• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. GAMBAR UMUMU LOKASI PENELITIAN

2.5. Kondisi Sarana dan Prasarana Publik

2.5.5. Kondisi Sarana dan Prasarana Tempat Ibadah

Gambar 8

Gereja Katolik ST. PAULUS

Sumber: Dokumentasi Pribadi (Yessi Veronika Sinulingga,2019)

Penduduk Juhar hampir semua menganut agama Kristen Katolik.

Sehingga sarana dan prasarana tempat ibadah yang bisa ditemukan di Juhar ini hanya gereja Kristen Katolik. Terdapat 3 buah gereja yang ada di Kecamtan Juhar. Pertama Gereja Katolik ST. PAULUS, kedua Gereja Katolik Santa Maria, ketiga Gereja HKI. Kebanyakan penduduk Juhar beribadah di Gereja Katolik ST. PAULUS. Karena gereja ini merupakan gereja tertua di Kecamatan Juhar.

Gereja Katolik ST. PAULUS merupakan gereja dengan jumlah jemaat terbanyak dari pada gereja lainnya di Kecamatan Juhar, hal ini

dipengaruhi karena letak gereja ini dekat dari rumah msyarakat Kecamatan Juhar dibandingkan dengan kedua gereja tersebut. Sehingga yang datang beribadah dan juga menjadi jemaat tetap di gereja tersebut.

BAB III

MERGA SEMBIRING DI KECAMATAN JUHAR

3.1 Sejarah Merga Sembiring

Merga Sembiring adalah salah satu merga Karo dari Merga Silima yang juga merupakan salah satu merga terbesar (terbanyak), sehingga juga merupakan salah satu petimbangan social yang memerlukan pemikiran dan ha-rus di hadapinya.

Dipercayai masyarakat Karo di Kecamatan Juhar menurut sejarah bahwasanya merga Sembiring merupakan merga Karo yang asli dari daratan India (Hindustan), sehingga pada saat menganut ajaran Hindu. Jadi kalau meninggal maka jasadnya dibakar. Setelah jasad di bakar, maka abunya di-masukan ke dalam guci dan disimpan di tempat khusus di atas langit-langit ru-mah. Abu jenazah yang dikumpulkan lebih banyak (semua anggota keluarga) sampai pada pertemuan (jika keluarga ini memiliki rezeki) diadakan pesta pelepasan atau pengombaken (menghanyutkan) abu jenazah. Dalam ke-percayaan Karo Kuno, maka abu di kumpulkan dan dibawa ke “ Lau Mbelin (sungai besar) “ untuk diombakken (dihanyutkan) dengan guci tempat abu yang telah terkumpul di atas kapal kecil, dan akan abu-abu ini akan sampai di “ Sungai Gangga”, tanah leluhur merga Sembiring.

Dalam sebuah cerita “Ngombakken Abu Jenazah Jabu Sembiring Mergana (menghanyutkan abu jenazah keluarga Sembiring)”. Diadakan pesta yang sangat besar yang berisi tujuh hari, tujuh malam, semuanya sangkep

nggeluh (sanak saudara, kerabat), ada syarat untuk memenuhi pesta ini dengan beras, buah dan ternak merga Sembiring selesai, jadi setelah pesta pengom-baken selesai, timbullah kata yang kurang mengenakkan dari “ anak beru “ Sembiring Mergana : Biarkan benar-benar mengerjakan tugas anak beru di Jabu Sembiring Mergana ini, alih-alih hanya mencari hasil kerja keras selama habis untuk pesta ini. Misalnya, jikalau ada lagi pesta-pesta Sembiring Merga-na ini maka habislah teMerga-naga dan harta kita. Maka kata aMerga-nak beru Sembiring Mergana untuk “Merga Siempat dan beru (wanita), Siempat merupakan (Gint-ing, Karo-karo, Tarigan, dan Perangin-nangin)” : “Jikalau ada beberapa orang yang ingin menikah, pesanku dengan merga Sembiring. Karena akan begini jadinya, jika diadakan pesta pengombaken apa yang menjadi kerja keras sela-ma ini akan habis”. Begitulah pendapat, mungkin keluh kesah anak beru Sem-biring Mergana.

Mulai saat itu tidak ada lagi “singuda-nguda” (gadis) yang mau menikah dengan merga Sembiring dan “anak perana” (pemuda) yang mau mempesulit beru Sembiring. Maka mulai saat itu merga Sembiring dan beru Sembiring tidak laku.

Maka merga Sembiring mengatakan “Jikalau tidak ada lagi yang mau mempersunting dan menikahi turangku (saudaraiku) beru Sembiring, biarlah aku yang mempersuntingnya”. Itulah awal mulanya Sembiring Merga-na dan Beru Sembiring saling sibuaten (kawin semarga).

Sembiring berasal dari kata Si + e + mbiring. Mbiring berarti hitam.

Si e mbiring artinya yang ini hitam. Melihat makna kata Si e mbiring, kiranya

cukup jelas yang dimaksudkan adalah segerombolan manusia yang berkulit hitam.

Menurut cerita-cerita dari tetua dulu, si mbiring merupakan orang Tamil atau Keling yang berasal dari Asia Selatan (India) yang masuk ke Tanah Karo. Maka masuknya orang Tamil ke tanah Karo akhirnya tetua di Tanah Ka-ro menerima orang Tamil menjadi masyarakat KaKa-ro sebagai si mbiring berubah menjadi Sembiring dan kemudian menjadi merga yang kedudukannya sama dengan merga Karo yang lainnya yang sudah menetap di Tanah Karo.

Maka jelas bahwa orang-orang yang bermarga Sembiring pada masyarakat Karo pada mulanya adalah orang “Karo Asli”.

Di Tanah Karo sekarang ini banyak penduduknya bukan lagi orang Karo tetapi sudah penuh dengan penduduk pendatang seperti dari Jawa, mereka akhirnya menerima Karo dan diberi merga dan mengubah lebih banyak Karo dari individu Karo sendiri. Lebih banyak dari masyarakat Karo lebih banyak membahas adat istiadat dari pada individu Karo tersebut.

Ciri-ciri utama yang sekarang masih dapat dikenali dari keturunan Hindu ini adalah merganya. Merganya mengingatkan kepada asal-usulnya, tetapi jika dilihat dari fisik atau dari warna kulit semakin sulit. Banyak yang bermerga Sembiring tidak lagi berkulit hitam seperti asal-usulnya, sebaliknya banyak yang berkulit kuning langsat mirip bangsa lain seperti Cina.

Dalam pengertian sempit Sembiring hanya ada di dalam masyarakat Karo, tetapi dalam pengertian luas bukan hanya ada pada masyarakat Karo

sa-ja, tetapi semua terkait yang berasal dari Asia Selatan yang sekarang telah dibaur dengan penduduk lokal, yang ada di wilayah Indonesia.

3.2 Kelompok Merga Sembiring

Merga Sembiring terdiri atas enam belas (16) cabang merga dan juga terbagi atas dua kelompok :

1. Kelompok Sembiring Si Man Biang (makan daging anjing) dan tidak diperbolehkan saling kawin semerga, yang terdiri dari em-pat, yaitu :

• Sembiring Kembaren

• Sembiring Keloko

• Sembiring Sinulaki

• Sembiring Sinupayung

2. Kelompok Sembiring Si La Man Biang (tidak makan daging an-jing). Kelompok Sembiring ini terdiri dari 14 cabang dan dapat saling kawin semarga, yaitu :

• Sembiring Brahmana

• Sembiring Meliala

• Sembiring Muham

• Sembiring Pandia

• Sembiring Pelawi

• Sembiring Depari

• Sembiring Colia

• Sembiring Tekang

• Sembiring Gurukinayan

• Sembiring Bunuaji

• Sembiring Keling

• Sembiring Sinukapor

Dari ke 12 Sembiring Singombak ini terbagi lagi menjadi tiga golon-gan. Berikut ini ketiga golongan Sembiring Singombak :

1. Golongan Pertama : Sembiring Brahmana, Sembiring Pandia, Sembiring Colia, Sembiring GuruKinayan, dan Sembiring Kel-ing.

2. Golongan Kedua : Sembiring Depari, Sembiring Pelawi, dan Sembiring Bunuaji.

3. Golongan Ketiga : Sembiring Meliala, Sembiring Sinukapor, Sembiring Muham, dan Sembiring Tekang.

Perkawinan semarga pada Sembiring Singombak ini hanya di-bolehkan dengan golongan yang berbeda (tidak boleh satu golongan).

Dalam hukum adat Karo, dikenal adanya larangan untuk dapat melangsungkan suatu perkawinan yaitu:

Berasal dari satu marga, kecuali untuk marga Sembiring dan Perangin-angin. Mereka yang karena adat dilarang untuk melangsungkan perkawinan karena erturang(bersaudara), seperemen, atau erturang impal.

3.3 Sembiring di Kecamatan Juhar

Masyarakat Karo di Kecamatan Juhar memiliki merga silima atau lima merga utama yakni Tarigan, Perangin-nangin, Ginting, Karo-karo dan Sembiring. Setiap merga utama memiliki sub merga yang biasanya digunakan oleh kalak Karo pada akhir namanya. Penggunaan merga merupakan suatu ke-harusan bagi masyarakat Karo.

Masyarakat Karo Juhar berkomunikasi menggunakan bahasa Karo dengan masyarakat setempat, adapun yang menggunakan bahasa Indonesia di karena adakala pendatang yang berkunjung ke Juhar tidak mengerti bahasa Ka-ro. Kalak Karo berkomunikasi menggunakan bahasa Karo serta memiliki berbagai jenis acara adat yang dilaksanakan pada waktu tertentu dengan tujuan tertentu juga seperti erpangir ku lau, nengget, dan merdang merdem (Sem-biring, 2009: Brahmana et al., 2009: Surbakti, 2014).

Merga yang menjadi penduduk asli di Kecamatan Juhar adalah Gint-ing, Perangin-nangin dan Tarigan. Namun kini, di Kecamatan Juhar juga ter-dapat merga Sembiring dan Karo-karo yang merupakan pendatang karena per-nikahan ataupun penempatan kerja.

Maka diketahui bahwa jumlah merga Sembiring pada Kecamatan Juhar masih sedikit dulu. Dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat Ka-ro maka bertambahlah merga Sembiring di dalam Kecamatan Juhar.

Merga Sembiring yang terdapat di Kecamatan Juhar seperti Sem-biring Milala, SemSem-biring Brahmana, SemSem-biring Keling, SemSem-biring Depari,

Sembiring Pelawi, Sembiring Kembaren, Sembiring Keloko, Sembiring Pan-dia, dan Sembiring Gurukinayan.

Maka dapat diketahui merga Sembiring ini sudah di tetapkan men-jadi masyarakat Karo di Kecamatan Juhar.

3.4 Fenomena Perkawinan Sembiring di Kecamatan Juhar 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Masyarakat Karo merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai macam merga yang dikenal dengan istilah merga silima.

Tabel 3 Skema Merga Silima

Ginting Karo-karo Perangin-nangin Tarigan Sembiring Munte

Sumber: Hasil Wawancara dengan Mambar Ginting, Pengetua Adat Karo

Masyarakat Karo mengenal perkawinan ideal yaitu perkawinan anta-ra oanta-rang-oanta-rang yang rimpal ialah antaanta-ra laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya. Perkawinan pada masyarakat Karo umumnya meru-pakan satu prantara, yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan

seorang wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat dari kaum laki-laki dengan kaum kerabat dari si wanita. Perkawinan semacam ini dianggap baik sebab memperbaharui hubungan kalimbubu (pem-beri gadis) dengan anak beru (penerima gadis) yang sudah terjalin sebelumnya.

Adapun tujuan perkawinan bagi masyarakat Karo adalah :

1. Mendapatkan keturunan terutama anak laki-laki sebagai pelanjut keluarga menurut garis bapak (patrinieal), sehingga urutan kekeluargaan menurut garis itu tetap berkelanjutan disamping warisan tetap pada kelompok ini

2. Mempunyai pengakuan dan status dari masyarakat sekitar bahwa adanya keluarga baru merupakan pembentukan generasi berikut yang bertanggung jawab penuh dalam urusan keluarga dari orang tua yang memiliki anak laki-laki tadi

3. Memperkuat dan mengembangkan tali kekerabatan 4. Menciptakan kebahagian lahir batin suami-istri.

Hal ini berarti sifat relegius dari perkawinan pada masyarakat Karo terlihat dengan adanya perkawinan yang tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan, tetapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka.

2. Syarat Sahnya Perkawinan Adat Karo

Tujuan perkawinan pada masyarakat Karo ialah ikatan lahir batin, mendapatkan keturunan, memperkuat tali kekerabatan dan hak waris jatuh kepada anak laki-laki langsung, tidak akhirnya kepada orang lain, walaupun

masih saudara senenek misalnya. Demikian juga bila ditinjau secara sosiologis maka tujuan perkawinan bagi orang Karo adalah untuk memperoleh pengakuan dari kerabatnya dan masyarakat sekitar tempat kejadian, dimana upacara perkawinan berlangsung.

Sesuai dengan tujuan perkawinan diatas, dalam adat istiadat masyarakat Karo telah digariskan suatu aturan yang berkaitan dengan “siapa boleh kawin dengan siapa dan siapa yang tidak boleh dikawini”. Dalam tatanan adat masyarakat Karo, telah digariskan beberapa aturan berupa larangan kawin.

Aturan-aturan tersebut antara lain seorang laki-laki dan gadis yang seketurunan merga, sama sekali tidak dapat dibenarkan kawin, kecuali anak merga Perangin-nangin Sebayang dapat kawin dengan merga lain dari merga induk merga Perangin-nangin, misalnya merga Bangun dan merga Singarimbun di-perbolehkan dengan merga Sebayang dimana merga ini sama-sama anak dari merga Perangin-nangin lain. Beberapa dari induk merga Sembiring juga ada yang dapat dibenarkan saling kawin, misalnya antara merga Sembiring Kem-baren dengan Sembiring Depari. Kecuali lainnya yang sudah merupakan tradisi bagi masyarakat Karo adalah laki-laki atau gadis dari merga Sebayang tidak dibenarkan kawin dengan merga Sitepu dari merga Karo-karo. Jadi walaupun mereka ini berbeda merga tetapi mereka tidak boleh saling kawin, tentu hal ini ada sejarahnya.

Selain larangan kawin semarga sebagaimana disebutkan diatas, masih ada lagi pantangan kawin atau yang menurut istilah Karo disebut la arus

(melawan arus) kalau antara laki-laki dan wanita ada pertalian kekerabatan seperti :

a. Seperemen (ibu bersaudara)

b. Erturang Impal (ibu sigadis bersaudara dengan ayah jejaka dan yang sederajat)

c. Mamina (jejaka dengan gadis yang seharusnya menjadi istri pamannya)

d. Jejaka memanggil bibi terhadap si gadis (saudara perempu-an ayah)

e. Anak tiri atau anak angkat

f. Bere-bere (anak gadis dari kakak/adik perempuan)

Menurut hasil wawancara dengan para informan dapat diketahui bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo su-dah dilakukan sejak dulu, namun tidak ada yang dapat memberikan keterangan yang pasti tahun berapa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo pertama kali terjadi.

Dari hasil dari wawancara dengan Mambar Ginting, salah satu pengetua adat menyatakan bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan keturunan dalam klan Sembiring. Dimulai dengan masuknya bangsa India Tamil yang lebih dikenal dengan nama India Belakang dengan tujuan berdagang ke Tanah Karo. Orang-orang India Belakang mempunyai kulit berwarna hita sehingga

dipanggil oleh masyarakat Karo setempat dengan si mbiring yang artinya si hitam sedangkan merga Sembiring sendiri memang telah ada.

Masalah timbul pada perkawinan disebabkan kondisi orang India Belakang yang hitam, jelek, dan pesek maka orang Karo asli jarang bahkan ka-dang tidak ada yang mau kawin dengan mereka sehingga setelah diadakan musyawarah anatar orang India Belakang yang telah bermarga Sembiring dengan pengetua adat akhirnya diperbolehkan terjadi kawin mengawinin antara mereka.

Merga Sembiring yang ada pada masyarakat Karo secara umum membagi diri atas dua kelompok, yaitu :

1. Si Man Biang (yang memakan anjing) terdiri dari :

a. Sembiring Kembaren, (asal usul merga ini dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek mo-yang mereka bernama Kenca Tampe Kuala berangkat bersa-ma rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kera-jaan bernam “pisau bala bari”. Keturunannya kemudian mendirikan Kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negeri Jahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Merga ini juga tersebar luas di Kabupaten Langkat

sep-erti Lau Damak, Batu Erjong-jong, Sapo Padang, Sijagat dan lain-lain).

b. Sembiring Keloko, (menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Merga Sem-biring Keloko tinggal di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu dengan Sampe Raya.

Merga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, be-berapa keluarga di Buah Raya dan Limang).

c. Sembiring Sinulaki, (sejarah Merga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren ka-rena mereka masih dalam satu rumpun. Merga Sinulaki be-rasal dari Silalahi).

d. Sembiring Sinupayung, merga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Ra-ja dan Negeri).

2. Si La Man Biang (yang tidak memakan anjing) atau Sembiring Singombak terdiri dari :

a. Sembiring Brahmana

Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megit dan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya

me-nyebar ke Ulan Julu, Namo Celaka, dan Kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Ki-nayan dan keturunannya menjadi Sembiring Guru KiKi-nayan.

Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian ke-turunannya kemudian pindah ke Perbesi kemudian pindah ke Limang.

b. Sembiring Guru Kinayan

Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahman menemukan pokok bamboo bertulis (Buloh Kanayan Er-surat). Daun bamboo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampong itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sem-biring Guru Kinayan.

c. Sembiring Colia

Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampong Kubu Colia.

d. Sembiring Muham

Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sem-bunyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kina-yan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampong Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).

e. Sembiring Pandia

Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India.

Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.

f. Sembiring Keling

Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sem-biring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mem-persembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Kel-ing telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, kare-nanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan me-larikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.

g. Sembiring Depari

Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seber-aya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaten Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempu-an disebut Tajak. Sembiring Depari kemudiperempu-an pecah menjadi Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.

h. Sembiring Bunuaji

Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.

i. Sembiring Milala

Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Mereka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.

j. Sembiring Pelawi

Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasal dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Ra-ja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai

ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi.

Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Per-baji, Bekancan dan lain-lain.

k. Sembiring Sinukapor

Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.

l. Sembiring Tekang

Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Se-mentara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinu-lingga, denganb alas an ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.

Adanya perbedaan antara Sembiring Si Man Biang dengan Sembiring La Man Biang sebenarnya menurut Mambar Ginting, seorang pengetua adat adalah merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah

menipu Raja Aceh yaitu dengan mempersembahkan seekor gajah putih padahal sesungguhnya adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat mempersembahkannya hujan turun sehingga tepung beras yang me-lumuri kerbau tersebut luntur sehingga ia harus melarikan diri.

Dalam pelariannya ia menemukan jalan buntu dan satu-satunya jalan hanya menyeberangi sungai. Sembiring Keling tersebut tidak dapat berenang sehingga ia bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai. Ternyata ada seekor anjing yang menolongnya sehingga ia selamat sampai ke seberang dan dapat meloloskan diri dari kerajaan pasukan Raja Aceh. Setelah diselamatkan oleh anjing ia akhirnya bersumpah bahwa ia, saudara-saudara dan keturunannya tidak akan memakan anjing sampai kapan-pun.

Akibat dari sumpahnya akhirnya merga Sembiring yang berasal dari India Belakang beserta keturunannya ikut menanggung akibatnya sampai saat ini, yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing maka akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya.

BAB IV

TATA CARA ADAT PERKAWINAN SEMARGA DALAM KLAN SEM-BIRING PADA MASYARAKAT KARO DI KECAMATAN JUHAR

4.1 Perkawinan Semarga Dalam Klan Sembiring Pada Masyarakat Karo Di Kecamatan Juhar

Menurut dari hasil wawancara dengan para masyarakat Karo di Kecamatan Juhar dapat diketahui bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo sudah dapat dilakukan sejak dulu, namun tidak ada yang dapat memberikan keterangan yang pasti tahun berapakah perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo pertama kali terjadi. Bahkan tidak jarang dari beberapa responden tidak mengetahui alasana yang menyebabkan perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo boleh dilakukan.

Dari hasil dari wawancara dengan Mambar Ginting16, salah satu pengetua adat menyatakan bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan keturunan dalam klan Sembiring. Dimulai dengan masuknya bangsa India Tamil yang

Dari hasil dari wawancara dengan Mambar Ginting16, salah satu pengetua adat menyatakan bahwa perkawinan semarga dalam klan Sembiring pada masyarakat Karo sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan keturunan dalam klan Sembiring. Dimulai dengan masuknya bangsa India Tamil yang