• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Hidrolisat Asam terhadap Konsentrasi Etanol

Hidrolisat asam yang dihasilkan dari bahan baku ubi kayu dan H2SO4

terbaik, dilakukan penyimpanan selama dua minggu pada suhu 30 oC dengan erlenmeyer tertutup dan disimpan di dalam inkubator. Pada proses penyimpanan terjadinya penurunan total gula dan gula pereduksi. Hasil analisa mutu bahan menunjukkan pada perlakuan hidrolisat asam yang disimpan pada minggu-0 merupakan perlakuan terbaik karena belum terjadi penurunan total gula dan gula pereduksi bila dibandingkan dengan mutu hidrolisat yang telah mengalami proses penyimpanan. Pada minggu pertama terjadi penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi sebesar 10,44% dan 9,91% dan pada minggu ke dua turun sebesar sebesar 12,49% dan 12,11%.

Hasil analisa konsentrasi gula pereduksi dan total gula setelah dilakukan proses penyimpanan hidrolisat asam, detoksifikasi dan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 13.

Keterangan :

P1 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 0 minggu P2 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 1 minggu P3 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 2 minggu

Gambar 13. Penurunan total gula (a) dan gula pereduksi (b) selama proses penyimpanan, detoksifikasi dan fermentasi

Penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi diduga karena pada proses penyimpanan hidrolisat asam, glukosa yang terbentuk dapat bereaksi dengan asam sulfat sehingga terbentuk senyawa baru namun ikatan yang terbentuk lemah dan dapat kembali. Karena hal tersebut pada proses pengukuran, senyawa glukosa yang telah bereaksi dengan asam sulfat tidak dapat bereaksi dengan senyawa DNS dan fenol pada proses pengukuran gula pereduksi dan total gula menyebabkan terjadi penurunan konsentrasi.

Diduga pula pada proses penyimpanan hidrolisat asam masih terjadi proses hidrolisis terhadap pati atau pun serat yang belum terhidrolisis, sehingga terbentuk gula-gula sederhana baru pada larutan hidrolisat asam. Namun proses hidrolisis asam tersebut berjalan sangat lambat karena suhu yang digunakan pada proses penyimpanan adalah suhu ruang (30oC). Menurut Purwadi (2006), proses

hidrolisis asam dipengaruhi oleh suhu, waktu dan konsentrasi asam. Semakin tinggi suhu pada proses hidrolisis semakin cepat proses pemutusan pati dan serat dan semakin rendah suhu yang digunakan maka semakin lama proses hidrolisis yang terjadi.

Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil detoksifikasi dengan overliming terlihat penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi rata-rata sebesar 7,99% dan 5,51% pada setiap hidrolisat asam yang telah dilakukan proses penyimpanan. Pada proses detoksifikasi arang aktif dengan konsentrasi arang aktif

0 50 100 150 200 250 P1 P2 P3 K on se nt ra si T ot al G ul a (g /l) (a) 0 50 100 150 200 250 P1 P2 P3 K on se nt ra si G ul a Pe re du ksi ( g/ l) (b) Hidrolisat asam Overliming Arang aktif Fermentasi

5% dan lama waktu kontak 30 menit juga menyebabkan penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi rata-rata sebesar 35,83% dan 35,30%. Berdasarkan hasil tersebut, proses detoksifikasi tidak hanya mengurangi konsentrasi inhibitor pada hidrolisat tetapi juga menyebabkan konsentrasi total gula maupun gula pereduksi akan ikut mengalami penurunan.

Hasil analisa terhadap konsentrasi total gula dan gula pereduksi setelah proses fermentasi, menunjukkan nilai konsentrasi yang relatif sama pada setiap perlakuan. Hal ini diduga karena Saccharomyces cerevisiae tidak dapat merubah seluruh gula pereduksi menjadi etanol. Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1994), konsentrasi glukosa kurang dari 10 g/l merupakan substrat pembatas yang tersisa dari proses fermentasi, sedangkan konsentrasi glukosa tinggi (lebih dari 300 g/l) akan menjadi penghambat proses fermentasi.

Hasil analisa terhadap efisiensi penggunaan substrat, rendemen etanol dan kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi hidrolisat, disajikan pada Gambar 14, sebagai pembanding dilakukan proses detoksifikasi netralisasi (NH4OH).

Keterangan :

D1 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 0 minggu dengan detoksifikasi overliming dan adsorpsi arang aktif

D2 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 1 minggu dengan detoksifikasi overliming dan adsorpsi arang aktif

D3 : Hidrolisat asam yang disimpan selama 2 minggu dengan detoksifikasi overliming dan adsorpsi arang aktif

D4 : Hidrolisat asam dilakukan detoksifikasi netralisasi (NH4OH)

Gambar 14. Persentase efisiensi penggunaan substrat, efisiensi fermentasi, rendemen etanol dan kadar etanol

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 D1 D2 D3 D4 Per sen tase (% ) Perlakuan

Efisiensi Penggunaan Substrat Efisiensi Fermentasi Rendemen Etanol Kadar Etanol

Pada Gambar 14 menunjukkan efisiensi penggunaan substrat mengalami penurunan seiring dilakukan proses penyimpanan hidrolisat pada tiap minggunya. Hal ini dikarenakan pada kondisi hidrolisat awal yang telah dilakukan penyimpanan telah mengalami penurunan konsentrasi total gula, sementara nilai konsentrasi total gula setelah proses fermentasi relatif sama pada setiap perlakuannya. Hal ini diduga karena khamir tidak dapat merubah seluruh glukosa yang ada pada hidrolisat tapi menyisakan pada konsentrasi yang relatif sama (rata- rata sebesar 18,2 g/l) pada setiap perlakuan, sehingga nilai efisiensi penggunaan substrat mengalami penurunan pada setiap perlakuannya. Pada pengamatan hidrolisat yang dilakukan detoksifikasi netralisasi menunjukkan nilai efisiensi penggunaan substrat terendah yaitu 45,16% sedangkan pada detoksifikasi overliming dan arang aktif rata-rata sebesar 75,79%.

Pada pengamatan efisiensi fermentasi menunjukkan bahwa perlakuan detoksifikasi overliming dan arang aktif menghasilkan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan netralisasi. Rata-rata persentase yang dihasilkan dari hidrolisat yang didetoksifikasi overliming dan arang aktif sebesar 14,17% sedangkan pada netralisasi sebesar 10,92%.

Namun persentase yang dihasilkan dari empat perlakuan tersebut masih relatif rendah. Hal ini diduga karena konsentrasi glukosa di dalam hidrolisat tidak sepenuhnya terkonversi menjadi etanol, melainkan dipergunakan untuk pertumbuhan sel mikroba dan juga asam piruvat yang terbentuk pada proses glukolisis belum mampu sepenuhnya diubah menjadi etanol oleh S. cerevisiae. Adanya penumpukan asam piruvat ini ditandai dengan adanya penurunan pH selama proses fermentasi. Pada perlakuan (D1) terjadi penurunan pH dari 5,53 menjadi 4,26, pada perlakuan (D2) dari pH 5,54 menjadi 4,34, pada perlakuan (D3) dari pH 5,63 menjadi 4,38 dan perlakuan (D4) dari pH 5,53 menjadi 4,46.

Hasil analisa rendemen etanol menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan detoksifikasi overliming dan arang aktif menghasilkan nilai rendemen yang lebih besar (rata-rata sebesar =18,36%) dari netralisasi (sebesar 11,35%). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi HMF yang ada di dalam hidrolisat sangat berpengaruh terhadap rendemen etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi. Menurut Arnata (2009), konversi bahan baku tepung ubi kayu menjadi bioetanol

dengan proses hidrolisis asam dilanjutkan dengan netralisasi menghasilkan rendemen etanol sebesar 13%.

Pada proses fermentasi, kadar etanol yang dihasilkan pada perlakuan hidrolisat asam yang dilakukan penyimpanan minggu ke-0 (tidak dilakukan penyimpanan) (D1), ke-1 (D2) dan ke-2 (D3) kemudian dilanjutkan proses detoksifikasi overliming dan arang aktif masing-masing sebesar 5,00% (b/v), 4,96% (b/v), 4,91% (b/v) dan pada perlakuan hidrolisat dengan proses detoksifikasi netralisasi (D4) sebesar 3,06% (b/v). Berdasarkan hasil tersebut terjadi peningkatan konsentasi etanol masing-masing sebesar 63,22%, 61,85% dan 60,10% pada perlakuan D1, D2 dan D3 dibandingkan D4. Berdasarkan hasil analisa, meskipun terjadi penurunan konsentrasi total gula dan gula pereduksi pada proses penyimpanan hidrolisat tetapi tidak menyebabkan perbedaan kadar etanol yang dihasilkan pada perlakuan dengan proses detoksifikasi overliming dan arang aktif. Hasil analisa konsentrasi etanol hasil fermentasi disajikan pada Lampiran 11

Hasil analisa menunjukkan, konsentrasi HMF dan furfural di dalam hidrolisat sangat mempengaruhi kadar etanol yang diperoleh. Konsentrasi HMF kurang dari 1 g/l tidak mempengaruhi proses fermentasi yang dilakukan oleh S. cerevisiae. Pada hidrolisat asam yang dilakukan detoksifikasi dengan netralisasi etanol yang dihasilkan masih cukup rendah. Hal ini dikarenakan konsetrasi HMF yang ada pada hidrolisat masih cukup tinggi, sehingga menggangu proses fermentasi yang dilakukan oleh S. cerevisiae. Konsentrasi HMF di dalam hidrolisat setelah proses netralisasi sebesar 2,98 g/l. Pada proses detoksifikasi overliming dan arang aktif menunjukkan bahwa konsentrasi inhibitior yang ada di dalam hidrolisat sudah tidak menjadi penghambat pertumbuhan S. cerevisiae pada proses fermentasi sehingga konsentrasi etanol yang didapat lebih baik.

Menurut Gaur (2006), S. cerevisiae dapat menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 5,8 - 11 % (b/v) dengan menggunakan molase sebagai bahan baku. Hasil etanol yang didapat dari bahan baku tepung ubi kayu yang dilakukan proses detoksifikasi hidrolisat dengan netralisasi sebesar 3,92% (b/v) (Arnata 2008). Menurut Chandel et al. (2006), penggunaan proses detoksifikasi menggunakan arang aktif dapat menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 7,43 g/l sedangkan

pada proses detoksifikasi dengan netralisasi etanol yang dihasilkan sebesar 3,46 g/l dari bahan baku baggase tebu.

Dokumen terkait