• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL DI KOTA BOGOR DYAH ARUM ISTININGTYAS A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL DI KOTA BOGOR DYAH ARUM ISTININGTYAS A"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA BOGOR

DYAH ARUM ISTININGTYAS

A14303046

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN

SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

DYAH ARUM ISTININGTYAS. Analisis Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor. Di bawah bimbingan ACENG HIDAYAT.

Adanya kebijakan otonomi telah mengarahkan kebijakan pembangunan Kota Bogor pada upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan potensinya pada sektor perdagangan dan jasa. Kebijakan yang dilakukan Pemda Kota Bogor untuk meningkatkan kontribusi sektor perdagangan adalah meningkatkan aktivitas pasar-pasar tradisional. Program khusus bagi pengembangan pasar tradisional, yaitu pemindahan Pasar Ramayana ke Pasar Jambu Dua, Pasar Induk Kemang dan Pasar Cimanggu dan pembangunan empat unit pasar tradisional yaitu Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan, Pasar Katulampa dan Pasar Bubulak. Namun hasil program tersebut ternyata hanya Pasar Kemang yang berfungsi sebagai pasar induk dan ketiga pasar yang telah dibangun (Pasar Tanah Baru, Pasar Bubulak dan Pasar Pamoyanan) tidak berfungsi sama sekali.

Penelitian ini menggunakan tiga analisis. Analisis stakeholders dilakukan untuk mengetahui tingkat keterlibatan, kepentingan dan pengaruh dari seluruh stakeholders yang terkait dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui penyebab kegagalan kebijakan, apakah proses penyusunannya yang tidak tepat atau penerapannya yang tidak berjalan dengan baik. Analisis PHA digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan pasar tradisional yang tepat di Kota Bogor sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah.

Berdasarkan hasil analisis stakeholders, stakeholders yang terkait dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional, yaitu Bapeda, Disperindagkop, masyarakat pedagang, UPTD, pengelola swasta, Dispenda, DLHK dan DTKP. Stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan tertinggi adalah Bapeda dan Disperindagkop sedangkan masyarakat pedagang dan UPTD memiliki kepentingan tinggi namun pengaruhnya rendah. Dispenda, DLHK dan DTKP memiliki kepentingan yang rendah dan pengaruh yang tinggi. Pengelola pasar swasta memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang rendah.

Hasil dari analisis deskriptif menunjukkan bahwa kegagalan kebijakan disebabkan karena proses penyusunan dan perencanaan kebijakan yang kurang tepat sehingga menyebabkan penerapannya yang kurang tepat pula. Kriteria utama yang menyebabkan proses pembuatan kebijakan pengembangan pasar tradisional kurang tepat yaitu keterlibatan stakeholders dan proses penyusunan kebijakan pengembangan pasar tradisional yang benar. Kriteria utama yang menyebabkan penerapan kebijakan pengembangan pasar tradisional kurang tepat yaitu penerapan perencanaan pengembangan pasar tradisional secara efektif dan efisien.

Berdasarkan hasil kajian, maka dapat ditarik kesimpulan secara khusus bahwa dari hasil analisis stakeholders menunjukkan bahwa tidak semua stakeholders yang berkepentingan dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional dilibatkan dalam proses perencanaan dan penerapan kebijakan. Sehingga adanya kegagalan dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional disebabkan karena tidak dilibatkannya seluruh stakeholders yang berkepentingan terhadap kebijakan ini.

(3)

Hasil analisis PHA menunjukkan bahwa aspek yang paling penting dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional secara berurutan yaitu aspek ekonomi, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek teknis. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek ekonomi yaitu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan pedagang dan masyarakat dan meningkatkan PAD. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek manajemen yaitu penataan dan pembinaan PKL, meningkatkan manajemen pengelolaan pasar tradisional secara profesional, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan membentuk pasar tradisional menjadi usaha yang efisien. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek sosial yaitu terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi konsumen, menciptakan pasar yang berdaya saing sehingga lebih kompetitif dan mengurangi potensi konflik dengan masyarakat. Kriteria-kriteria yang penting dalam aspek teknis yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar dan kondisi fisik pasar yang lebih bersih dan rapi. Prioritas alternatif strategi dalam pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor yaitu pembentukan PD. Pasar, pemberdayaan pedagang dan pengelola pasar, pendistribusian PKL ke pasar-pasar yang telah dibangun, pembangunan pasar lingkungan, menjalin kemitraan dengan UKM dan koperasi, pemberian bantuan kredit dan pembentukan forum komunikasi.

(4)

ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL

DI KOTA BOGOR

Oleh :

DYAH ARUM ISTININGYAS

A14303046

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN

SUMBERDAYA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor

Nama : Dyah Arum Istiningtyas

NIM : A14303046

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP. 132 007 149

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL DI KOTA BOGOR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2008

Dyah Arum Istiningtyas A14303046

(7)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 3 November 1985 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, keluarga Bapak Totok Djoko Winarto dan Ibu Kisnani, SmPh. Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri X Semarang pada tahun 1997 kemudian penulis melanjutkan pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 21 Semarang pada tahun 1997-2000. Pendidikan Tingkat Atas diselesaikan penulis di SMU Negeri 3 Semarang pada tahun 2003. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2003 pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan (2005/2006). Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) periode 2004 – 2005 dan berbagai kepanitiaan di IPB. Penulis juga menjadi Finalis dalam Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) Tahun 2007 dengan judul tulisan “Ketidakmampuan Kinerja Subsidi Pupuk Urea dalam Mewujudkan Kesejahteraan Petani di Provinsi Jawa Barat”.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan rizkiNya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor” dengan menggunakan analisis kualitatif deskriptif dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pihak yang terlibat dalam kebijakan dan penyebab dari belum berhasilnya kebijakan serta merumuskan strategi pengembangan yang tepat untuk pasar tradisional di Kota Bogor. Harapan penulis adalah agar karya ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak khususnya yang terkait dengan penulisan ini.

Bogor, Januari 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, berkah, hidayah, dan rizki yang telah membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala dukungan moril maupun materiil, doa, serta kerjasama yang telah diberikan selama ini kepada:

1. Kedua orangtua yaitu Bapak dan Mami tersayang atas cinta, motivasi, dorongan dan kesabaran yang telah diberikan selama membesarkan saya. 2. Kakak saya Mbak Wening atas ketegarannya menghadapi hidup dan

mimpi-mimpinya yang telah membuka jalan untukku. We can do it sis...

3. Mas Daya dan Mbak Eni atas segala kasih sayang dan curahan doa yang terus mendukung saya selama ini.

4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dengan sabar, serta telah memberikan arahan, saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi.

5. Ir. Nindyantoro, Msp atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama pada sidang ujian skripsi dengan arahan pada substansi penelitian.

6. A. Faroby Falatehan, SP. ME atas kesediaannya menjadi dosen penguji akademik pada sidang skripsi dengan kritik sarannya.

7. Mbak Pini atas kesabarannya membantu saya menyelesaikan semuanya. 8. Naufal Isnaeni, S.Si. dari Bapeda Kota Bogor, Irwan Riyanto dan Anwar

Yuswadi dari Disperindagkop Kota Bogor.

9. Alan Tandiyar dari DTKP Kota Bogor, Rike Ratina dari Dispenda Kota Bogor.

10. Yayat Sukrina beserta staf dari UPTD Jambu Dua atas data-data dan informasi yang diberikan.

11. Mas Erwien atas kesabaran dan kebaikannya telah menemani hari-hari turun lapang. Terimakasih. It’s time for you to take the way. I Believe in you always. 12. Sahabat sejatiku ’Genk Gonjrenk’ : Adis, Ok, Dyah, Tuti, Dessy dan Fahma.

Pada akhirnya kita akan menapaki jalan masing-masing, tapi kalian selalu menjadi teman terbaikku.

(10)

13. Teman-teman di ’Tri Regina’ : Ochie, Dattu, Iin, Wiwik, Ira, Faiq, Dewi, Silvi, Prista, INMTers, Mbak Dhona, Mbak Uwie, Mbak Aida, Mbak Lury. 14. Rekan-rekan EPS 40 atas pengalaman dan kekompakannya (Fitrina, Hanum,

Ari, Puri, Angke, Andi, Dara, Hamna, Reni, Yudha dan Ainun).

15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Analisis Kebijakan ... 8

2.2. Otonomi Daerah ... 9

2.3. Pasar Tradisional ... 10

2.4. Studi Terdahulu ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 15

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 18

3.4. Metode Pemilihan Responden ... 19

3.5. Metode Analisis Data ... 20

3.5.1. Analisis Stakeholders ... 20

3.5.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional... 26

3.5.3. Proses Hierarki Analisis ... 26

3.5.4. Struktur Hierarki Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional ... 33

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

4.1 Keadaan Perekomian Wilayah Kota Bogor ... 38

4.2 Visi dan Misi Kota Bogor ... 40

4.3 Kebijaksanaan Pengelolaan Pasar di Wilayah Kota Bogor ... 42

4.2.1 Pasar Besar ... 43

4.2.2 Pasar Sedang ... 44

4.2.3 Pasar Kecil ... 45

V. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL .... 48

5.1 Proses Perencanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional 48 5.2 Penerapan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional ... 50

5.2.1. Pemindahan Pasar Induk Ramayana ... 50

5.2.2. Pembangunan Pasar Tradisional ... 54

5.2.3. Program Pendukung Lainnya ... 58

(12)

VII. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN

PASAR TRADISIONAL ... 71

7.1 Analisis Proses ... 71

7.2 Analisis Penerapan Kebijakan ... 81

7.3 Hubungan antara Analisis Proses dan Analisis Penerapan ... 86

VIII.STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL ... 87

8.1. Prioritas Aspek Pengembangan Pasar Tradisional ... 87

8.2. Prioritas Kriteria Pengembangan Pasar Tradisional ... 88

8.2.1. Aspek Ekonomi ... 88

8.2.2. Aspek Manajemen ... 89

8.2.3. Aspek Sosial ... 90

8.2.4. Aspek Teknis ... 91

8.3. Prioritas Alternatif Strategi dalam Pengembangan Pasar Tradisional ... 92

8.4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional ... 95

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

9.1 Kesimpulan ... 99

9.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar

Harga Konstan (Tahun 2000) Tahun 2001 – 2005 ... 2

2. Tabel Jumlah Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor ... 5

3. Tabel Pengumpulan Data ... 19

4. Tabel Analisis Stakeholders ... 23

5. Tabel Nilai Skala Banding Berpasangan ... 29

6. Tabel Matriks Pendapat Individu ... 30

7. Tabel Matriks Pendapat Gabungan ... 30

8. Tabel Daftar Nilai Random Indeks ... 32

9. Tabel Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2005 .. 38

10. Tabel Besarnya Tarif Retribusi Pasar di Wilayah Kota Bogor ... 47

11. Tabel Hasil Analisis Stakeholders dalam Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 61

12. Tabel Analisis Proses Perencanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional ... 74

13. Tabel Pertumbuhan Penduduk dan Persebaran Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Bogor Tahun 2005 ... 76

14. Tabel Analisis Hasil Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional ... 82

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 17

2. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ... 23

3. Gambar Pasar Induk Jambu Dua... 52

4. Gambar Pasar Grosir Cimanggu ... 53

5. Gambar Pasar Induk Kemang ... 54

6. Gambar Pasar Tanah Baru ... 56

7. Gambar Pasar Pamoyanan ... 57

8. Gambar Pasar Bubulak... 58

9a. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 62

9b. Gambar Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders pada Kondisi Ideal dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 68

10. Gambar Peringkat (%) Faktor Penyebab Ketidakberhasilan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional dari Segi Proses Pembuatan Kebijakan ... 72

11. Gambar Peringkat (%) Faktor Penyebab Ketidakberhasilan Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional dari SegiPenerapan Kebijakan ... 81

12. Gambar Prioritas Aspek Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 87

13. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Ekonomi dalam Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 88

14. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Manajemen dalam Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 89

15. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Sosial dalam Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 91

16. Gambar Prioritas Kriteria pada Aspek Teknis dalam Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 92

17. Gambar Prioritas Alternatif Strategi dalam Pengembangan Pasar Tradisional di Kota Bogor ... 93

18a. Gambar Kondisi Pasar Tradisional yang Kotor, Becek dan Tidak Rapi ... 95

18b. Gambar Kondisi Pasar Modern yang Bersih, Nyaman dan Rapi.... 95

19a. Gambar Pasar Modern BSD dari Depan Tampak Bersih dan Menarik ... 96

19b. Gambar Kondisi Pasar BSD yang Bersih, Tidak Becek dan Rapi.. 96

19c. Gambar Label Jenis Komoditi yang Dijual pada Tiap Lorong di Pasar BSD ... 96 19d. Gambar Interaksi Sosial antara Penjual dan Pembeli di Pasar BSD 96

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan arah baru dalam pembangunan nasional yang bersifat top down menjadi bottom up. Masing-masing daerah diberi kesempatan untuk melaksanakan proses pembangunan yang didasarkan pada ide-ide, nilai-nilai sosial, teknologi serta potensi sumberdaya lokal. Hal ini menuntut adanya peran aktif pemerintah daerah dalam berbagai kebijakan untuk menggali, mengembangkan dan mengelola potensi sosial ekonominya dalam rangka memperkuat pembangunan yang berkelanjutan.

Perkembangan otonomi daerah telah membawa sejumlah implikasi terhadap perubahan fungsi-fungsi pemerintah daerah dalam berbagai kebijakan, baik dalam kelembagaan, pemanfaatan dan penggalian sumber daya alam, sumber daya manusia serta sumber-sumber kegiatan ekonomi di berbagai bidang. Pemerintah daerah harus dapat menggali seluruh potensi yang ada di dalam pengelolaan keuangan melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber-sumber keuangan lainnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan sehingga diharapkan daerah dapat berkembang secara mandiri.

Kebijakan pembangunan Kota Bogor berdasarkan otonomi daerah diarahkan pada upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan titik berat pada pembangunan ekonomi. Salah satu potensi yang dominan dalam menunjang pembangunan Kota Bogor adalah sektor perdagangan. Sektor ini mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Bogor dan memberikan kontribusi sebesar 31,20 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto

(16)

(PDRB) Kota Bogor (Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2003), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Tahun 2000) Tahun 2001 – 2005

(Jutaan Rupiah)

No Sektor 2001 2002 2003 2004* 2005**

1 Pertanian 10.755,40 11.094,84 11.642,98 12.193,68 12.716,02

2 Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Industri Pengolahan* 779.846,18 827.318,66 881.718,49 940.062,95 1.002.371,58

4 Listrik, Gas dan

Air Bersih 85.758,27 91.743,05 98.132,83 105.087,61 112.491,06

5 Bangunan 227.279,58 234.466,55 244.414,67 255.205,11 266.037,24

6 Perdagangan, Hotel

dan Restoran 908.410,21 949.697,09 988.571,26 1.029.072,26 1.071.266,44

7 Pengangkutan dan Komunikasi 264.303,07 281.187,90 301.110,33 322.575,82 344.684,12

8 Keuangan, Persewaan,

dan Jasa Perusahaan 325.512,18 358.608,64 398.668,99 441.570,29 489.525,24

9 Jasa-jasa 221.565,32 232.720,65 243.925,99 255.671,20 268.139,21

Produk Domestik

Regional Bruto 2.823.430,21 2.986.837,37 3.168.185,54 3.361.438,93 3.567.230,91 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2005

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara

Tabel 1 menunjukkan bahwa kegiatan perekonomian di Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran khususnya sektor perdagangan besar dan eceran yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2005. Pembenahan aspek ekonomi diarahkan pada upaya mewujudkan Kota Bogor sebagai bursa perdagangan komoditi penting di tingkat regional, nasional dan internasional (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, 2000). Kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Bogor untuk meningkatkan kontribusi sektor perdagangan dan jasa adalah melalui peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana perekonomian yang ada di Kota Bogor. Salah satu strategi yang dilaksanakan oleh Pemda Kota Bogor yaitu dengan meningkatkan aktivitas pasar-pasar tradisional sebagai basis kekuatan ekonomi rakyat. Pengembangan pasar-pasar tradisional diarahkan pada penyediaan lahan,

(17)

pembangunan dan pemanfaatan pasar tradisional di setiap kecamatan sebagai sentra ekonomi.

Pemerintah Daerah Kota Bogor telah melaksanakan program khusus bagi pengembangan pasar tradisional selama periode tahun 1999 sampai tahun 2004, yaitu pemindahan pusat perdagangan regional dari pusat kota ke daerah pinggiran dan pengembangan pasar-pasar tradisional di setiap kecamatan. Implementasi dari program tersebut adalah pemindahan Pasar Induk Ramayana yang berada di pusat kota ke Pasar Induk Jambu Dua, Pasar Induk Kemang dan Pasar Grosir Cimanggu serta pembangunan pasar tradisional minimal terdapat satu unit pasar di tiap kecamatan (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, 2005). Program ini dibuat supaya kegiatan perdagangan regional di Kota Bogor tidak hanya terkonsentrasi di pusat kota namun juga di daerah pinggiran yang memiliki tingkat aksesibilitas tinggi, dan dengan pengembangan kegiatan perdagangan lokal di tiap kecamatan akan membantu tercapainya pemerataan kegiatan ekonomi di seluruh kota.

Pada kenyataannya pelaksanaan program yang ditetapkan Pemda Kota Bogor tidak berjalan secara optimal. Kegagalan program tersebut di antaranya adalah tidak berfungsinya Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu sebagai pengganti Pasar Induk Ramayana. Pasar Induk Ramayana yang berada di tengah kota telah menimbulkan kemacetan lalu lintas sehingga pemerintah kemudian menutup Pasar Induk Ramayana dan memindahkan para pedagang di pasar tersebut ke Pasar Jambu Dua, Cimanggu dan Kemang. Tetapi setelah kepindahan lokasi Pasar Induk Ramayana ke ketiga lokasi pasar induk alternatif, hanya Pasar Kemang yang berfungsi sebagai pasar induk. Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu berfungsi sebagai pasar pengecer. Dampak dari perpindahan lokasi

(18)

Pasar Induk Ramayana secara umum menyebabkan penurunan volume penjualan di pasar-pasar pengecer Kota Bogor sehingga penerimaan pedagang pun menurun. Pasar Cimanggu dan Pasar Jambu Dua mengalami penurunan volume penjualan yang paling besar yaitu sebesar 86.63 persen dan 82.53 persen. Hal ini disebabkan karena sepinya pembeli di kedua pasar tersebut (Kartini, 2002).

Kebijakan lain yang ditempuh sebagai upaya untuk memeratakan pembangunan ekonomi yaitu pembangunan empat unit pasar tradisional di empat kecamatan yaitu di Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor Utara. Sampai tahun 2001 dari empat pasar tradisional yang akan dibangun yaitu Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan, Pasar Katulampa dan Pasar Bubulak, baru dua pasar saja yang telah terealisasi yaitu Pasar Tanah Baru dan Pasar Pamoyanan dan hanya satu pasar saja yang sudah berfungsi yaitu Pasar Tanah Baru. Meskipun pada kenyataannya perkembangan tersebut belum optimal, karena kios yang terisi di Pasar Tanah Baru hanya sepuluh kios dari 120 kios yang ada. Sampai saat ini belum ada pemungutan tarif retribusi yang dilakukan oleh pihak pengelola pasar. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dari rencana dan implementasi kebijakan Pemda Kota Bogor untuk mengetahui penyebab kegagalan kebijakan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Letak Kota Bogor yang dekat dengan Jakarta menyebabkan Bogor mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang pesat yaitu sebesar 20,41 persen pada tahun 2003 dengan kegiatan utamanya adalah sektor perdagangan (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, 2005). Perda No 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun 1999-2009 menyatakan bahwa salah satu fungsi utama Kota Bogor adalah sebagai kota perdagangan. Untuk mengimbangi

(19)

laju pertumbuhan Kota Bogor yang sedemikian pesat khususnya pada sektor perdagangan dan jasa maka prioritas pembangunan yang perlu diutamakan yaitu meningkatkan aktivitas perdagangan melalui pembangunan dan perbaikan sarana publik.

Salah satu kebijakan yang ditempuh Pemda Kota Bogor dalam mengembangkan sektor perdagangan yaitu dengan kebijakan pengembangan pasar tradisional. Kebijakan pengembangan pasar tradisional yang dilaksanakan tersebut ternyata tidak berjalan secara optimal. Hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah pedagang yang mengisi kios-kios yang tersedia di pasar-pasar tradisional Kota Bogor. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat beberapa pasar tradisional di Kota Bogor yang jumlah pedagangnya kurang dari 50 persen dari total kios dan los yang disediakan di pasar tersebut. Pasar-pasar tersebut di antaranya yaitu Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka dan Pasar Tanah Baru. Kios yang terisi paling sedikit terjadi pada Pasar Tanah Baru, sehingga dapat disimpulkan bahwa program pengembangan pasar tradisional yaitu pembangunan pasar tradisional baru belum mencapai hasil yang diharapkan.

Tabel 2. Jumlah Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor

NO PASAR JUMLAH KIOS JUMLAH KIOS TERISI (%)

1 Pasar Kebon Kembang 2.343 2.168 92.53

2 Pasar Bogor 2.250 1.179 52.4

3 Pasar Jambu Dua 756 335 44.31

4 Pasar Merdeka 601 208 34.61

5 Pasar Sukasari 275 140 51

6 Pasar Padasuka 220 214 97.27

7 Pasar Gunung Batu 203 198 97.54

8 Pasar Tanah Baru 120 10 8.33

9 Pasar Kemang 104 63 60.58

TOTAL 6.872 4452 64.79

(20)

Berdasarkan fakta yang diuraikan di atas, maka untuk itu perlu diketahui: 1. Bagaimana kepentingan dan pengaruh dari stakeholders yang terlibat dalam

kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor?

2. Apa penyebab dari belum berhasilnya kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor? Apakah hal ini disebabkan oleh proses penyusunan program pengembangan pasar tradisional yang kurang tepat? Atau penerapannya yang tidak berjalan dengan baik?

3. Bagaimana rencana dan strategi pengembangan pasar tradisional yang tepat untuk Kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi kepentingan dan pengaruh dari stakeholders yang terlibat dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor.

2. Menganalisis penyebab dari belum berhasilnya kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor.

3. Menganalisis rencana dan strategi pengembangan pasar tradisional yang tepat untuk Kota Bogor.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk : 1. Bagi Pemerintah Daerah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam rangka pengembangan pasar tradisional serta sebagai bahan pertimbangan

(21)

dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan pengetahuan terkait dengan kebijakan pengembangan dan pengelolaan pasar tradisional.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir, daya nalar dan daya analitis dalam mengidentifikasi, merumuskan dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan pasar tradisional.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (E.S. Quade dalam Dunn, 1994). Analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan publik. Kebijakan didasarkan pada masalah yang ada di daerah, selanjutnya kebijakan harus secara terus menerus dipantau, direvisi dan ditambah agar tetap memenuhi kebutuhan yang terus berubah.

Analisis kebijakan tidak diciptakan untuk membangun dan menguji teori-teori deskriptif yang umum namun mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin ilmu sehingga menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik. Analisis kebijakan juga meliputi evaluasi dan rekomendasi kebijakan. Analisis kebijakan diharapkan untuk menghasilkan informasi mengenai : (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.

Terdapat 3 (tiga) pendekatan dalam analisis kebijakan, yaitu :

1. Pendekatan empiris adalah pendekatan yang menjelaskan sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik.

2. Pendekatan evaluatif adalah pendekatan yang berkenaan dengan penentuan bobot atau nilai dari beberapa kebijakan.

(23)

3. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang ditekankan pada rekomendasi serangkaian tindakan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik.

Sebagai proses penelitian analisis kebijakan menggunakan prosedur analisis umum yang biasa dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan, yaitu: deskriptif, prediksi, evaluasi, dan rekomendasi. Dari segi waktu dalam hubungannya dengan tindakan maka prediksi dan rekomendasi, digunakan sebelum tindakan diambil, sedangkan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi.

2.2. Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004). Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat.

Pada hakekatnya penerapan prinsip ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada pusat bagi pelaksanaan pembangunan di daerah. Otonomi daerah tidak hanya dipahami sebagai pemindahan sentralisasi kekuasaan dari pusat kemudian diberikan ke daerah (dekonsentrasi kekuasaan). Gagasan otonomi tidak lepas dari gagasan demokratisasi, yaitu memfasilitasi kebebasan dan otonomi rakyat sehingga bisa berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan potensi dan konteksnya. Otonomi daerah membuat pemerintah semakin dekat,

(24)

mengenali, dan memahami masyarakat sehingga fungsi sebagai fasilitator dapat berjalan dengan baik (Ismawan, 2003).

2.3. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar, sebagian besar pasar menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain.1

Hierarki pasar dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Pasar Kawasan 30.000 Penduduk (Pasar Kelurahan/Desa)

Fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan di lingkungan yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur, daging, ikan, buah-buahan, beras, tepung-tepungan, bahan-bahan pakaian, pakaian, barang-barang kelontong, alat-alat pendidikan, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Lokasinya berada pada jalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat lingkungan dan mempunyai terminal kecil untuk pemberhentian kendaraan. Penduduk minimum yang dapat mendukung sarana ini adalah 30.000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan adalah 13.500 m2.

2. Pasar Kawasan 120.000 Penduduk (Pasar Kecamatan)

Fungsi utama sama dengan pasar lingkungan lain hanya dilengkapi sarana-sarana niaga lainnya seperti kantor-kantor, bank, industri-industri kecil seperti konveksi dan lain-lain. Lokasinya mengelompok dengan pusat kecamatan dan

1

Dikutip dari situs Wikipedia Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar pada tanggal 20 Januari 2008

(25)

mempunyai pangkalan transportasi untuk kendaraan-kendaraan jenis angkutan penumpang kecil. Jumlah minimum penduduk yang dapat mendukung sarana ini adalah 120.000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan adalah 36.000 m2.

3. Pasar Kawasan 480.000 Penduduk (Pasar Kabupaten/Kota)

Fungsi utama sama dengan pasar yang lebih kecil dengan skala usaha yang lebih besar dan lengkap. Lokasinya dikelompokkan dengan pusat wilayah dan mempunyai terminal bis, oplet dan kendaraan-kendaraan jenis angkutan penumpang kecil lainnya. Penduduk minimum yang dapat mendukung sarana ini adalah 480.000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan adalah 96.000 m2 (Rahayu, 2005).

Hierarki pasar menurut Perda Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pasar dibedakan berdasarkan pengertian menurut pengelola, tingkat pelayanan dan kelas mutu pelayanan, yaitu :

1. Pasar menurut Pengelolanya :

a. Pasar Pemerintah, yaitu pasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

b. Pasar Swasta, yaitu pasar yang diselenggarakan atau dikelola oleh orang pribadi atau badan.

2. Pasar menurut Tingkat Pelayanannya :

a. Pasar Regional, yaitu pasar dengan komponen bangunan-bangunan yang lengkap, sistem arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan, dan melayani perdagangan tingkat regional.

(26)

b. Pasar Kota, yaitu pasar dengan komponen bangun-bangunan, sistem arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan, dan melayani perdagangan tingkat kota.

c. Pasar Wilayah, yaitu pasar dengan komponen bangun-bangunan, sistem arus barang dan orang baik di dalam maupun di luar bangunan, dan melayani perdagangan tingkat kota.

d. Pasar Lingkungan, yaitu pasar dengan komponen bangun-bangunan, sistem arus barang dan orang terutama di dalam bangunan, dan melayani perdagangan tingkat lingkungan.

3. Pasar menurut Kelas Mutu Pelayanan :

a. Pasar Tradisional, yaitu pasar yang dibangun dengan fasilitas sederhana, dikelola dengan manajemen sederhana dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, ataupun tenda yang diisi oleh pedagang kecil, menengah dan koperasi dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

b. Pasar Modern, yaitu pasar yang dibangun dan dikelola dengan menggunakan metode manajemen modern, didukung dengan teknologi modern serta mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja.

2.4. Studi Terdahulu

Penelitian mengenai pengembangan pasar tradisional pernah dilakukan oleh Rangkuti (2005) di Kota Medan. Tesis tersebut menganalisis pengaruh pengembangan pasar tradisional terhadap pembangunan wilayah. Hasil analisis menunjukkan bahwa menurut persepsi responden pengembangan pasar tradisional dalam aspek kebersihan, keamanan dan penataan gerai akan dapat meningkatkan jumlah pengunjung/pembeli di pasar-pasar tradisional Kota Medan.

(27)

Pengembangan pasar-pasar tradisional di Kota Medan dapat menyebabkan terjadinya pengembangan wilayah dengan bertambahnya aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan peningkatan pendapatan pedagang sehingga retribusi yang diperoleh PD. Pasar dapat digunakan untuk pembangunan dan pengembangan sarana-sarana fisik pasar-pasar tradisional di Kota Medan.

Penelitian mengenai pemindahan lokasi pasar induk pernah dilakukan oleh Kartini (2002) di Kota Bogor. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis dampak perpindahan lokasi terhadap sistem pemasaran sayur-mayur di Kota Bogor. Hasil penelitian mengemukakan bahwa dari ketiga alternatif pasar induk yang ditawarkan oleh Pemda Kota Bogor, ternyata hanya Pasar Induk Kemang yang betul-betul berfungsi sebagai pengganti Pasar Ramayana. Perpindahan tersebut berdampak pada peningkatan biaya transfer dan penurunan volume penjualan. Kegiatan pemasaran sayur-mayur menjadi lebih efisien dengan Pasar Induk Kemang sebagai pasar acuan dan barometer harga dalam pemasaran sayur-mayur di Kota Bogor.

Penelitian mengenai pembangunan pasar tradisional di Kota Bogor pernah dilakukan oleh Tandiyar (2002). Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap faktor penentu pendukung perkembangan Pasar Tanah Baru, sebagai acuan bagi pembangunan pasar tradisional baru di Kota Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan Pasar Tanah Baru dipengaruhi oleh variabel market area, aglomerasi dan threshold population dari segi keruangan, ketersediaan sarana angkutan umum dan besarnya nilai rupiah yang dibelanjakan dari segi konsumen serta jenis jualan dan besarnya nilai transaksi yang terjadi dari segi pedagang, meskipun pada kenyataannya perkembangan tersebut belum

(28)

mencapai perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan hasil acuan tersebut ternyata dari ketiga lokasi pasar yang dibangun, hanya Pasar Katulampa yang memenuhi semua kriteria, sedangkan Pasar Pamoyanan dan Bubulak masih dianggap belum memenuhi, terutama dalam aglomerasi dan ketersediaan sarana angkutan umum. Peningkatan perkembangan Pasar Tanah Baru direkomendasikan dengan pembangunan jalan tembus ke lokasi perumahan yang ada di Kelurahan Tegal Gundil dan penataan rute angkutan kotanya. Pasar Katulampa direkomendasikan untuk ditindaklanjuti dengan pembangunan, sedangkan yang lainnya harus ditunda atau dipindahkan lokasinya ke tempat lain yang lebih memenuhi persyaratan.

(29)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Operasional

Otonomi daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan sebagai upaya untuk menggali seluruh potensi yang ada dalam pengelolaan keuangan melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber-sumber keuangan lainnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan. Kota Bogor memiliki potensi dalam sektor perdagangan dan jasa yang besar untuk dikembangkan menjadi sektor unggulan. Eksistensi sektor perdagangan terutama subsektor perdagangan besar dan eceran telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB Kota Bogor. Sektor ini merupakan penyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB.

Pemerintah Daerah Kota Bogor menetapkan kebijakan pengembangan pasar tradisional untuk meningkatkan kontribusi sektor perdagangan. Kebijakan ini dilaksanakan dalam dua program yaitu pemindahan pusat perdagangan regional dari pusat kota ke daerah pinggiran dan pengembangan pasar-pasar tradisional di tiap kecamatan. Implementasi dari program ini yaitu pemindahan Pasar Ramayana ke Pasar Induk Kemang, Pasar Induk Jambu Dua dan Pasar Grosir Cimanggu serta pembangunan pasar tradisional di empat kecamatan yaitu Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan, Pasar Katulampa dan Pasar Bubulak.

Program tersebut belum memperlihatkan hasil seperti yang diharapkan. Hal ini dapat ditunjukkan dari kegagalan program tersebut dalam mencapai target. Pasar Kemang merupakan satu-satunya pasar yang berfungsi sebagai pasar induk sedangkan Pasar Jambu Dua dan Pasar Cimanggu berfungsi sebagai pasar

(30)

pengecer. Selain itu dari empat pasar tradisional yang dibangun, hanya satu pasar yang berfungsi yaitu Pasar Tanah Baru meskipun hasilnya belum optimal.

Dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan pasar tradisional ini banyak melibatkan stakeholders. Masing-masing stakeholders yang terlibat memiliki kepentingan dan pengaruh yang berbeda-beda terhadap kebijakan pengembangan pasar tradisional. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peranan serta keterlibatan masing-masing stakeholders dalam program pengembangan pasar tradisional. Kondisi ini dapat mempengaruhi keberhasilan proses perencanaan dan penerapan kebijakan pengembangan pasar tradisional dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan analisis stakeholders untuk mengidentifikasi stakeholders yang terlibat, terkait dengan kepentingan dan pengaruhnya terhadap kebijakan.

Untuk mengidentifikasi penyebab dari belum optimalnya hasil dari program pengembangan pasar tradisional dilakukan menggunakan analisis deskriptif, apakah hal ini disebabkan oleh proses penyusunan program pengembangan pasar tradisional yang kurang tepat (Lampiran 1), atau penerapannya yang tidak berjalan dengan baik (Lampiran 2). Untuk menganalisis strategi pengembangan pasar tradisional digunakan metode Proses Hierarki Analisis/PHA (Lampiran 3). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk mengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

(31)

Otonomi Daerah

Potensi Perdagangan Kota Bogor

Program Pengembangan Pasar Tradisional

Pemindahan Pusat Perdagangan Regional dari Pusat Kota ke Daerah

Pinggiran

Pengembangan Pasar-Pasar Tradisional di Setiap

Kecamatan

Berhasil (Pasar Induk Kemang) Belum Berhasil (Pasar Jambu Dua, Pasar Cimanggu, Pasar Tanah Baru, Pasar Pamoyanan)

Identifikasi/Analisis Penyebab Kegagalan Kebijakan

Proses Penerapan

Strategi Pengembangan Pasar Tradisional

Rekomendasi Pemda Deskriptif

PHA

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Analisis

Stakeholders

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor merupakan kota satelit bagi Jakarta sehingga mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi terutama di sektor perdagangan. Hal ini membutuhkan kebijakan pengembangan sektor perdagangan khususnya dalam hal pengembangan pasar tradisional untuk mengimbangi pertumbuhan sektor

(32)

perdagangan yang pesat. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2007.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif (Tabel 3). Data primer diperoleh dari hasil kuesioner melalui wawancara langsung dengan para pengambil kebijakan yang berasal dari Lembaga/Instansi Pemerintah, Tokoh Masyarakat, Swasta dan para pedagang. Data primer mencakup: (1) proses perencanaan kebijakan pengembangan pasar tradisional, (2) penerapan program, dan (3) strategi pengembangan pasar tradisional. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan data penunjang yang relevan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kota Bogor, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Dinas Tata Kota dan Pertamanan (DTKP) Kota Bogor, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Unit Pelaksana Teknis Dinas Pasar Tradisional (UPTD) Kota Bogor. Data penunjang diperoleh dari laporan hasil penelitian terkait, jurnal, buletin, internet serta sumber-sumber lainnya.

(33)

Tabel 3. Pengumpulan Data

No Tujuan Penelitian Data yang dikumpulkan Sumber Data Analisis

1 Mengidentifikasi stakeholders yang terlibat dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional

Tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap keberhasilan program Data Primer: Wawancara dengan instansi terkait Data Sekunder: Visi dan Misi, Tupoksi Stakeholders 2 Mengidentifikasi penyebab kurang berhasilnya program pengembangan pasar tradisional: • Proses • Penerapan • Rencana Strategi (Renstra) • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor • Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) • Rencana Detail Tata

Ruang Kota (RDTRK) • Perda Tata Ruang • Perda lainnya. Data Sekunder: Renstra Kota Bogor, RTRW, RDTR Data Primer: Wawancara dengan instansi terkait Deskriptif 3 Mengidentifikasi strategi pengembangan pasar tradisional

Persepsi responden tentang pengembangan pasar tradisional terdiri dari tujuan, aspek, kriteria dan alternatif strategi kebijakan

Data Primer: Wawancara dengan pihak pengambil kebijakan (Pemda), Disperindag, DTKP, DLHK, UPTD PHA

3.4. Metode Pemilihan Responden

Identifikasi stakeholders yang terlibat dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional dilakukan dengan teknik bola salju (snow ball) yaitu dengan melacak keterangan dari setiap stakeholders untuk mengetahui keberadaan stakeholders lainnya. Jika keterangan dari setiap stakeholders tidak menyebutkan stakeholders yang baru lagi, berarti semua stakeholders sudah diidentifikasi. Pengkajian dilakukan secara mendalam untuk setiap stakeholders terkait dengan peran dan keterlibatannya dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional serta untuk analisis kebijakan pengembangan pasar tradisional terkait dengan pemahaman stakeholders terhadap setiap tahapan proses dan penerapan kebijakan.

(34)

Pemilihan responden untuk analisis PHA dilakukan dengan metode Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan contoh responden tidak secara acak tetapi pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan baik individu atau lembaga sebagai responden yang mengerti permasalahan yang terjadi dan memiliki pengaruh dalam pengambilan kebijakan baik langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan kebijakan atau memberi masukan kepada para pengambil kebijakan yaitu Pemerintah, Non Pemerintah, dan Masyarakat. Responden antara lain: Staf atau Pejabat Pemda, Bapeda, Disperindagkop, Dispenda, DTKP, dan DLHK.

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Stakeholders

Untuk menilai kebijakan pengembangan pasar tradisional, diperlukan suatu analisis stakeholders yang terkait dengan kebijakan tersebut. Analisis stakeholders adalah sebuah proses sistematis untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi secara kualitatif untuk menentukan kepentingan siapa yang harus diperhitungkan ketika mengembangkan atau menerapkan suatu kebijakan atau program (Schmeer, 2007). Stakeholders dapat diartikan sebagai individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh isu atau pihak yang tindakannya secara kuat mempengaruhi isu. Stakeholders dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan besar kecilnya pengaruh atau kepentingan terhadap suatu kebijakan yaitu:

a. Stakeholders utama, mempunyai pengaruh yang lemah terhadap lahirnya suatu kebijakan/keputusan tetapi kesejahteraan mereka sangat penting dipertimbangkan bagi pengambil kebijakan/keputusan. Dalam hal ini adalah

(35)

masyarakat yang berada di sekitar areal yang akan dikembangkan serta pihak lain yang memanfaatkan wilayah tersebut.

b. Stakeholders sekunder (tingkat kedua), yaitu mereka yang mempengaruhi keputusan/kebijakan pada saat kebijakan dibuat (pembuat kebijakan) dan pihak yang terkait dengan implementasi kebijakan tersebut. Pada program pengembangan pasar tradisional ini, yang menjadi stakeholders sekunder adalah pihak pemerintah daerah atau pihak swasta.

c. Stakeholders eksternal, adalah individu atau grup yang dapat menggunakan pengaruhnya misalnya dengan melakukan lobi kepada pembuat keputusan. Yang digolongkan pada stakeholders eksternal adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerhati lingkungan (Brown et al., 2001 dalam Dharmayanti, 2006).

Langkah-langkah dalam melakukan analisis stakeholders yaitu : 1. Membuat tabel stakeholders (Tabel 4)

• Membuat daftar semua stakeholders yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh program.

• Menuliskan kepentingan stakeholders (yang tertutup maupun terbuka) dalam kaitannya dengan program dan tujuannya. Kepentingan stakeholders mengacu pada motif dan perhatian mereka pada kebijakan atau program.

• Menuliskan kepentingan utama stakeholders minimal dua.

• Menuliskan sikap stakeholders terhadap kebijakan atau program. Sikap mengacu pada reaksi utama dari berbagai stakeholders dalam memutuskan pandangan terhadap kebijakan.

(36)

3 = sangat mendukung/menyetujui 2 = cukup mendukung/menyetujui 1 = netral

-2 = cukup menentang/menolak -3 = sangat menentang/menolak

• Membuat penilaian awal tentang tingkat kekuatan dan pengaruh dari masing-masing stakeholders. Kekuatan stakeholders mengacu pada kuantitas sumberdaya yang dimiliki stakeholders yaitu sumberdaya manusia (SDM), finansial dan politik.

• Menentukan nilai tingkat kekuatan stakeholders dengan kriteria SDM, finansial dan politik di mana :

5 = sangat kuat; 4 = kuat; 3 = rata-rata; 2 = lemah; 1 = sangat lemah • Menentukan tingkat pengaruh yaitu jumlah dari tingkat kekuatan (SDM +

finansial + politik) dari masing-masing stakeholders.

• Menentukan nilai total yaitu perkalian antara sikap dengan pengaruh untuk setiap stakeholders.

• Memutuskan kebutuhan keterlibatan stakeholders dalam kebijakan atau program, di mana jika total < 10 maka stakeholders dapat diabaikan, dan jika total > 10 maka stakeholders harus dilibatkan dalam kebijakan atau program. • Menentukan tingkat keterlibatan stakeholders. Untuk analisis ini, stakeholders

dibagi dalam tiga grup yaitu :

Grup 1 dengan total = 10 – 20 maka stakeholders akan menjadi pihak penerima informasi.

(37)

C (KEEP SATISFIED) *1 *4 *6 B (MANAGE CLOSELY) *2 D (MONITOR) *7 *8 A (KEEP INFORMED) *3 Tinggi Tingkat Pengaruh Tinggi Rendah Tingkat Kepentingan * Stakeholders Sumber: DFID (2006)

Gambar 2. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders

Grup 2 dengan total = 20 – 30 maka stakeholders akan menjadi pihak pemberi pertimbangan.

Grup 3 dengan total > 30 maka stakeholders merupakan pihak pengambil keputusan kebijakan.

Tabel 4. Analisis Stakeholders

Kriteria Evaluasi Keputusan

Kekuatan

Stakeholders

Kepentingan Sikap

SDM Finansial Politik Pengaruh Total Keterlibatan

Tingkat Keterlibatan

Sumber: Abdrabo dan Hassaan (2007)

2. Identifikasi partisipasi stakeholders yang tepat (lihat Gambar 2).

• Membuat ringkasan matriks partisipasi untuk mengklarifikasi peranan yang harus dilaksanakan oleh semua stakeholders pada berbagai tahapan siklus program.

• Membahas bersama stakeholders mengenai peranan yang harus mereka lakukan, sehingga diketahui posisinya bila ditempatkan dalam matriks.

(38)

Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan keterangan sebagai berikut : Kotak A :

Pihak yang sangat penting bagi kebijakan, tapi pengaruhnya rendah. Mereka membutuhkan inisiatif khusus jika ingin melindungi kepentingan mereka. Pihak ini harus terus diberikan informasi yang cukup mengenai kebijakan serta meyakinkan mereka bahwa tidak ada masalah besar yang timbul. Pihak ini seringkali sangat berguna bagi proses penyusunan kebijakan secara terperinci. Kotak B :

Pihak yang sangat penting bagi kebijakan, tapi juga sangat penting bagi pencapaian keberhasilan. Penyusun kebijakan dan donor perlu membina hubungan kerja yang baik dengan para pihak ini untuk memastikan adanya dukungan terhadap program. Stakeholders yang termasuk pihak ini harus dilibatkan secara penuh dalam setiap proses maupun penerapan kebijakan.

Kotak C :

Pihak yang berpengaruh besar, karena dapat mempengaruhi hasil kebijakan, tapi tidak memiliki minat terhadap kebijakan. Usaha nyata diperlukan untuk membuat mereka tetap puas dengan hasil kebijakan.

Kotak D :

Pihak yang berada pada prioritas rendah, tapi membutuhkan monitoring dan evaluasi yang terbatas. Mereka tidak mungkin menjadi subyek kebijakan.

Tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda dari masing-masing stakeholders memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan pengembangan pasar tradisional. Dalam kondisi yang ideal seharusnya stakeholders yang memilki tingkat kepentingan yang tinggi, maka akan memiliki

(39)

pengaruh yang tinggi pula terhadap pelaksanaan kebijakan, begitu juga sebaliknya. Sehingga penyebaran stakeholders dalam matriks akan membentuk garis diagonal (DFID, 2006).

Analisis stakeholders dilakukan dengan cara mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan stakeholders yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan pasar tradisional. Pihak-pihak yang terlibat dalam kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor yaitu pedagang, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Bogor, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bogor, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bogor, Dinas Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Kota Bogor dan pihak pengelola pasar baik swasta maupun UPTD.

Pada penelitian ini dibatasi untuk mengkaji tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders di atas, karena stakeholders tersebut memiliki kepentingan yang nyata terhadap kebijakan pengembangan pasar tradisional dan memiliki pemahaman yang tinggi terhadap kebijakan. Selain itu terdapat beberapa stakeholders yang terkait seperti masyarakat konsumen, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial. Stakeholders ini tidak dimasukkan dalam kajian penelitian karena kepentingannya terhadap kebijakan pengembangan pasar tradisional tergolong rendah sekali serta stakeholders ini bukan merupakan pihak yang benar-benar memahami kebijakan pengembangan pasar tradisional.

(40)

3.5.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional

Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menggabungkan semua informasi yang diperoleh dari stakeholders. Analisis meliputi tahapan pelaksanaan kebijakan pengembangan pasar tradisional mulai dari tahap perencanaan, proses penyusunan program, penerapan kebijakan hingga hasil yang diperoleh dari kebijakan yang telah dilaksanakan. Analisis dilakukan dengan membandingkan kesesuaian antara proses perencanaan kebijakan dengan pelaksanaan kebijakan serta tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan dengan hasil yang dicapai dan manfaat kebijakan bagi stakeholders yang terlibat.

3.5.3. Proses Hierarki Analisis

Proses analisis yang dikembangkan tahun 1970-an ini dimaksud untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement) agar dapat memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode ini memiliki keunggulan tertentu karena membantu menyederhanakan persoalan yang komplek menjadi persoalan yang berstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait. Menurut Saaty (1993) kerangka kerja PHA terdiri dari delapan langkah utama sebagai berikut :

(b) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan,

(41)

kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hierarki. Tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasikan komponen-komponen sistem, seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hierarki. Komponen-komponen sistem dapat diidentifikasikan berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.

(c) Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Struktur hierarki ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategis, pilihan atau skenario. Penyusunan hierarki ini berdasarkan jenis keputusan yang akan diambil. Pada tingkat puncak hierarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat di bawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya.

(d) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hierarki yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen yang terkait yang ada di bawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hierarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks.

(42)

(e) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah tiga. Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan : ”Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hierarki, dibandingkan dengan kolom ke-i?”. Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah : ”Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hierarki?”. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

(f) Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan sepanjang diagonal utama. Angka satu sampai sembilan digunakan bila F, lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat fokus puncak hierarki (X) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila F, kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat X dibandingkan Fj maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24 memiliki nilai tujuh, maka nilai elemen F42 adalah 1/7.

(43)

Tabel 5. Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas Pentingnya Definisi Penjelasan 1 3 5 7 9 2,4,6,8

Kedua elemen sama pentingnya.

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainnya.

Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya. Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya.

Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan.

Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya.

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas yang lainnya.

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktek. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan.

Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan.

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka (x) jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka memiliki nilai kebalikannya (1/x).

Sumber: Saaty, 1993

(g) Melaksanakan langkah tiga, empat dan lima, untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hierarki, berkenaan dengan kriteria elemen di atasnya. Matriks pembandingan dalam metode PHA dibedakan menjadi : (1) Matriks Pendapat Individu (MPI) dan (2) Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki elemen yang disimbolkan dengan a, yaitu elemen matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu dapat dilihat pada Tabel 6.

(44)

Tabel 6. Matriks Pendapat Individu X A1 A2 Aj ... An A1 A2 Ai ... An a11 a21 a31 ... an1 a12 a22 ai2 ... an2 a1j a2j aij ... anj ... ... ... ... ... a1n a2n ain ... Ann Keterangan:

X : kriteria sebagai dasar pembanding. Ai, Aj : elemen-elemen pembanding.

ai, aj : angka pembanding elemen baris ke-i terhadap elemen kolom ke-j yang diperoleh dengan menggunakan skala berbanding berpasangan.

Sumber: Saaty, 1993

MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan sepuluh persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan MPG yang bebas dari konflik adalah :

(1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi dengan nilai yang terendah.

(2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada baris dan kolom yang sama. MPG dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks Pendapat Gabungan

X A1 A2 Aj ... An G1 G2 Gi ... Gn g11 g21 g31 ... gn1 g12 g22 gi2 ... gn2 g1j g2j gij ... gnj ... ... ... ... ... g1n g2n gin ... gnn Sumber: Saaty, 1993

Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik

adalah: m m k ij ij a k g 1 ) ( = = π

(45)

(aij)k = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k m = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan

m

k 1π= = perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m m = akar pangkat m

(h) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikut dan seterusnya .

Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu (1) pengolahan horisontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan inkonsistensi.

a. Pengolahan Horisontal, terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan Vektor Prioritas (Vektor Eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki Rasio Inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horisontal ini adalah :

(1) Perkalian baris (Z) dengan rumus :

ij n k i a Z 1 = = π (i,j = 1, 2,3, ... n)

(2) Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Eigenvektor adalah :

= = = = n i n ij n k n ij n k i a a VP 1 1 1 π π VP = (Vpi), untuk i = 1, 2, 3, ... n)

(46)

(3) Perhitungan Nilai Eigen Maks (Maks) dengan rumus : Vp a VA=( ij)× dengan VA = (vai) VP VA VB= dengan VB = (vbi)

= = n k i i maks vb n 1 λ untuk i = 1, 2, 3, ... n

(4) Perhitungan Indeks Konsistensi (CPI) dengan rumus :

1 − − = n n CI λmaks

(5) Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CI) adalah : RI

CI

CR=

Tabel 8. Daftar Nilai Random Indeks

Ordo Matriks (n) Indeks Random (RI)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 0 0,5 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,19 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 Sumber: Oak Ridge National

Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolok ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat (Saaty, 1993).

b. Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila

(47)

Cvij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka :

− × − = CH (t;i 1) VW (a 1) CVij ij t Untuk ; i = 1, 2, 3, ... n; j = 1, 2, 3, ... n; t = 1, 2, 3, ... n di mana : ) 1 ; (t i

CHij = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat di atasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal )

1 (i

VWt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-t) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil perhitungan horisontal P = jumlah tingkat hierarki keputusan

r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-t)

c. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Pada pengisian judgement pada tahap MPB (Matriks Banding Berpasangan) terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen satu dengan elemen yang lainnya, sehingga diperlukan suatu uji konsistensi. Dalam PHA penyimpangan diperbolehkan dengan toleransi Rasio Inkonsistensi di bawah sepuluh persen. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hierarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan sepuluh persen.

3.5.4. Struktur Hierarki Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional

Penentuan struktur hierarki dalam Proses Hierarki Analisis (Lampiran 3) didasarkan pada literatur-literatur dan didiskusikan bersama dengan narasumber. Struktur hierarki ini terdiri dari empat level sebagai berikut :

(48)

1. Level pertama merupakan tujuan dari dilakukannya proses hierarki analisis yaitu pengembangan pasar tradisional. Tujuan ini ditetapkan terkait dengan hasil analisis kebijakan sehingga dapat digunakan sebagai masukan untuk pemerintah daerah bagi kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor.

2. Level kedua yaitu penentuan aspek yang paling diutamakan dalam tujuan pengembangan pasar tradisional, terdiri dari :

• Aspek ekonomi, penentuan aspek ini didasarkan pada kebijakan pembangunan di Kota Bogor yang dititikberatkan pada pembangunan ekonomi, sehingga tujuan pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor dapat diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi.

• Aspek manajemen, penentuan aspek ini didasarkan pada kebutuhan akan pengelolaan manajemen pasar secara lebih profeional.

• Aspek teknis, penentuan aspek ini didasarkan pada kondisi riil di mana pasar tradisional mulai tersaingi oleh keberadaan pasar modern yang lebih bersih, menarik dan rapi sehingga aspek ini penting untuk diperhitungkan.

• Aspek sosial, penentuan aspek ini didasarkan pada keberadaan pasar tradisional yang tidak lepas dari kehidupan sosial masyarakat karena adanya proses pertemuan langsung antara pembeli dan penjual.

3. Level ketiga merupakan kriteria dari aspek-aspek pada level kedua, yaitu : • Aspek ekonomi, kriterianya yaitu meningkatkan PAD, menciptakan lapangan

kerja dan meningkatkan kesejahteraan pedagang dan masyarakat.

• Aspek manajemen, kriterianya yaitu meningkatkan manajemen pengelolaan pasar tradisional secara profesional; membentuk pasar tradisional menjadi

(49)

usaha yang efisien; meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; penataan dan pembinaan PKL.

• Aspek teknis, kriterianya yaitu peningkatan sarana dan prasarana pasar dan kondisi fisik pasar lebih bersih dan rapi.

• Aspek sosial, kriterianya yaitu mengurangi potensi konflik dengan masyarakat; terciptanya kondisi pasar yang aman, nyaman dan bersih bagi konsumen dan menciptakan pasar yang berdaya saing sehingga lebih kompetitif.

4. Level keempat merupakan alternaif strategi bagi pengembangan pasar tradisional yang terdiri dari :

• Pembentukan PD. Pasar, pemilihan strategi ini didasarkan pada rekomendasi dari penelitian yang dilakukan oleh Balitbangdiklat dan PT. Oxalis Subur. Penelitian ini menyatakan bahwa upaya untuk mengembangkan pasar tradisional di Kota Bogor dapat dilakukan dengan pembentukan PD. Pasar bagi seluruh pasar tradisional yang ada di Kota Bogor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasar tradisional di Kota Bogor layak untuk dijadikan sebagai PD. Pasar dilihat dari potensi dan peluangnya.

• Pemberdayaan pedagang dan pengelola pasar, pemilihan strategi ini didasarkan untuk mendorong pedagang supaya lebih berkembang dan mandiri dalam usahanya. Pemberdayaan pedagang dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan kepada para pedagang mengenai kewirausahaan, pengelolaan usaha sehingga lebih efisien dan sistem pemasaran. Pemberdayaan pengelola pasar dilakukan dengan pemberian pelatihan atau diklat tentang manajemen usaha yang profesional.

(50)

• Pendistribusian PKL ke pasar-pasar yang telah dibangun. Salah satu kendala dalam pengembangan pasar tradisional di Kota Bogor yaitu banyaknya pedagang yang tidak mau menempati kios-kios yang ada di pasar-pasar yang baru dibangun. Akibatnya mereka lebih memilih menjadi PKL yang tersebar di sekitar Pasar Kebon Kembang, Pasar Baru Bogor, di Jalan Surya Kencana dan di Jalan Otista. Hal tersebut berdampak pada pasar-pasar yang baru dibangun oleh Pemerintah. Akibat sepinya pedagang maka konsumen pun enggan berbelanja di pasar tersebut. Maka strategi ini dapat menjadi alternatif dengan mendistribusikan seluruh PKL ke pasar-pasar yang belum terisi seperti Pasar Jambu Dua, Pasar Cimanggu, Pasar Tanah Baru dan Pasar Pamoyanan. • Pembangunan pasar lingkungan, penentuan strategi ini didasarkan pada

kondisi geografis dan budaya masyarakatnya yang lebih suka berbelanja di tempat yang dekat dengan rumahnya. Pasar lingkungan merupakan pasar yang berskala pemukiman dan lebih bersifat tidak permanen. Meskipun bangunannya tidak permanen bukan berarti kondisinya tidak baik, hal ini pula dapat menjadi insentif bagi pedagang karena harga kios yang jauh lebih murah.

• Menjalin kemitraan dengan UKM dan koperasi, pemilihan strategi ini didasarkan pada upya untuk meningkatkan pertumbuhan pasar tradisional melalui kemitraan yang dijalin dengan UKM dan koperasi, karena basis kegiatan dari pasar tradisional merupakan usaha yang bersifat kerakyatan. Adanya UKM maka pasar tradisional dapat menjadi tempat pemasaran bagi produk-produk UKM sehingga akan lebih berkembang. Koperasi dapat membantu para pedagang di pasar tradisional terutama dalam hal permodalan.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Analisis
Tabel 3. Pengumpulan Data
Gambar 2. Matriks Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders
Tabel 8. Daftar Nilai Random Indeks
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua emosi negatif dapat menyebab- kan rasa sakit baik yang bersifat fisik atau emosional yang disebabkan oleh gangguan pada sistem energi tubuh kita.. Untuk mengatasi

Dengan ini kami dari kelompok 4A menyatakan bahwa tugas review jurnal yang berjudul “Knowledge-Based Systems, Remarks on the Philosophy of Technology and

Tutkielman analyysissa hyödynnettävä teoreettinen tutkimusaineisto koostuu a) opera- tionaalisen koodin oppia koskevista tutkimuksista (erityisesti edellä mainitut

Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning

Pada kehidupan manusia, seringkali kita dapati orang-orang yang tidak terlalu mengedepankan etika padahal tidak jarang orang-orang seperti itu adalah orang- orang yang

Menumbuhkan peran orang tua terhadap pendidikan anak mulai awal masuk sekolah dirasa sangatlah penting, implementesi surat edaran no.4 tentang hari pertama

multocida penyebab penyakit SE pada sapi dan kerbau, kholera itik dan ayam dari beberapa propinsi di Indonesia, galur vaksin SE dan strain referen dapat disimpulkan hal-hal

Dari perangkat mana pun yang berada dalam segmen jaringan yang sama seperti data embedded system yang dikelola dapat dikirim ke embedded system tanpa