• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.4 Kondisi Hutan Kota dan Jalur Hijau

Sebagai suatu kawasan hunian yang mengedepankan nilai kenyamanan dan keasrian, BSD City menyediakan ruang terbuka hijau untuk melengkapi fungsi lingkungan bagi kenyamanan penghuninya. Karena merupakan kawasan hunian dalam pengembangan menuju kota baru, BSD City mengembangkan ruang terbuka hijaunya pada berbagai bentuk hutan kota tipe pemukiman. Hutan kota yang terdapat di kawasan BSD City terdiri dari bentuk mengelompok atau bergerombol seperti Taman Kota 1 dan Taman Kota 2, bentuk menyebar seperti taman lingkungan di dalam cluster atau pekarangan rumah dan kantor, dan bentuk jalur hijau di sepanjang jalan dan daerah pinggiran sungai. Jalur hijau yang terdapat di BSD City terdiri dari jalur hijau jalan dan jalur hijau bantaran sungai. Jalur hijau jalan yang terdapat di sepanjang jalan utama dan jalan-jalan arteri menuju cluster hunian memiliki fungsi utama sebagai peneduh dan estetika. Hampir semua jalur hijau jalan yang ada hanya terdiri dari satu baris tanaman utama dengan lebar jalur berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi jalan dan peruntukan area di belakang jalur. Ketiga bentuk hutan kota yang terdapat di kawasan BSD City hampir semuanya dibangun dekat jalan raya. Sehingga hubungan antara aktivitas lalulintas dengan keberadaan hutan kota serta perannya dalam menanggulangi masalah lingkungan di kota tersebut akan dapat diketahui melalui penelitian ini.

4.5 Ketersediaan Jenis Hutan Kota Lokasi Sampel

Penentuan lokasi sampel untuk mengukur tingkat kebisingan sebelumnya ditentukan berdasarkan survey ketersedian hutan kota dan pemotretan tajuk pohon. Tujuan pemotretan tajuk pohon adalah untuk mengetahui nilai Leaf Area Index (LAI) menggunakan bantuan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software, yang kemudian akan menentukan kelas kerindangan lokasi sampel. Dari ketersediaan hutan kota di lokasi penelitian, diperoleh 7 (tujuh) lokasi pengambilan sampel. Ketujuh lokasi sampel tersebut merupakan jenis hutan kota yang dapat mewakili empat dari enam kombinasi bentuk dan struktur hutan kota yang ingin diteliti. Berikut penjelasan tentang masing-masing lokasi sampel: 1. Tegakan Acacia mangium, lokasi di dalam area komersil BSD City dekat

dengan pintu gerbang Damai Indah Golf. Bentuk dan struktur hutan kota menyebar berstrata dua (S2) dengan tanaman utama Acacia mangium dengan tinggi 14 hingga 19 m dan diameter 21 hingga 50 cm, serta tanaman pendukung seperti rumput. Jarak vegetasi (depan) dengan sumber kebisingan (Jalan Raya Pahlawan Seribu) yaitu sekitar 20 m.

2. Taman Kota 1 BSD, yang selanjutnya akan disebut sebagai Hutan Kota 1. Lokasi di Jalan Letnan Sutopo. Bentuk dan struktur hutan kota mengelompok berstrata banyak (GB) dengan komposisi tumbuhan berupa pohon (kapuk, bayur, mahoni, palm) dan semak (hanjuang). Tinggi pohon berkisar antara 6 hingga 17 m dan diameter antara 6 hingga 51 cm. Jarak vegetasi (depan) dengan sumber kebisingan (jalan raya) sekitar 1 m.

3. Jalur Hijau Trembesi. Jenis hutan kota ini berbentuk jalur sepanjang jalan di depan cluster Greencove, memiliki struktur strata banyak (JB), terdiri dari komposisi tanaman Trembesi dengan tinggi 8 hingga 9 m dan diameter 23 hingga 28 cm, semak teh-tehan (tinggi total (Tt) = 0,5 m) dan rumput. Jarak vegetasi (depan) dengan sumber kebisingan sekitar 1 m.

4. Jalur Hijau Pinus, lokasi di sepanjang jalan sektor I.3 dekat kolam renang sektor I.3, di depan pasar kue subuh BSD. Bentuk dan struktur hutan kota jenis ini yaitu berbentuk jalur empat lapis dan berstrata banyak (JB). Lapis pertama yaitu tanaman palm, lapis kedua semak setinggi 1 m, lapisan ketiga

22

dan keempat adalah tanaman pinus (Tt = 8 hingga 11 m, dan diameter 17 hingga 28 cm). Jarak vegetasi (depan) dengan jalan yaitu sekitar 0,5 m.

5. Taman Kota 2 BSD, yang selanjutnya akan disebut sebagai Hutan Kota 2. Lokasi di Jalan Tekno Utama, memiliki bentuk dan struktur hutan kota mengelompok berstrata banyak (GB). Komposisi tanaman berupa pohon (kecrutan, ketapang, pinus, sawo duren), semak dan rumput. Tinggi pohon berkisar 2 hingga 14 m dan diameter 4 hingga 35 cm. Jarak vegetasi (depan) dengan sumber kebisingan (Jalan Tekno Utama) sekitar 10 m.

6. Tegakan Pinus, lokasi di depan Eka Hospital BSD di Jalan Raya Pahlawan Seribu. Jenis hutan kota ini berbentuk menyebar dengan 2 strata (S2). Komposisi tanaman terdiri dari pinus (Tt = 5 hingga 8 m, dan D = 16 hingga 19 cm) dan rumput. Jarak vegetasi (depan) dengan jalan raya yaitu sekitar 5 m. 7. Jalur Hijau Mahoni, lokasi di sepanjang jalan sektor I.2 dekat dengan lampu lalu lintas. Jenis hutan kota ini berbentuk jalur berstrata 2 (J2). Komposisi vegetasi utama adalah mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) dengan tinggi 16 hingga 19 m dan diameter 27 hingga 32 cm. Jarak vegetasi (depan) dengan jalan sekitar 1 m.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel

Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam Leblanc et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut, kriteria kelas kerindangan yang dimiliki masing- masing jenis hutan kota dapat dilihat dari besar kecilnya nilai LAI (Tabel 2). Analisa menggunakan metode Digital Hemispherical Photography (DHP) dengan bantuan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software, merupakan analisa gambar/foto tajuk untuk mengetahui nilai dari beberapa parameter struktur tajuk, kaitannya dengan intersepsi cahaya matahari yang terekam sensor digital pada gambar dikalkulasi dalam komponen warna RGB (Red; Green; Blue), radian, dan piksel pada proyeksi sudut puncak (zenith angle) (Leblanc et al. 2005). Salah satu parameter struktur tajuk, yaitu nilai LAI inilah yang kemudian dibagi ke dalam kelas kerindangan.

Tabel 2 Nilai LAI dan kriteria kerindangan hutan kota secara DHP

Range LAI LAI Jenis Hutan Kota Kriteria

0,89 - 1,69 0,89 Jalur Hijau Trembesi

Tidak Rindang 1,25 Jalur Hijau Mahoni

1,44 Jalur Hijau Pinus 1,70 - 2,23 1,70 Tegakan Akasia

Rindang 1,75 Hutan Kota 1

1,85 Tegakan Pinus 2,23 Hutan Kota 2

Penentuan kriteria kelas kerindangan LAI sangat relatif. Berikut referensi nilai minimum untuk LAI (LAImin) menurut Breuer et al. (2003), yang menyebutkan LAImin untuk spesies tumbuhan padang rumput atau semak berkisar antara 0,3 sampai 2,0 dan LAImin spesies tumbuhan musim dingin dengan banyak cabang seperti Populus tremoluides mulai dari 1,1. Sedangkan untuk tumbuhan konifer memiliki LAImin rata-rata 0,5 dan maksimum LAI tidak lebih dari 2,0 (Breuer et al. 2003). Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan

24

visual dan nilai LAI yang diperoleh pada penelitian ini, kelas kerindangan hutan kota dibagi menjadi; tidak rindang (range LAI 0,1 – < 1,7), rindang (range LAI 1,7 – < 2,3), dan sangat rindang (range LAI > 2,3).

Hasil kalkulasi menggunakan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software menunjukkan nilai LAI terendah yaitu pada tutupan tajuk vegetasi jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi (JB). Sementara yang tertinggi yaitu jenis Hutan Kota 2 (GB). Jalur Hijau Trembesi merupakan jenis hutan kota yang berbentuk jalur dengan komposisi pohon Trembesi sebagai tanaman utamanya. Tanaman trembesi memiliki bentuk tajuk lebar menyerupai payung dan dimensi daun seperti kebanyakan famili Fabaceae, yaitu daun majemuk berukuran kecil. Nilai LAI yang kecil pada Jalur Hijau Trembesi dikarenakan lokasi sampel untuk jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi berada di wilayah BSD City yang masih dalam tahap pengembangan. Umur tanaman yang ditanam di dalam wilayah bagian pengembangan, termasuk tanaman trembesi sebagai jalur hijaunya, masih muda berkisar 6 – 8 tahun. Tanaman trembesi pada usia tersebut cenderung memiliki kerapatan tajuk yang masih rendah (Gambar 4).

(a) (b)

Gambar 4 Foto tutupan tajuk menggunakan kamera berlensa fish-eye. (a) jalur hijau trembesi (b) hutan kota 2.

Hutan Kota 2, atau lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan Taman Kota 2 BSD City, merupakan jenis hutan kota yang berbentuk mengelompok atau bergerombol dengan banyak strata. Jenis tanaman yang ditanam pun beragam dan dari berbagai tingkat pertumbuhan, seperti rumput sebagai tanaman ground cover,

semak, tingkat anakan, pohon dan liana. Tanaman di Hutan Kota 2 ditanam sesuai desain lanskap taman, dengan pohon-pohon ditanam acak dan mengumpul, serta semak yang ditanam berjajar mengikuti jalan setapak. Kondisi vegetasi yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai kondisi hutan alam, memungkinkan LAI pada lokasi Hutan Kota 2 memiliki nilai yang tinggi pula (Gambar 4).

Analisis selanjutnya mengenai kemampuan reduksi kebisingan akan dikaitkan dengan LAI hasil perhitungan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software. Hal tersebut didasarkan pada penggunaan metode Digital Hemispherical Photograph (DHP) dan bantuan Hemiview software merupakan metode pendugaan LAI yang paling banyak dipakai saat ini karena kemudahan dan ketelitian prosesnya (Hale & Edwards 2002). Selain itu, meski hasil kalkulasi pendugaan LAI menggunakan metode DHP kadang underestimate dibanding dengan metode pendugaan destruktif, metode DHP lebih dipilih karena dapat menduga LAI pada berbagai jenis vegetasi termasuk kelapa sawit (Awal et al. 2010).

5.2 Kemampuan Reduksi Kebisingan oleh Hutan Kota

Pengukuran kebisingan dilakukan di tujuh lokasi sampel sesuai dengan lokasi pengukuran parameter vegetasi, termasuk LAI. Ketujuh lokasi tersebut merupakan 4 dari 6 kombinasi bentuk dan struktur hutan kota seperti yang dijelaskan dalam bab kondisi umum lokasi penelitian, yaitu hutan kota S2, GB, J2 dan JB. Sumber kebisingan utama di lokasi penelitian adalah aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di masing-masing lokasi sampel dengan dua titik diukur bersamaan (titik A dan titik B) yang diantara keduanya berjarak 10 meter. Besarnya tingkat kebisingan berbeda satu sama lain antar jenis hutan kota (lokasi sampel) yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

26

Tabel 3 Tingkat kebisingan di lokasi sampel

No. Jenis hutan kota (Lokasi sampel) r

Rataan tingkat kebisingan (dB) (m) Titik A Titik B 1 Tegakan Acacia mangium (Area komersial Damai

Indah Golf)

20

68,30 59,64 2 Hutan Kota 1 (Taman Kota 1 Jl. Letnan Sutopo) 1 73,74 63,76 3 Jalur Hijau Trembesi (depan Greencove) 0,5 72,98 64,58 4 Jalur Hijau Pinus (Kolam Renang Sektor I.3) 0,5 71,88 61,34 5 Hutan Kota 2 (Taman Kota 2 Jl. Tekno Utama) 10 69,26 59,68 6 Tegakan Pinus (depan Eka Hospital / Halte BSD

Feeder Busway)

10

74,48 64,54

7 Jalur Hijau Mahoni (Sektor I.2) 1 71,64 63,04

Keterangan: r = jarak dari sumber kebisingan ke titik A

Tingkat kebisingan pada masing-masing lokasi menunjukkan nilai yang cukup besar. Tingkat kebisingan pada area depan vegetasi atau dekat sumber kebisingan selalu lebih besar dari tingkat kebisingan pada area belakang vegetasi. Perbedaan tingkat kebisingan di titik A yang cukup signifikan diantara ketujuh lokasi sampel, yaitu pada Tegakan Acacia mangium dan Hutan Kota 2 yang nilainya kurang dari 70 dB. Hal tersebut dikarenakan penempatan titik A kedua lokasi tersebut berbeda dengan kelima lokasi lainnya. Titik A pada lokasi Tegakan mangium berjarak sekitar 20 meter dari sumber kebisingan (jalan raya), sedangkan di Hutan Kota 2 jarak dari sumber kebisingan ke daerah depan vegetasi yaitu sekitar 10 meter. Perbedaan jarak ini akan dibahas pada sub-bab pengaruh faktor lingkungan terhadap reduksi kebisingan. Rata-rata tingkat kebisingan di setiap lokasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari batas yang diperbolehkan menurut baku mutu tingkat kebisingan untuk wilayah permukiman. Oleh karena itu, pentingnya keberadaan vegetasi hutan kota dalam pengendalian kebisingan di BSD City.

Nilai reduksi kebisingan merupakan selisih dari tingkat kebisingan pada area depan vegetasi (titik A; dekat sumber kebisingan) dengan tingkat kebisingan pada area yang terhalang oleh vegetasi (titik B). Reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus yang merupakan hutan kota bentuk jalur hijau empat lapis dan berstrata banyak (JB). Sementara itu, jenis hutan kota yang memiliki nilai reduksi terendah diantara ketujuh lokasi sampel tersebut adalah Jalur Hijau Trembesi, hutan kota berbentuk jalur berstrata banyak. Nilai reduksi kebisingan pada ketujuh lokasi hutan kota disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kemampuan reduksi kebisingan oleh berbagai jenis hutan kota. Hutan kota dengan bentuk dan struktur hutan kota yang berbeda memiliki kemampuan mereduksi kebisingan yang berbeda pula. Hal tersebut menunjukkan adanya faktor yang berasal dari vegetasi itu sendiri maupun lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi reduksi kebisingan. Komposisi jenis tanaman, kerapatan dan LAI merupakan faktor dari vegetasi, sedangkan suhu udara, kelembaban udara dan arah angin merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi reduksi kebisingan oleh hutan kota.

5.3 Hubungan Reduksi Kebisingan dengan Bentuk dan Struktur Vegetasi Hutan Kota

5.3.1 Pengaruh parameter vegetasi

Parameter vegetasi yang meliputi indeks luas daun (Leaf Area Index/LAI), jumlah strata dan kerapatan tanaman diduga dapat mempengaruhi besarnya nilai reduksi kebisingan. Seperti yang dijelaskan oleh Irwan (2008), bahwa besarnya tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh (1) vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, (2) faktor iklim yaitu angin, suhu, dan kelembaban udara, (3) properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara.

8,66 9,98 8,40 10,54 9,58 9,94 8,60 0 2 4 6 8 10 12 Tegakan Akasia Hutan Kota 1 Jalur Trembesi

Jalur Pinus Hutan Kota 2 Tegakan Pinus Jalur Mahoni Nil ai Re d u k si K eb isin g an (d B)

Jenis Hutan Kota/Lokasi Sampel Reduksi Kebisingan oleh Hutan Kota

28

Tabel 4 Kemampuan reduksi kebisingan dan parameter vegetasi

No. Jenis Hutan Kota NRV (dB) LAI

K per plot

(individu) Keterangan 1 Tegakan A. mangium 8,66 1,70 15 Menyebar – strata 2 2 Hutan Kota 1 9,98 1,75 32 Gerombol – strata banyak 3 Jalur hijau Trembesi 8,40 0,89 12 Jalur – strata banyak 4 Jalur hijau Pinus 10,54 1,44 20 Jalur – strata banyak 5 Hutan Kota 2 9,58 2,23 29 Gerombol – strata banyak 6 Tegakan Pinus 9,94 1,85 22 Menyebar – strata 2 7 Jalur hijau Mahoni 8,60 1,25 4 Jalur – strata 2

Keterangan: NRV = nilai reduksi kebisingan (dB)

LAI = Leaf area index

K = Kerapatan tanaman (individu/plot)

Kerapatan tanaman dalam plot sampel (0,04 Ha) digunakan untuk melihat hubungannya dengan reduksi kebisingan, meski demikian nilai kerapatan tidak selalu berbanding lurus dengan nilai reduksi kebisingan (Tabel 4). Karakteristik tanaman yang berbeda-beda dalam suatu plot (misal: Hutan Kota 1) akan menghasilkan nilai reduksi yang berbeda dengan karakteristik tanaman tegakan sejenis (misal: Tegakan Akasia). Reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (JB). Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis tanaman yang ditanam cukup rapat, dengan pinus (konifer) sebagai vegetasi utama (2 lapis) semak dan palem sebagai vegetasi pendukung. Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang diacu dalam Widagdo (1998), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Nilai kerapatan jenis tanaman pada setiap lokasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 3.

Nilai LAI yang dapat menggambarkan kerindangan (kerapatan daun) suatu jenis tanaman merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi besar-kecilnya nilai reduksi kebisingan. Dari Tabel 4 dapat dilihat hubungan antara kemampuan reduksi kebisingan pada jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi dengan nilai LAI-nya. Nilai LAI yang digunakan merupakan hasil kalkulasi Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software. Dapat dilihat bahwa Jalur Hijau Trembesi yang termasuk dalam kelas “tidak rindang” juga memiliki kemampuan reduksi yang rendah. Namun, kemampuan tertinggi yaitu pada hutan kota jenis Jalur Hijau Pinus tidak diimbangi dengan besarnya nilai LAI. Nilai LAI tertinggi justru pada Hutan Kota 2, bentuk hutan kota yang bergerombol dan memiliki

strata yang banyak mendukung besarnya nilai LAI tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bahwa nilai LAI tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya reduksi kebisingan.

Kemampuan reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (lokasi sektor I.3), merupakan hutan kota berbentuk jalur hijau dan berstrata banyak. Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis/baris tanaman yang ditanam cukup rapat. Melihat hasil analisis parameter vegetasi pada hutan kota tersebut, dapat diketahui bahwa faktor yang paling mendukung reduksi kebisingan yaitu kerapatan pada daerah dekat sumber kebisingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cook dan Haverbeke (1971) diacu dalam Irwan (2008) yang menyebutkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimum, jajaran semak dan pohon sebaiknya ditanam dekat pusat kebisingan. Artinya, kerapatan tanaman yang tinggi akan sangat berpengaruh pada reduksi kebisingan jika ditanam dekat dengan sumber kebisingan, seperti pada jalur hijau pinus.

Fang dan Ling (2003) yang mengutip penjelasan Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kerapatan, tinggi, panjang dan lebar sabuk hijau mendifusi kebisingan, sedangkan ukuran daun dan karakteristik percabangan mengabsorpsi resonansi (Aylor 1972 diacu dalam Fang & Ling 2003). Kerapatan tanaman tertinggi dimiliki oleh Hutan Kota 1, merupakan jenis hutan kota dengan bentuk mengelompok atau gerombol dan berstrata banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor kerapatan tanaman berpengaruh terhadap reduksi kebisingan.

Kemampuan hutan kota dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas lalu lintas, akan lebih berpengaruh pada jenis hutan kota yang memiliki jarak dekat dengan sumber kebisingan tersebut, seperti halnya jalur hijau. Berdasarkan hasil penelitian ini, jalur hijau sebagai barrier kebisingan akan efektif bila memiliki kerapatan yang tinggi dan memiliki banyak strata. Sesuai dengan yang dikemukakan Irwan (1994) bahwa kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman dalam mereduksi kebisingan. Keberadaan semak yang merupakan bagian dari struktur hutan kota juga sangat penting dalam membantu

30

vegetasi utama hutan kota mereduksi kebisingan. Meski hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian Irwan (1994) yang menyatakan bahwa hutan kota bentuk mengelompok strata banyak lebih efektif mereduksi kebisingan, Namun ada pernyataan yang mendukung hasil penelitian ini, yaitu tentang besarnya pengaruh strata. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua (Irwan 1994).

Bentuk hutan kota yang memiliki reduksi kebisingan tertinggi pada penelitian ini yaitu bentuk jalur hijau, diimbangi dengan struktur hutan kota berstrata banyak. Namun tidak selalu dapat dikatakan lebih baik mereduksi kebisingan dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap jenis hutan kota yang diteliti memiliki karakteristik berbeda satu sama lain. Hubungan antara LAI dan kerapatan tanaman dengan nilai reduksi kebisingan yang tidak selalu berbanding lurus juga mengindikasikan bahwa adanya faktor lain di luar pengukuran yang lebih mempengaruhi reduksi kebisingan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi reduksi kebisingan yaitu umur tanaman. Misalnya, kerapatan tanaman yang tinggi namun umur tanaman yang masih muda, maka LAI vegetasi rendah. Tanaman yang umurnya cukup tua (tinggi dan diameter besar) memiliki tajuk yang juga cukup lebar dan berdaun lebat (terkecuali tanaman sakit/rusak) sehingga memungkinkan meredam kesisingan lebih baik.

Meilani (2002) mengemukakan bahwa kemampuan suatu jenis tanaman dalam mereduksi kebisingan juga dipengaruhi oleh tinggi, ketebalan, bentuk kanopi, dan model arsitekturnya. Tegakan pinus yang memiliki tinggi, ketebalan, bentuk tajuk dan model arsitektur seragam pada Jalur Hijau Pinus diduga mempengaruhi besarnya reduksi kebisingan dibanding tegakan tidak seragam pada Hutan Kota 1 dan 2. Tinggi pohon dan ketebalan jalur hijau memiliki hubungan positif dengan redaman relatif (Fang & Ling 2005). Tinggi tanaman rata-rata pada tegakan utama Jalur Hijau Pinus yaitu sekitar 10 meter dengan tinggi bebas cabang sekitar 2 meter memungkinkan mereduksi kebisingan lebih tinggi pada tegakan seragam ini, terlebih dengan adanya semak yang ditanam rapat sejajar dengan tegakan utama. Kepadatan, tinggi tanaman, panjang dan lebar jalur hijau merupakan faktor yang lebih efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan ukuran daun dan karakteristik percabangan (Cook & Haverbeke

1974 diacu dalam Fang & Ling 2003). Menurut Grey dan Deneke (1986), secara umum lebar jalur hijau dengan pohon yang tinggi akan lebih efektif dibandingkan dengan jenis tanaman dalam mereduksi tingkat kebisingan. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986).

Tinggi tanaman pada Hutan Kota 1 yang cukup tinggi memungkinkan reduksi pada perambatan suara dengan tinggi daerah bayang-bayang bising yang juga tinggi, tetapi tidak dapat mereduksi suara yang lewat pada daerah bayang- bayang bising yang rendah karena tidak terhalang oleh semak yang tidak ditanam rapat dan tinggi bebas cabang yang cukup tinggi pula. Suara yang merambat melauli udara dan melewati celah antara batang-batang pohon akan terus lewat tanpa redaman dari ranting dan daun sampai kekuatan suara melemah karena faktor jarak. Begitu pula halnya dengan tegakan pada Hutan Kota 2 dimana beberapa tanaman yang cukup tinggi tersebar tidak merata dengan tanaman muda (tinggi cukup rendah) dan semak yang juga tidak ditanam rapat dan sejajar dengan jalan raya (sumber kebisingan).

5.3.2 Pengaruh jarak pegukuran dan faktor lingkungan

Lokasi sampel hutan kota yang diteliti memiliki jarak dari sumber kebisingan dengan daerah depan vegetasi yang berbeda-beda. Hutan kota bentuk jalur hijau memiliki jarak terdekat antara daerah depan vegetasi dengan sumber kebisingan dibandingkan hutan kota bentuk menyebar dan mengelompok. Jarak antara sumber kebisingan dengan daerah depan vegetasi (titik pengukuran A) merupakan lahan terbuka tanpa vegetasi. Jarak terdekat yang tercatat pada penelitian ini yaitu 0,5 meter (bahu jalan) yaitu di Jalur hijau pinus dan yang terjauh adalah 20 meter yaitu di tegakan mangium. Penurunan tingkat kebisingan terjadi pada jarak yang semakin jauh dari sumber kebisingan, tetapi tidak se- efektif menggunakan barrier vegetasi. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 5, nilai reduksi kebisingan oleh hutan kota tegakan mangium lebih kecil dibandingkan reduksi kebisingan oleh jalur hijau pinus. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi dengan kerapatan tinggi akan efektif mereduksi kebisingan pada jarak yang dekat dengan sumber kebisingannya. Serupa dengan yang dikemukakan Cook dan Haverbeke (1971) diacu dalam Irwan (2008), bahwa

32

untuk mendapatkan hasil yang optimum dalam mereduksi kebisingan, jajaran semak dan pohon seharusnya ditanam dekat pusat kebisingan.

Faktor lingkungan yang diduga dapat mempengaruhi besarnya nilai reduksi kebisingan juga diukur bersamaan dengan pengukuran tingkat kebisingan di masing-masing lokasi sampel. Faktor lingkungan yang diukur bersamaan pada saat pengukuran tingkat kebisingan antara lain suhu udara, kelembaban udara, dan arah angin. Beberapa nilai tersebut diukur untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor lingkungan dengan kemampuan reduksi kebisingan dan sebagai penunjang hasil hubungan antara bentuk dan struktur hutan kota dengan reduksi kebisingan.

Jenis hutan kota yang memiliki suhu udara tertinggi yaitu Jalur Hijau Trembesi (T = 29 oC) dengan kelembaban udara sebesar 70%. Jenis hutan kota

Dokumen terkait