• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH (SMA SMK) DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG KURUN WAKTU 2011 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH (SMA SMK) DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG KURUN WAKTU 2011 2014"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i

PADA JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH (SMA/SMK)

DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG

KURUN WAKTU 2011-2014

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi

Oleh

Siti Fatimah

3201411106

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

Drs. Hariyanto, M.Si Drs. Sunarko, M.Pd

(3)

iii

Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Senin

Tanggal : 13 Juli 2015

Penguji I Penguji II Penguji III

Dr.Eva Banowati, M.Si Drs.Sunarko, M.Pd Drs.Hariyanto, M.Si

NIP.196109291989012003 NIP.195207181980031003

Mengetahui: Dekan,

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil

karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 6 Juni

(5)

v

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu

telah selesai dari suatu urusan kerjakanlah dengan sunguh-sungguh urusan

yang lain, dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap

(Q.S. Al Insyirah:6-8)

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT atas

segala karunia-Nya skripsi ini ku persembahkan kepada:

Ayahanda Samudji & Ibunda Sukarsih yang selalu

memberi nasihat, doa, dan semangat.

Kakak-kakakku tersayang Djatmiko Noto, Suyanti,

Trimudjiono, Triyadi, Jannah Nur Khayati serta Adikku

tersayang Djasmine Mae Munnah, yang selalu

memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi.

(6)

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur senantiasa penulis menghaturkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga

penulisan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Pada Jenjang Pendidikan Menengah (SMA/SMK) Di Kecamatan Mijen Kota

Semarang Kurun Waktu 2011-2014” dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana

Pendidikan Geografi (S1) di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari

bahwa di dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Hariyanto, M.Si dan Drs. Sunarko, M.Pd. Dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.

5. Dr. Eva Banowati, M.Si. Dosen Penguji pertama yang telah memberikan

(7)

vii

7. Keluarga Geografi UNNES angkatan 2011 terimakasih atas dukungan dan

kerjasamanya.

8. Bapak Ibu dan keluargaku yang memberikan semangat, doa, dan kasih

sayangnya untukku.

9. Semua pihak yang telah membantu dan menyelenggarakan skripsi ini, yang

tidak dapat disebutkan satu persatu

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh semua

pihak mendapat balasan dari Allah SWT, dan saya menyadari bahwa skripsi ini

kurang dari sempurna. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran sangat

saya harapkan demi peningkatan manfaat skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 2015

(8)

viii

SARI

Fatimah, Siti. 2015. Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Pada Jenjang

Pendidikan Menengah (SMA/SMK) Di Kecamatan Mijen Kota Semarang Kurun Waktu 2011-2014. Skripsi. Jurusan Geografi FIS UNNES. Pembimbing Drs. Hariyanto, M.Si dan Drs. Sunarko, M.Pd. 137 Halaman.

Kata Kunci: Putus sekolah jenjang pendidikan menengah

Anak putus sekolah merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di dunia pendidikan. Di wilayah kecamatan Mijen, anak putus sekolah ditingkat SMA dan SMK jumlahnya paling tinggi di Kota Semarang, anak tersebut mengalami putus sekolah di lembaga pendidikan formal yaitu SMA Negeri 16 dan SMK Palapa. Fenomena putus sekolah tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang perlu diungkap. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui bahwa kondisi sosial ekonomi orang tua, aksesbilitas wilayah dan motivasi anak sebagai faktor penyebab anak putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah di Kecamatan Mijen kurun waktu 2011-2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang mengalami putus sekolah di SMA Negeri 16 dan SMK Palapa kurun waktu 2011-2014 yang tersebar di Kecamatan Mijen, Gunungpati, Ngaliyan dan Boja (Kendal). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minimal yaitu berjumlah 30 anggota sampel. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kondisi sosial yaitu mayoritas tingkat pendidikan ayah yaitu sebesar 67% dan ibu sebesar 70% hanya sampai tingkat sekolah dasar tidak menjadi faktor penyebab anak putus sekolah, seluruh orang tua mengerti bahwa pendidikan untuk anak itu penting. Pendapatan bersih orang tua diketahui sebagai indikator yang paling menunjang dalam pendidikan, rata-rata pendapatan bersih orang tua adah Rp.475.900/Bulan. Tidak ada alasan putus sekolah karena masalah biaya, bagi orang tua yang memiliki pendapatan bersih rendah, biaya pendidikan anak selalu diusahakan oleh orang tua. (2) aksesbilitas tidak menjadi faktor penyebab anak putus sekolah, mayoritas responden ketika dulu masih bersekolah sebesar 74% menggunakan sepeda motor, secara keseluruhan fasilitas jalan beraspal dan mayoritas jarak tempuh dari rumah ke sekolah >7km sebesar 60% hal ini menunjukkan bahwa jarak dari tempat tinggal ke sekolah tinggi aksesnya, karena terdapat alat transportasi yang menghubungkannya. (3) motivasi intrinsik dan ekstrinsik anak sebagai faktor penyebab anak putus sekolah, sebesar 77% memiliki motivasi intrinsik yang termasuk dalam kriteria rendah, sebesar 83% memiliki motivasi ekstrinsik yang termasuk dalam kriteria sedang.

(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Batasan Istilah ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kondisi Sosial Ekonomi ... 13

2.1.1 Kondisi Sosial ... 14

2.1.2 Kondisi Ekonomi ... 17

2.2 Aksesbilitas Wilayah ... 24

2.3 Motivasi Anak ... 28

2.4 Anak Putus Sekolah ... 33

2.5 Perbedaan SMA dan SMK ... 35

2.6 Penelitian Terdahulu ... 36

2.7 Kerangka Alur Penelitian ... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi Penelitian ... 42

3.2 Sampel Penelitian ... 42

3.3 Variabel Penelitian ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5 Metode Analisis Data ... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kondisi Sekolah ... 49

4.1.1 Gambaran Umum Kondisi SMA Negeri 16 Semarang ... 49

(10)

x

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua ... 65

4.2.1.1 Kondisi Sosial ... 65

4.2.1.2 Kondisi Ekonomi ... 67

4.2.2 Aksesbilitas Wilayah ... 73

4.2.3 Motivasi Anak ... 79

4.2.3.1 Motivasi Intrinsik ... 79

4.2.3.2 Motivasi Ekstrinsik ... 83

4.3 Pembahasan ... 87

4.3.1 Kondisi Sosial Ekonomi ... 87

4.3.2 Aksesbilitas Wilayah ... 92

4.3.3 Motivasi Anak ... 94

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 99

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(11)

xi

Tabel 1.1 Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMA/SMK

Tahun 2014 ... 3

Tabel 1.2 Jumlah Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMK Palapa dan SMA Negeri 16 Kurun Waktu 2011-2014 ... 4

Tabel 2.1 Alternatif Pilihan Jawaban Angket Motivasi ... 33

Tabel 3.1 Anak Putus Sekolah SMK palapa dan SMA Negeri 16 ... 42

Tabel 3.2 Kriteria Deskriptif Persentase Variabel Kondisi Rumah ... 47

Tabel 3.3 Kriteria Deskriptif Persentase Variabel Motivasi Anak ... 47

Tabel 4.1 Prasarana Pada Jenjang SMA/MA Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 ... 50

Tabel 4.2 Ruang Pembelajaran Umum SMK/MAK Menurut Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 ... 56

Tabel 4.3 Ruang Penunjang SMK/MAK Menurut Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 ... 58

Tabel 4.4 Ruang Pembelajaran Khusus SMK/MAK Menurut Permendiknas Nomor 40 Tahun 2008 ... 61

Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu ... 66

Tabel 4.6 Rata-Rata Pengeluaran makan dan non makan per bulan ... 67

Tabel 4.7 Kriteria Pendapatan Orang Tua/Bulan ... 68

Tabel 4.8 Biaya Pendidikan Dalam Satu Bulan ... 69

Tabel 4.9 Pendapatan Bersih Orang Tua/Bulan ... 69

Tabel 4.10 Jumlah Beban Tanggungan Keluarga ... 69

Tabel 4.11 Kriteria Kondisi Rumah ... 70

Tabel 4.12 Jenis Rumah yang Ditempati ... 71

Tabel 4.13 Lantai Dasar Rumah yang Ditempati ... 71

Tabel 4.14 Jenis Dinding Rumah yang Ditempati ... 72

Tabel 4.15 Status Rumah yang Dimiliki ... 72

Tabel 4.16 Luas Rumah yang Ditempati... 73

Tabel 4.17 Jarak Tempuh Rumah Menuju Ke Sekolah ... 75

Tabel 4.18 Fasilitas Jalan ... 77

Tabel 4.19 Alat Transportasi yang Digunakan ... 78

Tabel 4.20 Motivasi Intrinsik Anak ... 79

Tabel 4.21 Adanya Keinginan Untuk Melanjutkan Pendidikan ... 80

Tabel 4.22 Adanya Dorongan untuk Melanjutkan Pendidikan ... 81

Tabel 4.23 Adanya Harapan dan Cita-Cita ... 82

Tabel 4.24 Penghargaan Atas Diri ... 82

Tabel 4.25 Motivasi Ekstrinsik Anak... 83

Tabel 4.26 Motivasi Lingkungan Keluarga berupa Orang Tua ... 84

Tabel 4.27 Motivasi Lingkungan Sekolah berupa Guru dan Teman Sekolah .... 85

Tabel 4.28 Motivasi Lingkungan Masyarakat berupa Teman Bergaul ... 86

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(13)

xiii

Lampiran 2. Peta Distribusi Anak Putus Sekolah ... 105

Lampiran 3. Daftar Responden Penelitian ... 106

Lampiran 4. Kisi-Kisi Insrumen Penelitian ... 107

Lampiran 5. Instrumen Pengumpulan Data ... 112

Lampiran 6. Hasil Penelitian Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan Orang Tua... 122

Lampiran 7. Pengeluaran makan & non makan ... 123

Lampiran 8.Tabulasi Variabel Kondisi Rumah ... 126

Lampiran 9. Hasil Penelitian Aksesbilitas Wilayah ... 127

Lampiran 10. Tabulasi Motivasi Intrinsik Anak ... 128

Lampiran 11. Tabulasi Motivasi Ekstrinsik Anak ... 129

Lampiran 12. Tabulasi Data Tiap Indikator Motivasi Intrinsik ... 130

Lampiran 13. Tabulasi Data Tiap Indikator Motivasi Ekstrinsik ... 131

Lampiran 14. Surat Ijin Penelitian ... 132

Lampiran 15. Dokumentasi Wawancara dengan Orang Tua ... 135

Lampiran 16. Dokumentasi Pengisian Angket Oleh Anak Putus Sekolah ... 136

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti

bahwa setiap manusia Indonesia berhak untuk dapat menikmatinya dan

diharapkan dapat selalu berkembang didalamnya. Melalui pendidikan seseorang

dapat memperoleh ilmu pengetahuan, baik itu melalui pendidikan formal maupun

pendidikan non formal. Sebagaimana seperti yang tertuang dalam UUD 1945

pasal 31 (1) yang menyebutkan bahwa: ”setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan”. Sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003, pendidikan merupakan

usaha yang secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan

perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan

hidupnya sebagai individu dan sebagai warga negara dimasa yang akan datang.

Kewajiban belajar seiring perkembangan jaman tidak hanya sampai wajib

belajar 9 tahun. Minimnya kualitas SDM di Indonesia mendorong pemerintah

mengeluarkan program pendidikan khusus. Melalui Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud), pemerintah mengeluarkan Program Menengah

Universal (PMU). Melalui PMU, anak Indonesia akan mengenyam Pendidikan

dasar minimal 12 tahun, atau setara SMA/SMK. Menurut Permendikbud Republik

Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 pasal (1) mengatakan bahwa yang dimaksud

(15)

pendidikan yang memberikan layanan seluas-luasnya kepada seluruh warga

negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.

Pemerintah sejak tahun 2009 mengklaim telah memenuhi amanat UUD

1945 dengan mengalokasikan minimal 20 persen APBN untuk bidang pendidikan.

Namun ditengah kenaikan anggaran pendidikan dan besarnya perhatian

pemerintah terhadap pendidikan dasar dan menengah, masih terdapat anak

Indonesia yang putus sekolah. Kita tercengang mengetahui jumlah anak SD

sampai SMA yang putus sekolah pada tahun 2010 mencapai 1,08 juta. Angka itu

melonjak 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 750.000 siswa

putus sekolah (www.koranpendidikan.com, diakses pada hari rabu 4 maret 2015

pukul 20.30 WIB). Jumlah anak putus sekolah di Jawa Tengah menurut jenjang

pendidikan didominasi pada jenjang pendidikan SMA/MA/Paket C yaitu sebesar

2,45 persen, disusul jenjang SMP/Mts/Paket B sebesar 1,53 persen dan

SD/MI/Paket A sebesar 0,46 persen (BPS, 2012:15).

Anak putus sekolah merupakan hal yang cukup banyak menjadi sorotan di

dunia pendidikan. Semarang sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah dengan segala

kemudahan akses pendidikan, pada kenyataannya tidak terlepas dari persoalan

anak putus sekolah. Putus sekolah di kota Semarang didominasi oleh jenjang

pendidikan menengah yaitu SMA dan SMK. Kecamatan Mijen diketahui sebagai

wilayah dengan jumlah anak putus sekolah ditingkat SMA dan SMK tertinggi di

bandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kota Semarang. Masalah putus

(16)

3

manusia karena secara tidak langsung anak putus sekolah pada tingkat SMA dan

SMK ini akan menjadi beban di dalam masyarakat.

Tabel 1.1 Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMA/SMK Tahun 2014

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

Berdasarkan pada Tabel 1.1 diatas, dalam hal ini peneliti tertarik dengan

permasalahan banyaknya jumlah siswa mutasi dan putus sekolah pada tingkat

SMA dan SMK di kecamatan Mijen yang jumlahnya paling tinggi dibandingkan

dengan kecamatan lain yang ada di Kota Semarang. Di kecamatan Mijen terdapat

dua SMA Negeri yaitu SMA Negeri 13 dan SMA Negeri 16, dua SMA swasta

yaitu SMA Muhammadiyah 2 dan SMA Unggulan Nurul Islami, dua MA yaitu

MA Baitussalam dan MA NU Al Hikmah. Selain itu, dikecamatan Mijen juga

terdapat empat SMK yaitu SMK Askhabul Kahfi, SMK Ma`arif NU 1, SMK

(17)

Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Januari 2014 dan 2 Maret

2014, diketahui bahwa dari empat SMK yang ada di kecamatan Mijen, fakta yang

diperoleh bahwa jumlah anak putus sekolah tersebut berasal hanya dari satu

sekolah saja yaitu SMK Palapa yang beralamat di Jl.Untung Suropati. Sedangkan

untuk anak putus sekolah tingkat SMA berasal dari SMA Negeri 16 yang

beralamat di Jl.Ngadirgo Tengah Semarang.

Tabel 1.2 Jumlah Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMK Palapa dan SMA Negeri 16 Kota Semarang Kurun Waktu 2011-2014

Tahun SMK Palapa SMA Negeri 16

Mutasi Putus Sekolah Mutasi Putus Sekolah

2011-2012 28 12 - -

2012-2013 5 22 - -

2013-2014 14 16 10 2

Jumlah 47 50 10 2

Sumber : Hasil Observasi Peneliti, tanggal 2 Maret 2015 dan 19 Maret 2015

Seperti pada tabel 1.2 anak yang mengalami putus sekolah di SMK Palapa

tersebar di Kecamatan Mijen, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Gunungpati,

Boja (Kendal) dan beberapa tersebar di luar wilayah tersebut. Sedangkan anak

yang mengalami putus sekolah di SMA Negeri 16 tersebut tersebar di Kecamatan

Ngaliyan.

Peneliti berasumsi bahwa faktor penyebab anak putus sekolah di SMA

Negeri 16 dan SMK Palapa adalah kondisi keluarga yaitu dimana dalam keluarga,

kondisi sosial ekonomi sangat berperan dalam keberlangsungan pendidikan anak.

Rendahnya kondisi sosial ekonomi orang tua tentu akan menghambat

keberlangsungan pendidikan anak. Kondisi sosial ekonomi tersebut mencakup

(18)

5

Orang tua yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentu akan

mengupayakan dan selalu mendorong anak untuk mengenyam pendidikan

setinggi-tingginya karena orang tua beranggapan bahwa pendidikan itu adalah hal

yang paling penting dan utama dalam kehidupan. Selain faktor pendidikan orang

tua, terdapat faktor lain yaitu kondisi ekonomi orang tua. Tidak dipungkiri bahwa

banyaknya anggaran dana yang dialokasikan oleh pemerintah dalam hal

pendidikan pada saat ini tidak lantas menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi

gratis sepenuhnya. Masih diperlukan biaya didalam pendidikan, salah satunya

adalah biaya transportasi, biaya untuk membeli dan merawat seragam sekolah,

biaya untuk membeli buku dan peralatan sekolah, biaya ekstrakurikuler sekolah

dan biaya lainnya. Dengan kondisi tersebut, tentu orang tua dengan kondisi

ekonomi yang rendah akan terbebani akan hal tersebut, karena pendapatan atau

penghasilan orang tua hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari

saja, dengan kondisi tersebut maka keberlangsungan pendidikan anak akan

terhambat.

Orang tua yang tergolong dalam kondisi sosial ekonomi rendah,

kebanyakan dari mereka sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok

sehari-hari untuk keluarganya, maka dari itu anak kurang mendapatkan pengawasan oleh

orang tuanya. Banyak kasus anak putus sekolah dikarenakan orang tua yang

kurang memberikan pengawasan terhadap lingkungan pergaulan anak sehingga

anak terseret dalam pergaulan teman-temannya yang kemudian berdampak negatif

(19)

Selain kondisi sosial ekonomi hal lain yang diduga sebagai faktor

penyebab anak putus sekolah adalah kondisi fisik suatu wilayah atau kondisi

geografis yang mencakup aksesbilitas suatu wilayah. Aksesbilitas itu sendiri

meliputi jarak dan waktu tempuh dari rumah ke sekolah, fasilitas jalan dan alat

transportasi yang digunakan untuk menuju ke sekolah.

Asumsi lain selain kondisi sosial ekonomi dan aksesbilitas wilayah adalah

faktor dari anak itu sendiri yaitu rendahnya motivasi anak untuk bersekolah.

Jumlah anak putus sekolah terbanyak adalah ditingkat SMK, dimana jumlah

tersebut berasal dari sekolah swasta yaitu SMK Palapa. Pada umumnya anak-anak

yang bersekolah di sekolah swasta adalah anak-anak yang tidak mempunyai

pilihan lain karena telah tersisihkan atau tidak diterima disekolah negeri, maka

dari itu anak-anak tersebut diduga memiliki motivasi yang rendah. Motivasi anak

rendah karena kurangnya keinginan yang kuat yang ada dalam diri anak untuk

bersekolah serta kurangnya dukungan dari luar yaitu kurangnya dukungan dari

orang tua dan lingkungan lain yang ada disekitarnya yaitu lingkungan masyarakat

yang berupa teman bergaulnya di sekitar tempat tinggal.

Kelangsungan masa depan bangsa dan Negara Republik Indonesia ini

berada ditangan para generasi muda. Maka dari itu, masalah putus sekolah

ditingkat SMA dan SMK ini merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan

dan menjadi tanggung jawab pemerintah maupun masyarakat. Tersendatnya

pendidikan seperti yang tertulis tentu merupakan satu hal yang memprihatinkan

karena tidak sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 menjelaskan fungsi

(20)

7

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Permasalahan anak putus sekolah kemungkinan disebabkan oleh beberapa

faktor yang menyebabkan anak terpaksa berhenti sekolah dan tidak melanjutkan

kembali studinya. Maka dari itu peneliti ingin meneliti faktor-faktor penyebab

anak putus sekolah di tingkat SMA dan SMK ini dengan judul penelitian yaitu :

Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Pada Jenjang Pendidikan

Menengah (SMA/SMK) Di Kecamatan Mijen Kota Semarang Kurun Waktu

2011-2014 ?

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di tarik rumusan

masalah yaitu:

1.2.1 Apakah kondisi sosial ekonomi orang tua sebagai faktor penyebab anak

putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di

kecamatan Mijen Kota Semarang kurun waktu 2011-2014?

1.2.2 Apakah aksesbilitas wilayah sebagai faktor penyebab anak putus sekolah

pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di kecamatan Mijen Kota

(21)

1.2.3 Apakah motivasi anak sebagai faktor penyebab anak putus sekolah pada

jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di kecamatan Mijen Kota

Semarang kurun waktu 2011-2014?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1.3.1 Mengetahui kondisi sosial ekonomi sebagai faktor yang menyebabkan anak

putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di

kecamatan Mijen Kota Semarang kurun waktu 2011-2014.

1.3.2 Mengetahui aksesbilitas wilayah sebagai faktor yang menyebabkan anak

putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di

kecamatan Mijen kota Semarang kurun waktu 2011-2014.

1.3.3 Mengetahui motivasi anak sebagai faktor yang menyebabkan anak putus

sekolah pada jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK) di kecamatan

Mijen kota Semarang kurun waktu 2011-2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menghasilkan beberapa manfaat, yaitu

sebagai berikut:

(22)

9

a. Sebagai calon guru yang akan mengemban tugas dan tanggung jawab yang

besar penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan tugas besar di

masyarakat nantinya.

b. Untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan berpikir kritis guna

melatih kemampuan, memahami dan menganalisis masalah-masalah

pendidikan.

c. Penelitian ini sangat berguna sebagai bahan dokumentasi dan penambah

wawasan.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi khususnya Kota Semarang mengenai apa yang

seharusnya dilakukan terhadap pentingnya pendidikan menengah.

a. Bagi Orang Tua dan Anak

Penelitian ini dapat menjadi masukan atau saran supaya orang tua dapat lebih

memperhatikan pergaulan anak dan anak sendiri dapat meningkatkan

motivasinya serta dapat memilih mana teman yang baik untuk keberlangsungan

kehidupannya.

b. Bagi lembaga Pendidikan Terutama Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNNES

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk melengkapi

perpustakaan dan sebagai bahan dokumenter.

1.5. Batasan Istilah

Tujuan batasan istilah ini adalah untuk memberikan batasan ruang lingkup

(23)

serta untuk menghindarkan salah persepsi dalam judul ini. Ada beberapa istilah

yang perlu ditegaskan yaitu:

1.5.1 Sosial Ekonomi

Sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut masalah masyarakat

(Poerwodarminto, 2002:961). Sedangkan ekonomi adalah urusan keuangan rumah

tangga (Poerwodarminto, 2002:267). Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud

didalam penelitian ini adalah:a)Tingkat Pendidikan Orang Tua,b)Pendapatan

Bersih Orang Tua,c)Jumlah Beban Tanggungan Keluarga,d)Kondisi Rumah.

1.5.2 Aksesbilitas Wilayah

Dalam penelitian ini aksesbilitas wilayah berarti mudah atau tidaknya SMA

Negeri 16 Semarang dan SMK Palapa dijangkau dari rumah responden, yang

meliputi:

1) Jarak, jarak dalam skripsi ini dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Jarak Tempuh

Jarak yang ditempuh oleh anak menuju ke sekolah yang diukur dari rumah

responden, dengan satuan kilometer

b. Waktu Tempuh

Waktu tempuh merupakan lamanya waktu yang harus ditempuh oleh anak

menuju ke sekolah yang diukur dari rumah responden dengan satuan menit.

2) Alat Transportasi yang digunakan

Transportasi yang dimaksud adalah tersedianya sarana transportasi yang dapat

dipakai atau digunakan untuk menuju ke sekolah dapat berupa kendaraan

(24)

11

3) Biaya Transportasi

Biaya transportasi dalam penelitian ini adalah besarnya biaya yang harus

dikeluarkan siswa untuk menuju ke sekolah dan untuk pulang dari sekolah ke

tempat tinggal. Alokasi biaya transportasi didalam penelitian ini di kalkulasi

per minggu.

4) Fasilitas Jalan

Fasilitas jalan yang dimaksud didalam penelitian ini yaitu kondisi jalan yang

dilalui untuk menuju ke sekolah, apakah kondisi jalan itu mudah atau sulit

untuk dilalui, baik menggunakan angkutan umum maupun kendaraan pribadi.

1.5.3 Motivasi Anak

Motivasi merupakan dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang

mengadakan perubahan tingkah laku (Uno, 2011:10). Motivasi anak dalam

penelitian ini adalah dorongan untuk bersekolah, yaitu motivasi intrinsik dan

ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri

seseorang, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal sari luar

yaitu pengaruh lingkungan.

Indikator motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik didalam penelitian ini yaitu:

1. Motivasi Intrinsik: (1) keinginan untuk melanjutkan pendidikan, (2) adanya

dorongan dan kebutuhan untuk melanjutkan pendidikan, (3) adanya harapan

dan cita-cita, (4) adanya penghargaan atas diri.

2. Motivasi Ekstrinsik: (1) lingkungan keluarga yang berupa orang tua, (2)

lingkungan sekolah yang berupa teman dan guru (3) lingkungan masyarakat

(25)

1.5.4 Anak Putus Sekolah

Putus sekolah adalah predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik

yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat

melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya (Gunawan, 2004:71).

Putus sekolah yang dimaksud didalam penelitian ini adalah berhentinya

anak dari sebuah lembaga pendidikan formal tingkat menengah atas yang ada di

kecamatan Mijen yaitu SMA Negeri 16 Semarang dan SMK Palapa yang

disebabkan oleh beberapa faktor sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan ke

jenjang pendidikan berikutnya.

1.5.5 Sekolah Menengah Atas (SMA)

SMA adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di

Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah

Menengah Atas (SMA) dalam penelitian ini tertuju pada satu sekolah yang ada di

Kecamatan Mijen yaitu SMA Negeri 16 Kota Semarang.

1.5.6 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

SMK adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang

mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis

pekerjaan tertentu. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) didalam penelitian ini

tertuju pada satu sekolah menengah kejuruan swasta yang ada di kecamatan Mijen

(26)

13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Sosial Ekonomi

Dalam arti umum kondisi adalah pernyataan, keadaan atau sesuatu

kenyataan yang dapat dilihat atau dirasakan dan diukur oleh indera manusia

(Poerwadarminto, 2002:519). Kondisi sosial berarti keadaan yang berkenaan

dengan kemasyarakatan yang selalu mengalami perubahan-perubahan melalui

proses sosial. Proses sosial terjadi karena adanya interaksi sosial. Menurut

Abdulsyani (2002:152) interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial timbal

balik yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang secara

perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan

kelompok-kelompok manusia.

Ekonomi menurut Todaro dalam Rosandi (2007:14) disebutkan bahwa

ekonomi merupakan bagian dari ilmu sosial. Ekonomi berhubungan dengan orang

dan sistem sosial. Dengan sistem itu, ekonomi mengatur segala bidang

kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) dan

kebutuhan non materi (pendidikan, kesehatan, pengetahuan, dan kebutuhan

spritual dsb). Kondisi ekonomi orang tua adalah keadaan atau kenyataan yang

terlihat atau terasakan oleh indera manusia tentang keadaan orang tua dan

kemampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi

(27)

kebutuhan hidup yaitu kebutuhan pokok sandang, pangan, papan serta kebutuhan

non materi yaitu pendidikan, kesehatan dll untuk untuk mencapai kemakmuran

didalam masyarakat.

Menurut Abdulsyani (2002:86) berpendapat bahwa indikator yang

menentukan stratifikasi sosial ekonomi adalah sebagai berikut: 1) pemilikan

kekayaan yang bernilai ekonomis; 2) status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, 3)

kesalehan seseorang dalam beragama, 4) status atas dasar keturunan, 5)Latar

belakang rasial dan lamanya seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu

tempat, 6) status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang.

Nasution (2004:28) menggunakan berbagai kriteria sosial ekonomi untuk

membedakan berbagai golongan sosial seperti: 1) Jumlah dan sumber pendapatan;

2)Tingkat Pendidikan; 3)Agama; 4)Jenis dan luas rumah; 5)Lokasi rumah; 6)Asal

keturunan ; 7)Partisipasi dalam kegiatan organisasi dan hal-hal lain yang berkaitan

dengan status sosial seseorang.

Kondisi di sini meliputi kondisi sosial dan kondisi ekonomi orang tua.

Kondisi sosial orang tua antara lain yaitu tingkat pendidikan, sedangkan kondisi

ekonomi meliputi pendapatan bersih orang tua, jumlah beban tanggungan

keluarga, kondisi rumah atau tempat tinggal.

2.1.1 Kondisi Sosial

Dalam penelitian ini kondisi sosial di ukur dengan menggunakan indikator

(28)

15

1. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Menurut UU Nomor 20 tahun 2003, pendidikan merupakan usaha yang

secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan

potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya

sebagai individu dan sebagai warga Negara dimasa yang akan datang.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang

(Depdiknas, 2003:3), dengan pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan

berdasarkan perkembangan peserta didik, tingkatan kerumitan bahan

pengajaran dan penyajian bahan pelajaran. Jenjang pendidikan formal terdiri

dari pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi.

a. Pendidikan Prasekolah

Menurut PP Nomor 27 Tahun 1990 dalam (Rohman, 2009:100),

tentang pendidikan prasekolah, disebutkan bahwa tujuan pendidikan

prasekolah adalah membantu meletakkan dasar kearah perkembangan

sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak

didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk

pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

b. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:11). Disini

(29)

selama enam tahun disekolah dasar dan tiga tahun di sekolah lanjutan

tingkatan pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.

Menurut PP No.28 tahun 1990 dalam (Rohman, 2009:100)

disebutkan bahwa tujuan pendidikan dasar adalah untuk memberikan bekal

kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan

sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat

manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk pendidikan menengah

c. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar,

yang terdiri atas pendidikan menengah dan pendidikan menengah kejuruan

(Departemen Pendidikan Nasional, 2003:12). Sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 1990 dalam (Rohman,

2009:100) tentang pendidikan menengah adalah pendidikan yang

diselenggarakan setelah pendidikan dasar. Bentuk satuan pendidikan yang

terdiri atas:sekolah menengah umum, sekolah menengah kejuruan, sekolah

menengah keagamaan, sekolah menengah kedinasan, dan sekolah

menengah luar biasa.

d. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma,

Sarjana, Magister, dan Doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

(30)

17

Pendidikan yang dimaksud didalam penelitian ini adalah pendidikan

formal, yaitu tingkat pendidikan orang tua yang diukur berdasarkan ijazah

sekolah terakhir yang diperoleh.

2.1.2 Kondisi Ekonomi

Dalam penelitian ini kondisi ekonomi di ukur dengan menggunakan

indikator yaitu pendapatan bersih orang tua, jumlah beban tanggungan keluarga,

kondisi rumah atau tempat tinggal dari orang tua anak yang mengalami putus

sekolah.

1. Pendapatan Bersih Orang Tua

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka diperlukan biaya pendidikan

yang tinggi. Bagi orang tua yang berpendapatan rendah tentu akan kesulitan

dalam membiayai pendidikan anak-anaknya, sebaliknya orang tua dengan

pendapatan yang tinggi tidak akan ada masalah didalam membiayai keperluan

pendidikan anak-anaknya

Perbedaan sumber pendapatan atau penghasilan mempengaruhi harapan

orang tua tentang pendidikan anaknya. Banyak anak-anak yang putus sekolah

karena alasan finansialnya. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk

sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transportasi, kegiatan

ekstra-kurikuler, dan lain-lain (Nasution, 2004:31).

Menurut Slameto (2010:63) anak yang sedang belajar selain harus

terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan, kesehatan

dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja

(31)

tersebut akan terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. Jika anak hidup

dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi,

akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak terganggu.

Akibatnya selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan

teman lain, hal ini pasti akan mengganggu belajar anak. Bahkan mungkin anak

harus bekerja mencari nafkah sebagai pembantu orang tuanya walaupun

sebenarnya anak belum saatnya untuk bekerja, hal yang begitu juga akan

mengganggu belajar anak (Slameto, 2010:63-64).

Pendapatan adalah hasil dari seseorang yang diperoleh dari suatu kerja

dan dapat diwujudkan dengan materi (Poerwadarminto, 1976:404).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2008:9) Pendapatan adalah

penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima atau dihasilkan.

Berdasarkan penggolongannya, Badan Pusat Statistik (BPS, 2010)

membedakan pendapatan menjadi lima golongan yaitu:

a. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata dibawah Rp.

975.000,00 tiap bulan.

b. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp.

975.000,00 - s/d Rp. 1.949.000,00 tiap bulan.

c. Golongan pendapatan menengah adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp.

1.950.000,00 - s/d Rp. 2.924.000,00 tiap bulan.

d. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp.

(32)

19

e. Golongan pendapatan sangat tinggi jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp.

3.899.000,00 tiap bulan.

Pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Pendapatan pokok

Pendapatan pokok yaitu pendapatan yang tiap bulan diharapkan

diterima, pendapatan ini diperoleh dari pekerjaan utama yang bersifat rutin.

b. Pendapatan sampingan

Pendapatan sampingan yaitu pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan

diluar pekerjaan pokok, maka tidak semua orang mempunyai pendapatan

sampingan.

c. Pendapatan lain-lain

Pendapatan lain-lain yaitu pendapatan yang berasal dari pemberian

pihak lain, baik bentuk barang maupun bentuk uang, pendapatan bukan dari

usaha.

Menurut Sumardi dan Evers (1982) dalam Rosandi (2007:19)

menyebutkan pendapatan adalah seluruh penerimaan baik dari pihak lain

maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai dengan sejumlah uang atas

harga barang yang berlaku saat itu. Pendapatan dapat diartikan sebagai hasil

yang diterima seseorang, karena orang itu bekerja dan hasilnya bisa berupa

uang atau barang. Pendapatan orang tua adalah hasil yang diterima orang tua

dari hasil bekerja yang berupa uang atau barang yang dinilai dengan uang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan keluarga oleh Sumardi dan

(33)

a. Pekerjaan

Pekerjaan akan mempengaruhi langsung terhadap pendapatan, apakah

jenis pekerjaan tersebut dalam lahan basah dalam arti lahan yang bisa cepat

mendapatkan uang atau dalam lahan yang sulit untuk memperoleh uang

yang biasa disebut lahan kering.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pula pada perolehan

pendapatan. Dalam jenis pekerjaan yang sama, yang memerlukan pikiran

untuk mempekerjakannya, tentunya yang memiliki tingkat pendidikan

yang lebih tinggi akan lebih cepat untuk menyelesaikan dibanding orang

yang berpendidikan rendah. Hal tersebut akan berpengaruh pada

penghasilan.

c. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap perolehan

pendapatan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang bekerja

semakin banyak pendapatan yang diperoleh keluarga, namun akan terjadi

sebaliknya bila yang bekerja sedikit sedang upah yang diterima sedikit,

sedangkan jumlah tanggungan banyak akan memberatkan. Tingkat

pendapatan ini tentu berlawanan antara satu keluarga dengan keluarga

yang lain, tergantung dari pekerjaannya, pendidikannya dan jumlah

tanggungan keluarganya

Tingkat pendapatan menurut Sumardi dan Evers (1982) dalam skripsi

(34)

21

anggota keluarga dari sektor formal, informal dan sektor sub system dalam

waktu satu bulan yang diukur dengan rupiah”.

Pendapatan orang tua dapat diartikan sebagai hasil yang diterima oleh

orang tua karena bekerja dan hasil yang didapatkan dapat berupa uang atau

barang yang dapat dinilai dengan uang selama satu bulan. Besarnya

pendapatan yang diterima biasanya akan berbanding lurus dengan

pengeluaran, semakin tinggi pendapatan maka pengeluaran akan semakin

tinggi dan semakin rendah pendapatan maka pengeluaran akan semakin

rendah.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2013:17) Rata-rata

pengeluaran penduduk per kapita sebulan dapat dijadikan cermin tingkat

pendapatannya per kapita sebulan. Penggunaan data pengeluaran ini

disebabkan oleh sulit dan kurang akuratnya data pendapatan. Pengeluaran

rumah tangga sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga

untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi

2 (dua) kelompok yaitu:

1. Pengeluaran makanan

Pengeluaran untuk makanan terdiri dari : (a) padi-padian, (b)

umbi-umbian, (c) ikan/udang/cumi/kerang, (d) daging, (e) telur & susu, (f)

sayur-sayuran, (g) kacang-kacangan, (h) buah-buahan, (i) minyak &

lemak, (j) bahan minuman, (k) bumbu-bumbuan, (l) konsumsi lainnya,

(35)

2. Pengeluaran non makanan

Semakin tinggi pendapatan, maka relatif semakin tinggi

pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan non makanan. Hal ini terjadi

pada masyarakat modern yang kebutuhan sekunder bahkan tersier sudah

mulai terpenuhi. Pengeluaran non makanan terdiri dari: (a) perumahan &

fasilitas rumah tangga, (b) aneka barang dan jasa, (c) biaya pendidikan,

(d) biaya kesehatan, (d) pakaian, alas kaki dan tutup kepala, (e) pajak dan

asuransi, (f) keperluan pesta dan upacara perkawinan.

Tingkat pendapatan yang gunakan didalam penelitian ini adalah

pendapatan bersih orang tua (Ayah dan Ibu) dari hasil mereka bekerja

baik dari penghasilan pokok maupun sampingan dikurangi dengan jumlah

keseluruhan pengeluaran untuk kebutuhan makan dan non makan.

2. Jumlah Beban Tanggungan Keluarga

Jumlah beban tanggungan keluarga dapat diartikan sebagai jumlah

seluruh anggota keluarga yang harus ditanggung dalam satu keluarga.

Setiap masing-masing keluarga mempunyai jumlah tanggungan keluarga

yang berbeda-beda. Asumsinya semakin banyak jumlah tanggungan

keluarga maka kebutuhan dalam keluarga tersebut semakin banyak.

Menurut Sumardi dan Evers (1985) dalam Rina (2011:22) jumlah

tanggungan keluarga digolongkan menjadi 4 (empat) yaitu:

a. Lebih dari 10 orang, berarti sangat banyak tanggungan

b. 7 sampai 9 orang, berarti banyak tanggungan

(36)

23

d. 1 sampai 4 orang, berarti tanggungan sedikit

3. Kondisi Rumah atau Tempat Tinggal

Rumah dapat menunjukkan tingkat sosial ekonomi seseorang yang

menempatinya jika dilihat dari perbedaan ukuran dan kualitasnya. Semakin

besar ukuran rumah seseorang maka semakin tinggi tingkat sosial ekonomi

keluarga yang menempatinya. Sebaliknya semakin kecil ukuran rumah

seseorang maka semakin rendah pula tingkat sosial ekonomi keluarga yang

menempatinya. Begitupula dengan kualitas rumah seseorang, semakin baik

kualitasnya semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga yang

menempatinya, dan semakin jelek kualitas rumah seseorang semakin

rendah pula sosial ekonomi keluarga yang menempatinya.

Menurut Svalastoga (1989) dalam Aryana (2004:29), untuk

mengukur tingkat sosial ekonomi seseorang dari rumahnya dapat dilihat

dari:

1. Status rumah yang ditempati, bisa rumah sendiri, rumah dinas,

menyewa, menumpang pada saudara atau ikut orang lain.

2. Kondisi fisik bangunan dapat berupa rumah permanen, kayu atau

bambu. Keluarga yang keadaan sosial ekonominya tinggi pada

umumnya menempati rumah permanen, sedangkan keluarga yang

keadaan sosial ekonominya menengah kebawah menggunakan semi

permanen dan tidak permanen.

3. Besarnya rumah yang ditempati, semakin luas rumah yang ditempati

(37)

Rumah dapat menunjukkan suatu tingkat sosial ekonomi bagi

keluarga yang menempati. Apabila tersebut berbeda dalam hal ukuran dan

kualitas rumah. Rumah dengan ukuran yang besar, permanen dan milik

pribadi dapat menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonominya tinggi

berbeda dengan rumah yang kecil, semi permanen dan menyewa

menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonominya rendah.

Kondisi rumah atau tempat tinggal yang dimaksud oleh peneliti

didalam penelitian ini adalah melihat bagaimana keadaan sosial ekonomi

responden berdasarkan kondisi rumah atau tempat tinggalnya. Tinggi

rendahnya kondisi sosial ekonomi apabila dilihat dari kondisi rumah atau

tempat tinggal terdiri dari beberapa indikator yaitu:

a. Bentuk atau Jenis Rumah

1. Bentuk/jenis rumah : permanen, semi permanen, kayu/papan, bambu.

2. Jenis lantai : keramik, ubin/tegel, plester, tanah.

3. Dinding : papan, pagar, tembok, batu paving.

b. Status Rumah: milik sendiri, mengontrak, menempati milik orang lain,

ikut saudara.

c. Luas Rumah : < 50 m², 50-99 m², 100-149 m², > 149 m².

2.2. Aksesbilitas Wilayah

Kondisi fisik suatu wilayah dapat menjadi pendorong ataupun penghambat

bagi aktivitas manusia, wilayah dikatakan menjadi pendorong bagi aktivitas

(38)

25

wilayah lain. Jika kita membicarakan keterjangkauan suatu wilayah dari wilayah

lain maka kita tidak akan lepas dari yang namanya aksesbilitas wilayah.

Aksesbilitas dapat diartikan sebagai berikut, menurut Black (dalam Miro,

2005:18):

a. Aksesbilitas merupakan konsep yang menggabungkan (mengkombinasikan):

sistem tata guna lahan geografis dengan sistem jaringan transportasi yang

menghubungkannya, dimana perubahan tata guna lahan yang menimbulkan

zona-zona dan jarak geografis disuatu wilayah atau kota, akan mudah

dihubungkan oleh penyediaan prasarana dan sarana angkutan.

b. Aksesbilitas menurut Tamin dalam (Miro, 2005:18) merupakan mudahnya

suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lain lewat jaringan transportasi yang

ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang ada diatasnya. Dengan

perkataan lain: suatu ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai cara

lokasi petak (tata) guna lahan yang saling berpencar, dapat berinteraksi

(berhubungan) satu sama lain. Mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut

dicapai melalui sistem jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat

subyektif, kualitatif dan relatif sifatnya, artinya yang mudah bagi seseorang

belum tentu, mudah bagi orang lain.

Variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran tingkat kemudahan

pencapaian suatu tata guna lahan dikaitkan tinggi atau rendah adalah jarak fisik

dua tata guna lahan (dalam kilometer). Apabila kedua tata guna lahan mempunyai

jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya dikatakan rendah. Demikian

(39)

untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat akses dua tata guna lahan. Faktor jarak

tidak dapat diandalkan, karena pada kenyataannya bisa terjadi bahwa dua zona

yang jaraknya berdekatan (misalkan jaraknya 1,5 Km), tidak dapat dikatakan

tinggi aksesnya (pencapaiannya) apabila antara zona (guna lahan) yang satu

dengan yang lainnya tidak terdapat prasarana jaringan transportasi yang

menghubungkannya. Demikian pula sebaliknya , dua zona yang berjauhan pun

tidak bisa disebut rendah tingkat pencapaiannya, kalau antara kedua zona tersebut

terdapat prasarana jaringan jalan dan pelayanan armada angkutan yang cukup

memadai ( Black, dalam Miro, 2004:19).

Dengan pengetahuan bahwa faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor

yang menentukan tinggi rendahnya akses (tingkat kemudahan mencapai tujuan)

seperti digambarkan diatas, maka faktor-faktor lain, diluar jarak perlu kita

pertimbangkan dalam menentukan tinggi rendahnya akses. Faktor-faktor lain

tersebut antara lain:

1. Faktor waktu tempuh

Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana

transportasi yang dapat diandalkan (reliable transportationsystem). Contohnya adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas yang menghubungkan asal

dan tujuan, diikuti dengan terjaminnya armada angkutan yang siap melayani

kapan saja.

2. Faktor biaya/ongkos perjalanan

Biaya perjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat

(40)

27

orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak mau

melakukan perjalanan.

3. Faktor intensitas (kepadatan) guna lahan

Padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi dengan berbagai

macam kegiatan akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh berbagai

kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut ikut mempertinggi

tingkat kemudahan pencapaian tujuan.

4. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan

Pada umumnya orang mudah melakukan perjalanan kalau ia didukung oleh

kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak secara fisik jauh.

Kaitannya dengan pendidikan anak, aksesbilitas dapat dikatakan sebagai

pendorong maupun penghambat kelancaran pendidikan dengan cara melihat:

1. Jarak dari rumah ke sekolah

Jarak dari rumah ke sekolah yang jauh tentu akan membutuhkan waktu

tempuh yang lebih lama jika dibandingkan dengan tempat tinggal anak yang

dekat dengan sekolah. Hal ini merupakan kendala bagi anak yang bertempat

tinggal jauh dari sekolah ditambah lagi tidak adanya transportasi yang

mendukung sebagai alat yang digunakan untuk menuju ke sekolah.

2. Alat transportasi yang digunakan

Transportasi yang dimaksud adalah tersedianya sarana transportasi yang dapat

dipakai atau digunakan untuk menuju kesekolah, dapat berupa kendaraan

(41)

3. Biaya transportasi

Akan menjadi penghambat bagi kelancaran pendidikan apabila diperlukan

biaya transportasi yang tidak sedikit untuk menuju kesekolah, sebaliknya

apabila biaya transportasi yang dikeluarkan tidak memerlukan biaya yang

banyak maka kecil kemungkinan untuk ditemui kendala terhadap kelancaran

pendidikan.

4. Fasilitas jalan

Fasilitas jalan disini maksudnya adalah kondisi jalan, apakah kondisi jalan

sulit untuk di lewati ataukah mudah untuk dilewati kendaraan pribadi maupun

kendaraan umum

Lokasi SMA Negeri 16 dan SMK Palapa ini jauh dari jalan raya dan tidak

ada angkutan umum yang melintas menuju kesekolah tersebut dari jalan raya.

Kaitannya dengan pendidikan, bagi mereka yang tergolong dalam kondisi

ekonomi rendah tanpa ada fasilitas transportasi pribadi yang dapat digunakan

untuk sekolah serta tidak ada alat transportasi umum untuk mengakses sekolah,

maka hal tersebut akan menjadi penghambat dalam keberlangsungan pendidikan

anak yang bertempat tinggal jauh dari sekolah.

2.3. Motivasi Anak

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam individu, yang menyebabkan individu tersebut

bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat di

interpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau

(42)

29

suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar

sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku atau

aktivitas tertentu lebih baik daripada keadaan sebelumnya (Uno, 2011:9).

Motivasi menurut Handoko (1992:9) yaitu suatu tenaga atau faktor yang

terdapat dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan

mengorganisasikan tingkah lakunya, sedangkan kata motif adalah suatu alasan

atau dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu / melakukan

tindakan/bersikap tertentu. Motif adalah segala sesuatu yang mendorong

seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Motif menunjukkan dorongan yang

timbul dari dalam diri seseorang sehingga mau berbuat untuk melakukan sesuatu.

Motif menunjukkan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang sehingga

mau berbuat untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan atas jalarannya, maka orang membedakan adanya dua macam

motif yaitu:

1. Motif-motif ekstrinsik yaitu motif-motif yang berfungsi karena adanya

perangsang dari luar, seperti misalnya orang belajar giat karena diberi tahu

bahwa sebentar lagi mau ujian, orang membaca sesuatu karena diberi tahu

bahwa hal itu harus dilakukannya sebelum dia dapat melamar pekerjaan, dan

sebagainya.

2. Motif-motif Intrinsik yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak usah

dirangsang dari luar. Memang dari diri individu sendiri telah ada dorongan itu.

Motivasi terbagi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi

(43)

seseorang tanpa adanya rangsangan orang lain, sedangkan motivasi ekstrinsik

adalah motivasi yang timbul karena adanya rangsangan dari luar.

Adapun menurut Uno (2011:10) dapat pula disimpulkan bahwa motivasi

adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan

perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut:

a. Motivasi Intrinsik, indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Adanya hasrat atau

keinginan untuk melakukan kegiatan; 2) Adanya dorongan dan kebutuhan

melkukan kegiatan; 3) Adanya harapan dan cita-cita; 4) Penghargaan dan

penghormatan atas diri.

b. Motivasi Ekstrinsik, indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Adanya

lingkungan yang baik, dan; 2) Adanya kegiatan yang menarik.

Didalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk mencari tahu apakah

motivasi anak sebagai faktor penyebab anak putus sekolah. motivasi didalam

penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi Intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang tanpa

adanya/tanpa dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Indikator motivasi

intrinsik dalam penelitian ini yaitu:

1. Hasrat/keinginan anak untuk melanjutkan pendidikan

2. Adanya dorongan atau kebutuhan untuk melanjutkan pendidikan

3. Adanya harapan dan cita-cita

4. Penghargaan atas diri

b. Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya rangsangan

(44)

31

1. Lingkungan

a. Lingkungan keluarga yang berupa orang tua

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.

Disebut sebagai lingkungan atau lembaga pendidikan yang lain,

lingkungan inilah yang pertama ada. Interaksi didalam keluarga

biasanya didasarkan atas rasa kasih sayang dan tanggung jawab yang

diwujudkan dengan memperhatikan orang lain, bekerjasama, saling

membantu termasuk peduli terhadap masa depan pendidikan anaknya.

Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak akan mendorong anak

untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya.

b. Lingkungan sekolah yang berupa guru dan teman sekolah

Lingkungan sekolah yang berperan penting terhadap perkembangan

pendidikan anak adalah guru dan teman sekolah. Guru di sekolah

bertanggung jawab untuk selalu memotivasi peserta didik. Teman di

lingkungan sekolah dalam kegiatan proses pembelajaran disekolah

menempati kedudukan yang sangat penting, teman sekolah dapat

memberikan dampak yang positif dan sebaliknya juga dapat

memberikan dampak yang negatif bagi peserta didik dalam

perkembangan pendidikan di sekolah. Teman sekolah yang baik akan

mendorong anak untuk melakukan sesuatu yang akan berdampak positif

bagi diri anak, sebaliknya apabila di sekolah bergaul dengan anak-anak

yang tidak baik maka akan di pengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya akan

(45)

c. Lingkungan masyarakat yang berupa teman bergaul

Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul dilingkungan tempat

tinggal/masyarakat lebih tepat masuk dalam jiwanya. Teman bergaul

yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi anak.

Sebaliknya, teman bergaul yang tidak baik akan memberikan dampak

negatif bagi anak.

2. Adanya kegiatan yang menarik di Sekolah

Kegiatan yang menarik bagi anak tentu akan membangkitkan rasa untuk

dapat mengikuti kegiatan tersebut. Apabila anak merasa di sekolah banyak

kegiatan yang menarik untuk dapat dilakukan, maka anak akan selalu

termotivasi untuk dapat bersekolah. Sebaliknya, apabila anak merasa

bahwa kegiatan di luar lebih menarik dibandingkan dengan kegiatan di

sekolah, maka anak akan menjadi malas untuk berangkat ke sekolah.

Untuk mengukur motivasi anak dengan menggunakan skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang

tentang fenomena sosial. Motivasi anak merupakan atribut psikologi, sehingga

digunakan skala Likert untuk mengukurnya.

Skala Likert memiliki 5 kategori kesetujuan dan memiliki skor 1-5 akan

tetapi dalam penelitian ini menggunakan jawaban kesesuaian antara kesesuaian

lebih tepat untuk menggambarkan keadaan yang diteliti sekarang. Skor skala

(46)

33

Menurut Azwar (2008:33) “tidak ada manfaatnya untuk memperbanyak

pilihan jenjang karena justru akan mengaburkan perbedaan yang diinginkan

diantara jenjang yang dimaksud, pada responden yang belum cukup dewasa,

diferensiasinya perlu disederhanakan. Hal ini diperkuat oleh Arikunto (2006:241)

yang menyatakan bahwa “ada kelemahan dengan lima alternatif yang ada

ditengah (karena dirasa aman dan paling gampang serta hampir tidak berpikir).

Berdasarkan alasan penggunaan skor skala yang diungkap oleh beberapa

ahli, maka penggunaan skor skala dalam penelitian ini hanya menggunakan

kisaran 1-4 pilihan skor. Karena pilihan jenjang yang terlalu banyak dapat

mengaburkan maksud yang diinginkan dan dapat memunculkan pada satu

jawaban saja terutama Skor yang ditengah, sehingga sangat disarankan alternatif

pilihannya 4 (empat) saja. Berikut gambaran alternatif jawaban skala motivasi

anak:

Tabel 2.1 Alternatif Pilihan Jawaban (Skor) Angket Motivasi

Alternatif (+) Skor Alternatif (-) Skor

A 4 A 1

B 3 B 2

C 2 C 3

D 1 D 4

2.4. Anak Putus Sekolah

Putus sekolah adalah belum sampai tamat namun sekolahnya sudah keluar,

jadi seseorang yang meninggalkan sekolah sebelum tamat, berhenti sekolah. tidak

dapat melanjutkan sekolah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

1984). Sedangkan putus sekolah menurut Imron (2004:125) adalah siswa secara

(47)

Gunawan (2004:71) putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada

mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan,

sehingga tidak dapat menyelesaikan melanjutkan pendidikan ke jenjang

pendidikan berikutnya.

Imron (2004:126-127) dalam bukunya “Manajemen Peserta Didik Berbasis

Sekolah” menjelaskan sebab-sebab mengapa peserta didik drop ou tdan tidak

menyelesaikan pendidikannya, yaitu:

1. Rendahnya kemampuan yang dimiliki, menjadikan peserta didik merasa berat

untuk menyelesaikan pendidikannya.

2. Tidak mempunyai biaya untuk sekolah.

3. Sakit yang tidak tahu kapan sembuhnya, ini menjadikan penyebab-penyebab

siswa tidak sekolah sampai dengan batas waktu yang dia sendiri tidak tahu.

4. Karena bekerja.

5. Harus membantu orang tua diladang. Di daerah agraris dan kantong-kantong

kemiskinan, putra laki-laki dipandang sebagai pembantu terpenting ayahnya

untuk bekerja diladang.

6. Di drop out oleh sekolah. hal ini terjadi karena yang bersangkutan memang sudah tidak mungkin dididik lagi. Tidak dapat dididik lagi ini bisa disebabkan

karena kemampuannya rendah, atau dapat juga karena yang bersangkutan

memang tidak mau belajar.

(48)

35

9. Sekolah dianggap sudah tidak menarik bagi peserta didik. Karena tidak

menarik, mereka memandang lebih baik tidak sekolah saja.

Berdasarkan teori-teori tersebut diatas dapat disebutkan bahwa

faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab anak mengalami putus sekolah dalam

penelitian ini adalah: (1) kondisi sosial ekonomi, (2) aksesbilitas wilayah, (3)

motivasi anak.

2.5. Perbedaan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK)

Antara SMA dan SMK terdapat perbedaan yang sangat menonjol. Jika

SMA lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan cenderung teoritis

dan bersifat umum sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

sedangkan SMK lebih menitikberatkan pada penguasaan keterampilan praktis

sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja. Walaupun lulusan SMK dipersiapkan

untuk terjun kelapangan kerja, masih terbuka kesempatan, masih terbuka

kesempatan bagi siswa untuk melanjutkan studinya pada jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah bentuk satuan

pendidikan menengah yang orientasinya memberi bekal siswa untuk memasuki

lapangan kerja tingkat menengah dan melanjutkan ke jenjang pendidikan sesuai

dengan kekhususannya (kejuruannya).

Pendidikan menengah diselenggarakan melalui bentuk-bentuk satuan

pendidikan menengah umum, kejuruan, keagamaan (MAN), kedinasan dan luar

biasa. Meskipun masing-masing satuan pentersebut memiliki tujuan yang berbeda,

(49)

berarti bahwa lulusan SMK dapat pula melanjutkan studinya sampai pada jenjang

pendidikan yang lebih tinggi.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu perlu diacu dengan tujuan agar peneliti mampu

melihat perbedaan penelitiannya dengan penelitian yang lainnya. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah terletak pada variabel dan hasil

penelitiannya, selengkapnya dapat dilihat pada uraian dibawah ini:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Widiyantoro yang mengambil judul tentang

faktor-faktor penyebab tingginya angka putus sekolah untuk jenjang

SMA/Sederajat di Kecamatan Tretep Kab.Temanggung dengan variabel

penelitian yaitu tingkat pendidikan orang tua, tingkat pendapatan orang tua,

aksesbilitas wilayah dan motivasi anak, yang dianalisis dengan menggunakan

deskriptif persentase serta uji statistic yaitu dengan menggunakan t-test dan U-test. diperoleh bahwa 84% pendidikan orang tua yang anaknya putus sekolah adalah lulusan sekolah dasar. Pendapatan bersih orang tua yang anaknya putus

sekolah adalah 94% kurang dari Rp. 480.000,00, aksesbilitas yang masih sulit

yaitu jarak dari rumah kesekolah yang jauh yaitu rata-rata 17km, biaya

transportasi yang mahal yaitu antara Rp. 6.000,00 – Rp. 10.000,00/hari

menggunakan angkutan umum dan Rp. 4.500,00 dengan menggunakan sepeda

motor, fasilitas jalan yang sebagian masih menggunakan jalan batu, yaitu dari

11 desa masih ada 4 desa yang menggunakan jalan batu, fasilitas transportasi

(50)

37

pada waktu berangkat sekolah. Masih adanya anak yang tidak mau

melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/Sederajat yaitu sebanyak 31%. Hasil

uji U-test diperoleh diperoleh nilai Sig = 0,000 < 5%jadi Ha diterima dengan

kata lain ada pengaruh tingkat pendapatan orang tua terhadap anak putus

sekolah.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Ayu Krisna Dewi yang meneliti tentang

Analisis Faktor-faktor penyebab anak putus sekolah usia pendidikan dasar di

Kecamatan Gerograk tahun 2012/2013. Dalam penelitiannya menggunaan

variabel ekonomi, perhatian orang tua, fasilitas pembelajaran, minat anak

untuk sekolah, budaya, faktor lokasi sekolah, dan dianalisis menggunakan

analisis faktor ( Barlett`s Tes), uji Measure of Sampling Adequacy (MSA), koefisien varimax rotation dan rotasi faktor. Dengan hasil penelitian yaitu faktor perhatian orang tua menjadi yang paling dominan karena memiliki nilai

variance explained tertinggi yaitu sebesar 39, 952%, artinya bahwa perhatian orang tua mampu menjelaskan penyebab anak putus sekolah usia pendidikan

dasar di Gerograk tahun 2012/2013. Faktor lokasi yang mempunyai nilai

variance explained yang terendah yaitu sebesar 17, 014%.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Satriyo Utomo yang meneliti tentang analisis

faktor-faktor rendahnya tingkat partisipasi anakkeluarga petani untuk

melanjutkan sekolah pada jenjang menengah atas (SMA) didesa dadap mulyo

Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. Dalam penelitiannya menggunakan

variabel tingkat pendidikan orang tua, tingkat pendapatan orang tua,

(51)

pekerjaan, aksesbilitas wilayahyang dianalisis dengan menggunakan analisis

deskriptif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang

menjadi penyebab lulusan smp tidak melanjutkan adalah tingkat pendidikan

orang tua rendah yaitu 62,5% lulusan tingkat SD/MI, tingkat pendapatan

orang tua (43,75% sebesar kurang dari satu juta per bulan dan pandangan

orang tua terhadap pentingnya pendidikan rendah 58,9% keterlibatan anak

dalam pekerjaan tinggi 75%, serta jarak tempuh sekolah yang jauh lebih dari 7

km, sehingga membutuhkan biaya yang besar.

Setelah melihat uraian diatas maka dapat di ketahui beberapa perbedaan

dan kelebihan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang sebelumnya, yaitu:

1. Penelitian mengenai faktor-faktor penyebab anak putus sekolah pada jenjang

pendidikan menengah (SMA/SMK) di Kecamatan Mijen kurun waktu

2011-2014 ini, persamaannya dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama terjun

ke lapangan secara langsung di masyarakat yaitu meneliti anak yang putus

sekolah maupun anak yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang

pendidikan berikutnya kemudian mengambil data dengan menggunakan

kuesioner wawancara serta angket penelitian dan lembar observasi, perbedaan

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah populasi penelitian ini

didapatkan oleh peneliti langsung dari lembaga pendidikan formal atau sekolah

yang dahulu pernah menjadi tempat anak-anak tersebut mengenyam pendidikan

dan pada akhirnya anak-anak ini putus sekolah karena berbagai faktor

penyebab. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang lokasinya berada di

Gambar

Tabel 1.1 Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMA/SMK
Tabel 1.2 Jumlah Siswa Mutasi dan Putus Sekolah SMK Palapa dan SMA
Tabel 2.1 Alternatif Pilihan Jawaban (Skor) Angket Motivasi
Tabel 3.1 Anak Putus Sekolah SMK Palapa dan SMA Negeri 16
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama penyebab anak mengalami putus sekolah adalah disebabkan oleh lingkungan masyarakat yang tidak mendukung yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi penyebab putus sekolah dan dampak negatifnya bagi anak di Desa Kalisoro

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor -faktor yang menjadi penyebab putus sekolah dan dampak negatifnya bagi anak di Desa Kalisoro Kecamatan

Dapat menambah wawasan, pengalaman dan pemahaman yang berkenaan dengan anak putus sekolah serta mengetahui fakto-faktor penyebab anak putus sekolah, sehingga dapat

Dampak anak putus sekolah yakni kurang percaya diri dan sulitnya mencari pekerjaan, terbatasnya wawasan tentang pendidikan, serta menambah beban orang tua (dampak

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Jangrana Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap antara lain : faktor

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor penyebab anak putus sekolah di Desa Jangrana Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap antara lain : faktor

Hasil penelitian adalah Faktor penyebab anak putus sekolah SD Inpres Kampung Beru Kecamatan Biring Bulu Kabupaten Gowa 1 penyebab anak putus sekolah, ditandai dengan kondisi ekonomi