• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kinerja pasar tradisional di era persaingan global di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kinerja pasar tradisional di era persaingan global di Kota Bogor"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : HADIWIYONO

H14061337

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

HADIWIYONO. Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Pasar adalah tempat mendistribusikan kebutuhan harian masyarakat di suatu kota. Pasar terbagi menjadi dua jenis menurut manajemen dan mutu pelayanannya, yaitu Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Kota Bogor mengalami pertumbuhan jumlah Pusat Perbelanjaan Modern dan Supermarket/Hipermarket yang cukup pesat yang berimbas kepada pergeseran preferensi dan pangsa pasar dari Pasar Tradisional ke Pasar Modern. Penelitian kualitatif dilakukan dengan mengambil sampel pedagang dari dua jenis Pasar Tradisional.

Penyelengaraan pasar tradisional Kota Bogor dilakukan oleh pemerintah maupun kerjasama dengan pihak swasta, sistem tata kelola pedagang yang cenderung stagnan. Secara umum kondisi pedagang di kedua pasar umumnya mengandalkan penjualan harian ke pelanggan non rumah tangga secara grosir, sistem pemasok menggunakan agen dengan pembayaran tunai, modal dari pedagang sendiri dan strategi klaim kualitas dan sikap baik sebagai cara mendapatkan konsumen. Sebanyak 67 persen responden mengalami penurunan omset dan keuntungan harian, yang diikuti oleh penurunan jumlah pembeli harian dan penurunan jam aktif transaksi pasar menjadi indikasi kelesuan pasar tradisional.

(3)

Oleh : HADIWIYONO

H14061337

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(4)

Nama Mahasiswa : Hadiwiyono

NIM : H14061337

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A. NIP. 1952 0408 1984031001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 1964 1022 1989031003

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2011

(6)

Penulis bernama lengkap Hadiwiyono lahir pada tanggal 27 April 1988

di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan

Hadiwibowo, SE dan Wahyuni. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Bina

Insani Bogor pada tahun 2001. Di tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMP

Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian diterima di SMA

Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan

diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Saringan

Masuk IPB (USMI). Di tahun berikutnya, penulis mendapatkan Mayor di Ilmu

Ekonomi dan Minor Kewirausahaan Agribisnis di Fakultas Ekonomi dan

Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi intra kampus

HIPOTESA pada Divisi Kewirausahaan periode kepengurusan 2007/2008 dan

(7)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Alloh SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak

lupa penulis juga memanjatkan shalawat serta salam ke hadirat Nabi Besar

Muhammad SAW. Judul skripsi ini adalah “Analisis Kinerja Pasar Tradisional

di Era Persaingan Global di Kota Bogor”. Di era globalisasi seperti saat ini, tekanan modal asing yang masuk ke persaingan antara Pasar Tradisional dan

Pasar Modern membuat ketimpangan atas dominasi kekuatan Pasar Modern

semakin terlihat. Hal ini akan berimplikasi terhadap keberlangsungan Pasar

Tradisional di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia

harus berpihak kepada Pasar Tradisional sebagai bentuk pemerhatian terhadap

kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya. Skripsi ini juga merupakan salah

satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih akan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Hadiwibowo, S.E. dan Wahyuni, serta adik penulis

Hadiwijoyo atas doa, dorongan moral dan materi, serta pandangan hidup atas

kebahagiaan yang sangat besar artinya bagi pembentukan karakter dan pola

pikir selama perjalanan hidup penulis.

2. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E, M.S, D.E.A., selaku Dosen Pembimbing

skripsi, yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan saran maupun

kritik dalam membangun pemikiran selama penelitian skripsi ini hingga

selesai.

3. Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku Dosen Penguji Utama atas saran, kritik, dan

masukan terhadap inti dari penulisan skripsi dan Dr. Muhammad Findi

Alexandi selaku Komisi Pendidikan atas saran dan tatacara penulisan skripsi.

4. Seluruh teman-teman dari Ilmu Ekonomi angkatan 43 yang tidak dapat

disebutkan satu-persatu, untuk setiap momen, baik senang maupun sedih

selama 3 tahun masa studi di IE IPB dan atas pelajaran hidup yang berharga

(8)

Disperindagkop Kota Bogor, dan Kesbanglinmas Kota Bogor atas koordinasi

yang baik selama masa penulisan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Januari 2011

Hadiwiyono

(9)

DAFTAR ISI

1.5 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah ...

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...

2.1 Organisasi Industri ...

2.2 Structure Conduct Performance (SCP) ... 2.3 Persaingan Usaha ...

2.4 Konsep Pasar ...

2.4.1 Pasar Tradisional ...

2.4.2 Toko Modern ...

2.4.3 Pedagang Kaki Lima (Pedagang Informal) ...

2.5 Penelitian Terdahulu ...

3.4.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor ...

3.4.2 Analisis Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor ...

3.4.3 Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap

(10)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ...

4.1. Kondisi Umum Kota Bogor ...

4.2. Perekonomian Kota Bogor ...

4.2.1. Pasar Tradisional di Kota Bogor ...

4.2.2. Pasar Modern di Kota Bogor ...

V. PEMBAHASAN ...

5.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor ...

5.1.1. Perkembangan Penyelengaraan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 5.1.2 Tatakelola Pasar Tradisional ...

5.1.3 Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional ...

5.2. Analisis Permasalahan Pasar Tradisional di Kota Bogor ...

5.2.1. Analisis Dampak Permasalahan Infrastruktur dan Pelayanan Pasar Tradisional ... 5.2.2 Analisis Dampak Fluktuasi Harga dan Penurunan Daya Beli

Konsumen ... 5.2.3 Analisis Masalah Persaingan Tidak Sehat dan Keberadaan

PKL terhadap Pasar Tradisional ... 5.2.4. Analisa Permasalahan Struktural Pasar Tradisional ...

5.3. Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor ... 5.4. Pengendalian Persaingan Ritel Modern dan Ritel Tradisional di

(11)

DAFTAR TABEL

PDRB Kota Bogor Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam

milyaran rupiah) ...

Tujuh Unit Pasar Tradisional Kota Bogor ...

Proporsi Pemasok Barang Utama & Metode Pembayaran Pedagang

Pasar Tradisional ...

Sumber Modal Pedagang Pasar Tradisional ...

Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Baru Bogor ...

Persaingan dan Strategi Pedagang Pasar Induk Kemang ...

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

2.1

5.1a

5.1b

5.2a

5.2b

Skema Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja Pasar Tradisional di

Era Persaingan Global di Kota Bogor ...

Proporsi Pelanggan Utama Pasar Baru Bogor ...

Proporsi Pelanggan Utama Pasar Induk Kemang ...

Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang

Pasar Baru Bogor ...

Pergerakan Omset dan Keuntungan Harian Rata-rata Pedagang

Pasar Induk Kemang ... 20

39

40

46

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi. Pasar menjadi tempat

bertemunya penjual berbagai kebutuhan masyarakat dan pembeli yang ingin

memenuhi kebutuhannya. Interaksi penjual dan pembeli seperti ini sudah

berlangsung sejak zaman dahulu, yang kemudian penjual dan pembeli tersebut

berkumpul dan memusat di suatu daerah yang dijadikan pusat perekonomian yang

disebut pasar. Pasar Tradisional identik dengan sistem tawar-menawar, interaksi

sosial antara pedagang dan pembeli merupakan suatu kultur sosial dalam

masyarakat Indonesia yang kemudian menjadi motivasi untuk berbelanja di

tempat tersebut. Pada Pasar Tradisional di Indonesia, umumnya masalah

kenyamanan adalah masalah utama yang semakin disorot. Kesan semrawut, kotor,

bau, dan lainnya membuat ketidaknyamanan dalam berbelanja.

Ide baru muncul dengan membuat suatu tempat memenuhi kebutuhan

konsumen dengan mengedepankan kenyamanan. Toko dengan pelayanan prima,

mengutamakan kebersihan dan memberikan kepastian harga dalam bentuk label

menjadi suatu konsep perdagangan baru, yaitu bisa disebut sebagai Toko Modern.

Mengedepankan pelayanan dan tatakelola baru seperti ini kemudian membuat

Toko Modern harus mengorbankan harga, artinya barang-barang di Toko Modern

pada umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibanding di pedagang-pedagang

Pasar Tradisional. Konsep kata „Toko‟ pun semakin berkembang karena

pengembangan skala dari konsep ini, sehingga sebuah Toko Modern mampu

(14)

Kehadiran Toko Modern (Ritel Modern) di negara berkembang diyakini

terjadi dalam 3 gelombang1. Gelombang pertama terjadi pada pertengahan dekade

1990-2000 di Amerika Selatan, Asia Timur selain Cina, Eropa Utara dan Tengah,

dan Afrika Selatan. Gelombang kedua pada akhir dekade 1990-2000 di Meksiko,

Amerika Tengah, Asia Tenggara, dan Eropa Tengah dan Selatan. Dan gelombang

ketiga terjadi pada awal dekade 2000-2010 di beberapa bagian di Afrika, beberapa

negara Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, Cina, India, dan Rusia.

Lebih lanjut terdapat alasan dimana Cina, India, dan Rusia termasuk ke dalam

gelombang terakhir kehadiran dan perkembangan Toko Modern. Hal ini

disebabkan oleh restriksi yang ketat terhadap Foreign Direct Investment (FDI) untuk sektor perdagangan ritel di negara-negara ini. Toko Modern seperti

Supermarket, atau Minimarket mulai hadir di beberapa kota besar di Indonesia

selama tiga dekade terakhir dan terus berkembang terutama setelah tahun 1998.

Semenjak pemberlakuan liberalisasi sektor ritel pada tahun 1998, otomatis terjadi

arus penanaman modal asing yang kemudian menambah ketatnya persaingan.

Secara umum di Asia, selain terbukanya FDI di beberapa negara,

perkembangan Toko Modern seperti Supermarket terkait dengan meningkatnya

permintaan terhadap jasa yang ditawarkan oleh Toko Modern, yang didasari oleh

tingginya tingkat urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita (pertumbuhan

pekerja kelas menengah), peningkatan pekerja wanita (peningkatan opportunity

1

(15)

cost waktu dari ibu rumah tangga yang berkarir), gaya hidup yang berkiblat ke Barat, meningkatnya penggunaan kartu kredit, dan lain-lain.2

Saat ini, terdapat beberapa peritel asing yang mengembangkan usahanya di

Indonesia, antara lain Carrefour, Makro, Belhaize, Ahold dan Giant. Carrefour

yang berasal dari Prancis mulai beroperasi ke Asia petama kali pada tahun 1989,

yaitu ke Taiwan. Pada tahun 1996, ritel ini masuk ke Indonesia. Makro berasal

dari Belanda dan masuk ke Indonesia pada tahun 1991. Saat ini terdapat 12 outlet

Makro di wilayah Jabotabek dan 1 di Bandung. Selain Makro, dari Belanda juga

masuk Ahold, di Indonesia menggunakan nama Tops (sejak akhir tahun 2005

diakuisisi Hero). Belhaize adalah hypermarket dari Belgia, saat ini beraliansi

dengan supermarket Superindo. Giant Hypermarket yang berasal dari Malaysia, di

Indonesia Giant beraliansi dengan Hero Supermarket.

Persaingan Pasar Tradisional dengan Toko Modern saat ini bisa dikatakan

sebagai persaingan global. Artinya, saat ini Pasar Tradisional dihadapkan dengan

perusahaan-perusahaan asing yang beraliansi maupun membuka cabang Toko

Modern di Indonesia sehingga skala dari persaingan ini tidak bisa dikatakan

sebagai persaingan lokal. Menurut survei Nielsen, jumlah pusat perdagangan

modern (Toko Modern) di Indonesia seperti Hipermarket, pusat perkulakan,

Supermarket, Minimarket, hingga Convenient Store, meningkat hampar 7,4

persen selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada tahun 2003

menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding terbalik

2

(16)

dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar 8 persen per

tahunnya3.

Lebih lanjut pada penelitian Nielsen mengungkap fakta bahwa penurunan

pangsa penjualan barang kebutuhan sehari-hari di Pasar Tradisional. Pada tahun

2000 Pasar Tradisional masih menguasai pangsa pasar sebesar 78,1 persen dari

total penjualan barang-barang konsumsi di dalam negeri. Namun pada tahun 2005

pasar tradisional mengalami penurunan pangsa pasar menjadi sebesar 67,6

persen4. Berdasarkan hal tersebut tidaklah mustahil jika Pasar Modern akan

semakin dominan dalam sub sektor perdagangan dan Pasar Tradisional akan

semakin tergerus keberadaannya.

Di sisi lain, perkembangan Toko Modern mendorong pertumbuhan sub

sektor perdagangan dalam sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sehingga dapat

mendorong pertumbuhan PDRB suatu wilayah. Hal ini tentu saja menarik minat

pemerintah daerah untuk mengembangkan Toko Modern. Otonomi daerah juga

memiliki andil untuk mengizinkan suatu wilayah mengembangkan kegiatan

ekonomi dengan caranya masing-masing,.

3

A.C. Nielsen. 2005. Asia Pasific Retail Shooper Trends 2005 [online].

http://www.acnielsen.de/pubs/documents/RetailandShopperTrendsAsia2005.pdf. Hal 28[26 Maret 2010]

(17)

Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah)

Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

Pertanian 12.193,68 12.716,02 11.723,85 12.717,26 13.121,58 Pertambangan

dan Penggalian 112,03 114,21 116,24 118,31 120,53

Industri

Pengolahan 940.063,95 1.002.371,58 1.059.336,89 1.126.541,95 1.1197.768,02 Listrik, Gas, dan

Air Bersih 105.087,61 112.491,07 119.970,03 128.090,57 136.829,56

Bangunan 225.205,11 226.037,24 276.736,82 288.023,99 299.804,17

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1.029.072,27 1.071.266,44 1.140.875,92 1.205.230,26 1.267.518.19

Pengangkutan

dan Komunikasi 322.575,82 344.684,12 368.420,39 394.451,07 422.723,25 Keuangan,

Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 441.570,29 489.525,23 522.979,72 560.780,48 602.517,87

Jasa-jasa 255.671,20 268.139,31 282.230,09 296.907,60 312.418,61

PDRB 3.361.438,93 3.567.230,91 3.782.273,71 4.012.743,18 4.252.821,78

Sumber: BPS, 2009.

Di Kota Bogor, Pasar Modern setiap tahunnya mengalami peningkatan,

sejak 2003-2007 terdapat penambahan jumlah pusat perbelanjaan modern

sebanyak 300 persen sementara untuk pasar tradisional tidak mengalami

perubahan dalam jumlah pasar. Pertambahan jumlah Toko Modern di Kota Bogor

dapat berakibat buruk, terutama jika pembangunan Toko Modern yang semakin

dekat dengan Pasar Tradisional.

Pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan secara angka yang

ditunjukan oleh LPE Kota Bogor seharusnya diikuti dengan peningkatan

pertumbuhan secara menyeluruh baik pedagang-pedagang di Pasar Tradisional

maupun Toko Modern. Maka sudah seharusnya pemerintah Kota Bogor juga

membuat kebijakan yang mengatur persaingan usaha antara kedua pasar yang

(18)

Oleh karena itu, judul Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan

Global di Kota Bogor dipilih untuk mengkaji lebih lanjut mengenai kinerja Pasar

Tradisional terutama setelah semakin bertambahnya Toko Modern yang ada di

Kota Bogor dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Pasar

Tradisional. Pada akhirnya ditelaah juga solusi dari Pemerintah Kota Bogor

terhadap kinerja Pasar Tradisional saat ini.

1.2 Perumusan Masalah

Pertumbuhan Toko Modern di Indonesia tidak-serta merta terjadi.

Perekonomian terjadi karena adanya tarik-menarik antara permintaan dan

penawaran, begitu pula dengan Pasar Modern. Kebutuhan masyarakat akan

keberadaan Pasar Modern tidak lepas dari pergeseran gaya hidup masyarakat yang

semakin modern dan pola konsumtif masyarakat Indonesia. Di sisi lain kekuatan

modal dari Pasar Modern terutama setelah Liberalisasi tahun 1998 memudahkan

Pasar Modern untuk berekspansi, terutama setelah melihat peluang bisnis dari sisi

konsumtif masyarakat.

Pasar Tradisional secara manajerial tidak mengalami perubahan signifikan

sejak zaman dahulu, pola berdagang dan pengawasan pasar seadanya ditambah

lagi tidak ada perbaikan dari sisi infrastruktur membuat Pasar Tradisional mulai

ditinggalkan konsumen yang menuntut gaya „modern‟ dalam berbelanja. Pasar

Modern secara internal juga memiliki masalah-masalah yang harus ditanggapi

dengan serius, seperti PKL yang memperparah tata ruang sebuah Pasar

(19)

Berbeda halnya dengan Toko Modern. Sistem manajerial terpusat dan

profesional membuat kemapanan dari segi internalnya. Keagresifan ekspansi

Toko Modern tentu saja menimbulkan kekhawatiran karena suatu saat jika tidak

terjadi perbaikan pada Pasar Tradisional, maka eksistensi dari Pasar Tradisional

akan terancam dan menyebabkan ribuan bahkan jutaan pedagang kecil, pemasok,

dan pekerja di Pasar Tradisional akan kehilangan mata pencaharian dan

pengangguran di Indonesia akan semakin bertambah.

Kota Bogor dijadikan daerah penelitian karena memiliki peningkatan

jumlah Pasar Modern yang cukup tinggi di daerah Jabodetabek, selain itu sub

sektor perdagangan memiliki sumbangan tertinggi dalam PDRB Kota Bogor dan

meningkat dari tahun ke tahun. Kota Bogor juga memiliki laju pertumbuhan pusat

perbelanjaan modern sebesar 300 persen sejak tahun 2003-2006. Kota Bogor

pernah melakukan relokasi Pasar Induk Ramayana yang berada di tengah kota

dalam rangka mengendalikan tata kota dan ketertiban yang lebih baik, namun di

saat ini di tanah bekas Pasar Induk Ramayana justru berdiri Pusat Perbelanjaan

Modern. Hal ini menunjukan ambigu kebijakan pemerintah Kota Bogor terhadap

Pasar Tradisional. Penelitian ini terbatas menganalisa kinerja Pasar Tradisional,

karena Pasar Tradisional dianggap lebih mewakili masyarakat Kota Bogor pada

umumnya. Rincian permasalahan yang akan dianalisa sebagai berikut:

1) Bagaimana kondisi Pasar Tradisional saat ini terutama setelah bertambahnya

jumlah Pasar Modern secara signifikan di Kota Bogor?

2) Apakah permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional Kota Bogor?

3) Bagaimana Pemerintah Kota Bogor khususnya dalam merespon permasalahan

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dibuat, maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisa kondisi Pasar Tradisional di tengah tekanan ekspansi Pasar

Modern di kota Bogor, dilihat dari penyelenggaraan dan tatakelola oleh

pengelola Pasar Tradisional, kondisi umum pedagang dan kinerja bisnisnya

selama beberapa tahun terakhir.

2) Menganalisa permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional

dan menelaah akar dari permasalahan tersebut.

3) Menganalisa kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dikeluarkan oleh

Pemerintah yang berhubungan dengan Pasar Tradisional dan

membandingkannya dengan respon yang dilakukan oleh negara-negara lainnya.

Ketiga tujuan di atas kemudian akan digunakan sebagai acuan untuk

rekomendasi kepada Pemerintah Kota Bogor untuk mendorong pertumbuhan

Pasar Tradisional menjadi pasar yang kompeten dan berdaya saing sehingga tidak

tergerus keberadaannya oleh Toko Modern.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna:

1) Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi Pemerintah baik pusat maupun

daerah sebagai pembuat kebijakan dan pengambil keputusan untuk menetapkan

(21)

berkaitan dengan sektor Perdagangan, terutama yang mengatur masalah

Penataan Pasar Tradisional dan Toko Modern.

2) Sebagai salah satu rujukan bagi penelitian lainnya terkait dengan sektor

perdagangan besar dan eceran, maupun Pasar Tradisional.

1.5 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kinerja Pasar Tradisional di Kota Bogor selama

beberapa tahun belakangan dalam satu periode penelitian. Pasar Tradisional yang

diamati yang dikelola oleh Pemerintah ataupun Swasta (selama pola dan

tatakelolanya masih relatif sama dengan Pasar Tradisional Pemerintah). Kinerja

yang dianalisis adalah kinerja pedagang Pasar Tradisional secara individu.

Untuk analisis permasalahan Pasar Tradisional terbatas kepada respon dari

pedagang tradisional itu sendiri. Kebijakan dan Peraturan tentang Pasar

Tradisional dikeluarkan pemerintah daerah yang akan diteliti adalah Kebijakan

dan Peraturan yang terbaru sehingga relevan dengan kondisi saat ini. Respon

kebijakan dan aplikasi lebih lanjut didalami dengan pendekatan langsung kepada

pengelola Pasar Tradisional Kota Bogor saat ini dengan asumsi Pengelola Pasar

adalah unit Pemerintah Kota Bogor yang paling mengetahui

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Organisasi Industri

Organisasi industri atau Industrial Organization (IO) bidang ekonomi yang mempelajari struktur dan batas-batas antara perusahaan dan pasar dan

interaksi strategis perusahaan. Studi tentang organisasi industri menggambarkan

adanya pergeseran dalam persaingan sempurna dunia nyata seperti terbatas

informasi, biaya transaksi, biaya penyesuaian, kebijakan pemerintah, dan

hambatan untuk masuk oleh perusahaan baru ke dalam pasar yang akhirnya

menjadi persaingan tidak sempurna. Organisasi Industri juga mempelajari

bagaimana perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri diorganisir dan

bagaimana mereka bersaing.

Ada dua pendekatan utama untuk mempelajari organisasi industri.

Pendekatan pertama adalah deskriptif dan memberikan gambaran umum

organisasi industri. Kedua, teori harga, menggunakan model mikroekonomi untuk

menjelaskan perilaku perusahaan dan struktur pasar.

2.2. Structure Conduct Performance (SCP)

Structure Conduct Performance adalah salah satu metode untuk menganalisa organisasi industri. SCP adalah pendekatan organisasi industri, yang

digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur (structure) pasar, perilaku (conduct) pasar, dan kinerja (performance) pasar. SCP kemudian menunjukkan bahwa struktur pasar menentukan perilaku pasar, dan kemudian

(23)

Kerangka pemikiran SCP berasal dari analisis neo-klasik dari pasar. SCP

merupakan gagasan dari Harvard yang berkembang selama 1940-1960

berdasarkan studi empiris yang mengidentifikasi korelasi antara struktur industri

dan kinerja. Para ekonom secara khusus ingin mempelajari SCP karena mereka

yakin bahwa konsentrasi penjual mempengaruhi kinerja sosial industri. Struktur

Perilaku Kinerja (SCP) memberikan penekanan pada tiga unsur. Beberapa

ekonom menyatakan bahwa struktur pasar dan perilaku pasar sama pentingnya

dalam menentukan kinerja pasar. Ekonom lain berpendapat bahwa perilaku pasar

sangat ditentukan oleh struktur pasar, kemudian kinerja pasar sangat tergantung

pada struktur pasar juga.

Struktur (Structure) Pasar komponen yang relatif stabil dari lingkungan pasar yang mempengaruhi persaingan di antara para pembeli dan penjual yang

beroperasi di pasar ini. Komponen utama yang mempengaruhi struktur pasar,

konsentrasi penjual, diferensiasi produk, hambatan masuk, hambatan untuk

keluar, konsentrasi pembeli, dan tingkat pertumbuhan permintaan pasar. Terdapat

unsur-unsur lain dari struktur pasar, tetapi mereka biasanya tidak stabil dan dapat

diabaikan baik karena tidak dapat diukur atau sulit untuk mengamati.

Perilaku (Conduct) Pasar menggambarkan apa yang harus perusahaan lakukan untuk bersaing satu sama lain. Hal tersebut mencakup penetapan harga,

iklan, penelitian dan pengembangan investasi, keputusan pada dimensi produk,

merger dan akuisisi, Perilaku pasar juga dapat menggambarkan adanya kolusi

baik eksplisit maupun implisit yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam

(24)

Kinerja (Performance) Pasar digambarkan dengan profit. Kinerja juga digambarkan dengan perubahan biaya dan harga. Profitabilitas secara umum dapat

menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan adanya perubahan

dalam permintaan pasar. Riset dan pengembangan, serta kepemilikan modal dan

sumberdaya juga mempengaruhi kemampuan perusahaan.

Interaksi SCP digambarkan dalam dua hipotesis, yaitu structure performance hypothesis dan efficient structure hypothesis. Structure performance hypothesis menyatakan bahwa tingkat konsentrasi pasar berbanding terbalik dengan tingkat persaingan. Tingginya konsentrasi pasar mendorong perusahaan

untuk berkolusi. Hipotesis ini akan didukung jika terdapat hubungan positif antara

konsentrasi pasar (diukur dengan rasio konsentrasi) dan kinerja (diukur dengan

laba), terlepas dari efisiensi perusahaan (diukur dengan pangsa pasar). Dengan

demikian perusahaan-perusahaan dalam industri terkonsentrasi lebih akan

mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan yang

beroperasi di industri terkonsentrasi kurang, terlepas dari efisiensi mereka.

Efficient structure hypothesis bahwa kinerja perusahaan adalah positif berhubungan dengan efisiensi. Konsentrasi pasar yang muncul dari persaingan,

dimana perusahaan-perusahaan dengan struktur biaya rendah meningkatkan laba

dengan mengurangi harga dan memperluas pangsa pasar. Hubungan positif antara

keuntungan perusahaan dan struktur pasar yang dikaitkan dengan keuntungan

yang dibuat dalam pangsa pasar oleh perusahaan lebih efisien, tetapi tidak dengan

(25)

2.3. Persaingan Usaha

Persaingan dalam ekonomi adalah istilah yang mencakup pengertian

individu dan perusahaan berjuang untuk pangsa pasar yang lebih besar untuk

menjual atau membeli barang dan jasa. Merriam-Webster mendefinisikan

persaingan dalam bisnis sebagai upaya dua pihak atau lebih yang bertindak

independen untuk mengamankan bisnis dari pihak ketiga. Hal ini digambarkan

oleh Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776), perusahaan mengalokasikan sumberdaya kedalam fungsi yang paling optimal dan mendorong

efisiensi lebih lanjut. Kemudian teori mikroekonomi membedakan antara

persaingan sempurna dan persaingan tidak sempurna , menyimpulkan bahwa tidak

ada sistem alokasi sumber daya lebih efisien Pareto dari persaingan sempurna .

Persaingan, menurut teori ini, menyebabkan perusahaan-perusahaan

untuk mengembangkan produk baru, layanan dan teknologi, yang akan

memberikan konsumen pilihan yang lebih banyak dan produk yang lebih baik.

Banyaknya pilihan menyebabkan harga yang lebih rendah untuk produk,

dibandingkan dengan harga saat tidak ada persaingan (monopoli) atau sedikit

kompetisi (oligopoli).

2.4. Konsep Pasar

Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran bertemu,

dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas

adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih

(26)

atau Jasa. Sedangkan secara umum pasar merupakan tempat pertemuan antara

penjual dan pembeli5.

Pasar memiliki berbagai definisi yang berkembang, dari definisi yang ada

pasar dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang

melakukan pertukaran barang dan jasa yang dapat disubstitusikan. Konsep dan

pemaknaan pasar yang sesungguhnya sangat luas, mencakup dimensi ekonomi

dan sosial-budaya. Dalam perseptif pasar secara fisik dapat diartikan sebagai

tempat berlangsungnya transaksi jual beli barang dan jasa antara penjual dan

pembeli dalam tempat tertentu.

Pasar memiliki beberapa klasifikasi. Misalnya klasifikasi Pasar

berdasarkan bangunan. Berdasarkan bangunan, pasar dibagi menjadi dua jenis,

yaitu pasar dengan bangunan permanen/semi permanen dan pasar tanpa bangunan

permanen. Pasar dengan bangunan permanen/semi permanen adalah pasar yang

menggunakan lantai semen/tegel, tiang besi/kayu, atap seng/genteng/sirap, baik

berdinding/tidak. Sedangkan pasar tanpa bangunan permanen (tidak termasuk

kaki lima) adalah pasar yang mempunyai bangunan tetapi tidak permanen,

misalnya bangunan dari bambu, daun, dan sebagainya, contoh Pasar Kaget. Pasar

Kaget adalah pasar yang muncul di lokasi yang tidak diperuntukan pasar dan

selesai dengan cepat6.

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari

satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,

5

Wikipedia. 2010. Pasar. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar [22 Maret 2010]

6

(27)

mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya7. Pembagian klasifikasi

paling umum dan sering digunakan adalah klasifikasi menjadi Pasar Tradisional

dan Toko Modern.

2.4.1 Pasar Tradisional

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan

Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha

berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,

menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal

kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar8.

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya

ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los

dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa

ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan

lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya.

Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak

dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar9.

7

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasal 1

8Ibid

9

(28)

Secara lebih mendetail, komponen-komponen dalam Pasar Tradisional

dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu10:

 Kios adalah tempat berdagang dengan jenis dan spesifikasi yang sama diatur

dan ditetapkan berdasarkan komoditi yang satu sama lain dibatasi dengan

dinding serta dapat ditutup.

 Los adalah tempat berdagang yang merupakan bagian dari bangunan tetap di

dalam pasar yang sifatnya terbuka dan tanpa dinding keliling.

2.4.2 Toko Modern

Pasar Modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta,

atau koperasi dalam bentuk mall, supermarket, minimarket, department store, dan shopping center dimana pengelolaannya dilakukan secara modern dengan mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada

di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi dengan label harga yang

pasti11. Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual

berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket,

Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan12.

2.4.3 Pedagang Kaki Lima (Pedagang Informal)

10

Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pasar. Pasal 1

11

Keputusan Menteri Nomor 107/Mpp/Kep/2/1998 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Pasal 1

12

(29)

Pedagang Kaki Lima yang dapat disingkat PKL adalah penjual barang

dan atau jasa yang secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan

ekonomi yang tergolong dalam skala usaha kecil yang menggunakan fasilitas

umum dan bersifat sementara/tidak menetap dengan menggunakan peralatan

bergerak maupun tidak bergerak dan atau menggunakan sarana berdagang yang

mudah dipindahkan dan dibongkar pasang13.

2.5 Penelitian Terdahulu

Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 melakukan penelitian

mengenai “Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Retail di Daerah Perotaan di Indonesia” dengan pengambilan data di Kota Depok dan Kota Bandung. Studi ini mengukur dampak supermarket terhadap pasar tradsional

dengan dua cara, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif

menggunakan metode Difference in Difference (DiD) dan metode ekonometrik, sedangkan metode kualitif dengan wawancara mendalam. Penelusuran melalui

metode kualitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada

pendapatan dan keuntungan, namun signifikan terhadap jumlah pegawai pasar

tradisional. Temuan kualitatif menunjukan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar

tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang

membuat supermarket semakin diuntungkan. Oleh karena itu lembaga penelitian

SMERU menyimpulkan bahwa perbaikan sistem pengelolaan pasar tradisional

diperlukan untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional sehingga dapat

bertahan di tengah keberadaan supermarket yang terus menjamur.

13

(30)

Nurmalasari (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional.” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional, menganalisa

faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di

pasar tradisional dan merumuskan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan

pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif menggunakan pendekatan Porter‟s

Diamond untuk menganalisa potensi dan faktor yang mempengaruhi daya saing

pasar tradisional dan analisis statistik regresi Binary dengan menggunakan model

probit untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat

dalam berbelanja di pasar tradisional.

Ningsih (2006) dalam penelitian berjudul “Dampak Pembangunan Pusat

Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor”, berdasarkan studi empirisnya menyatakan bahwa kemunculan Pusat Perbelanjaan Modern menyebabkan pergeseran preferensi belanja masyarakat dari

pasar tradisional yang ditandai dengan peningkatan jumlah Pusat Perbelanjaan

Modern sebesar 300 persen dan penurunan omset penjualan pasar tradisional

sebesar 20 persen. Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern menyebabkan

peralihan fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Bogor 1999-2009 karena terjadi penurunan Ruang

Terbuka Hijau (RTH) di kota Bogor. Keberadaan pusat Perbelanjaan berpengaruh

positif terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Bogor. Penelitian ini juga

(31)

seberapa besar hubungan antara laju pertubuhan pembangunan Pusat Perbelanjaan

Modern dengan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh data yang didapat dari Badan Pusat

Statistik Kota Bogor yaitu sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran selama tahun

2001-2005 memberikan kontribusi rata-rata 31,16 persen terhadap PDRB Kota

Bogor, dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,94 persen dimana Sub Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran memberikan kontribusi rata-rata 24,72 persen

terhadap PDRB Kota Bogor, dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,58 persen.

Dalam pertumbuhan sub sektor Perdagangan Besar dan Eceran, pasar

memegang peran penting dalam menyediakan kegiatan perdagangan. Secara garis

besar, Pasar yang ada di Kota Bogor dibagi menjadi 2 macam, yaitu pasar modern

dan pasar tradisional yang terbagi atas kriteria-kriteria tersendiri. Pasar modern

dan pasar tradisional bersaing dalam praktek usahanya. Pasar Modern saat ini

memiliki penanam modal asing membuat persaingan semakin menekan Pasar

(32)

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja Pasar Tradisional di Era Persaingan Global di Kota Bogor

(33)

Persaingan tersebut mau tidak mau membawa dampak sosial ekonomi

kepada dua pelaku pasar tersebut, terutama setelah liberalisasi perdagangan tahun

1998 yang mulai merambah ke daerah Kota Bogor yang ditandai dengan

tumbuhnya pasar modern seperti Supermarket dan Hipermarket yang didalamnya

terdapat modal asing.

Penelitian ini terbatas hanya melihat kinerja Pasar Tradisional saat ini

secara menyeluruh. Kinerja Pasar Tradisional dalam penelitian ini digambarkan

melalui tiga hal. Pertama, kondisi terkini Pasar Tradisional dilihat dari sistem

penyelenggaraan dan tatakelola pasar oleh Pemerintah Kota Bogor. Dianalisa juga

mengenai kinerja individu pasar selama beberapa tahun belakangan. Kedua,

dianalisis adanya permasalahan yang dialami oleh Pasar Tradisional saat ini,

ditelaah berdasarkan respon individu pedagang mengenai poin-poin yang

dianggap mempengaruhi keberlangsungan Pasar Tradisional, terutama omset.

Ketiga, dianalisis kebijakan-kebijakan yang terkait dengan Pasar, terutama yang

terbaru paska maraknya Toko Modern. Analisis dilakukan mulai atas respon

(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat yang

dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2010. Pemilihan lokasi di kota

Bogor dilakukan secara sengaja (purposive) karena Kota Bogor memiliki kaitan erat dengan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, dengan pertimbangan :

1) Subsektor Perdagangan memiliki peran penting dalam Sektor Perdagangan,

Hotel, dan Restoran yang merupakan penyumbang terbesar pertama terhadap

PDRB Kota Bogor dalam kurun waktu 2004-2008.

2) Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Kota Bogor bernilai positif. Secara fisik

pertambahan Pasar Modern di kota Bogor cukup pesat, namun dapat

memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kesejahteraan

masyarakat dan pedagang di Pasar Tradisional.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data sekunder dan data

primer. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari BPS, PD Pasar Pakuan Jaya,

Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi Kota Bogor, dan data-data

penunjang yang relevan dengan penelitian. Data penunjang diperoleh dari laporan

hasil penelitian terkait, jurnal, buletin, internet, serta sumber-sumber lainnya.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara

terstruktur dengan pedagang Pasar Tradisional. Wawancara terstruktur dengan

(35)

pedagang Pasar Tradisional pada saat ini, yaitu ketika maraknya Pasar Modern.

Wawancara terstruktur dilakukan secara langsung kepada responden pedagang

dengan format pertanyaan yang sudah disusun sebelumnya, beberapa pertanyaan

telah disiapkan jawabannya berupa pilihan ganda untuk menanggulangi apabila

responden tidak segera mengerti pertanyaan yang diajukan.

Wawancara mendalam juga dilakukan kepada pelaku-pelaku yang

memegang peran penting dalam sub sektor perdagangan di Kota Bogor seperti,

aparat Dinas Pasar, Pejabat Dinas Pasar, dan narasumber yang kompeten di

bidang usaha ini. Untuk melengkapi bahan pertimbangan dalam menyusun

rekomendasi kebijakan, ditelaah juga mengenai peraturan perundang-undangan

mengenai Pasar dan peraturan daerah Kota Bogor terkait yang telah diberlakukan.

3.3. Metode Penentuan Sampel

Sampling terhadap dua jenis pasar dilakukan untuk melihat dampak persaingan dengan Pasar Modern. Dugaan awal adalah berkembangnya Pasar

Modern dapat berbeda pengaruhnya terhadap Pasar Tradisional tergantung skala

penjualan komoditasnya, oleh karena itu klasifikasi awal dari sampling adalah membedakan Pasar Tradisional yaitu Pasar Eceran dan Pasar Grosir. Dari dugaan

awal, kemudian ditentukan dua Pasar yang akan diamati, penentuan dilakukan

secara sengaja (purposive) berdasarkan pengamatan awal dan wawancara dengan konsumen Pasar Tradisional mengenai pasar-pasar tradisional yang dianggap

potensial. Untuk sampling Pasar Pengecer, dari 7 Pasar Pengecer di Kota Bogor, Pasar Tradisional Pengecer yang terpilih adalah Pasar Baru Bogor. Pasar Baru

(36)

1. Pasar Baru Bogor merupakan Pasar Tradisional Eceran yang terletak di Bogor

Tengah yang memiliki Pusat Perbelanjaan Modern yang lebih banyak

dibanding Kecamatan Kota Bogor lainnya.

2. Konsumen Kota Bogor meyakini bahwa Pasar Baru Bogor merupakan Pasar

Pengecer terlengkap dan banyak variasi barangnya, termasuk jumlah pedagang.

3. Dua alasan diatas membuat Pasar Baru Bogor juga dipenuhi oleh PKL yang

menganggap daerah sekitar Pasar Baru Bogor merupakan daerah potensial

untuk berusaha.

Pasar Tradisional Grosir yang terpilih adalah Pasar Induk Kemang. Berdasarkan

pendapat pedagang Pasar Tradisional, di Kota Bogor Pasar Induk Kemang

dianggap pasar utama untuk komoditi sayur mayur dan bahan masakan dalam

distribusinya kepada Pasar Tradisional Pengecer. Oleh karena itu Pasar Induk

Kemang dianggap cukup mewakili Pasar Grosir Kota Bogor. Penyelenggaraan

pasar pihak swasta di Pasar Induk Kemang juga memiliki poin perspektif

tersendiri untuk menganalisa adanya perbedaan perlakuan pengelola terhadap

pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor ataupun swasta sebagai

pihak ketiga.

Dari kedua Pasar sampel tersebut selanjutnya dilakukan Penarikan sampel

kepada 30 pedagang pasar tradisional dari masing-masing kedua pasar untuk

memenuhi syarat sebaran normal. Pemilihan sampel pedagang dilakukan

(37)

sehingga walaupun penarikan sampel dilakukan secara acak, sampel-sampel yang

terpilih dapat mewakili pedagang Pasar Tradisional secara menyeluruh.

Dari beberapa pedagang menjadi responden secara khusus dipilih beberapa

pedagang untuk diwawancarai lebih dalam mengenai permasalahan Pasar

Tradisional lebih lanjut. Digunakan metode Purposive Sampling untuk mendapatkan informasi yang spesifik. Pedagang yang dipilih adalah

pedagang-pedagang yang dianggap senior ataupun yang mengetahui seluk beluk

permasalahan Pasar Tradisional lebih lanjut.

3.4 Metode Analisis

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

deskriptif kualitatif. Analisis Kualitatif berdasarkan hasil wawancara mendalam

digunakan untuk melihat secara langsung kinerja dari pedagang Pasar Tradisional.

Juga wawancara dengan penanggung jawab pasar terkait, dan kebijakan-kebijakan

pusat maupun daerah yang dikeluarkan melalui Perpres, Perda, maupun aturan

tertulis lainnya.

3.4.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor

Analisa diawali dengan mengamati perubahan-perubahan dalam sistem

pengelolaan pasar. Pihak Pemerintah Kota Bogor menunjuk suatu dinas dalam

menyelenggarakan kegiatan pasar. Tatakelola yang dilakukan saat ini ditelaah

untuk melihat aktualisasi pelayanan pasar dari pihak pengelola. Kondisi umum

individu pedagang dianalisa untuk melihat adanya perubahan karakteristik

(38)

Dari sisi kinerja ekonomi, ditelaah mengenai perubahan omset dan

keuntungan beberapa tahun terakhir, jumlah variasi barang dagangan, strategi

dagang dan daya saing pedagang, metode pemasokan barang dagangan, dan

sumber modal. Pengamatan langsung dilakukan untuk melihat secara garis besar

jumlah pedagang dan pembeli harian di Pasar Tradisional. Analisis kemudian

diperkuat oleh pendekatan teori SCP untuk menganalisa secara sederhana

bagaimana struktur organisasi pasar di dalam Pasar Tradisional.

3.4.2 Analisis Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor

Permasalahan Pasar Tradisional ditelaah melalui pendapat pedagang

mengenai persaingan, PKL dan Pasar Modern, masalah infrastruktur, dayabeli

konsumen, kenaikan harga barang-barang dan apa yang diharapkan pedagang

terhadap penanggung jawab Pasar. Kemudian dianalisis juga melalui pengawas

pasar, bagaimana permasalahan itu mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

3.4.3 Analisis Respon Pemerintah Kota Bogor terhadap Permasalahan Pasar Tradisional Kota Bogor

Peraturan Pemerintah baik pusat dan daerah memegang peranan penting

dalam suatu kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini, Perda maupun Perpres yang

akan ditelaah adalah yang berhubungan dengan pengaturan Pasar Tradisional.

Perda yang ditelaah adalah yang diklaim oleh pihak pengelola pasar sebagai solusi

atas permasalahan-permasalahan yang ada di Pasar Tradisional dan bagaimana

perencanaan ke depan dari pihak pengelola terhadap pelayanan kepada pedagang

(39)

Respon Pemerintah Kota Bogor dalam bentuk Perda dan aplikasinya

didalami dengan wawancara mendalam terhadap pihak yang bertanggung jawab,

yaitu PD Pasar Pakuan Jaya selaku penanggung jawab utama dalam kegiatan

penyelenggaraan Pasar Tradisional. Untuk memperkuat argumentasi, ditelaah juga

rekomendasi-rekomendasi dari lembaga-lembaga ekonomi asing yang mengkaji

bidang perkembangan Ritel dan Pasar di negara-negara di Asia seperti India. Hal

ini dilakukan sebagai perbandingan respon yang dilakukan di negara-negara yang

(40)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Kondisi Umum Kota Bogor

Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Udang-undang Nomor 16

Tahun 1950 setelah pengakuan kedaulatan RI. Selanjutnya pada tahun 1957 nama

pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1957. undang Nomor 18 tahun 1965 dan

Undang-undang No. 5 Tahun 1974 daerah Kota Bogor menjadi Kotamadya Daerah

Tingkat II Bogor. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor.

Kota Bogor terketak diantara 106 derajat 43‟30‟‟ Bujur Timur sampai

dengan 106 derajat 51‟00‟‟ Bujur Timur dan 30‟30‟‟ Lintang Selatan dampai

dengan 6 derajat 41‟00‟‟ Lintang Selatan serta mempunyai ketunggian rata-rata

minimal 190 meter dan maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang

lebih 58 kilometer.

Luas Wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha, dihuni lebih dari 820.707

jiwa. Secara Administratif kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31

kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa

Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210

dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu

sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec.

(41)

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten

Bogor.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten

Bogor.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin,

Kabupaten Bogor.

4.2. Perekonomian Kota Bogor

Berdasarkan data BPS, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor

tahun 2009 berada pada kisaran 6,02 persen. Pencapaian ini lebih baik dari laju

pertumbuhan ekonomi tahun 2008 yang mencapai 5,98 persen. Pertumbuhan

ekonomi Kota Bogor juga tergambar pada pertumbuhan angka PDRB atas dasar

harga yang berlaku di tahun 2009 yang mencapai Rp 12,294 triliyun.

Peningkatan makro pembangunan juga tergambar dari total investasi di

Kota Bogor tahun 2009 yang mencapai Rp 869,51 miliar, atau naik sebesar Rp

1,09 miliar dari investasi ditahun 2008 yang hanya mencapai Rp 868,42 miliar.

Sedangkan inflasi berhasil ditekan pada tingkat 6 persen dari inflasi tahun 2008

yang mencapai 14,20 persen. Namun menguatnya indikator makro pembangunan

belum diikuti oleh penurunan angka pengangguran. Sampai akhir tahun 2009

angka pengangguran di Kota Bogor masih berada di kisaran 15 persen atau naik

1,36 persen dari tahun 2008 yang mencapai 13,64 persen.

Dilihat dari sisi PDRB pertumbuhan ekonomi Kota Bogor memiliki laju

(42)

Perdagangan, Hotel, dan Restoran memiliki kontribusi paling besar dalam PDRB

yang kemudian diikuti oleh Sektor Industri Olahan.

Dalam data lebih lanjut, sub sektor Perdagangan Besar dan Eceran

memiliki share kontribusi PDRB yang cukup signifikan dibandingkan subsektor

lainnya di dalam Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran.

Tabel 4.1 PDRB Kota Bogor Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam milyaran rupiah)

Kode

Sektor Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

6 Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 1.029,07 1.071,27 1.140,88 1.205,23 1.267,52

a. Perdagangan Besar

dan Eceran 818,48 854,32 917,05 973,87 1.028,29

b. Hotel 19,43 20,66 21,98 23,40 23,93

c. Restoran 191,16 196,29 201,85 207,96 207,96

Sumber: BPS, 2009.

Perkembangan Sub Sektor Perdagangan erat kaitannya dengan

perkembangan sektor produksi yaitu pertanian dan industri. Selain itu juga

dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan dayabeli masyarakat.

4.2.1. Pasar Tradisional di Kota Bogor

Sebagian besar Pasar Tradisional dikelola oleh pemda kota setempat,

pada Kota Bogor, saat ini pengelolaan pasar diserahkan kepada PD Pasar Pakuan

Jaya mulai tahun 2010 dan dalam masa transisi dari UPTD Pengelolaan Pasar

menjadi PD Pasar Pakuan Jaya sampai dengan tahun 2012. PD Pasar Pakuan Jaya

memiliki 7 unit Pasar Tradisional untuk dikelola yang semua merupakan unit

Pasar Tradisional yang dikelola status pengelolaannya UPTD Pengelolaan Pasar,

(43)

Tabel 4.2. Tujuh Unit Pasar Tradisional Kota Bogor

No Nama Pasar Kelas Pasar

1 Pasar Baru Bogor Pasar Regional

2 Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar) Pasar Regional

3 Pasar Induk Jambu Dua Pasar Kota

4 Pasar Merdeka Pasar Kota

5 Pasar Sukasari (Pasar Gembrong) Pasar Kota

6 Pasar Gunung Batu Pasar Wilayah

7 Pasar Padasuka Pasar Wilayah

Sumber: PD Pasar Pakuan Jaya, 2010.

Dari 7 unit Pasar Tradisional, 6 unit Pasar merupakan Pasar Pengecer

yang beraktifitas selama 12 jam, mulai pukul 06.00 hingga pukul 18.00,

sedangkan Pasar Induk Jambu Dua adalah Pasar Grosir yang dapat beroperasi 24

jam. Pasar Induk Jambu Dua adalah Pasar Grosir hasil relokasi Pasar Induk

Ramayana yang ditutup secara resmi pada tanggal 10 Agustus 2000. Relokasi

tersebut kemudian memunculkan tawaran pihak swasta untuk mengelola Pasar

Tradisional, sehingga akhirnya Pasar Induk Ramayana direlokasi ke 3 tempat,

yaitu Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang, dan Pasar Grosir Cimanggu.

Selain relokasi Pasar Induk Ramayana, Pemerintah Kota Bogor juga

pernah membuat kebijakan untuk membangun pasar di setiap Kecamatan dan

memberikan tanggung jawab pengelolaan ke tingkat Kecamatan, yang

terealisasikan dengan pembangunan Pasar Tanah Baru di Kecamatan Bogor Utara,

Pasar Pamoyanan di Kecamatan Bogor Selatan, dan Pasar Bubulak di Kecamatan

Bogor Barat. Sayangnya ketiga Pasar Tradisional ini terhitung gagal menjadi

Pasar Tradisional dengan beberapa kios saja yang terisi dan sangat minimnya

pembeli. Bahkan Pasar Bubulak dialihfungsikan menjadi Terminal Bus Trans

(44)

4.2.2. Pasar Modern di Kota Bogor

Hingga tahun 2007, terdapat 12 unit Pusat Perbelanjaan Modern di Kota

Bogor, yaitu Pangrango Plaza, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, Botani

Square, Pusat GrosirBogor, ADA Swalayan, Plaza Jambu 2, Plaza Jembatan

Merah, Shangrilla Plaza, Dewi Sartika, Plaza Bogor, dan Plaza Bogor indah. Pasar

Modern atau Supermarket yang mendominasi wilayah Bogor adalah Giant dengan

toko yang dibuka di beberapa pusat perbelanjaan modern besar di Kota Bogor.

Giant juga memiliki Hipermarket yang lepas dari pusat perbelanjaan

modern, seperti Giant Taman Yasmin dan Giant Laladon. Dengan jumlah Pusat

Perbelanjaan Modern, Supermarket, dan Hipermarket sebanyak ini dan akan terus

bertambah, posisi Pasar Modern semakin mendekati Pasar Tradisional. Terbukti

beberapa Pasar Tradisional justru diapit oleh beberapa Pasar Modern dengan

(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kinerja Bisnis Pasar Tradisional Kota Bogor

Untuk memahami kondisi terkini mengenai kegiatan perdagangan di Pasar

Tradisional di Kota Bogor, perlu dilakukan analisa terhadap dua komponen

penyelenggaraan Pasar Tradisional, yaitu dari sisi pengelola dan sisi pedagang.

Pada penelitian ini penarikan sampel dilakukan di dua pasar, yaitu Pasar Baru

Bogor dan Pasar Induk Kemang. Perbedaan keduanya terletak dari skala usaha

pedagangnya (Pasar Baru Bogor tergolong Pasar Pengecer dan Pasar Induk

Kemang tergolong Pasar Grosir) dan pengelola utamanya (Pasar Baru Bogor

dikelola oleh pemerintah dan Pasar Induk Kemang dikelola oleh swasta).

5.1.1. Perkembangan Penyelengaraan Pasar Tradisional di Kota Bogor

Pengelolaan Pasar Tradisional dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor

dengan menunjuk dinas tertentu yang bertanggung jawab untuk menjalankan

pengaturannya. Berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 1991 tentang Pengaturan

Pasar di Wilayah Kota Bogor, Pemda Kota Bogor menunjuk Dinas Pengelolaan

Pasar (DPP) sebagai dinas yang mengelola Pasar Tradisional dan bertanggung

jawab langsung kepada Walikota. Pada tahun 2001, DPP diubah menjadi Unit

Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengelolaan Pasar dan berada di bawah

tanggung jawab Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi

(Disperindagkop).

Pada tahun 2008, dicetuskan ide pembentukan Perusahaan Daerah

(46)

Jakarta dengan membentuk PD Pasar Jaya. Kemudian atas Perda Kota Bogor

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya, 7

unit UPTD Pengelolaan Pasar yang tersebar di 7 Pasar Tradisional di bawah

tanggung jawab Disperindagkop Kota Bogor dialihkan menjadi PD Pasar Pakuan

Jaya yang bertanggung jawab langsung ke Walikota Bogor.

Pengelolaan pasar oleh pihak pihak swasta juga terbuka. Di kota Bogor,

terdapat dua pengelola pasar swasta, yaitu PT Mayo Waya yang mengelola Pasar

Grosir Cimanggu dan PT. Galvindo Ampuh yang mengelola Pasar Induk Kemang.

Kedua pengelola ini masuk menjadi pengelola pasar setelah pemerintah

menyetujui tawaran ekspansi dari relokasi Pasar Induk Ramayana, sehingga

relokasi yang tadinya direncanakan hanya menjadi Pasar Induk Jambu Dua

menjadi tiga unit Pasar Grosir. Namun pada saat ini, hanya dua pasar yang

terhitung aktif menjadi Pasar Grosir, yaitu Pasar Induk Jambu Dua dan Pasar

Induk Kemang. Pasar Grosir Cimanggu berada dalam status ditinggalkan oleh

pengembang atau pengelolanya karena sangat sedikitnya pedagang yang

berdagang di pasar tersebut.

Pengelolaan oleh pihak swasta diatur dalam Perda Kota Bogor Nomor 7

Tahun 2005 Bab VI. Pada Pasal 6 ayat 3 dan Pasal 8 ayat 1 Perda tersebut

dijelaskan bahwa penyelenggaraan pasar merupakan tanggung jawab Pemerintah

Daerah, pengelolaan pasar di atas lahan milik Pemerintah Daerah dapat

dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan kerjasama dengan Pemerintah Daerah

setelah mendapat izin dari DPRD. Kontribusi pihak ketiga terhadap PAD Kota

Bogor berupa pajak yang dibayarkan kepada Dinas Pendapatan Daerah dilakukan

(47)

5.1.2 Tatakelola Pasar Tradisional

Pada dasarnya, tugas utama pengelola pasar, baik pengelola swasta

maupun pemerintah adalah memberikan fasilitas berupa tempat berdagang bagi

pedagang pasar tradisional yang telah membeli atau menyewa kios. Secara

spesifik, pengelolaan pedagang oleh pemerintah diatur dalam Perda Kota Bogor

Nomor 7 tahun 2005. Untuk bisa berdagang di pasar-pasar yang dikelola oleh PD

Pasar Pakuan Jaya Pedagang harus memiliki dua izin khusus dari pemerintah,

yaitu BHPTB dan IPTB. Buku Hak Pemakaian Tempat Berdagang (BHPTB)

adalah bukti pedagang yang telah melunasi pembayaran tempat berdagang dalam

areal pasar, berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Kartu Izin Pemakaian

Tempat Berdagang (KIPTB) adalah kartu bukti perizinan pedagang yang

mempergunakan tempat berdagang dalam areal pasar yang berlaku selama 1 tahun

dan dapat diperpanjang.

Setiap pedagang yang memakai tempat berdagang di pasar Pemerintah

Daerah dalam areal pasar mempunyai hak sebagai berikut:

a. memperoleh jasa pelayanan fasilitas pasar

b. memperoleh pelayanan administrasi

c. memperoleh pelayanan pemeliharaan pasar

d. memperoleh pelayanan kebersihan dan keamanan

Selain itu, pedagang yang memakai tempat berdagang di pasar

(48)

a. mempergunakan tempat berdagang sesuai fungsinya paling lambat 15 hari

kalender sejak diterbitkannya KIPTB.

b. memperdagangkan jenis barang atau jasa sesuai dengan komoditi yang telah

ditetapkan

c. mengatur penempatan jenis barang dengan rapi dan tidak membahayakan

keselamatan umum serta tidak melebihi batas tempat berdagang yang menjadi

haknya

d. menjaga dan memelihara keamanan, ketenteraman, ketertiban, dan kebersihan

di sekitar tempat berdagang

e. menyediakan alat pemadam kebakaran, tempat sampah basah dan kering, dan

alat-alat kebersihan

f. membuang sampah ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Sementara yang

disediakan oleh Pemerintah Daerah

g. membayar retribusi sesuai peraturan perundang-undangan

h. membayar biaya pemakaian listrik, air, serta fasilitas pasar lainnya

i. mencegah terjadinya praktek perjudian dan perbuatan maksiat lainnya di

sekitar tempat berdagang

Penarikan retribusi harian berupa retribusi sesuai aturan daerah (Perda

Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2006) serta biaya listrik, air, dan fasilitas lainnya,

dilakukan setelah satu jam Pasar Tradisional beroperasi atau pukul 07.00.

(49)

jam kegiatan namun tidak mendapatkan fasilitas layanan dari pengelola pasar,

seperti unit keamanan dan kebersihan.

Di sisi lain, pengelolaan Pasar Tradisional oleh swasta tidak diatur dalam

Perda Kota Bogor. Hak dan kewajiban pedagang di Pasar Tradisional Swasta,

dalam hal ini Pasar Induk Kemang yang dikelola PT. Galvindo Ampuh tidak jauh

berbeda dengan hak dan kewajiban pedagang di Pasar Tradisional Pemerintah.

Pedagang Pasar Pasar Induk Kemang mendapat hak untuk menyewa los dan kios

berdasarkan izin yang dilakukan ke pihak PT. Galvindo Ampuh. Pedagang yang

mendapat izin memiliki hak untuk berdagang, mendapat layanan fasilitias unit

kebersihan dan keamanan.

Pedagang berkewajiban membayar retribusi harian berupa sewa kios/los,

kebersihan, dan keamanan. Menurut pengakuan pedagang-pedagang di Pasar

Induk Kemang, harga sewa dan retribusi harian secara keseluruhan tidak begitu

membebani terutama jika dibandingkan dengan retribusi yang dikenakan kepada

pedagang-pedagang di Pasar Induk di luar Kota Bogor.

5.1.3 Kondisi Umum Pedagang Pasar Tradisional

Penelitian ini mengambil responden pedagang-pedagang dari dua unit

Pasar Tradisional, yaitu Pasar Baru Bogor sebagai Pasar Pengecer dan Pasar

Induk Kemang sebagai Pasar Grosir. Kondisi umum pedagang dianalisis untuk

melihat perkembangan pedagang pasar tradisional berdasarkan perbandingan

dengan ciri khas pedagang pasar yang seringkali disampaikan dalam

literatur-literatur, seperti pada Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005. Pasar Tradisional

(50)

manajemen yang sederhana dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, ataupun

tenda yang diisi oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi, dengan proses jual

beli melalui tawar menawar.

Berdasarkan jumlah responden dan hasil pengamatan, Pasar Baru Bogor

memiliki proporsi pedagang yang cukup beragam. Sebagian besar pedagang Pasar

Baru Bogor menjual komoditas yang biasa dijual di Pasar Tradisional seperti

sayuran segar, bahan kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan bahan makanan

(bumbu masakan), seperti cabai dan rempah-rempah. Penjual ikan, baik ayam

potong, daging sapi, daging kambing dan buah-buahan juga memiliki proporsi

yang cukup tinggi. Kemudian terdapat cukup banyak pedagang yang menjual

komoditi seperti kelapa santan, tahu tempe, telur dan beras. Sebagian kecil

pedagang memiliki komoditas lebih spesifik seperti masakan matang, daging

olahan, wadah plastik untuk keperluan katering, bahan untuk dagangan bakso, dan

lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk Pasar Besar atau Pasar Kelas I,

Pasar Baru Bogor memang menyediakan komoditas-komoditas yang cukup

lengkap.

Pasar Induk Kemang, adalah Pasar Grosir yang sebagian besar

penjualnya adalah pedagang grosiran sayur mayur, seperti tomat, jagung, kol,

sawi dan lainnya. Sebagian lainnya adalah penjual bahan-bahan masakan seperti

rempah-rempah dan cabai. Kemudian terdapat sebagian kecil pedagang yang

berjualan buah seperti jeruk. Pasar Induk Kemang sebagai pasar grosir belum bisa

dianggap selengkap Pasar Induk sejenis seperti Pasar Induk Kramat Jati karena di

(51)

Dalam penelitian, berdasarkan Gambar 5.1a, Toko Kecil atau Warung

merupakan pangsa pembeli terbesar, baik dalam hal jumlah konsumen maupun

jumlah barang yang dibeli di Pasar Baru Bogor. Sebanyak 33 persen dari

responden Pasar Baru Bogor mengaku bahwa pelanggan utama mereka adalah

Toko Kecil atau Warung yang berjualan di sekitar komplek perumahan, ataupun

mengaku bahwa komoditas mereka dibeli untuk dijual kembali oleh pembelinya.

Jika proporsi pelanggan Toko Kecil, pemilik rumah makan/katering dan

pedagang keliling digabungkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa 70 persen

responden pedagang Pasar Baru Bogor barang dagangannya dibeli secara

borongan untuk dijual kembali dengan atau tanpa merubah bentuk awalnya. Hal

ini juga dapat disimpulkan walaupun Pasar Baru Bogor bukan Pasar Grosir,

namun barang dagangannya masih dalam rantai distribusi ke pedagang pengecer

yang lebih kecil sebelum akhirnya sampai ke konsumen.

Sumber: Data Primer, diolah.

(52)

Sesuai dengan statusnya sebagai Pasar Grosir, pelanggan utama Pasar

Induk Kemang adalah pasar kecil atau pasar pengecer sebesar 50 persen, diikuti

oleh Toko sebesar 33 persen, lalu pengusaha Rumah Makan sebanyak 17 persen.

Saat ini pembeli potensial kebanyakan berasal dari Kota Bogor dan sekitarnya

Sumber: Data Primer, diolah.

Gambar 5.1b Proporsi Pelanggan Utama Pasar Induk Kemang

Tabel 5.1b menunjukan pemasok utama dari pedagang di kedua Pasar

Tradisional. Pasar Baru Bogor sebagai pasar pengecer, sebanyak 53,33 persen

responden pedagangnya menggunakan jasa agen atau pemasok profesional untuk

mendapatkan komoditi barang tertentu. Biasanya agen tersebut mengirimkan

langsung komoditi kepada pedagang Pasar Baru Bogor, agen-agen ini berasal dari

berbagai penjuru Jawa, mulai dari Bandung, sampai dengan Jawa Timur.

Sebagian adalah agen untuk komoditi yang tidak ditanam di sekitar Bogor.

Sebesar 26,67 persen responden Pasar Baru Bogor membeli barang

dagangannya dari Pasar Grosir di sekitar Bogor, untuk komoditi sayur-sayuran

(53)

Kemang, sedangkan untuk komoditi seperti Ikan, pedagang membeli di Pasar

Induk Muara Angke. Hanya sebesar 13,33 persen pedagang yang memiliki akses

untuk memperoleh komoditi langsung dari produsennya, pedagang-pedagang ini

biasanya adalah pedagang daging ayam atau sapi yang mengambil barang

langsung dari peternakan ataupun Rumah Potong Hewan (RPH) di Bogor dan

sekitarnya. 6,67 persen pedagang yang memproduksi barang dagangannya sendiri

biasanya adalah pedagang masakan matang ataupun beberapa pengusaha tahu dan

tempe yang menjual langsung barang produksinya. Pada Pasar Induk Kemang,

hampir semua pedagang mengandalkan Agen atau Pemasok Profesional untuk

memperoleh komoditinya.

Tabel 5.1 juga menjelaskan mengenai metode pembayaran pasokan

barang yang datang. Pada Pasar Baru Bogor, metode pembayaran tunai dan kredit

memiliki proporsi yang hampir serupa. Metode pembayaran kredit yang biasa

diterapkan umumnya penundaan pembayaran selama beberapa hari hingga

seminggu, ataupun pembayaran uang muka pada hari ini kemudian dilunasi esok

Gambar

Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Kinerja Pasar Tradisional
Tabel 4.1 PDRB Kota Bogor Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (dalam milyaran rupiah)
Tabel 4.2. Tujuh Unit Pasar Tradisional Kota Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh revitalisasi pasar tradisional terhadap kinerja pedagang pasar di Kota Denpasar dan untuk

Tugas akhir dengan judul “ ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL SEBELUM DAN SETELAH KEBERADAAN PASAR MODERN DI KELURAHAN BLIMBING KOTA MALANG

Hasil penelitian menunjukkan 28 dari 45 sampel usus ayam kampung (Gallus domesticus) yang diperiksa di pasar tradisional Jakarta dan Bogor positif mengalami kecacingan..

Program revitalisasi pasar tradisional juga menyentuh tata kelola (kelembagaan) pasar. Mewujudkan pasar yang profesional haruslah dikelola dengan manajemen yang terpadu dimana

1) Produk memberikan pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen di pasar tradisional Anyar Bogor. Agar pengunjung di pasar tradisional Anyar Bogor meningkat, diharapkan.. bagi

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat secara umum kondisi pedagang sayur lesehan di pasar tradisional Kemiri sebagai berikut : modal yang mereka gunakan dalam

Kualitas sayur dan buah pasar tradisional cenderung kurang baik dari segi rasa, ketersediaan, ukuran, kemasan dan variasinya. Para pedagang akan menjual sayur dan

Tabel 24 menggambarkan persepsi pedagang terhadap pengelolaan pasar oleh PD. Pasar Pakuan Jaya. Pedagang mempersepsikan bahwa secara umum kinerja PD. Pasar Pakuan