• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.4 Kondisi Naungan

Kondisi naungan sangat memengaruhi masuknya cahaya matahari ke dalam tegakan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kondisi naungan tajuk pada tegakan trembesi lebih tertutup atau tergolong besar yaitu 85% dibandingkan dengan kondisi naungan pada tegakan sengon buto yang tergolong sedang dengan nilai 70%.

(a) (b)

Gambar 4 Kondisi naungan pada (a). sengon buto, (b). trembesi 5.1.5 Analisis Tanah

Analisis tanah telah dilakukan pada lokasi penelitian pada tanggal 12 Januari 2012, di Laboraorium Ilmu Tanah, Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Dari hasil analisis diketahui bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki tekstur tanah liat berpasir dengan porositas 49,93 dan 53,02. Hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 6 dan secara lengkap pada Lampiran 3.

Tabel 6 Hasil analisis tanah dilokasi penelitian

No Parameter Satuan Trembesi

(Seam 15) Sengon Buto (Seam 9/10) 0-30 30-60 0-30 30-60 A. Analisis Kimia 1 pH 3,80 (Sangat Masam) 4,30 (Sangat Masam) 6,20 (Agak Masam) 6,70 (Netral) 2 Ca Meq/100g 1,76 (Rendah) 1,68 (Rendah) 1,75 (Rendah) 1,80 (Rendah) 3 Mg Meq/100g 3,09 (Tinggi) 3,25 (Tingg) 3,09 (Tinggi) 3,05 (Tinggi) 4 Kejenuhan Al % 11,33 (Rendah) 2,39 (Sangat Rendah) 0,00 0,00 5 KTK Meq/100g 7,36 6,97 5,67 6,23 6 FeS2 % 0,20 1,25 0,37 0,36 B. Analisis Fisik 1 Porositas Total % 53,02 - 49,93 - 2 Water Permanentbility cm/jam 0,20 - 0,37 - 3 Bulkdensity g/cm3 1,21 - 1,29 -

Sumber : Laporan triwulan I tahun 2012 PT Kitadin

5.2 Pembahasan

5.2.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah

Komposisi jenis tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) umur 6 tahun terdiri atas 22 jenis dari 19 famili adapun pada tegakan trembesi (Samanea saman) ditemukan 17 jenis dari 13 famili. Total jumlah jenis yang ditemukan pada kedua lokasi sebanyak 24 jenis dari 19 famili. Jumlah jenis yang ditemukan pada tegakan sengon buto lebih banyak, hal ini disebabkan naungan pada sengon buto lebih terbuka sehingga cahaya yang masuk ke lantai tegakan lebih banyak dibandingkan dengan tegakan trembesi. Sinar matahari yang berlimpah akan memicu pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah yang bersifat senang cahaya (intoleran).

Filter dan Hay (1998) dalam Setyawan (2006) menyatakan bahwa salah satu kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan.

Dahlan (2011) menyatakah bahwa dari hasil penelitiannya penutupan tajuk atau naungan sangat memengaruhi pertumbuhan dan banyaknya jenis tumbuhan bawah. Tegakan sengon yang berumur lebih tua dengan tajuk yang lebih tertutup memiliki jumlah jenis tumbuhan bawah lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah

22

jenis tumbuhan bawah yang ada pada tegakan sengon muda yang tajuknya lebih terbuka.

Dari total 24 jenis tumbuhan bawah yang ditemukan, sebanyak 15 jenis selalu ditemukan pada kedua tegakan yang diamati, diantaranya jenis tumbuhan bawah berdaun lebar seperti babadotan (Ageratum conyzoides), terong-terongan (Solanum torvum), dan sereh-serehan (Piper aduncum). Selain dari jenis berdaun lebar ada pula jenis rumput-rumputannya seperti papaitan (Paspalum conjugatum), (Paspalum distichum) dan pepedangan (Neyraudia reynaudiana). Sementara jenis pakis-pakisan yang dijumpai adalah jenis pakis pedang (Nephrolepis biserrata).

Jenis-jenis tumbuhan bawah yang dijumpai pada kedua tegakan menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki tingkat toleransi yang lebar terhadap intensitas cahaya, yang dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tumbuhan bawah. Perbedaan intensitas cahaya pada tegakan sengon buto dan trembesi, masih dapat ditoleransi sehingga jenis-jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua tegakan.

Perbedaan intensitas cahaya ini juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu tegakan saja. Seperti jenis-jenis ketepeng cina (Cassia alata), memerakan (Cyperus rotundus), cempaka hutan (Gardenia tubifera), harendong (Melastoma malabathricum), ulan betina (Merremia umbellata), dan meniran (Phyllantus sp.). Jenis-jenis tersebut hanya ditemukan pada tegakan sengon buto, sedangkan jenis paku-pakuan (Microlepis speluncae) hanya ditemukan pada tegakan trembesi. Hal ini terjadi karena jenis tersebut diduga merupakan jenis yang memiliki batas toleransi yang sempit terhadap intensitas cahaya, oleh karena itu terdapat jenis-jenis yang hanya ditemukan pada salah satu tegakan saja (Fitter dan Hay 1994).

Jenis C.alata merupakan salah satu jenis yang ditemukan pada tegakan sengon buto, sedangkan pada tegakan trembesi tidak ditemukan. C.alata merupakan jenis tumbuhan bawah yang tumbuh pada tepi sungai, tepi hutan hujan, tepi kolam, hutan terbuka, di daerah pedesaan, bahkan di daerah perkotaan. Jenis ini pun dapat tumbuh pada dataran rendah hinga 500 mdpl, dan jenis ini pun sangan sering ditemukan pada lahan-lahan terbuka (Damayanti 1999). Selain jenis C.alata salah satu jenis tumbuhan bawah yang ditemukan hanya pada tegakan

sengon buto adalah jenis M.malabathricum. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah masam dan biasanya tumbuh padahutan terbuka dan daerah savana (Damayanti 1999).

Faktor lain adalah sifat fisik dan kimia tanah tanah. Tanah merupakan suatu media tumbuh bagi tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan 2008). Sebagai media tumbuh tanah juga berperan penyediaan unsur hara yang diperlukan bagi tumbuhan, sehingga memengaruhi kesuburan dan jenis yang dapat tumbuh di atasnya. Banyaknya kesamaan jenis pada tegakan sengon buto dan trembesi dapat disebabkan jenis-jenis yang ditemukan pada kedua tegakan tersebut memiliki tingkat toleransi terhadap tanah pasca tambang.

Dilihat dari Tabel 6 berdasarkan hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pH tanah pada lokasi tegakan trembesi sangat rendah (sangat masam). Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa pH tanah yang sangat masam maka akan menyebabkan sulitnya unsur hara diserap tanaman. Hal ini karena adanya unsur-unsur beracun dan mengganggu perkembangan mikroorganisme. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada tegakan trembesi merupakan jenis-jenis yang memiliki sifat toleransi terhadap tanah asam, diantaranya adalah jenis P.conjugatum, P.javanica, P.distichum, dan N.reynaudia.

Jenis dominan pada suatu komunitas adalah jenis yang dapat beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis-jenis lainnya. Untuk mengetahui jenis-jenis-jenis-jenis dominan digunakan parameter Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang memiliki INP paling tinggi merupakan jenis yang paling dominan dalam suatu komunitas.

Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada tegakan sengon buto, jenis yang paling dominan adalah P.conjugatum (90,51%) yang berasal dari suku rumput-rumputan (Poaceae). Berturut-turut jenis yang dominan pada tegakan sengon buto adalah S.torvum (19,49%), P.aduncum (11,36%), C.rotundus (9,55%), dan N.reynaudiana (7,30%). Sedangkan pada tegakan trembesi jenis yang paling dominan adalah P.conjugatum (87,71%), S.torvum (20,61%), M.micrantha (20,59%), C.rutidosperma (14,04%), dan P.javanicum (11,61%). Tingginya nilai INP suatu jenis dipengaruhi oleh faktor kerapatan jenis per satuan luas dan nilai frekuensi ditemukannya suatu jenis dalam plot pengamatan.

24

Dari lima jenis dominan pada masing-masing tegakan, terdapat dua jenis dominan yang selalu dijumpai pada kedua tegakan, yaitu P.conjugatum dan S.torvum. Kedua jenis ini pada tegakan sengon buto berturut-turut memiliki nilai INP sebesar 90,51% dan 19,49%, sedangkan pada tegakan trembesi berturut-turut sebesar 87,71% dan 20,61%.

(a) (b)

Gambar 4 Jenis tumbuhan bawah yang dominan di lokasi penelitian: (a) P.conjugatum (b) S. torvum

Dominannya kedua jenis ini pada kedua tegakan membuktikan bahwa jenis P.conjugatum dan S.torvum memiliki tingkat tolerasi tinggi terhadap faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh, terutama naungan dan tanah. Nilai INP P.conjugatum yang lebih besar terdapat pada tegakan sengon buto karena pada tegakan tersebut, bukaan tajuk lebih besar menyebabkan cahaya matahari lebih mudah sampai hingga lantai tegakan. Berbeda halnya pada tegakan trembesi, nilai INP jenis P.conjugatum yang lebih rendah disebabkan oleh bentuk tajuk trembesi yag lebar dan berbentuk menyerupai payung sehingga jenis tumbuhan bawah lebih sedikit ditemui dari pada tegakan sengon buto. Selain dari bentuk tajuk, bentuk anak daun pun dapat memengaruhi masuknya cahaya matahari. Bentuk dan ukuran anak daun sengon buto lebih kecil dibandingkan dengan bentuk dan ukuran anak daun trembesi, sehingga tajuk pada pohon sengon buto tidak tertutup dengan baik seperti halanya pada tajuk pada pohon trembesi.

Species P.conjugatum salah satu jenis rumput-rumputan yang termasuk dalam famili Poaceae. Jenis ini berasal dari daerah tropis Amerika, dan di Indonesia hampir tersebar merata pada semua daerah. Jenis P.conjugatum biasanya hidup pada daerah yang tidak terlalu kering, hutan sekunder, pinggir jalan, di bawah tegakan, dan di tempat lembab yang masih terkena sinar matahari. Jenis ini pula dapat tumbuh pada tanah yang kurang nutrisi, kering dan yang

memiliki keasaman diatas rata-rata. Itu pula yang menyebabkan mengapa jenis P.conjugatum dapat tumbuh subur dan mendominansi pada kedua tegakan, dengan karakter tanah tambang yang cenderung miskin hara dan kering jenis ini masih dapat tumbuh dengan subur (Soerianegara dan Indrawan 2008).

Tingginya nilai INP pada jenis P.conjugatum selain dari pada daya adaptasi lingkungan yang tinggi juga dapat disebabkan dengan adanya penggembalaan liar ternak sapi pada areal revegetasi dan penggunaan pupuk kompos pada kegiatan penanamn. Dikarenakan adanya penggembalaan liar ternak sapi memungkinkan biji jenis P.conjugatum tersebar melalui kotoran sapi, sehingga jenis tersebut ditemukan paling banyak pada lokasi penelitian.

Jenis S.torvum atau sering disebut terong-terongan atau terung pipit adalah tumbuhan dari famili Solanaceae. Tumbuhan ini diduga berasal dari Amerika tropis dan Hindia Barat. Tumbuhan ini sekarang sudah tersebar hamper diseluruh bagian tropis di dunia. Pertumbuhan S.torvum membutuhkan curah hujan minimal 1000 mm per tahun dan mampu hidup pada ketinggian 2000 m . Jenis ini mampu beradaptasi terhadap tanah yang memiliki tingkat basa rendah (Soerianegara 2008)

Jenis dominan menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis yang lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan, dengan kata lain jenis ini lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat hidupnya. Di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat adanya persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa daripada jenis lainnya. Secara umum INP yang tinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan lain dalam suatu areal tertentu (Soerianegara dan Indrawan 2008)

Hasil analisis tanah baik sifat fisik maupun sifat kimianya, diketahui bahwa tegakan trembesi memiliki pH tanah sebesar 3,80. Hal itu menandakan bahwa tanah tersebut sangat masam. Pada tegakan sengon buto pH tanah adalah 6,70 yang tergolong dalam pH netral. Dilihat dari hasil analisis pH tanah, tidak mengherankan pada tegakan sengon buto ditemukan lebih banyak jenis tumbuhan bawah dibandingkan jenis tumbuhan bawah pada tegakan trembesi. Jenis P.conjugatum merupakan salah satu jenis rumput yang mampu bertahan pada kondisi yang asam, sehingga jenis tersebut dapat tumbuh baik pada kedua tegakan tersebut.

26

Selain pH tanah, tanah pada tegakan trembesi memiliki kandungan kejenuhan Al sebesar 11,33% sedangkan pada tegakan sengon buto tidak ditemukan kandungan kejenuhan Al. Kejenuhan Al yang tinggi (> 60%) dapat menyebabkan keracunanan pada tumbuhan yang nantinya akan menganggu pertumbuhan tanaman yang tumbuh di permukaannya (Setiadi 2012)

5.2.2 Analisis Keanekaragaman Tumbuhan Bawah

Berdasarkan Magurran (1988) nilai R1 < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong rendah, R1 3,5–5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang, dan R1 > 5,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka kekayaan jenis tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto dan trembesi tergolong rendah dengan Indeks Kekayaan Jenis (R1) pada tegakan sengon buto (2,56) dan pada tegakan trembesi (1,96). Perbedaan nilai Kekayaan jenis pada tegakan sengon buto dan trembesi dipengaruhi oleh jumlah jenis yang ditemukan yaitu pada tegakan sengon buto (22 jenis) dan trembesi (17 jenis).

Indeks Kemerataan Jenis (E), nilai yang ditunjukkan pada kedua tegakan tidak jauh berbeda. Nilai kemerataan jenis pada tegakan sengon buto sebesar 0,72 dan pada tegakan trembesi sebesar 0,74. Besaran nilai E < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis rendah. E = 0,3–0,6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong sedang, dan E > 0,6 maka kemerataan jenis tergolong tinggi (Magurran 1988). Berdasarkan klasifikasinya kemerataan jenis pada tegakan sengon buto dan trembesi tergolong tinggi karena keduanya memiliki nilai E > 0,6.

Hasil perhitungan tingkat keanekaragaman jenis Shannon menunjukkan bahwa tumbuhan bawah pada tegakan sengon buto memiliki tingkat keanekaragaman yang lebih besar yaitu dengan nilai 2,21 dibandingkan pada tegakan trembesi dengan nilai 2,09. Nilai indeks keanekaragaman jenis menurut Magurran (1988) dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan, yaitu: Jika nilai H’ < 2 maka nilai H’ tergolong rendah, jika nilai H’ = 2-3 maka tergolong sedang dan jika nilai H’ > 3 maka tergolong tinggi. Berdasarkan pengklasifikasiannya tingkat keanekaragaman jenis pada tegakan sengo buto dan trembesi tergolong sedang. Nilai indeks keanekaragaman tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan jenis tumbuhan bawah pada sengon buto lebih besar dibandingkan pada tegakan trembesi.

Keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas cenderung akan rendah apabila secara fisik terkendali oleh manusia (Odum 1993). Kedua tegakan yang diamati merupakan tanaman homogen hasil budidaya manusia. Dilihat dari nilai keanekaragaman jenis, kedua tegakan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan secara fisik lingkungannya terganggu akibat kegiatan penambangan. Kondisi demikian yang menyebabkan jenis yang ditemukan pada kedua tegakan hanya sedikit.

Menurut Istomo dan Kusmana (1997), jika nilai IS lebih kecil dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap berbeda, dan jika nilai IS ≥ 75% maka kedua komunitas yang dibandingkan dianggap sama. Hasil perhitungan Indeks Kesamaan Jenis (IS) pada kedua komunitas sengon buto dan trembesi, nilai IS yang diperoleh adalah 82,05%. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan bawah pada kedua tegakan dianggap sama. Kesamaan pada komunitas ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sama, seperti cuaca, suhu, tanah dan ketinggian pada kedua tegakan. Jenis-jenis yang ditemukan pada kedua tegakan tersebut dapat membantu perbaikan stuktur tanah sehingga dapat membantu regenerasi pertumbuhan berikutnya.

Dokumen terkait