• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional

V. PEMBAHASAN

5.1.3 Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional

Penelitian ini mengambil responden pedagang-pedagang dari dua unit Pasar Tradisional, yaitu Pasar Baru Bogor sebagai Pasar Pengecer dan Pasar Induk Kemang sebagai Pasar Grosir. Kondisi umum pedagang dianalisis untuk melihat perkembangan pedagang pasar tradisional berdasarkan perbandingan dengan ciri khas pedagang pasar yang seringkali disampaikan dalam literatur- literatur, seperti pada Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dengan fasilitas yang sederhana, dikelola dengan

manajemen yang sederhana dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, ataupun tenda yang diisi oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi, dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

Berdasarkan jumlah responden dan hasil pengamatan, Pasar Baru Bogor memiliki proporsi pedagang yang cukup beragam. Sebagian besar pedagang Pasar Baru Bogor menjual komoditas yang biasa dijual di Pasar Tradisional seperti sayuran segar, bahan kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan bahan makanan (bumbu masakan), seperti cabai dan rempah-rempah. Penjual ikan, baik ayam potong, daging sapi, daging kambing dan buah-buahan juga memiliki proporsi yang cukup tinggi. Kemudian terdapat cukup banyak pedagang yang menjual komoditi seperti kelapa santan, tahu tempe, telur dan beras. Sebagian kecil pedagang memiliki komoditas lebih spesifik seperti masakan matang, daging olahan, wadah plastik untuk keperluan katering, bahan untuk dagangan bakso, dan lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk Pasar Besar atau Pasar Kelas I, Pasar Baru Bogor memang menyediakan komoditas-komoditas yang cukup lengkap.

Pasar Induk Kemang, adalah Pasar Grosir yang sebagian besar penjualnya adalah pedagang grosiran sayur mayur, seperti tomat, jagung, kol, sawi dan lainnya. Sebagian lainnya adalah penjual bahan-bahan masakan seperti rempah-rempah dan cabai. Kemudian terdapat sebagian kecil pedagang yang berjualan buah seperti jeruk. Pasar Induk Kemang sebagai pasar grosir belum bisa dianggap selengkap Pasar Induk sejenis seperti Pasar Induk Kramat Jati karena di Pasar ini tidak terdapat komoditi seperti daging.

Dalam penelitian, berdasarkan Gambar 5.1a, Toko Kecil atau Warung merupakan pangsa pembeli terbesar, baik dalam hal jumlah konsumen maupun jumlah barang yang dibeli di Pasar Baru Bogor. Sebanyak 33 persen dari responden Pasar Baru Bogor mengaku bahwa pelanggan utama mereka adalah Toko Kecil atau Warung yang berjualan di sekitar komplek perumahan, ataupun mengaku bahwa komoditas mereka dibeli untuk dijual kembali oleh pembelinya.

Jika proporsi pelanggan Toko Kecil, pemilik rumah makan/katering dan pedagang keliling digabungkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa 70 persen responden pedagang Pasar Baru Bogor barang dagangannya dibeli secara borongan untuk dijual kembali dengan atau tanpa merubah bentuk awalnya. Hal ini juga dapat disimpulkan walaupun Pasar Baru Bogor bukan Pasar Grosir, namun barang dagangannya masih dalam rantai distribusi ke pedagang pengecer yang lebih kecil sebelum akhirnya sampai ke konsumen.

Sumber: Data Primer, diolah.

Sesuai dengan statusnya sebagai Pasar Grosir, pelanggan utama Pasar Induk Kemang adalah pasar kecil atau pasar pengecer sebesar 50 persen, diikuti oleh Toko sebesar 33 persen, lalu pengusaha Rumah Makan sebanyak 17 persen. Saat ini pembeli potensial kebanyakan berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.1b Proporsi Pelanggan Utama Pasar Induk Kemang

Tabel 5.1b menunjukan pemasok utama dari pedagang di kedua Pasar Tradisional. Pasar Baru Bogor sebagai pasar pengecer, sebanyak 53,33 persen responden pedagangnya menggunakan jasa agen atau pemasok profesional untuk mendapatkan komoditi barang tertentu. Biasanya agen tersebut mengirimkan langsung komoditi kepada pedagang Pasar Baru Bogor, agen-agen ini berasal dari berbagai penjuru Jawa, mulai dari Bandung, sampai dengan Jawa Timur. Sebagian adalah agen untuk komoditi yang tidak ditanam di sekitar Bogor.

Sebesar 26,67 persen responden Pasar Baru Bogor membeli barang dagangannya dari Pasar Grosir di sekitar Bogor, untuk komoditi sayur-sayuran dan bahan makanan, beberapa pedagang membeli langsung dari Pasar Induk

Kemang, sedangkan untuk komoditi seperti Ikan, pedagang membeli di Pasar Induk Muara Angke. Hanya sebesar 13,33 persen pedagang yang memiliki akses untuk memperoleh komoditi langsung dari produsennya, pedagang-pedagang ini biasanya adalah pedagang daging ayam atau sapi yang mengambil barang langsung dari peternakan ataupun Rumah Potong Hewan (RPH) di Bogor dan sekitarnya. 6,67 persen pedagang yang memproduksi barang dagangannya sendiri biasanya adalah pedagang masakan matang ataupun beberapa pengusaha tahu dan tempe yang menjual langsung barang produksinya. Pada Pasar Induk Kemang, hampir semua pedagang mengandalkan Agen atau Pemasok Profesional untuk memperoleh komoditinya.

Tabel 5.1. Proporsi Pemasok Barang Utama & Metode Pembayaran Pedagang Pasar Tradisional

Pasar Baru Bogor

Pemasok Utama % Metode Pembayaran %

Agen 53,33 Tunai 56,67

Pasar Grosir 26,67 Kredit 43,33

Produsen 13,33

Produksi Sendiri 6,67

Pasar Induk Kemang

Pemasok Utama % Metode Pembayaran %

Agen 96,67 Tunai 86,67

Produsen 3,33 Kredit 13,33

Sumber: Data Primer, diolah.

Tabel 5.1 juga menjelaskan mengenai metode pembayaran pasokan barang yang datang. Pada Pasar Baru Bogor, metode pembayaran tunai dan kredit memiliki proporsi yang hampir serupa. Metode pembayaran kredit yang biasa diterapkan umumnya penundaan pembayaran selama beberapa hari hingga seminggu, ataupun pembayaran uang muka pada hari ini kemudian dilunasi esok harinya setelah barang laku dijual.

Pada Pasar Induk Kemang, sebesar 86,67 persen responden pedagang mengemukakan bahwa mereka membayar tunai ketika barang pasokan datang dikirim oleh agen. Ada pula pedagang yang meminta agen untuk menunggu sekitar 2-3 jam sebelum membayar barangnya. Umumnya hal ini dapat dilakukan karena transaksi penjualan grosir dengan pelanggan harian tetap yang datang pada jam yang sudah dijanjikan dapat berlangsung dengan cepat, sehingga dalam 2-3 jam barang dagangan sudah laku atau omset sudah memenuhi pembayaran kepada agen.

Tabel 5.2. Sumber Modal Pedagang Pasar Tradisional

Pasar Baru Bogor Pasar Induk Kemang

Sumber Modal % Sumber Modal %

Modal Sendiri 80,00 Modal Sendiri 93,33

Pinjaman dari Kerabat 10,00 Pinjaman dari Kerabat 6,67

Bank 10,00

Sumber: Data Primer, diolah.

Berdasarkan tabel 5.2. pada kedua pasar yang diteliti, uang yang dimiliki oleh pedagang sendiri adalah sumber modal utama. Dengan proporsi yang sangat signifikan sebesar 80 persen pada Pasar Baru Bogor dan 93,33 persen pada Pasar Induk Bogor, jelas tergambar bahwa modal yang relatif kecil sebagai ciri khas dari pedagang Pasar Tradisional masih melekat hingga saat ini.

Diakui oleh banyak responden pedagang di Pasar Baru Bogor, meski saat ini banyak bank-bank swasta ataupun rentenir menawarkan pinjaman berbunga kepada para pedagang untuk keperluan pengembangan usaha, mereka cenderung tidak berani untuk meminjam. Hal ini dikarenakan ketakutan mereka

akan jeratan bunga, pengetahuan mereka yang cukup minim, dan ketidakyakinan mereka untuk mengatur aliran uang jika memiliki uang yang cukup banyak.

Lain halnya dengan Pasar Induk Kemang, diakui oleh mereka bahwa tidak ada tawaran dari Bank yang masuk ke dalam pasar untuk menawarkan kredit berjangka. Tambahan modal biasanya didapat dari kerabat ataupun seorang pedagang besar yang membantu pegawainya yang sudah mengabdi berpuluh tahun untuk memiliki usahanya sendiri. Namun para pedagang juga mengatakan sangat sulit mengembangkan usahanya lebih lanjut karena nilai uang yang terus merosot.

Penelitian ini juga menganalisa mengenai metode dagang dari Pasar Tradisional, tawar-menawar yang menjadi citra utama dari Pasar Tradisioonal masih berlangsung. Keakraban antara pedagang dengan pelanggan juga terasa dengan banyaknya komunikasi antar keduanya. Hal tersebut juga membuat keterbukaan informasi mengenai margin harga jual di pasar tradisional dengan harga dari pemasok/pasar grosir sehingga biasanya tidak ada gap harga yang signifikan antar pedagang dengan komoditi yang serupa.

Lebih lanjut mengenai metode dagang, dianalisis mengenai strategi utama mereka dalam menarik pembeli juga respon mereka terhadap persaingan antar pedagang. Pada tabel 5.3a, sebanyak 43,33 persen responden pedagang Pasar Baru Bogor mengakui bahwa persaingan ketat terjadi dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di luar pasar. Posisi strategis yang berada lebih dekat dengan jalan dan harga bersaing dianggap merupakan keunggulan PKL atas pedagang-pedagang di dalam pasar. Walaupun sebanyak 30 persen responden

menganggap saingan utamanya berada di dalam pasar (sesama pedagang), perlu diketahui bahwa sesama pedagang dalam pasar merasa bahwa tidak merasakan persaingan yang ketat walaupun banyak pedagang dalam pasar yang menjual komoditas yang sama, sehingga terdapat 16,67 persen pedagang Pasar Baru Bogor tidak menganggap adanya persaingan usaha walaupun sudah diyakinkan bahwa suatu bentuk bisnis pasti memiliki pesaing.

Tabel 5.3a. Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Baru Bogor Pesaing Terberat % Strategi Menarik Pembeli %

Pedagang Kaki Lima 43,33 Barang lebih Berkualitas 43,33

Pedagang lain dalam Pasar 30,00 Sikap baik dan Sopan santun 36,67

Tidak tahu 16,67 Barang lebih Murah 13,33

Toko Modern/Supermarket 6,67 Barang lebih Beragam 3,33

Pasar Tradisional lain 3,33 lainnya 3,33

Sumber: Data Primer, diolah.

Diteliti mengenai strategi, menjamin barang dengan kualitas prima diakui oleh pedagang responden Pasar Baru Bogor menjadi keunggulan utama mereka, sekaligus menjadi strategi dalam menarik pembeli (43,33 persen). Sebanyak 36,67 persen responden menganggap sikap baik dan sopan santun adalah hal utama untuk menarik pembeli agar menjadi pelanggan tetap.

Berbeda halnya dengan Pasar Induk Kemang, pesaing terberat menurut pedagang responden Pasar Induk Kemang (76,67 persen) adalah pedagang- pedagang lain di dalam pasar dan strategi utama mereka adalah kualitas barang yang tinggi agar pembeli tertarik berlangganan (53,33 persen). Pedagang- pedagang di Pasar Induk Kemang lebih homogen dibanding dengan Pasar Baru Bogor. Dari hasil pengamatan, secara umum tidak ada keunggulan komparatif yang signifikan antara satu pedagang dengan pedagang lain, dilihat dari kualitas

komoditi, pengemasan dalam karung, variasi komoditi yang dijual hingga harga jual komoditi. Diduga kehomogenan ini disebabkan karena pedagang-pedagang ini memasok dari Agen atau distributor yang sama.

Tabel 5.3b. Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Induk Kemang Pesaing Terberat % Strategi Menarik Pembeli %

Pedagang lain dalam Pasar 76,67 Barang lebih Berkualitas 53,33

Tidak tahu 13,33 Sikap baik dan Sopan santun 30,00

Pasar Tradisional lainnya 10,00 Barang lebih Murah 10,00

lainnya 6,67

Sumber: Data Primer, diolah.

Sebagian besar pedagang di kedua pasar tradisional mengatakan bahwa omset dan keuntungan mereka menurun dalam beberapa tahun terakhir. Di Pasar Baru Bogor penurunan omset terjadi tidak hanya pada pedagang yang menjual komoditi yang umum, seperti sayur mayur dan bahan masakan, namun juga terjadi pada pedagang dengan komoditi spesifik seperti pedagang bahan bakso dan masakan jadi. Pada Pasar Induk Kemang, penurunan terjadi pada komoditi sayur mayur dan bahan masakan. Pada gambar 5.2a, dapat dilihat bahwa di Pasar Baru Bogor hanya 34 persen responden yang mengatakan bahwa omset dan keuntungan harian mereka stabil atau meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara 67 persen sisanya mengatakan bahwa omset dan keuntungan harian mereka secara rata-rata menurun.

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.2a. Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Baru Bogor

Pada Pasar Induk Kemang, hal yang hampir serupa juga terjadi. Sebanyak 34 persen responden mengatakan bahwa omset dan keuntungan mereka relatif stabil ataupun meningkat dibandingkan beberapa tahun lalu. Sedangkan 67 persen lainnya mengalami penurunan omset yang variatif antara 20-50 persen. per hari, otomatis juga berpengaruh ke omset dan keuntungan harian mereka.

Pada Pasar Baru Bogor dan Pasar Induk Kemang, perubahan variasi barang dagangan dalam beberapa tahun terakhir tidak dipengaruhi oleh perubahan omset dan keuntungan. Umumnya pedagang Pasar Baru Bogor mengakui, penambahan atau pengurangan barang dagangan lebih dipengaruhi oleh tren yang ada. Artinya ketika banyak konsumen atau pelanggan menanyakan barang tersebut, maka sebisa mungkin pedagang menyediakan.

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.2b. Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang Pasar Induk Kemang

Hal yang perlu diingat adalah penurunan omset dan keuntungan saat ini yang cukup signifikan bukan berarti indikasi bahwa pedagang pasar tradisional mengalami kerugian secara menyeluruh. Untuk menanggulanginya, pedagang- pedagang kedua pasar biasanya akan mengurangi pembelian barang dagangan dari agen. Hal tersebut dilakukan untuk menekan seluruh tekanan biaya dan penurunan omset, sehingga sebisa mungkin pedagang mampu menjual barang dagangan yang dibelinya secara efisien.

Sampai Juni 2010, tercatat di Disperindagkop Kota Bogor jumlah penggunaan kios dan los yang menggambarkan banyaknya pedagang pasar Tradisional di Kota Bogor sebagaimana yang dipaparkan pada tabel 5.4 di bawah. Dari data terakhir tersebut dapat disimpulkan secara menyeluruh jumlah kios dan los yang buka hanya sekitar 50% dari jumlah total yang tersedia.

Tabel 5.4 Jumlah Penggunaan Kios dan Los di 7 Pasar Tradisional Kota Bogor

Nama Pasar

Kios Los

Buka Tutup Buka Tutup Buka Tutup

Baru Bogor 1.186 785 1.971 185 95 280 Sukasari 98 131 229 36 86 122 Jambu Dua 101 619 720 9 27 36 Padasuka 14 17 31 44 137 181 Gunung Batu 95 32 127 57 32 127 Merdeka 98 488 586 197 187 384 K. Kembang 151 167 818 700 828 1.528 2.243 2.239 4.482 1.228 1.397 2.607

Sumber: Disperindagkop Kota Bogor, 2010.

Di Pasar Induk Kemang, pedagang-pedagang yang telah berjualan sejak pasar ini berdiri mengatakan bahwa dari tahun ke tahun jumlah pedagang di Pasar Induk Kemang semakin bertambah. Walaupun secara bertambah, diakui oleh pedagang, beberapa pedagang juga gulung tikar, sehingga tetap ada beberapa bagian kosong pada los. Pada bagian kios dekat dengan pintu masuk, hanya terdapat 3-5 kios yang terisi, yaitu yang menghadap ke jalan utama pasar ini, sisanya tidak dihuni atau diisi dalam jangka waktu yang lama.

Umumnya, pedagang-pedagang Pasar Induk Kemang adalah pedagang grosir yang direlokasi dari Pasar Induk Ramayana, beberapa sempat berjualan di Pasar Induk Jambu Dua namun karena beberapa ketidaksesuaian mereka memilih untuk berjualan di Pasar Induk Kemang. Pedagang-pedagang Pasar Induk Kemang juga berasal dari pindahan Pasar Induk dari kota sekitar Bogor, misalnya Pasar Induk Kramat Jati. Menurut pengakuan pedagang yang pindah dari kota

lain, di Pasar Induk Kemang persaingan dan jumlah pedagangnya masih relatif tidak ketat, sehingga cukup potensial untuk mencoba mencari keuntungan lebih. Sedangkan beberapa pedagang lain pindah dalam rangka mencari suasana yang lebih tenang dalam berdagang, karena Pasar Induk Kramat Jati sangat semrawut.

Dari sisi pembeli, sebagian besar pedagang di kedua pasar mengakui bahwa jumlah pembeli harian di pasar turun drastis. Pada Pasar Baru Bogor, penurunan jumlah pembeli signifikan terlihat dengan aktifitas pasar yang ramai hanya berlangsung beberapa jam saja. Pasar Baru Bogor biasanya ramai sejak pukul 06.00 hingga pukul 10.00, mulai pukul 11.00 jumlah pembeli berangsur turun. Hal ini menyebabkan beberapa pedagang sudah tutup sejak pukul 15.00 walaupun oleh pihak PD Pasar Pakuan Jaya pedagang diizinkan berdagang sampai pukul 18.00.

Lain halnya dengan Pasar Induk Kemang, penurunan pembeli atau pelanggan disebabkan karena dibukanya beberapa pasar induk baru di kota-kota sekitar Bogor, misalnya Pasar Induk Tanah Tinggi di Tangerang yang baru buka sekitar 3 tahun yang lalu. Pelanggan-pelanggan potensial Pasar Induk Kemang yang datang dari daerah Tangerang dan Serang memilih untuk berbelanja di pasar induk baru tersebut karena letaknya yang lebih dekat untuk menekan biaya transportasi.

Pasar Induk Kemang buka selama 24 jam, namun pasar tradisional ini aktif hanya beberapa jam saja. Biasanya kegiatan pasar dimulai ketika barang dagangan mereka datang dikirim oleh agen, yaitu sekitar pukul 14.00 hingga sore hari. Selanjutnya beberapa komoditi seperti bawang dikupas dan dibersihkan

untuk kemudian dikemas ke dalam karung baru kemudian dijual. Pelanggan yang kebanyakan toko kecil, pedagang pasar eceran, maupun PKL datang pada pukul 18.00 hingga dini hari. Masa ramai transaksi Pasar Induk Kemang relatif singkat sekitar 4-6 jam. Melihat dari pemaparan di atas, dari beberapa poin seperti pergerakan omset, jumlah pedagang dan pembeli di pasar, dan jam aktif transaksi pasar, bisa disimpulkan bahwa saat ini kinerja pasar tradisional di kedua pasar sampel dikatakan lesu.

Dari keseluruhan penelitian diatas, teori SCP digunakan untuk merangkum dan memberikan kekuatan teori dalam menyimpulkan kondisi terkini Pasar Tradisional. Teori ini kemudian dipecah dalam 3 kategori pengamatan yaitu Structure (Struktur Pasar), Conduct (Penyelenggaraan), dan Performance (Performa) yang kemudian dirangkum kembali untuk menggambarkan Pasar Tradisional sebagai suatu organisasi industri yang khas.

Market Structure atau struktur pasar dari Pasar Tradisional memiliki

konsentrasi penjual yang cukup merata, dapat dilihat dari jumlah penjual yang cukup banyak dan ukuran pedagang dalam kios/los yang tidak berbeda secara signifikan sehingga struktur pasar di Pasar Tradisional tidak terkonsentrasi kepada beberapa pedagang besar. Pasar Tradisional juga tidak memiliki hambatan masuk maupun keluar terhadap pedagang, perizinan diatur oleh pemerintah Kota Bogor selaku pengelola Pasar Tradisional tidak membatasi siapapun untuk berusaha asalkan memenuhi syarat administrasi. Konsentrasi dari pembeli juga tersebar luas baik jumlah maupun variasi golongan masyarakat dari berbagai kalangan. dapat disimpulkan bahwa struktur pasar dari Pasar Tradisional mendekati Pasar Persaingan Sempurna.

Conduct dari Pasar Tradisional mencakup pembentukan harga, riset dan pengembangan, dan investasi. Dari sisi pembentukan harga, di Pasar Tradisional seorang pedagang tidak mampu membentuk harga, pembentukan harga terjadi tanpa ada pengaruh dari luar. Harga komoditi dari agen ditambah sedikit margin untuk keuntungan pedagang adalah harga komoditi pasar pada umumnya. Keterbukaan harga antara pedagang dan pembeli yang selalu menawar barang dagangannya membuat tidak ada perbedaan harga komoditi yang siginifikan antar pedagang. Berkaitan dengan pengembangan dan promosi, pedagang Pasar Tradisional masih memberlakukan sistem tradisional tawar menawar dan keramahan sebagai kunci untuk menarik pembeli. Investasi yang dilakukan pedagang juga tergolong tradisional dengan tetap mengandalkan sumber modal perorangan walaupun kredit bank seringkali ditawarkan. Secara umum dengan kondisi seperti ini, kecil kemungkinan terjadinya kolusi beberapa pedagang untuk mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

Performance atau performa dari Pasar Tradisional biasanya digambarkan

dengan omset dan keuntungan harian pedagang. Meratanya jumlah pembeli dan penjual di industri ini menghilangkan adanya dominasi seorang penjual sehingga dapat memengaruhi omset dan keuntungan dari pedagang lain secara signifikan. Struktur pasar seperti yang dicirikan sebelumnya juga membuat Pasar Tradisional secara keseluruhan bersifat homogen tanpa konsentrasi terhadap beberapa pedagang saja sehingga Pasar Tradisional dikatakan kompetitif antar pedagangnya. Secara konklusif melalui teori SCP, Pasar Tradisional memiliki struktur industri yang hampir bersifat PPS, dan merupakan pasar yang mendekati ideal. Namun sayangnya, pedagang di Pasar Tradisional terkendala oleh masalah-

masalah yang menyebabkan turunnya pembeli harian dan keuntungan harian, hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang kemudian dianalisis sebagai permasalahan yang terjadi di Pasar Tradisional.

Dokumen terkait