• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOKASI DAN HARI ERCIBAL DESA DOULU

3.2 Kondisi Lingkungan Sekitar Lokasi Ercibal 1 Mata Air Nini Penawar

Mata Air Nini Penawar merupakan mata air panas belerang yang berasal dari Deleng Sibayak (Gunung Sibayak). Mata Air Nini Penawar terletak 1,5 Km

sebelah barat dari kantor kepala Desa Doulu dan 500 meter dari pintu gerbang PT. Pertamina Geothermal Desa Semangat Gunung ( Desa Raja Berneh). Jika

memasuki kawasan Mata Air Nini Penawar, terdapat kurang lebih 3 mata air panas kecil dan batu-batu belerang yang sudah mengeras.

Sesajian yang disajikan diletakkan di atas batu belerang yang berbentuk segitiga dan di tanah. Jenis-jenis sesajian yang ditemui di lokasi adalah terdapat delapan rokok yang sudah dinyalakan dan dipancakkan di atas tanah. Jenis flora yang terdapat di sekitar Mata Air Nini Penawar yaitu pohon beringin, lumut dan rumput-rumput kecil. Sedangkan jenis fauna yang ada adalah ayam, anjing, cacing tanah dan rayap-rayap kecil.

3.2.2 Deleng Pertektekken

Deleng Pertektekken merupakan sebuah hutan (kerangen) yang terletak di

kawasan PT. Pertamina Geothermal Sibayak. Deleng Pertektekken terletak 700 meter di sebelah barat laut dari kantor Kepala Desa Doulu dan 700 meter dari pintu gerbang PT. Pertamina Geothermal Sibayak. Setelah memasuki kawasan

Deleng Pertektekken, pada bagian kiri jalan terdapat kawasan hutan dan bagian

kanan jalan terdapat perladangan dan beberapa rumah penduduk.

Sekitar Deleng Pertektekken terdapat sumur gas yang tidak berfungsi lagi yang dimiliki oleh PT. Pertamina dan terdapat larangan masuk bagi masyarakat umum. Namun pada hari minggu banyak para pelaku ercibal yang masuk ke dalam kawasan ini untuk melakukan ercibal (pemberian sesajian).

Terdapat beberapa jenis tempat sesajian yang dapat dijumpai di lokasi, yaitu ada yang berbentuk persegi dengan tinggi 1 meter dan sudah disemen berada di sebelah barat, ada juga yang berbentuk anjab (altar) yang berbentuk segitiga dengan memakai 3 tiang bambu dan berada di sebelah barat laut sedangkan untuk tempat meletakkan sesajian (cibal-cibalen) di letakkan di atas batu belerang (di

bawah anjab) dan ada juga berbentuk kuburan yang di sekelilingnya di buat batu belerang yang berada di sebelah utara. Lokasi ini merupakan lokasi pertama yang paling banyak dikunjungi oleh para pelaku ercibal dan yang kedua adalah Lau

Debuk-debuk.

Di sekitar tempat pemberian sesajian, dikelilingi oleh batu belerang besar dan juga di kelilingi oleh hutan dan juga terdapat satu pancuran air kecil . Namun disekitar tempat pemberian sesajian tidak banyak terdapat pohon. Menurut penuturan Bp. M T Tarigan (52 tahun) tidak banyaknya tumbuhan yang tumbuh disekitar tempat pemberian sesajian dikarenakan dahulu terdapat Guru Penawar yaitu Guru Kandibata (Guru Pertawar Reme) yang terkenal mampu mengobati segala jenis penyakit di tanah Karo. Dan di Alas-Gayo (Aceh). Pada suatu waktu guru bersama istrinya merantau ke Alas dan meninggalkan anaknya yaitu Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Telah berkali-kali utusan dikirim ke Alas untuk menjemput kedua orang tua anak tersebut, berhubung di Tanah Karo telah berjangkit suatu penyakit yaitu cacar air dan kedua anak guru tersebut sakit dan akhirnya meninggal. Namun sang dukun belum juga pulang dengan suatu pesan dan janji walau nanti kedua anaknya meninggal asal masih ada tulang- tulangnya, sang dukun dapat menghidupkan kembali anak-anaknya.

Akhirnya sang dukun dengan istrinya kembali dan melihat kuburan anak- anaknya. Tetapi tidak ada lagi dijumpai tulang-tulang anaknya. Maka sang guru dan istrinya datang ke Deleng Pertektekken memohon kepada Nini Karo Kertah

Ernala dengan janji menyerahkan segala harta dan keahliannya kepada nini asal

kedua anaknya dapat dihidupkan kembali. Tetapi permohonan sang dukun tidak dapat dikabulkan karena semua tulang-tulang anaknya sudah leyap di kawah

sibayak. akhirnya sang dukun menyesal dan membuang semua keahliannya dan memamcangkan pisau saktinya ke suatu pohon dan mengatakan “adi anakku pe

labo lanai banci ku mpegeluh, maka guri-guri ku enda ku empetken”. Tempat

tersebut dinamai “pertektekken” atau pemancungan, dimana tak ada lagi tanaman yang tumbuh dan apabila ada binatang yang lewat di atasnya akan mati lemas, sedangkan di sekitar tempat tersebut pepohonan, rumput-rumput tumbuh subur. Jenis flora yang tumbuh di kawasan ini hanya pohon kayu-kayu besar dan pohon beringin sedangkan jenis fauna yang ada di sekitar Deleng Pertektekken yaitu burung.

3.2.3 Deleng Singkut

Deleng Singkut merupakan kawasan hutan yang terletak berdekatan

dengan PT. Telkom. Untuk mencapai lokasi ini harus masuk melalui Lau Gendek yang berada sebelum hotel Mikie Holiday atau bisa juga melalui Tongkeh ataupun Tahura yang berjarak 5 Km dari simpang Desa Doulu.

Terdapat berbagai jenis flora dan fauna yang terdapat di Deleng Singkut . Jenis flora yang dapat ditemukan ialah pohon-pohon besar seperti Fikus sp (pohon pinus), pohon jati dan juga terlihat tumbuhnya lumut pada hampir semua pohon dan bebatuan sedngkan jenis fauna seperti burung kutilang, burung jalak, burung murai, bajing, musang, ular, harimau, tupai, kodok, biawak dan imbau (sejenis monyet besar yang dapat mengeluarkan suara besar).

Tempat sesajian yang terdapat pada Deleng Singkut yaitu sesajian (cibal-

cibalen) yang diletakkan di atas tanah dan sesajian diletakkan menghadap ke

barat. Terdapat berbagai jenis sesajian yang dapat dijumpai yaitu rokok yang dipancakkan dengan menggunakan kayu kecil, buah-buahan seperti apel, anggur,

jeruk manis, mayang rangke-rangke (pelepah pinang), daun sirih beserta kelengkapannya (gambir, kapur sirih, tembakau), bunga melati dan daun pisang sebagai alas sesajian.

3.2.4 Lau Debuk-debuk

Lau Debuk-debuk merupakan sebuah pemandian air panas yang terletak di

kaki Gunung Sibayak. Lau Debuk-debuk mengandung banyak belerang. Oleh karena itu pemandian air panas ini diyakini dapat mengobati penyakit gatal-gatal. Terdapat lima mata air panas dengan temperature air mencapai 35 derajad celcius dan suhu udara mencapai 27 derajat celcius dengan luas 7 Ha. Flora yang tumbuh di kawasan Lau Debuk-debuk yaitu berupa pohon-pohon kecil. Tidak banyak jenis flora yang dijumpai. Ini dikarenakan sudah banyak masyrakat yang membuka lahan pertanian sedangkan jenis fauna yaitu kera (macaca fascicularis), ular sawah, musang dan musang.

Tempat sesajian yang dijumpai di Lau Debuk-debuk ada yang berbentuk sumur-sumur kecil yang sudah disemen dan dikeramik, berbentuk persegi dengan bentuk seperi kuburan dengan tinggi 1 meter dan sudah disemen dan ada juga terdapat tempat pemberian sesajian orang Tionghoa. Semua tempat sesajian dan sesajian diletakkan menghadap ke selatan.

Sejarah cerita mengenai Lau Debuk-debuk yaitu dilatarbelakangi oleh suatu kisah yang pernah terjadi di tempat tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Dada Meuraxa dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Suku-suku Di Sumatera Utara (Box 1) :

Box 1 : Sejarah Cerita Lau Debuk-debuk Berdasarkan hasil

wawancara penulis dengan Bpk. S Ginting (64 Tahun), walaupun anak dari Guru

Penawar Reme yaitu

Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa meninggal, tetapi mereka masih sering menampakkan diri di Lau

Debuk-debuk . Tempat tersebut dipercayai sebagai tempat pemandian kedua anak Guru Penawar Reme tersebut, bahkan pada saat- saat tertentu di tempat tersebut tercium wangi

bunga. Menurut

kepercayaan orang Karo dahulu, hal ini disebabkan karena si anak tersebut sedang mandi. Karena anak tersebut sering memperlihatkan diri di Lau Debuk-debuk tersebut, kedua orang tuanya memiliki keinginan bertemu dan berbicara langsung dengan anaknya tersebut. Maka melalui mimpi ayahnya, sang anak tersebut mengatakan kepada orangtuanya agar menjumpai mereka di Lau Debuk-debuk dengan cara duduk di atas kain putih (uis dagangen), dengan syarat yaitu, apabila

Guru Pertawar Reme (Guru Kandibata) seorang dukun yang terkenal mampu mengobati segala penyakit di Tanah Karo dan di Alas-Gayo (Aceh). Pada suatu waktu bersama istrinya yang juga merupakan seorang Dukun Tenung (dukun Sibaso) merantau ke daerah Alas dan Gayo dan meninggalkan kedua anak gadisnya yaitu Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa. Telah beberapa lama sang dukun merantau serta banyak harta yang telah dikumpulkan namun belum pernah pulang ke kampung halamannya. Telah beberapa kali utusan dikirim untuk memanggil sang dukun pulang. Berhubung di Tanah Karo daerahnya telah berjangkit suatu penyakit yang sangat bahaya, dimana kedua anaknya juga dalam keadaan parah dan akhirnya meninggal. Namun sang dukun belum juga pulang dengan suatu pesan dan janji walau nanti kedua anaknya meninggal asal masih ada tulang belulangnya, sang dukun dapat menghidupkan kembali kedua anaknya.

Demikianlah kedua arwah anak tersebut selalu meratapi nasibnya diatas kuburannya di kaki Deleng Sibayak . Ratapan-ratapan kedua gadis bersaudara itu akhirnya didengar oleh Keramat Batu Ernala, keramat penjaga Deleng Sibayak. Akhirnya kedua gadis bersaudara diambil sebagai anak angkat dengan segala kesenangan di puncak gunung. Akhirnya sang dukun dengan istrinya kembali dan melihat kuburan anaknya. Tapi malang baginya, tulang-tulang anaknya sudah habis dibawa keramat Gunung Sibayak dilebur di dalam kawah gunung. Dengan menyembah- nyembah dengan janji menyerahkan segala harta dan keahliannya kepada keramat asal kedua anaknya bisa hidup kembali. Tetapi permohonan si dukun tidak akan mungkin terkabulkan karena semua tulang anaknya telah lenyap di kawah Gunung Sibayak. Karena suatu penyesalan yang tidak terhingga dan perasaan bersalah, akhirnya sang dukun membuang semua keahliannya sebagai dukun, dengan memancangkan piasu saktinya kepada sebuah pohon di suatu tempat di Desa Doulu. Tempat tersebut dinamai oleh penduduk “Pertektekken” atau pemancungan, dimana tak ada tanaman yang dapat tumbuh dan bila ada binatang yang lewat diatasnya akan mati lemas, sedangkan disekitar tempat tersebut pepohonan, rumput-rumput tumbuh subur. (Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Suku-suku Di Sumatera Utara, Medan: Sasterawan, 1973, hlm. 345-346)

menyentuhnya. Keesokan harinya kedua orang tua anak tersebut melakukan apa yang disuruh oleh anaknya, akan tetapi untuk bertatap muka dengan anak tersebut sang orang tua tidak bisa menahan diri sehingga memeluk kedua anaknya dan seketika itu juga kedua anaknya tersebut menghilang dan tidak pernah lagi manampakkan diri.

3.2.5 Deleng Sibayak

Deleng Sibayak merupakan kedua yang tertinggi setelah Deleng Sinabung

. Deleng Sibayak mempunyai ketinggian 2170 meter dari permukaan laut sedangkan Deleng Sinabung mempunyai ketinggian 2417 meter di atas permukaan laut. Terdapat berbagai macam jenis flora dan fauna yang dapat dijumpai. Jenis flora yang tumbuh di Deleng Sibayak yaitu pohon pinus, pohon rotan, pohon jati dan pohon-pohon kecil sedangkan fauna yaitu terdapat kera,

imbau , musang, tupai, ular, tikus dan berbagai jenis burung.

Deleng Sibayak mempunyai sejarah cerita yang sama dengan Mata Air Nini Penawar, Deleng Pertektekken dan Lau Debuk-debuk. Menurut penuturan

Nd. Desi (54 Tahun) pada jaman dahulu Deleng Sibayak dan Deleng Sinabung mempunyai ketinggian yang sama. Tetapi karena perkelahian antara Dewa Raja

Umang Deleng Sinabung dan Dewa Raja Umang Deleng Sibayak karena maslah Dewi Ratu Deleng Barus. Akhirnya Dewa Raja Umang Deleng Sinabung dengan

kesaktiannya, memancung kepala Deleng Sibayak hingga putus, terbang ke dekat Kampung Kaban yang dinamai dengan Deleng Sikutu, sedangkan kaki Deleng

Sinabung dipancung oleh Dewa Raja Umang Deleng Sibayak maka Deleng Sinabung tanpa kaki sekarang ini.

Kepercayaan orang Karo, Box 2 : Sejarah Cerita Deleng Sibayak

Deleng Sibayak

mempunyai penghuni yaitu Dewi Beru Tandang

Karo dan Dewi Beru Tandang Riah yang

keduanya diyakini beru

karo yakni Karo-karo

sitepu. Dalam pemanggilannya kedua

dewi ini disebut beru karo

kertah ernala. Kedua

dewi ini mengusai deleng

sibayak dan Lau debuk- debuk.

Menurut

penuturan Nd. Desi ,

Deleng Sibayak

mempunyai nini yaitu

Dewi Beru Tandang Karo

dan Dewi Beru Tandang

Riah, namun banyak orang yang menyebutnya dengan Beru Karo Kertah

Pada jaman dahulu di suatu desa, di Tanah Karo, ada sebuah keluarga bernama Guru Pertawar Reme , dari Desa Kandibata. Keluarga ini mempunyai dua orang anak yakni Bru Tandang

Karo dan Bru Tandang Riah. Ayah dan ibu kedua putrid ini

merupakan guru sibaso yang sangat hebat dan terkenal dalam mengobati penyakit. Walaupun orang yang sakitnya parah sekali dan telah meninggal dunia, jika ada seujung jarum aja tulang belulang yang meninggal tersebut tinggal, maka guru

sibaso dapat menghidupkannya kembali. Karena kehebatannya

dalam mengobati penyakit, maka guru sibaso ini bukan hanya terkenal di Tanah Karo, namun sampai ke daerah Pak-pak atau Dairi.

Pada suatu ketika, kedua anak guru petawar reme ini sakit parah. Setiap malam, kedua anak ini mengerang kesakitan.

Guru sibaso yang manapun dipanggil, namun tidak dapat

menyembuhkan penyakit kedua anak ini. Sementara ayah dan ibu kedua putrid ini sedang berada di daerah Pak-pak untuk mengobati penyakit. Karena penyakit yang diderita semakin hari semakin parah, sehingga disuruhlah seseorang untuk memanggil kedua orang tua anak ini yang sedang sakit parah. Tetapi ayah dan ibunya menyatakan kepada orang itu, bahwa anaknya pasti sembuh. Sebab sedikit asaja tulang belulangnya yang tertinggal, maka ayah dan ibunya dapat menghidupkannya kembali. Setelah selesai kedua orang tuanya mengobati di daerah tersebut ia akan dapat mengobati anaknya dan apabila telah meninggal ia akan dapat menghidupkannya kembali.

Raja Umang Deleng Sibayak mendengar kedua rintihan Dewi Bru Tandang Karo dan Dewi Bru Tandang Riah dan merasa

kasihan melihat nasib kedua putrid ini. Oleh sebab itu, Raja

Umang Deleng Sibayak datang mengambil kedua nyawa kedua

putrid ini, tanpa sedikitpun dari tubuh yang tersisa, baik tulang belulang dan membawanya ke deleng sibayak. ketika ayah dan ibunya pulang dari daerah Pak-pak, maka kedua putrinya tidak ada lagidan tulang belulangnya seujung jarum pun tidak ada lagi yang tersisa. Orangtuanya menangis setiap hari, setiap malam meratapi anaknya dan menyesali perbuatannya. Segala upacara telah dilakukan, namun kedua putrinya tidak kembali.

Raja Umang Deleng Sibayak mendengar ratapan orang tua

putrid ini, sehingga Raja Umang Deleng Sibayak menampakkan diri dan berkata “Jika kamu ingin bertemu kedua putrid mu maka kamu harus membuat Gendang Serune 7 hari 7 malam. Tetapi kamu hanya dapat menatap wajahnya, namun tidak boleh menyentuhnya. Karena kedua putrid ini telah menjadi anakku”.

Kedua orang tua ini bersumpah untuk menuruti permintaan Rja

Umang Deleng Sibayak , asalakan dapat melihat putrinya.

Maka orang tua putrid tadi membunyikan gendang 7 hari 7 malam. Pada hari terakhir Raja Umang Deleng Sibayak menampakkan kedua putrid itu kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya merasa sedih melihat kedua putrinya, karena tidak dapat merangkulnya. Setelah saat itu , Bru Tandang

Karo dan Bru Tandang Riah menjadi penghuni deleng Sibayak

dan sebagai tempat pemandiuannya adalah Tapin Beru Karo , sedangkan tempatnya untuk istirahat adalah Lau debuk-debuk, atau dalam bahasa Karo disebutkan Ingan Erngada-ngada

emkap Lau Debuk-debuk. Apabila ayah dan ibunya ingin

bertemu dengan putrinya, maka harus memanggilnya melalui

erpangir dan membuat gendang serune. (Brahma Putro,

Ernala. Kedua dewi ini merupakan penghuni Deleng Sibayak. Menurut cerita Nd.

Desi, kedua dewi ini dilarikan oleh Raja Umang Deleng Sibayak. Adapun ceritanya atau kisahnya hampir sama dengan kepercayaan penduduk Desa Doulu terhadap kisah yang terdapat di Lau Debuk-debuk. Cerita kuno orang Karo menyatakan bahwa Dewi Bru Tandang Karo dan Dewi Bru Tandang Riah menjadi penghuni Deleng Sibayak karena dilarikan oleh Raja Umang Deleng

Sibayak. adapun ceritanya dapat dilihat pada box 2.

3.2.6 Buah Huta huta atau Nini Galuh Kuta

Buah Huta-huta yang terletak di Desa Doulu merupakan sebuah pisang

yang dijadikan sembah-sembahan kampong dan letaknya di tengah-tengah Desa Doulu dan berjarak 100 meter dari kantor Kepala Desa.

Jenis flora yang dapat dijumpai hanya tanaman dari perladangan penduduk. Tanaman yang ditanaman berupa daun prei, kol, sayur pahit, tanaman tomat dan cabe. Sedangkan jenis fauna yaitu ayam, anjing, domba, burung gereja, musang, tupai, ular dan kodok.

Tempat pemberian sesajian (ercibal) yaitu berupa anjab telu suki yang dikelilingi dengan batu semen dan pohon pisang. Anjab telu suki terbuat dari tiga buah bambu dibentuk menjadi segitiga. Tempat sesajian menghadap ke barat desa doulu. Upacara buah huta-huta yang dilaksnakan di Desa Doulu dilaksanakan pada setiap bulan April setiap tahunnya. Disekitar Buah Huta-huta terdapat parit dengan kedalaman 2 meter, rumah penduduk dan perladangan penduduk Desa Doulu.

3.2.7 Rumah Pelaku Ercibal

Pada umumnya kebanyakan pelaku ercibal berasal dari luar Desa Doulu dan hanya beberapa penduduk Desa Doulu yang mempercayai dan memberikan sesajian (cibal-cibalen ). Hal ini disebabkan karena kepercayaan lama yang sulit dilepaskan, dimana mereka masih dikelilingi oleh tempat-tempat keramat yang ada di Desa Doulu. Rumah pelaku ercibal ini berada di sekitar Lau Debuk-debuk.

Dokumen terkait