• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Kondisi Ekonomi

Dalam penelitian ini kondisi ekonomi di ukur dengan menggunakan indikator yaitu pendapatan bersih orang tua, jumlah beban tanggungan keluarga, kondisi rumah atau tempat tinggal dari orang tua anak yang mengalami putus sekolah.

1. Pendapatan Bersih Orang Tua

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka diperlukan biaya pendidikan yang tinggi. Bagi orang tua yang berpendapatan rendah tentu akan kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anaknya, sebaliknya orang tua dengan pendapatan yang tinggi tidak akan ada masalah didalam membiayai keperluan pendidikan anak-anaknya

Perbedaan sumber pendapatan atau penghasilan mempengaruhi harapan orang tua tentang pendidikan anaknya. Banyak anak-anak yang putus sekolah karena alasan finansialnya. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transportasi, kegiatan ekstra- kurikuler, dan lain-lain (Nasution, 2004:31).

Menurut Slameto (2010:63) anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan, kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar

tersebut akan terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak terganggu. Akibatnya selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain, hal ini pasti akan mengganggu belajar anak. Bahkan mungkin anak harus bekerja mencari nafkah sebagai pembantu orang tuanya walaupun sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja, hal yang begitu juga akan mengganggu belajar anak (Slameto, 2010:63-64).

Pendapatan adalah hasil dari seseorang yang diperoleh dari suatu kerja dan dapat diwujudkan dengan materi (Poerwadarminto, 1976:404). Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2008:9) Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima atau dihasilkan. Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) membedakan pendapatan menjadi lima golongan yaitu:

a. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata dibawah Rp. 975.000,00 tiap bulan.

b. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 975.000,00 - s/d Rp. 1.949.000,00 tiap bulan.

c. Golongan pendapatan menengah adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 1.950.000,00 - s/d Rp. 2.924.000,00 tiap bulan.

d. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 2.925.000,00 – Rp. 3.899.000,00 tiap bulan.

19

e. Golongan pendapatan sangat tinggi jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.899.000,00 tiap bulan.

Pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Pendapatan pokok

Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang tiap bulan diharapkan diterima, pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan utama yang bersifat rutin. b. Pendapatan sampingan

Pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan diluar pekerjaan pokok, maka tidak semua orang mempunyai pendapatan sampingan.

c. Pendapatan lain-lain

Pendapatan lain-lain yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain, baik bentuk barang maupun bentuk uang, pendapatan bukan dari usaha.

Menurut Sumardi dan Evers (1982) dalam Rosandi (2007:19) menyebutkan pendapatan adalah seluruh penerimaan baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atas harga barang yang berlaku saat itu. Pendapatan dapat diartikan sebagai hasil yang diterima seseorang, karena orang itu bekerja dan hasilnya bisa berupa uang atau barang. Pendapatan orang tua adalah hasil yang diterima orang tua dari hasil bekerja yang berupa uang atau barang yang dinilai dengan uang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan keluarga oleh Sumardi dan Evers (1982) dalam Rosandi (2007:19) adalah:

a. Pekerjaan

Pekerjaan akan mempengaruhi langsung terhadap pendapatan, apakah jenis pekerjaan tersebut dalam lahan basah dalam arti lahan yang bisa cepat mendapatkan uang atau dalam lahan yang sulit untuk memperoleh uang yang biasa disebut lahan kering.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pula pada perolehan pendapatan. Dalam jenis pekerjaan yang sama, yang memerlukan pikiran untuk mempekerjakannya, tentunya yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih cepat untuk menyelesaikan dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal tersebut akan berpengaruh pada penghasilan.

c. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap perolehan pendapatan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja semakin banyak pendapatan yang diperoleh keluarga, namun akan terjadi sebaliknya bila yang bekerja sedikit sedang upah yang diterima sedikit, sedangkan jumlah tanggungan banyak akan memberatkan. Tingkat pendapatan ini tentu berlawanan antara satu keluarga dengan keluarga yang lain, tergantung dari pekerjaannya, pendidikannya dan jumlah tanggungan keluarganya

Tingkat pendapatan menurut Sumardi dan Evers (1982) dalam skripsi

21

anggota keluarga dari sektor formal, informal dan sektor sub system dalam

waktu satu bulan yang diukur dengan rupiah”.

Pendapatan orang tua dapat diartikan sebagai hasil yang diterima oleh orang tua karena bekerja dan hasil yang didapatkan dapat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang selama satu bulan. Besarnya pendapatan yang diterima biasanya akan berbanding lurus dengan pengeluaran, semakin tinggi pendapatan maka pengeluaran akan semakin tinggi dan semakin rendah pendapatan maka pengeluaran akan semakin rendah.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2013:17) Rata-rata pengeluaran penduduk per kapita sebulan dapat dijadikan cermin tingkat pendapatannya per kapita sebulan. Penggunaan data pengeluaran ini disebabkan oleh sulit dan kurang akuratnya data pendapatan. Pengeluaran rumah tangga sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Pengeluaran makanan

Pengeluaran untuk makanan terdiri dari : (a) padi-padian, (b) umbi- umbian, (c) ikan/udang/cumi/kerang, (d) daging, (e) telur & susu, (f) sayur-sayuran, (g) kacang-kacangan, (h) buah-buahan, (i) minyak & lemak, (j) bahan minuman, (k) bumbu-bumbuan, (l) konsumsi lainnya, (m) makanan & minumam jadi, (n) tembakau dan sirih.

2. Pengeluaran non makanan

Semakin tinggi pendapatan, maka relatif semakin tinggi pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan non makanan. Hal ini terjadi pada masyarakat modern yang kebutuhan sekunder bahkan tersier sudah mulai terpenuhi. Pengeluaran non makanan terdiri dari: (a) perumahan & fasilitas rumah tangga, (b) aneka barang dan jasa, (c) biaya pendidikan, (d) biaya kesehatan, (d) pakaian, alas kaki dan tutup kepala, (e) pajak dan asuransi, (f) keperluan pesta dan upacara perkawinan.

Tingkat pendapatan yang gunakan didalam penelitian ini adalah pendapatan bersih orang tua (Ayah dan Ibu) dari hasil mereka bekerja baik dari penghasilan pokok maupun sampingan dikurangi dengan jumlah keseluruhan pengeluaran untuk kebutuhan makan dan non makan.

2. Jumlah Beban Tanggungan Keluarga

Jumlah beban tanggungan keluarga dapat diartikan sebagai jumlah seluruh anggota keluarga yang harus ditanggung dalam satu keluarga. Setiap masing-masing keluarga mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang berbeda-beda. Asumsinya semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka kebutuhan dalam keluarga tersebut semakin banyak. Menurut Sumardi dan Evers (1985) dalam Rina (2011:22) jumlah tanggungan keluarga digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:

a. Lebih dari 10 orang, berarti sangat banyak tanggungan b. 7 sampai 9 orang, berarti banyak tanggungan

23

d. 1 sampai 4 orang, berarti tanggungan sedikit 3. Kondisi Rumah atau Tempat Tinggal

Rumah dapat menunjukkan tingkat sosial ekonomi seseorang yang menempatinya jika dilihat dari perbedaan ukuran dan kualitasnya. Semakin besar ukuran rumah seseorang maka semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga yang menempatinya. Sebaliknya semakin kecil ukuran rumah seseorang maka semakin rendah pula tingkat sosial ekonomi keluarga yang menempatinya. Begitupula dengan kualitas rumah seseorang, semakin baik kualitasnya semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga yang menempatinya, dan semakin jelek kualitas rumah seseorang semakin rendah pula sosial ekonomi keluarga yang menempatinya.

Menurut Svalastoga (1989) dalam Aryana (2004:29), untuk mengukur tingkat sosial ekonomi seseorang dari rumahnya dapat dilihat dari:

1. Status rumah yang ditempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas, menyewa, menumpang pada saudara atau ikut orang lain.

2. Kondisi fisik bangunan dapat berupa rumah permanen, kayu atau bambu. Keluarga yang keadaan sosial ekonominya tinggi pada umumnya menempati rumah permanen, sedangkan keluarga yang keadaan sosial ekonominya menengah kebawah menggunakan semi permanen dan tidak permanen.

3. Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang ditempati pada umumnya semakin tinggi tingkat sosial ekonominya.

Rumah dapat menunjukkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi keluarga yang menempati. Apabila tersebut berbeda dalam hal ukuran dan kualitas rumah. Rumah dengan ukuran yang besar, permanen dan milik pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen dan menyewa menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonominya rendah.

Kondisi rumah atau tempat tinggal yang dimaksud oleh peneliti didalam penelitian ini adalah melihat bagaimana keadaan sosial ekonomi responden berdasarkan kondisi rumah atau tempat tinggalnya. Tinggi rendahnya kondisi sosial ekonomi apabila dilihat dari kondisi rumah atau tempat tinggal terdiri dari beberapa indikator yaitu:

a. Bentuk atau Jenis Rumah

1. Bentuk/jenis rumah : permanen, semi permanen, kayu/papan, bambu. 2. Jenis lantai : keramik, ubin/tegel, plester, tanah.

3. Dinding : papan, pagar, tembok, batu paving.

b. Status Rumah: milik sendiri, mengontrak, menempati milik orang lain, ikut saudara.

c. Luas Rumah : < 50 m², 50-99 m², 100-149 m², > 149 m².

Dokumen terkait