• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.8. Pengalaman Penelitian

Sebagai etnografer yang bertugas menjadi peneliti di sebuah tempat yang sudah pernah saya dikunjungin pada saat adanya kerja tahun di kampung tersebut dan belum pernah kenal dengan para masyarakatnya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi saya, apalagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut merupakan sesuku dengan saya, akan tetapi hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan bagi saya. Karena hidup bersama dengan mereka dalam waktu yang cukup lama mengajarkan banyak hal kepada saya secara pribadi yang tidak pernah saya temui di kota. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan lamanya dengan cara observasi yang bertujuan untuk melihat dan mengamati kegiatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka mulai pagi sampai malam hari. Ketika saya tinggal bersama selama kurang lebih satu bulan lamanya di rumah salah satu keluarga saya dalam kesempatan itu saya melihat dan mengamati masyarakatnya yang saling terlibat dalam beberapa aktivitas, seperti berinteraksi dalam latihan GGA (Guro-guro Aron), gotong royong dan lain sebagainya.

Tempat yang menjadi lokasi penelitian saya untuk menyelesaikan tugas akhir/skripsi ini adalah di Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo. Di sana penduduknya didiami oleh masyarakat Karo umumnya tetapi terdapat juga suku bangsa lainnya, karena perbedaan suku bangsa maka terdapat pula perbedaan agama yang dianut oleh masyarakatnya seperti agama Kristen dan Islam akan tetapi lebih banyak yang menganut agama Kristen.

Setelah saya mendapatkan surat lapangan yang dikeluarkan oleh pihak departemen, akhirnya keesokan harinya saya berangkat ke lokasi yang saya pilih sebagai tempat penelitian saya. Sebelum saya sudah pernah mendatangi tempat ini bersama keluarga dari mamak saya sewaktu kerja tahun di Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo.

Dingin menusuk hingga sum-sum, udara dingin mencium setiap permukaan kulit yang nyaris membeku dan membiru. Angin sepoi tidak mengizinkan para pengguna jalan, para petani dan semua penguni Juhar untuk keluar dari dalam rumah masing-masing tanpa penghangat tubuh atau jaket.

Senasib dengan orang-orang hebat itu, orang-orang yang menerjang suhu dingin itu untuk mencari tumpukan rupiah demi kelangsungan hidup keluarga, saya juga mengalami perasaan yang sama. Yaitu dingin luar biasa, mengakukan hingga tulang-tulang, bahkan membuat saya sulit untuk sekedar mengangkat tangan untuk menulis.

Sebenarnya, dinginnya daerah Juhar dan sekitarnya. Secara umum untuk setiap daerah di Kabupaten Karo, bukan lagi merupakan suatu hal yang mengejutkan untuk saya, karena saya sendiri sering sekali mengunjungin

kampung ini dikarenakan Juhar merupakan tempat asal orang tua saya dari mamak tinggal sehingga saya tidak merasa terkejut dengan suasana dingin di Juhar. Saya juga telah melakukan persiapan untuk mengantisipasi akan dinginnya di sana pada saat penelitian berlangsung. Tetapi kenyataan berkata lain, dingin serta musim penghujan yang saat itu terjadi di Juhar ternyata menjadi salah satu kendala yang menyulitkan saya dalam rangka penelitian.

Suhu serta cuaca tersebut sedikit menganggu rencana yang telah saya susun.

Cara untuk sampai di lokasi penelitian harus dengan menggunakan becak mesin yang hanya berada di Juhar dan angkutan pribadi. Angkutan umum yang biasanya tersedia di setiap desa atau kota tetapi di desa ini tidak tersedia sama sekali angkutan umum untuk berpergian, hanya tersedia becak mesin untuk berpergian.

Pada hari pertama saya mendatangi lokasi tersebut, saya hanya seorang diri. Berangkat dari rumah keluarga saya dengan berjalan kaki mengelilingi desa Juhar. Dan hari sudah mulai siang maka saya mengunjungi rumah Kepala desa untuk meminta informasi dan data kependudukan Kecamatan Juhar. Tetapi Kepala desa meminta saya untuk mendatangin Kantor Kecamatan Juhar untuk mendapatkan informasi dan data kependudukan lebih lengkap. Namun untuk mendapatkan data tersebut, peneliti terkendala pada transportasi. Karena jarak rumah Kepala desa ke Kantor Kecamatan Juhar terbilang cukup jauh, maka peneliti memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk bisa sampai di sana dengan berjalan kaki. Tersedia becak mesin sebagai transportasi yang bisa digunakan peneliti menuju Kantor Kecamatan Juhar.

Sesampai di Kantor Camat peneliti melihat di sekitar bahwa para pegawai sedang mengadakan rapat dan peneliti melihat ada dari satu pegawai keluar dari ruangan dengan sopan saya bertanya kepada bapak tersebut. Dan bapak Dewan Surbakti mengatakan bawasan di Kantor Camat mengadakan rapat untuk pemilihan Gubernur yang akan mendatang dan peneliti di suruh untuk menunggu di luar halaman Kantor Camat tersebut. Tetapi saya merasa bosan dan memilih untuk berkeliling untuk menikmati indahnya kampung Juhar. Setelah berkeliling peneliti berhenti tepat di Kantor Polisi dan ada salah satu polisi untuk menyuruh saya naik dan peneliti ditanyak sedang melakukan apa. Dan saya menjawab maaf pak saya sebelumnya berhenti tepat di Kantor Polisi ini hanya untuk beristirahat sejenak, lalu saya mengatakan bahwa tujuan saya berada di Juhar untuk melakukan penelitian sebagai tugas akhir saya.

Tak terasa akhirnya saya dan bapak Halasan Sihotang (55) selaku Kepala Polsek di Kecamatan Juhar bicara panjang lembar mengenai kemajuan yang terdapat pada daerah Tapanuli dengan Juhar maka bapak Halasan mengatakan bahwa Juhar merupakan desa yang indah hanya saja masyarakatnya kurang peduli akan desa Juhar ini sehingga hanya sedikit yang ada perubahan pada Juhar. Dan saya juga mempertanyakan bagaimana pendapat bapak Halasan tentang adanya perkawinan semarga pada klan Sembiring yang berada di Juhar, lalu bapak Halasan mengatakan adanya perkawinan semarga pada Sembiring dikarenakan kurangnya pengaturan adat dulu sehingga terjadi perkawinan semarga dan tidak hanya itu saja perkawinan semarga juga terjadi pada marga Sebayang dan Ginting dahulu di Juhar.

Dengan waktu sudah menunjukan selesai makan siang maka dengan cepat peneliti untuk permisi pergi kepada bapak Halasan untuk menuju ke Kantor Camat.

Sesampai peneliti di Kantor Camat maka saya menjumpai Sekretaris untuk meminta informasi dan data kependudukan Kecamatan Juhar. Dan Sekretaris tersebut dengan senang hati memberikan saaya informasi dan data kependudukan yang saya perlukan. Setelah mendapatkan apa yang saya inginkan, saya kembali ke rumah dengan menggunakan transportasi becak mesin lagi untuk sampai ke rumah. Usai makan malam saya membuka laptop dan mulai memeriksa kembali data yang tadi saya peroleh.

Hari kedua saya kembali melakukan penelitian, saya berencana pergi. Namun sebelum pergi laki (kakek) saya mengatakan dalam bahas Karo yang artinya “Kamu ke rumah bibik tengah Melda saja dan tanyakan apa yang perlu kamu tanyakan nanti bibik tengah kamu bisa membantu kamu”

Mendapat saran itu, saya pergi ke rumah Bibik Tengah. Saya berjalan kaki dari rumah Laki (kakek) menuju rumah Bibik Tengah (adek mamak) saya bersyukur karena pada saat saya sampai, beliau masih berada di rumah. Belum pergi ke sawah seperti sehari-hari bik tengah pergi ke sawah maupun ke ladang juga. Penduduk Juhar rajin bekerja, mereka tidak mau membuang waktu sedikitpun untuk bermalas-malasan di rumah. Begitupula Bik Tengah Melda sebagai informan saya. Setelah kami saling menyapa dan saya mengutarakan maksud saya datang ke sana kemudian kamipun memulai percakapan. Setelah berlalu beberapa lama, sayapun tidak ingin menganggu

waktunya lama, saya rasa data saya cukup, saya akhirnya izin untuk pulang.

Beliau juga memberitahu saya bahwa perkawinan semarga pada Sembiring terjadi dikarenakan dulu hanya beru Sembiring yang banyak terdapat di Juhar sehingga maka terjadilah perkawinan semarga di desa tersebut. Tidak hanya marga Sembiring yang melakukan perkawinan semarga dulunya marga Sebayang dan Ginting juga mengikuti jejak Sembring sehingga siapa saja yang melakukan perkawinan semarga di Juhar akan di usir dari kampung Juhar.

Hari ketiga penelitian saya, saya memintak Laki (kakek) menemani saya ke rumah ketua adat di Juhar. Tetapi karna Laki (kakek) harus pergi ke ladang dulu maka saya pergi berjalan-jalan dahulu dan mengambil beberapa foto di Juhar seperti keadaan jalan di Juhar, poskesdes, jambur beserta tempat masak saat melakukan pesta dan rumat adat.

Setelah selesai berjalan-jalan maka saya kembali ke rumah untuk memastikan Laki (kakek) saya sudah berada di rumah atau belum, lalu sesampai di rumah saya sudah melihat Laki (kakek) sedang menonton dan saya duduk di sebelah Laki(kakek) sambil mengatakan Laki ayoklah kita kerumah ketua adat tadi dan dengan cepat Laki (kakek) berdiri untuk mengajak saya kerumah ketua adat tersebut.

Sesampai kami ke rumah ketua adat tadi rumahnya terlihat sepi dan seperti tidak ada orang dalam rumahnya, lalu Laki (kakek) saya menghampiri sebuah warung kopi yang dekat dengan rumah ketua adat itu dan menanyakan kepada salah satu bapak yang sedang menikmati minuman kopi susu yang berada di warung itu. Salah satu bapak yang telah di tanyakin Laki (kakek)

kemana ketua adat pergi sehingga rumah tanpa sepi maka bapak itu mengatakan bahwa ketua adat kepergi kesekolah dari pagi tadi. Sehingga Laki (kakek) meminta kami untuk pulang ke rumah dulu dan akan kembali nanti setelah ketua adat sudah berada di rumah.

Hari sudah menjelang malam peneliti dan Laki (kakek) mencoba untuk kembali lagi ke rumah ketua adat. Saya sangat merasa bersyukur dikarenakan sewaktu kami sampai di rumah itu ketua adat beserta istrinya berada di rumah dan kami di suruh masuk oleh istri ketua adat tersebut. Beliau dikatakan sebagai Ketua adat dikarenakan beliaulah orang tertua yang berada di Juhar ini yang dipercayai mengetahui sejarah Juhar ini. Setelah berlalu beberapa lama, sayapun tidak ingin menganggu waktunya terlalu lama di karenakan waktu sudah larut malam, saya rasa data saya cukup, kami akhirnya izin untuk pulang. Beliau juga menceritakan sejarah klan Sembiring dan tidak hanya itu saya juga mengambil sebuah foto moment bersama dengan Ketua adat di Juhar.

Gambar 1

Moment Kebersamaan Ketua Adat beserta Istrinya

Sumber: Dokumentasi Pribadi (Yessi Veronika Sinulingga, 2019)

Beberapa hari melakukan penelitian tidak lantas membuat saya sepenuhnya penelitian setiap harinya. Saya juga tetap harus mnegerjakan pekerjaan rumah dan bahkan kadang juga membantu Laki (kakek) dan Karo (nenek) mengerjakan pekerjaan mereka di ladang. Itu sebenarnya salah satu kesulitan yang saya keluhkan. Saya harus bisa membagi waktu antara penelitian, menulis dan juga bekerja. Semuanya selalu berujung saya yang kelelahan dan malam hari menjadi malas untuk menulis/mengerjakan hasil wawancara.

Keeesokan harinya, saya melihat masyarakat yang ada di Juhar melakukan gotong royong dalam membersihkan tempat pembuangan sampah yang sering sekali masyarakat membuang sampah di tempat itu beserta pekarangan lingkungan mereka. Menurut informan yang dikatakan oleh kepala desa bahwa kegiatan gotong royong ini dilakukan dikarenakan akan mendekati hari besar Juhar yang disebut Kerja Tahun setiap tahun mendatang yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Semua masyarakat berbondong bondong menuju tempat yang dipenuhi sampah yang di anggap masyarakat tempat pembuangan sampah mereka sehari-hari tanpa harus diarahkan lagi oleh kepling, mereka secara spontan langsung turun dan bersama-sama membersihkan sampah ditempat itu serta perkarangan khususnya di sekitaran mereka. Kegiatan gotong royong ini dilakukan tanpa adanya perbedaan suku atau pun agama, bahkan mereka mengadakan makan bersama setelah selesai gotong royong, yang tujuannya untuk menambah rasa solidaritas sesama mereka sehingga tidak ada pandangan negative di antara mereka dalam kehidupan sosialnya. Setiap

individu merasa bahwa individu lain adalah saudara mereka, dengan begitu harmoni sosial tetap terjaga walaupun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda baik itu dari suku atau pun agamanya.

Gambar 2

Kegiatan Gotong Royong di Pembuangan Sampah

Sumber: Dokumentasi Pribadi (Yessi Veronika Sinulingga, 2019)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kecamatan Juhar

Latar belakang berdirinya Juhar di awali dari perpindahan kelompok klen merga Tarigan yang berasal dari desa Lingga. Tujuan kepindahan ini adalah untuk mencari tempat tinggal dan lahan baru. Awal kedatangan merga Tarigan secara bergelombang gelombang pertama di awali hanya beberapa anggota keluarga saja. Kemudian beberapa tahun berikutnya di ikuti oleh kedatangan beberapa keluarga lainnya. Daerah yang di temukan oleh merga Tarigan tersebut sangat subur dan berada di kaki bukit-bukit yang memiliki hutan dan aliran sungai yang cukup mengairi seluruh daerah tersebut kelompok marga Tarigan yang datang pertama kali ke daerah tersebut kemudian mulai merambah hutan dan membangun tempat tinggal yang berada tepat di tengah-tengah dataran rendah tersebut. Setelah itu jalan-jalan setapak kemudian di buka kesegala arah untuk memudahkan perjalanan sambil mencari lahan yang cocok untuk pertanian. Daerah tersebut pertama kali di huni oleh merga Tarigan, akan tetapi belum ada sebutan untuk menamai tempat yang baru tersebut. Karena masih jarang penduduknya dan belum di kelola. Akan tetapi setelah setelah daerah ini di diami, secara tidak langsung daerah tersebut kemudian terhubung kedaerah-daerah lain bahkan sebagai daerah lintasan yang menghubungkan daerah yang satu kedaerah yang lainnya.

Seperti daerah-daerah lainnya, daerah yang di kelola merga Tarigan tersebut mempunyai kekayaan alam yang jarang ditemukan di daerah lain, termasuk daerah-daerah sekitarnya yaitu hutannya yang lebat. Hutan tersebut rata-rata di tumbuhi oleh pohon yang sangat besar. Karena besarnya masyarakat dahulu menamai pohon tersebut dengan nama Pohon Juhar.

Ketika merambah hutan semakin kedalam, merga Tarigan menemukan sebatang Pohon Juhar yang sangat rimbun serta batang pohon tersebut lebih besar dibandingkan dengan pohon Juhar yang lainnya, dengan demikian posisi ditemukannya pohon tersebut diyakini merupakan pusat dari dataran rendah yang akan mereka huni. Merga Tarigan yang mulai membangun pemukiman, kemudian mendirikan tempat tinggal di sekitar serta menghadap pohon tersebut, dengan tujuan supaya lebih mudah untuk menemukan jalan ketika bepergian dalam merambah hutan

Setelah daerah tersebut sudah mulai terbuka, maka kelompok merga Tarigan yang bermukim di daerah tersebut secara perlahan mulai melakukan interaksi dengan daerah lain, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan. Pada masa itu masyarakat masih menggunakan sistem barter yang berupa hasil-hasil kekayaan alam antar kelompok masyarakat. Orang-orang yang melintas kedaerah lain dan selalu berteduh di bawah pohon Juhar tersebut, sehingga lama-kelamaan istilah Juhar sering digunakan orang untuk mengatakan daerah yang didiami oleh merga Tarigan tersebut.

Akan tetapi, desa Juhar terbentuk tidak terlepas dari kedatangan merga-merga lain selain dari merga Tarigan. Klan merga yang ikut membangun desa Juhar diantaranya adalah merga Peranginangin, yang datang pada tahun 1800-an, kemudian di susul oleh merga Ginting yang datang dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dengan merga Peranginangin. Kelompok merga tersebut sebenarnya sudah ada ketika desa Juhar mulai ditempati, merga Tarigan sebagai pembuka kampung membawa anak berunya yang bermarga Ginting dan Peranginangin. Dari perkembangannya maka dapat diuraikan berdasarkan merga yang datang kemudian membangun klan merganya berdasarkan kelompok dari merga-merga yang ada di daerah desa Juhar.

Pada tahun 1945 utusan dari Pulung Tarigan tiba ke desa Juhar untuk mengumumkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk menyambut kedatangan utusan tersebut, maka 3 pengulu desa Juhar melakukan musyawarah untuk mengumpulkan masyarakat di Balai yang ada di Juhar Tariga. Setelah berkumpul, surat dari pemerintahan dari kewedanaan Tigabinaga yang berisi tentang pembenahan Kecamatan Juhar.

Kabar Kemerdekaan tersebut di sambut dengan gembira oleh masyarakat Juhar. Setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan tersebut, desa Juhar kemudian diangkat menjadi ibu Kota Kecamatan Juhar. Adapun desa-desa yang tergabung dengan desa-desa Juhar pada saat saat pembentukan Kecamatan Juhar adalah : Desa Namosuro, Jandi, Naga, Ketawaren, Lau Kidupen, Lau Lingga, Pernantin, Bekilang, Buluh Pancur, Kidupen, Pasar

Baru, Mbetung, Gunung Juhar, Segenderang, Batu Mamak, Nageri, Sugihen, Sukababo, Kuta Gugung, Keriahan dan Kuta Mbelin.

Sebagai bentuk kesediaan masyarakat Juhar mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia, dalam pembenahan kantor-kantor yang dibutuhkan untuk Pemerintahan membuat masyarakat Juhar dengan menyediakan lahan sebagai tempat dibangunnya kantor-kantor pemerintahan. Juhar Peranginangin merupakan perwakilan desa Juhar dengan memberikan lahan secara cuma-Cuma untuk tempat mendirikan Kantor Camat. Kantor Polisi dan Militer.

Sehingga dimulailah pemerintahan Republik Indonesia di desa Juhar sebagai ibu kota Kecamatan Juhar.

2.2 Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Juhar

Kecamatan Juhar terletak di 710-800 m di atas permukaan laut.

Kecamatan ini memiliki 24 desa yang memiliki total luas wilayah 218,56 km² atau sebesar 10,27% dari luas total Tanah Karo dengan jumlah penduduk sebanyak 13.726 jiwa. Luas tersebut membuat Kecamatan Juhar menjadi Kecamatan terbesar ketiga setelah Kecamatan Mardingding dan Laubaleng.

Hal tersebut membuat Kecamatan ini dikenal sebagai Juhar Si Mbelang yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Juhar yang luas. Hingga tahun 2013 tercatat ada 14 gedung sekolah yang tersebar di desa-desa yang berada di Kecamatan Juhar dengan jumlah guru sebanyak 114 orang sedangkan jumlah murid yang terdaftar sebanyak 2.186 siswa/i. Secara geografis dan

administratif Kecamatan Juhar yang berada di Kabupaten Karo ini berbatasan dengan Kecamatan dan Kabupaten yaitu:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tigabinanga dan Kecamatan Munte

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tigabinanga dan Kabupaten Dairi

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah

Gambar 3 Peta Kecamatan Juhar

Sumber: Dokumentasi Pribadi (Yessi Veronika Sinulingga, 2019)

2.3 Komposisi Penduduk

Secara umum, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kantor Kecamatan Juhar, jumlah penduduk yang tersebar di 25 desa adalah sebanyak 14384 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 7226jiwa dan perempuan sebanyak 7218 jiwa. Dapat dilihat bahwa jumlah warga

laki-lihat juga bahwa jumlah warga laki-laki dan warga perempuan memiliki selisih sekitar 8 orang.

Tabel 1

Komposisi Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Juhar, 2016

No Desa/Kelurahan Penduduk (orang)

Laki-laki Perempuan Jumlah

Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Berdasarkan Agama di Kecamatan Juhar, 2016

Sumber: KUA Kecamatan Juhar (online, 2018)

Dari hasil tabel di atas maka dapat diberikan penjelasan, bahwa penduduk yang beragama Kristen merupakan kaum mayoritas yang berada di Kecamatan Juhar. Mereka yang beragama Kristen adalah kebanyakan penduduk yang berasal dari suku bangsa Karo, kemudian di susul oleh suku bangsa Jawa, Minangkabau, Aceh serta Mandailing. Selanjutnya disusul oleh penduduk yang beragama Islam. Sedangkan agama yang minoritas adalah agama Hindu dan Budha. Mereka yang beragama Hindu dan Budha kebanayakan berasal dari suku bangsa India Tamil dan Cina.

2.4 Keadaan Ekonomi dan Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Juhar

Lokasi desa Juhar yang terletak berdekatan dengan kaki Gunung Sinabung menjadikannya sebagai wilayah yang sangat subur dan sesuai untuk usaha pertanian dan peternakan. Masyarakat umumnya berprofesi sebagai petani dan peternak. Masyarakat melakukan usaha pertanian secara menetap di ladang, sawah serta hutan. Banyak keluarga yang tidak memiliki lahan pribadi memilih menjadi buruh tani atau mengusahakan tanah keluarga sebagai lahan bercocok tanam. Beberapa keluarga memanfaatkan hutan sebagai lahan bercocok tanam dan beberapa diantaranya memilih memanfaatkan hasil hutan seperti buah cokelat, durian, kopi, nira, jengkol, petai, kemiri, kulit manis, bambu, kayu, nenas hutan hingga lengkeng yang tumbuh secara liar untuk dijual.

Tanaman pertanian yang menjadi andalan dari desa Juhar adalah jong (Jagung) dan siberu dayang (padi). Usaha peternakan yang dijalankan oleh masyarakat adalah peternakan unggas seperti ayam, bebek dan itik serta peternakan ruminansia seperti sapi dan kambing, hewan lain yang paling banyak diternakan adalah babi. Selain menjadi petani dan peternak, masyarakat asli desa Juhar juga berprofesi sebagai pembuat gula dari aren (nira). Bahan baku dalam pembuatan gula aren adalah air nira yang diambil secara gratis dari hutan. Seiring dengan berjalannya globalisasi, saat ini masyarakat di desa Juhar memiliki profesi yang sangat beragam seperti pedagang, supir bus antar kota, supir becak mesin, guru, bidan, polisi dan perangat desa. Masyarakat Juhar masih memegang teguh beberapa ajaran dan hukum adat sehingga hubungan kekeluargaan antar masyarakat terjalin dengan sangat baik.

Kegiatan-kegiatan pertanian yang dilaksanakan oleh masyarakat di Juhar sudah dipengaruhi oleh pengetahuan dan teknologi moderen. Para petani yang memiliki modal besar memanfaatkan traktor, mesin pemisah padi, penanggalan waktu tanam, penggunaan bibit unggul yang diberikan pemerintah, dan penggunaan pupuk serta pestisida pabrikan sedangkan petani dengan modal kecil masih menggunakan cara tradisional yakni membajak, bibit hasil tuaian sendiri, dan tidak menggunakan pupuk. Petani yang memanfaatkan hasil hutan juga sudah dipengaruhi oleh pengetahuan moderen. Mereka menggunakan motor untuk masuk ke hutan untuk mengangkut hasil hutan sedangkan jaman

Kegiatan-kegiatan pertanian yang dilaksanakan oleh masyarakat di Juhar sudah dipengaruhi oleh pengetahuan dan teknologi moderen. Para petani yang memiliki modal besar memanfaatkan traktor, mesin pemisah padi, penanggalan waktu tanam, penggunaan bibit unggul yang diberikan pemerintah, dan penggunaan pupuk serta pestisida pabrikan sedangkan petani dengan modal kecil masih menggunakan cara tradisional yakni membajak, bibit hasil tuaian sendiri, dan tidak menggunakan pupuk. Petani yang memanfaatkan hasil hutan juga sudah dipengaruhi oleh pengetahuan moderen. Mereka menggunakan motor untuk masuk ke hutan untuk mengangkut hasil hutan sedangkan jaman