• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Kondisi Finansial Petani

Usahatani merupakan usaha yang sifatnya mandiri. Bila petani melakukan sebuah usahatani, maka ia akan memiliki resiko yang lebih besar bila dibandingkan jika ia menjadi buruh tani atau pekerja di sektor lain karena sifatnya hanya sekedar bekerja dengan orang lain. Adapun resiko yang mungkin dihadapi petani adalah resiko secara teknis maupun resiko secara ekonomis. Resiko teknis yang dihadapi petani meliputi kehilangan produksi baik akibat serangan hama penyakit maupun banjir. Sedangkan resiko ekonomis yang dihadapi petani salah satunya adalah ketidakpastian harga.

Ketidakpastian harga timbul karena (1). Tanaman padi adalah komoditi pertanian yang produksinya tergantung dengan musim, pada saat musim panen raya maka harga biasanya menjadi turun dan bila musim paceklik maka harga biasanya akan meningkat (2). Sifatnya mudah rusak (Perishable), di daerah penelitian hanya terdapat empat kilang padi, harga biasanya naik bila kilang tidak memiliki stok dan harga turun bila stok sudah berlebih, namun karena komoditi padi sifanya mudah rusak maka kilang tidak akan terlalu lama menyimpan stok tersebut, sehingga dalam rentang panen yang sama harga dapat menigkat pula.

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

Dalam usahatani pada tingkatan petani sering sekali terjadi fluktuasi harga. Khusus pada komoditi padi sawah, harga gabah basah dapat berbeda dari hari kehari.

Namun dengan range yang tidak terlalu besar yaitu antara Rp 2100 sampai Rp 2800, karena harga gabah kering giling (GKG) selalu berada dibawah interpensi pemerintah. Harga biasanya turun bila produksi di daerah tersebut meningkat dan harga akan meningkat bila produksi menurun. Fluktuasi harga ini akan tertutupi bila petani dapat mempertahankan produksi dan mengefisienkan biaya produksinya. Efisisensi biaya produksi dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk yang optimal, petani penerapan legowo 4:1 menggunakan pupuk sesuai dengan anjuran pemerintah yaitu urea 8 Kg/rante, Sp-36 6 Kg/rante, phoska 3 Kg/rante tanpa pupuk kandang dan pupuk cair. Karena sempat terjadi kelangkaan pupuk, pemerintah juga mengeluarkan anjuran pupuk yaitu : urea 4 Kg/rante, Sp-36 1 Kg/rante,Kcl diganti dengan phoska yaitu 3 Kg/rante, pupuk kandang 2 Ton/Ha, dan pupuk cair 2L/Ha. Pengefiesienan penggunaan pestisida, bibit dan pengefisienan upah tenaga kerja pada setiap tahapan pekerjaan. Perbedaan untuk biaya rata-rata Legowo 4:1 dan Tegel 20x20 perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6.

Dalam penelitian ini untuk menilai kelayakan finansial petani maka dilakukan 2 jenis perhitungan yaitu :

1. Analisa I : perhitungan analisis usahatani dengan pembiayaan yang secara rill dikeluarkan petani

2. Analisa II : perhitungan analisis usahatani dengan pembiayaan yang diperhitungan

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

Dalam analisa ekonomi, untuk menentukan kelayakan suatu usaha sebenarnya lebih tepat dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis II. Namun demikian, analisis I tetap akan dilakukan karena pada umumnya petani lebih sering membuat keputusan berdasarkan analisa I.

5.3.1. Analisis I

Apabila perkiraan produksi tersedia lengkap, maka perkiraan input-input pokok perlu disiapkan. Input tersebut meliputi investasi, biaya operasi, dan modal kerja tambahan.(Gittinger. P. J , 1986 :143).

Pada analisis I ini biaya yang dihitung adalah biaya yang secara riil dikeluarkan oleh petani. Berdasarkan penelitian yang dilakukan input yang digunakan hanya berupa biaya operasi yaitu biaya untuk berproduksi. Biaya produksi berupa penyusutan alat, penggunaan saprodi yaitu bibit, pupuk, pestisida, biaya tenaga kerja, biaya pengairan (irigasi) dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan. Dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 14 . Input Produksi Usahatani Per Ha/MT Tahun 2008/2009

No. Keterangan Legowo 4:1 Tegel 20x20 Range Rata-rata (Rp) Range Rata-rata (Rp) 1 Penyusutan alat 0-800.000 199.784 12.500-266.667 144.863 2 Bibit 52.500-360.000 342.508 70.000-600.000 359.538 3 Pupuk 37.500-1.400.000 449.599 0-525.000 199.804 4 Pestisida 0-120.000 138.833 0-347.692 155.297 5 Tenaga kerja 20.000-1.920.000 454.590 25.000-1.750.000 459.072 6 Biaya sewa 0-1.500.000 1.089.389 0-2000.000 700.589 7 Biaya irigasi 37.500-187.500 186.875 40.500-390.000 195.220 8 PBB 7.500-50.000 35.000 7.500-75.000 32.875

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan bibit petani penerapan Legowo 4:1 sebesar Rp 342.508,-/Ha sedangkan petani Tegel 20x20 sebesar Rp 359.538,-/Ha Hal ini dikarenakan petani tegel lebih memakai banyak bibit dibandingkan dengan petani legowo 4:1 penjelasan banyaknya bibit yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Petani legowo hanya menggunakan bibit 1-2 batang per lubang tanam, jika lebih maka perkembangan malai anakan semakin kecil. Jika ditanam 1-2 batang per lubang tanam, jumlah malai yang akan berproduksi mencapai 8-13 malai, maka produksi yang akan didapatkan ≥ 7,5 Ton. Jika ditanam lebih maka malai anakan hanya mencapai 4-5 malai, dengan produksi 5-6 Ton, tidak ada perbedaan dengan sistem tegel 20x20.

Untuk penggunaan pestisida petani Tegel lebih besar biaya rata-ratanya duibandingkan dengan petani Legowo 4:1 yaitu Rp138.833,-/Ha dengan Rp 155.297,-/Ha. Sistem tanam Legowo 4:1 dengan adanya satu baris yang dikosongkan membuat tanaman lebih bebas dari hama penyakit seperti keong mas, tikus, kepiding tanah, penggerek batang dan penyakit kresek, dan tikus karena sinar matahari yang menembus sela-sela tanaman. Sehingga hama bermigrasi ketempat lain dan penyakit tidak dapat berkembang biak. Sementara untuk sistem tanam Tegel, rumpun lebih rimbun, mudah teserang hama penyakit, sehingga petani tegel lebih banyak menggunakan pestisida. Perhitungan penggunaan pestisida dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

Biaya tenaga kerja rata-rata pada teknologi Legowo 4:1 sebesar Rp 454.590,-/Ha dan biaya rata-rata sistem tanam Tegel sebesar Rp 459.072,-/Ha. walaupun upah tanam pada teknologi Legowo 4:1 lebih mahal yaitu Rp 25.000/rante dari pada Tegel yaitu Rp 20.000. Namun hal ini tidak berarti bahwa teknologi Legowo 4:1 biaya tenaga kerjanya lebih mahal. Karena hal ini diimbangi dengan banyaknya tahapan kerja lainnya, misalnya

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

untuk pemeliharaan biaya tenaga kerja tegel 20x20 lebih besar. Perhitungan lebih rinci pada Lampiran 5 dan 6.

Besarnya biaya irigasi dan pajak bumi dan bangunan dipengaruhi oleh banyaknya hasil gabah basah yang diperoleh dan luasnya lahan. Adapun biaya untuk irigasi adalah 3 Kg gabah basah panen dikali dengan harga jual saat itu, sedangkan pajak bumi dan bangunan Rp1.500-Rp2.000,-/rantenya. Namun setelah luas lahan dikonversikan kedalam 1 Ha maka perbedaan tersebut tidaklah terlalu besar yaitu untuk Legowo Rp 38.750,-/Ha sedangkan Tegel yaitu Rp 37.166,-/Ha. PBB Legowo lebih besar karena pada petani Tegel banyak lahan sewa lebih besar, sehingga jika tanah sewa maka tidak membayar PBB. Sedangkan untuk biaya irigasi tentunya dipengaruhi dengan harga jual gabah basah masing-masing petani. Karena rata-rata harga jual petani Tegel lebih besar yaituRp 2.528 dan petani Legowo lebih rendah yaitu Rp 2.492. Maka tentu saja biaya irigasi rata-rata petani Tegel lebih tinggi dibandingkan dengan petani Legowo yaitu : Rp 195.220,-/Ha > Rp 186.875,-/Ha.

5.3.2. Analisis II

Pada analisis II, biaya yang dihitung bukan hanya biaya yang benar-benar (biaya rill) di keluarkan oleh petani di lapangan, tetapi juga ikut memperhitungkan biaya yang nilainya diperhitungkan (Biaya Opportunitas). Biaya opportunitas adalah ” Besarnya manfaat yang hilang akibat penggunaan sumber-sumber daya terbatas untuk maksud dan tujuan tertentu ”(Gittinger,1986 :84). Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat alokasi sumber daya yang dimiliki petani. Oleh karena itu perhitungan biaya opportunitas

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

ini lebih tepat digunakan. Oleh karena itu dalam penelitian ini selain perhitungan biaya yang sebenarnya dikeluarkan petani juga dilakukan perhitungan biaya opportunitas.

Biaya opportunitas merupakan biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani, tetapi inputnya digunakan dalam proses produksi seperti : tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), dan sewa lahan milik sendiri. Tenaga kerja dihitung dari besarnya jumlah biaya rata-rata upah harian yang dikeluarkan petani pada setiap tahapan pekerjaan yaitu Rp 34.731,- untuk petaniLlegowo dan Rp 38.084,- untuk petani Tegel. Sedangkan biaya sewa lahan dihitung dari harga rata-rata sewa lahan di daerah tersebut yaitu Rp 100.000/rantenya.

Selain itu, pendekatan biaya oportunitas ini juga dapat digunakan bila petani bekerja disektor lain atau menjadi petani dalam usahataninya. Bekerja disektor lain sangat memungkinkan karena jarak desa yang relatif dekat dengan Kawasan Industri Medan (Tanjong morawa) + 30 Km. Pendapatan yang diperoleh petani jika bekerja disektor industri adalah sebesar Rp 905.000,- setara dengan upah minimum regional (UMR) propinsi Tahun 2009.

Berikut dijelaskan dengan Tabel perbedaan biaya rata dan pendapatan rata-rata untuk perhitungan analisis 1 dan 2 baik untuk petani Legowo maupun petani Tegel.

Tabel 15. Perbedaan Total Biaya Rata-rata dan Pendapatan Rata-rata Petani Legowo dan Tegel

Keterangan Legowo 4:1 Tegel 20x20

Sebenarnya (Analisis I) Oppotunitas (Analisis II) Sebenarnya (Analisis I) Opportunitas (Analisis II) TR/Ha Rp 524.920.476 Rp 524.920.476 Rp 487.041.809 Rp 487.041.809 TC/Ha Rp 178.415.156 Rp 263.899.323 Rp171.707.204 Rp 250.124.033 Pd/Ha Rp 346.505.320 Rp 261.021.153 Rp 315.334.605 Rp 236.917.776

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

5.3.3. Kelayakan usaha Petani Penerapan Teknologi Legowo 4:1 dan Tegel 20x20

Secara teoritis dengan rasio R/C=1 artinya petani tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya ushatani yang kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan si peneliti misalnya R/C yang lebih dari satu, bila usahatani itu dikatakan menguntungkan. Misalnya dapat saja dipakai nisbah R/C minimal 1,5 atau 2,0.Biasanya, akan lebih baik kalau analisis R/C ini dibagi 2 yaitu yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara rill dikeluarkan oleh petani dan yang menghitung juga nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan sendiri juga diperhatikan. Dengan cara ini, ada dua macam R/C yaitu:

1. R/C berdasarkan data apa adanya (Tipe I)

2. R/C berdasarkan data yang memperhitungkan tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (andaikan lahan dianggap menyewa) dan sebagainya (Tipe II)

(Soekartawi, 1995; 85-88).

Dengan begitu nilai R/C Tipe I selalu lebih besar dibandingkan Tipe II. Dengan demikian justifikasinya harus diubah, khususnya dalam penelitian ini karena kedua perhitungan R/C tersebut dihitung maka ketentuannya dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 16 . Justifikasi Kriteria Kelayakan R/C Petani

Tipe usahatani R/C Justifikasi Kesimpulan Legowo Tegel

I 2,94 2,84 >2,0 Menguntungkan II 1,99 1,95 >1,0 Menguntungkan Sumber : Soekartawi, 1995.

Veny Betsy Saragih : Monitoring Dan Evaluasi Penerapan Teknologi Legowo 4:1 Pada Usaha Tani Padi Sawah ( Desa Lubuk Bayas Kec. Perbaungan Kab. Serdang Bedagai), 2009.

USU Repository © 2009

Untuk penelitian ini peneliti menggunakan perhitungan R/C dengan Tipe I. Pada Lampiran 5 dan 6. Dapat kita lihat nilai R/C dari masing-masing petani. Adapun nilai R/C petani teknologi legowo 4:1 dengan justifikasi > 2 adalah 28 petani sedangkan untuk petani Tegel 20x20 adalah 27 petani. Untuk rata-rata R/C Legowo 4:1 adalah 2,94. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya sebanyak Rp 100, maka terjadi penambahan penerimaan sebanyak Rp 294,-. Sedangkan untuk petani Tegel 20x20 nilai R/C rata-rata sebesar 2,84. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan biaya sebesar Rp 100,- maka terjadi penambahan penerimaan sebanyak Rp 284,-. Dari penjelasan nilai R/C rata-rata maka diketahui nilai R/C sistem tanam Legowo 4:1 lebih layak dari pada tegel 20x20. Hal ini dikarenakan produktivitas lahan Legowo 4:1 > dari pada sistem Tegel disamping rata-rata total biaya petani Tegel lebih tinggi dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan dengan perhitungan R/C Tipe II, rata-rata R/C Legowo 4:1 adalah 1,99 dan rata-rata R/C Tegel 20x20 adalah 1,95. Dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8.

Dokumen terkait