin dalam Indeks Gini (IG) selama periode tahun 2012-2013. Pada tahun 2012 dan 2013 Indeks Gini mencapai 0,41. Kondisi secara umum distribusi pendapatan semakin tidak merata dalam lima tahun terakhir. Fakta ketimpangan pendapatan yang memburuk terkait erat dengan akses masyarakat marjinal terhadap sumberdaya ekonomi produktif yang masih terbatas.

Tidak hanya ketimpangan pendapatan yang terjadi, juga ketimpangan wilayah. Hal ini tercermin dalam perbedaan nilai PDRB antar kabupaten kota yang cukup tinggi.

Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor merupakan wilayah industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jawa Barat. Kemudian Kota Bandung sebagai kota jasa yang juga turut menyumbang relatif besar dibanding kota lainnya.

Gambaran kondisi sosial ekonomi lainnya, dapat dilihat berdasarkan indikator ketenagakerjaan dan kemiskinan. Peningkatan jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk bekerja yang meningkat. Selama kurun waktu 2013-2014 terjadi penurunan jumlah penganggur. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2014 mengalami peningkatan, sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat mengalami penurunan dibanding tahun 2013.

Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan pendekatan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, artinya kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) di Jawa Barat pada September tahun 2014 sebesar 4,23 juta orang (9,18 persen).

Tabel 3.3.

Indikator Ketenagakerjaan dan Kemiskinan di Jawa Barat Tahun 2013-2014

Indikator Tahun 2013 Tahun 2014

Ketenagakerjaan :

1. Angkatan Kerja (juta org) :

Bekerja (juta org)

Penganggur (juta org)

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen)

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Data Agustus

III

Indikator Tahun 2013 Tahun 2014

Kemiskinan :

1. Jumlah Penduduk (juta org)

2. Persentase Penduduk Miskin (persen)

Data Sept 2013 4,32 9,61

Data Sept 2014 4,23 9,18 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2014

Memperhatikan kondisi perekonomian Jawa Barat tahun 2014, maka perkiraan kondisi ekonomi regional Jawa Barat pada tahun 2016 sebagaimana ditunjukan pada tabel.

Tabel 3.4.

Perkiraan Indikator Ekonomi Regional Makro Tahun 2016

No. Indikator Perkiraan Capaian

Tahun 2016

1. a. Jumlah Penduduk (jiwa) 47.577.005

b. Laju Pertumbuhan Penduduk (persen) 1,60 – 1,90%

2. Laju Pertumbuhan Ekonomi (persen) 6,30 – 6,90%

3. Inflasi (persen) ……

4. Nilai PDRB perkapita adhk 2000 (Rp. Juta) ……

5. Persentase Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk

8,20 – 5,90 %;

6. Laju Pertumbuhan Investasi (persen) 5,5 – 6,0 7. Tingkat Pengangguran Terbuka (persen) 7,50 – 7,00%

8. Nilai Investasi/PMTB adhb (Rp. Trilyun) 226,4 – 246,4 Sumber : RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 dan Press Realease Tim Ekonomi Makro, 2014

Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 46.800.123 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar ... persen. Indikator perkembangan ekonomi yang digambarkan dengan laju pertumbuhan ekonomi, inflasi, PDRB dan investasi pada tahun 2015 sebagai berikut: laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh sebesar 5,6 persen sampai dengan 6,3 persen dengan nilai PRDB per kapita atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp. 9,5 juta sampai dengan Rp. 11,0 juta, sedangkan inflasi diperkirakan sebesar 4,7 persen hingga 5,5 persen. Laju pertumbuhan investasi diperkirakan mencapai angka 5,5 persen sampai dengan 6,0 persen, dengan nilai investasi/pembentukan modal tetap bruto atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 198,6 trilyun sampai dengan Rp. 208,6 trilyun. Kondisi kemiskinan dan ketenagakerjaan pada tahun 2015 digambarkan dengan indikator persentase penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka, persentase

III

penduduk miskin diperkiraan sebesar 6,8 persen – 5,9 persen sedangkan tingkat pengangguran terbuka diperkirakan berada pada kisaran 8,2 persen hingga 8,4 persen.

3.1.2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2015 dan Tahun 2016