• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis

Kota Ternate merupakan ibukota Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate memiliki karakter sebagai kota pulau yang terdiri dari tujuh pulau yaitu Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Batang Dua, Pulau Tifure, Pulau Mayau, dan Pulau Gurida. Pulau Ternate paling pesat pertumbuhannya karena merupakan pulau utama sebagai pusat aktivitas ekonomi. Secara administrasi Pulau Ternate terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate Selatan, dan Kecamatan Pulau Ternate. Secara geografis Pulau Ternate terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah barat laut Pulau Tidore yaitu 0o75’LU-0o90’LU dan 127o07’BT-127o13’BT (Dewi 2006).

3.2 Kondisi Fisik Pulau Ternate 3.2.1 Geomorfologi

Pulau Ternate berbentuk bulat kerucut atau strato volcano. Sebagian besar daerah di Pulau Ternate berbukit dan bergunung serta memiliki ciri topografis bervariasi dengan kemiringan diatas 40 derajat, yaitu seluas 51% dari luas wilayahnya. Pulau Ternate memiliki gunung vulkanis yaitu gunung Gamalama dengan tinggi 1715 m. Pulau Ternate terdiri dari pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah regosol dan rensina. Jenis tanah regosol yaitu jenis tanah yang khas berada di daerah vulkanis. Tanah regosol memiliki bahan induk utama batu pasir yang potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan material bangunan. Adapun jenis tanah podsolik yaitu tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik.

Secara geomorfologi, terdapat lahan berkelerengan tinggi dengan luasan yang cukup besar sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri skala besar. Pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan

pantai. Keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah Pulau Ternate yang masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya menjadi pembatas dalam pengembangan lahan perkotaan. Pembangunan pusat-pusat permukiman masih terkonsentrasi di kawasan pantai dengan konsentrasi kepadatan tertinggi yaitu di bagian selatan (Dewi 2006).

3.2.2 Topografi dan Ketinggian Wilayah

Tingkat ketinggian lahan dari permukaan laut di wilayah Pulau Ternate cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori rendah (0-500 m) untuk permukiman, pertanian, perdagangan, dan pusat pemerintahan; kategori sedang (500-700 m) untuk hutan konservasi dan usaha kehutanan; kategori tinggi (>700 m) untuk hutan lindung. Ciri topografi atau kemiringan rendah terletak linear memanjang mengikuti beberapa pesisir pantai pada posisi 0-2 derajat seluas 54,96 km2 atau 22%. Daya dukung pengembangan ruang-ruang budidaya di Pulau Ternate hanya terbatas pada bagian pesisir dengan kemiringan sampai sekitar 25%. Dukungan lahan untuk fungsi permukiman hanya tersebar di bagian pesisir dengan kelandaian yang sesuai syarat untuk dijadikan perumahan (Dewi 2006).

3.2.3 Iklim

Pulau Ternate adalah daerah kepulauan dengan ciri iklim tropis. Curah hujan bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 546 mm dan terendah pada bulan Oktober 42 mm. Nilai rata-rata curah hujan bulanan adalah 184,68 mm dan rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2.322,70 mm. Jumlah hari hujan rata-rata 202 hari dan nilai rata-rata hujan tertinggi pada bulan Januari dan November yaitu 20 hari hujan dan terendah bulan Agustus sebanyak 12 hari hujan (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2004).

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin di wilayah Pulau Ternate berkisar antara 2,9-5,2 knot dengan kecepatan terbesar bulanan berkisar antara 16-28 knot. Arah angin terbanyak dari Barat Laut yang terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April. Sedangkan bulan Mei dan Juni angin terbanyak bertiup dari Barat

Daya serta pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober angin terbanyak bertiup dari arah Tenggara (Pancaroba), pada bulan November dan Desember angin kembali bertiup dari arah Barat Laut. Nilai rata-rata kelembaban tertinggi pada bulan-bulan yang curah hujannya tinggi, meskipun variasi tiap bulannya tidak tinggi. Kelembaban tertinggi pada bulan Februari, Maret, dan Desember 85% dan terendah pada bulan Juli dan Agustus yaitu 76% (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2011).

3.3 Kondisi Biotik Pulau Ternate 3.3.1 Flora

Jenis-jenis flora yang berada di Pulau Ternate bervariasi menurut ketinggian tempat. Ketinggian dibawah 100 mdpl atau kawasan disekitar tepi laut ditumbuhi dengan kelapa hijau (Cocos nucifera), waru laut (Hibiscus tiliaceus), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Callophyllum inophyllum), dan rusa/bakau- bakauan. Pada ketinggian 100-800 mdpl dapat dijumpai kawasan dengan habitat hutan tanaman perkebunan seperti cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), kayu manis (Cinnamomum burmanii), durian (Durio zibethinus), sengon (Parasarianthes falcataria), dan bambu (Bambusa sp). Pada ketinggian 800-1000 mdpl dijumpai area penghijauan dengan pohon linggua (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), matoa (Pometia pinnata), pala (Myristica fragrans), nyatoh (Payena leerii), dan durian (Durio zibethinus) yang ditanam dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kota Ternate tahun 2007/2008. Sedangkan diatas ketinggian 1000-1460 mdpl mulai ditemukan tumbuhan asli seperti kelapa hutan (Borrassodendron sp), rufu, paku-pakuan, limo-limo, dan gusale (Widodo 2011).

3.3.2 Fauna

Beberapa jenis fauna yang terdapat di Pulau Ternate yaitu biawak (Varanus salvator), ular (Phyton sp), soa-soa, kuskus mata biru (Phalanger matabiru), beberapa jenis kelelawar, dan kupu-kupu (Nursjafani 2006). Selain itu tentunya burung-burung yang hidup di kawasan Pulau Ternate memiliki keunikan tersendiri

karena adanya Gunungapi Gamalama. Berdasarkan hasil observasi Burung Indonesia, terdapat 63 jenis burung dari 35 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Sedangkan berdasarkan penelitian Widodo (2011), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai selama dilakukannya observasi di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu Walet sapi (Collocalia esculenta), perling maluku (Aplonis mysolensis), burung madu hitam (Leptocoma sericea), dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Jumlah jenis burung yang dijumpai di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu 34 jenis atau sekitar 25% dari total jenis burung yang seharusnya terdapat di Ternate.

3.4Kondisi Sosial Ekonomi 3.4.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Pulau Ternate berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara tahun 2011 sebanyak 185.705 jiwa atau 17,88% dari jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate yang memiliki luas 133,74 km2 dengan jumlah penduduk 185.705 jiwa mempunyai kepadatan penduduk sekitar 60,01 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik 2011).

Perkembangan penduduk di Pulau Ternate selama lima tahun terakhir mengalami kecenderungan peningkatan khususnya di wilayah Kecamatan Kota Ternate Selatan dan Kecamatan Kota Ternate Utara. Peningkatan ini disebabkan faktor urbanisasi, migrasi, maupun dari kawasan Pulau Halmahera akibat konflik etnis beberapa waktu lalu dan migrasi dari regional lain yaitu Sulawesi, Ambon, Papua bahkan dari Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Meningkatnya arus urbanisasi dan migrasi juga disebabkan oleh semakin terbukanya arus transportasi laut yang menghubungkan Kota Ternate dengan kawasan sekitarnya dan beberapa kota lainnya (Dewi 2006).

BAB IV

Dokumen terkait