• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.10. Kondisi Syzygium dan Bambu di TWA Gunung Baung

Terdapat enam spesies bambu yang dijumpai di lokasi penelitian, yaitu

Bambusa blumeana, Schizostachyum zollingeri, Schizostachyum iraten, Dendrocalamus asper, Bambusa vulgaris, dan Giganthocloa apus. B. blumeana

71

adalah spesies bambu yang sangat mendominasi di kawasan Gunung Baung (INP = 225,13). Bambu ini dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan pring ori atau bambu duri. Spesies ini memiliki ciri berupa percabangan yang rapat dan dipenuhi dengan duri-duri. Spesies ini banyak tersebar di seluruh wilayah Jawa. Secara tradisional umumnya digunakan sebagai bahan pembuat keranjang. Digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan pulp kertas, seperti yang dilakukan di wilayah Jawa Timur (Widjaya 2001).

Dalam tipe pertumbuhan rumpunnya, bambu dikelompokan ke dalam 2 tipe pertumbuhan yaitu simpodial (clumped type) dan monopodial (running type). Pada tipe simpodial, pertumbuhan tunas baru terjadi di ujung rimpang dan percabangan rizomnya berkelompok membentuk rumpun yang jelas. Pada tipe monopodial, tunas baru dapat muncul pada setiap buku rimpang dan tidak membentuk rumpun. Pertumbuhannya seperti individu-individu yang terpisah pada jarak yang berjauhan. Bambu yang tumbuh di kawasan tropis seperti Malaysia dan Indonesia umumnya memiliki tipe pertumbuhan yang simpodial, sedangkan di daerah subtropik, seperti Jepang, Cina dan Korea umumnya bertipe monopodial (Berlin dan Estu 1995).

Widjaja (2010), mengelompokkan bambu berdasarkan bentuk percabangan akar rimpangnya ke dalam 2 tipe, yaitu pakimorf dengan percabangan akar rimpang yang beruas pendek dan bersifat simpodial, serta

leptomorf dengan percabangan akar rimpang beruas panjang dan bersifat

monopodial. Spesies bambu asli di Indonesia umumnya memiliki system percabangan akar rimpang yang bersifat pakimorf, sehingga buluh bambu yang muncul pada buku akar terlihat rapat dan membentuk rumpun. Spesies bambu yang dijumpai di TWA Gunung Baung semuanya memiliki tipe pertumbuhan yang simpodial, sehingga dengan mudah dapat dibedakan antar rumpun yang satu dengan lainnya. Jumlah petak pengamatan perjumpaan bambu, jumlah rumpun bambu dan luas rumpun bambu pada tiap-tiap blok pengamatan ditampilkan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Kondisi jumlah petak, jumlah rumpun dan luas rumpun bambu pada tiap blok lokasi pengamatan

Spesies Jumlah pada masing-masing blok

Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5

Jumlah Petak Bambu

Bambusa blumeana 50 22 26 10 18 Schizostachyum zollingeri 0 0 0 19 0 Schizostachyum iraten 2 0 5 2 1 Gigantochloa apus 0 0 0 1 0 Dendrocalamus asper 0 1 1 3 0 Bambusa vulgaris 0 3 1 0 0 Jumlah 52 26 33 35 19

Jumlah rumpun bambu

Bambusa blumeana 175 83 80 36 69 Schizostachyum zollingeri 0 0 0 169 0 Schizostachyum iraten 9 0 28 20 7 Gigantochloa apus 0 0 0 3 0 Dendrocalamus asper 0 3 1 5 0 Bambusa vulgaris 0 5 2 0 0 Jumlah 184 91 111 223 76

Luas rumpun bambu (m2)

Bambusa blumeana 751,17 347,05 321,69 96,01 244,61 Schizostachyum zollingeri 0 0 0 214,38 0 Schizostachyum iraten 5,97 0 26,38 21,82 6,67 Gigantochloa apus 0 0 0 5.81 0 Dendrocalamus asper 0 2.20 1.57 8.71 0 Bambusa vulgaris 0 2.20 6.44 0 0 Jumlah 757,13 351,44 356,08 346,73 251,28

Dengan cara rekapitulasi yang sama dihitung pula jumlah Syzygium yang tercatat di seluruh petak pengamatan pada setiap blok pengamatan. Hasilnya ditampilkan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah spesies, individu dan petak Syzygium pada tiap lokasi blok pengamatan di TWA Gunung Baung, Jawa Timur

Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5

Spesies Syzygium 3 4 5 1 3

Individu Syzygium 125 98 73 1 37

Petak Syzygium 55 30 38 1 21

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pada lokasi pengamatan di mana dijumpai jumlah rumpun bambu yang cukup banyak (blok 4) justru hanya

73

dijumpai sebanyak 1 individu Syzygium. Sebanyak 35 petak pengamatan yang ditumbuhi rumpun bambu terdapat di blok 4 ini. Jumlah spesies bambu yang dijumpai pada blok ini juga paling banyak dibandingkan dengan blok lainnya (5 spesies bambu). Spesies bambu yang mendominasi adalah Schizostachyum

zollingeri. Secara alami, spesies ini hanya dijumpai di Jawa Timur. Hidup pada

daerah dataran rendah tropis pada daerah yang lembab hingga kering (Widjaja 2001).

Analisis klaster yang dilakukan terhadap blok pengamatan berdasarkan pada karakter vegetasi bambunya menghasilkan tiga kelompok klaster, yaitu: kelompok pertama adalah klaster blok pengamatan 2,3 dan 5; kelompok kedua blok pengamatan 4 dan kelompok ketiga blok pengamatan 1 (Gambar 25). Karakter vegetasi bambu yang dimasukan berupa: jumlah petak pengamatan dijumpai bambu, jumlah rumpun bambu, luas rumpun bambu, dan jumlah spesies bambu. Kesemuanya dihitung untuk setiap spesies bambu dan juga total keseluruhan bambu pada setiap lokasi blok pengamatan.

Kondisi blok pengamatan 1 berbeda dibandingkan dengan kondisi blok lainnya karena pada lokasi ini sangat didominasi oleh keberadaan Bambusa

blumeana. Kondisi pada blok pengamatan 4 dicirikan oleh keberadaan Schizostachyum zollingeri yang cukup mendominasi dibandingan dengan blok

lainnya. Blok Pengamatan S im ila ri t y 4 5 3 2 1 29.40 52.93 76.47 100.00

Gambar 25 Dendogram lokasi blok pengamatan berdasarkan pada kondisi vegetasi bambu di TWA Gunung Baung

Apabila dikaitkan dengan kondisi bambu pada tiap blok pengamatan, keberadaan Syzygium tidak dipengaruhi oleh keberadaan bambu. Keadaan ini dapat dilihat dari hasil regresi linear sederhana antara jumlah individu Syzygium dengan jumlah rumpun bambu, dan jumlah individu Syzygium dengan luas rumpun bambu (Gambar 26 dan 27).

Jumlah rumpun bambu

Ju m la h i n d iv id u S y z y g iu m 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16 14 12 10 8 6 4 2 0 S 2.63067 R-Sq 0.5% R-Sq(adj) 0.1% Jml ind Syzygium = 1.555 - 0.06014 Jml rmpn bmb

Gambar 26 Grafik regresi linear sederhana antara jumlah individu Syzygium dengan jumlah rumpun bambu

Luas rumpun bambu (meter persegi)

Ju m la h i n d iv id u S y z y g iu m 50 40 30 20 10 0 16 14 12 10 8 6 4 2 0 S 2.62408 R-Sq 1.0% R-Sq(adj) 0.6%

Jml ind Syzygium = 1.139 + 0.02840 luas rmpn bmb

Gambar 27 Grafik regresi linear sederhana antara jumlah individu Syzygium dengan luas rumpun rumpun bambu

Secara linear keberadaan bambu tidak berpengaruh terhadap kehadiran

Syzygium. Syzygium dapat dijumpai pada berbagai lokasi dengan beragam

kerapatan bambu. Meskipun demikian dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa Syzygium tetap dapat dijumpai pada petak-petak pengamatan yang didominasi oleh spesies bambu B. blumeana. Sebaliknya pada petak yang didominasi oleh spesies bambu Schizostachyum zollingeri ternyata hanya

75

ditumbuhi oleh satu individu Syzygium racemosum. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa keberadaan B. blumena tidak membatasi tempat tumbuh dan keberadaan Syzygium. Sebaliknya, keberadaan bambu S. zollingeri membatasi tempat tumbuh dan keberadaan Syzygium.

Hasil analisis asosiasi interspesies yang dilakukan mengindikasikan bahwa terdapat asosiasi positif antara bambu dengan beberapa spesies Syzygium, meskipun tingkat asosiasinya sangat kecil. Bambusa blumeana berasosiasi positif dengan S. pycnanthum dan S. racemosum terutama pada tingkat semai sampai tiang. Bambusa vulgaris dan Schyzostachium iraten secara berurut berasosiasi positif dengan S. littorale dan S. cumini pada tingkat pohon (Tabel 10).

5.11. Syzygium dan Faktor Lingkungan 5.11.1. Analisis Komponen Utama

Hasil analisis komponen utama yang dilakukan terhadap faktor kondisi lingkungan fisik tempat tumbuh Syzygium menunjukkan bahwa dari 7 faktor lingkungan fisik yang diamati dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor komponen utama. Hal ini diindikasikan dengan eigenvaluenya > 1. Kedua komponen baru dapat menjelaskan sebesar 54,10% (komponen pertama sebesar 30,00%, komponen kedua sebesar 24,10%) dari variabilitas keseluruhan variabel faktor yang diamati. Meskipun komponen pertama relatif lebih besar daripada komponen kedua, perbedaannya tidaklah terlalu besar. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa antara kedua faktor komponen memberikan informasi yang relatif sama besar untuk dapat menggambarkan kondisi habitat Syzygium. Komponen variabel kelembapan udara adalah variabel lingkungan fisik yang cukup berpengaruh pada faktor komponen pertama (PC1), diikuti suhu udara dan elevasi. Komponen variabel pH tanah dan ketinggian tempat adalah variabel lingkungan fisik yang berpengaruh pada faktor komponen kedua (PC2), diikuti oleh kelerengan tempat. Output komponen utama yang dihasilkan adalah PC1= 0,15 intensitas cahaya + 0,54 suhu udara – 0,61 kelembapan udara – 0,03 pH tanah – 0,08 kelembapan tanah + 0,33 kelerengan + 0,44 ketinggian tempat; PC2 = – 0,16 intensitas cahaya – 0,30 suhu udara + 0,17 kelembapan udara + 0,58 pH tanah – 0,53 kelembapan tanah + 0,28 kelerengan + 0,40 ketinggian tempat (Tabel 18 dan Gambar 28).

Tabel 18 Nilai eigenvalue dan nilai faktor masing-masing variabel lingkungan fisik tempat tumbuh Syzygium

Gambar 28 Hasil analisis komponen utama terhadap variabel lingkungan fisik tempat tumbuh Syzygium di Gunung Baung. Titik menunjukan lokasi keberadan Syzygium; Faktor-faktor lingkungan abiotik: kelembapan udara (%udara); pH tanah; ketinggian tempat (altitude); kelerengan; suhu udara; intensitas cahaya (lux); kelembapan tanah (%tanah).

Terlihat bahwa keberadaan Syzygium tidak secara spesifik berkorelasi dengan satu faktor fisik tempat tumbuhnya, akan tetapi tersebar pada berbagai kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Meskipun demikian terdapat beberapa lokasi keberadaan Syzygium yang berkorelasi sangat erat dengan faktor kelerengan dan ketinggian tempat (altitude). Kedua faktor lingkungan tersebut

PC1 (Faktor Komponen 1) PC2 (Faktor Komponen 2) Eigenvalue 2,10 1,68 Proporsi 0,30 0,24 Kumulatif 0,30 0,54 Variabel : Intensitas cahaya 0,14 -0,16 Suhu udara 0,54 -0,30 Kelembapan udara -0,61 0,17 pH tanah -0,03 0,58 Kelembapan tanah -0,08 -0,53 Kelerengan 0,33 0,28 Ketinggian tempat 0,44 0,40

77

menunjukan korelasi yang erat antara keduanya yang tergambar dari sudut lancip yang terbentuk (Gambar 28).

Hasil Analisis Komponen Utama yang dilakukan terhadap enam faktor lingkungan biotik tempat tumbuh Syzygium dapat menyederhanakannya menjadi 2 komponen utama baru yang ditandai dengan eigenvalue >1. Kedua faktor komponen tersebut dapat menjelaskan sebanyak 62,40% variabilitas dari keseluruhan variabel yang diamati (faktor komponen pertama sebesar 39,50%, faktor komponen kedua sebesar 22,90%). Hal ini mengindikasikan bahwa faktor komponen pertama memberikan informasi yang relatif lebih besar daripada faktor komponen kedua mengenai kondisi lingkugan biotik habitat Syzygium. Variabel luas rumpun bambu dan jumlah rumpun bambu adalah variabel lingkungan biotik yang cukup berpengaruh pada faktor komponen pertama. Variabel jumlah individu pancang dan variabel jumlah individu semai adalah variabel lingkungan biotik yang cukup berpengaruh pada faktor komponen kedua. Persamaan output yang dihasilkan adalah PC1 = – 0,57 luas rumpun bambu + 0,26 jumlah individu semai + 0,10 jumlah individu pancang + 0,34 jumlah individu tiang + 0,42 jumlah individu pohon – 0,55 jumlah rumpun bambu; PC2 = – 0,01 luas rumpun bambu + 0,62 jumlah individu semai + 0,71 jumlah individu pancang – 0,08 jumlah individu tiang – 0,28 jumlah individu pohon + 0,15 jumlah rumpun bambu. (Tabel 19 dan Gambar 29).

Tabel 19 Nilai eigenvalue dan nilai faktor masing-masing variabel lingkungan biotik tempat tumbuh Syzygium

PC1 (Faktor Komponen 1) PC2 (Faktor Komponen 2) Eigenvalue 2,37 1,38 Proporsi 0,39 0,23 Kumulatif 0,39 0,62 Variabel :

Luas rumpun bambu -0,57 -0,01

Jumlah individu semai 0,27 0,62

Jumlah individu pancang 0,10 0,71

Jumlah individu tiang 0,34 -0,08

Jumlah individu pohon 0,42 -0,28

Gambar 29 Hasil analisis komponen utama terhadap variabel lingkungan biotik tempat tumbuh Syzygium di Gunung Baung. Titik menunjukan lokasi keberadan Syzygium. Faktor-faktor lingkungan biotik: luas rumpun bambu (luas_bmb); lumlah rumpun bambu (Jml_ind bmb); jumlah individu tingkat semai (Jml_ind_sm); jumlah individu tingkat pancang (Jml_ind_pnc); jumlah individu tingkat tiang (Jml_ind_tg); jumlah individu tingkat pohon (Jml_ind_ph)

Berdasarkan pada faktor-faktor biotik tempat tumbuhnya, keberadaan

Syzygium ternyata sangat berhubungan dengan jumlah dan luas rumpun bambu

serta jumlah individu tiang dan pohon. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya titik keberadaan Syzygium yang berdekatan dengan faktor-faktor lingkungan biotik tersebut. Namun demikian keberadaan berdasarkan pada hasil analisis komponen utama yang dilakukan menunjukan bahwa keberadan Syzygium lebih berhubungan dengan faktor jumlah rumpun dan luas rumpun bambu dibandingkan dengan faktor jumlah individu tiang dan pohon. Hal ini terlihat dari sebaran titik-titik keberadaan Syzygium yang berdekatan dengan garis faktor –faktor lingkungan tersebut (Gambar 29).

Hasil analisis CCA (Canonical Correspondence Analysis) yang dilakukan terhadap spesies Syzygium dan variabel-variabel faktor lingkungannya menunjukan hasil seperti datampilkan dalam Gambar 30. Variabel jumlah rumpun bambu (Nbmb) merupakan variabel lingkungan yang berpengaruh cukup besar terhadap keberadaan Syzygium pada sumbu ordinasi 1, sedangkan ketinggian tempat (altd) berpengaruh cukup besar pada sumbu ordinasi 2. Hal ini terlihat dari nilai intraset correlation untuk kedua variabel tersebut. Nilai intraset correlation

79

untuk jumlah rumpun bambu sebesar -0,45 dan untuk ketinggian tempat sebesar 0,23. Intraset correlation menunjukkan hubungan antara faktor-faktor lingkungan dengan sumbu orninansi (ter Braak 1986).

Sebaran spesies Syzygium terhadap gradien faktor-faktor lingkungan tempat tumbuhnya cukup merata. Hal ini dapat dilihat dari eigenvalue cannonicalnya yang bernilai 0,53. Sebaran dan kemeratan yang dimaksudkan disini berkaitan dengan kondisi faktor lingkungannya, dan bukan bersifat spasial. Nilai eigenvalue berkisar antara 0-1. Nilai tersebut mengambarkan tingkat persebaran spesies maupun petak pengamatan terhadap variabel lingkungan yang digambarkan dalam diagram ordinansi. Semakin mendekati 1, maka persebaran spesies merata. Kent dan Coker (1992) dan Jongman et al. (1987) dalam Kurniwan dan Parikesit (2008), mengemukakan bahwa persebaran spesies dikatakan merata terhadap gradien variabel lingkungannya apabila memiliki eigenvalue > 0,5. Kondisi ini dapat diartikan bahwa secara bersamaan faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh Syzygium memberikan pengaruh dan peran yang sama terhadap tiap-tiap spesies Syzygium di Gunung Baung. Namun demikian, jika dilihat ordinasi hasil analisis dalam Gambar 30 terlihat bahwa keberadaan S.

pycnanthum lebih banyak dipengaruhi oleh faktor jumlah individu pohon,

sedangkan S. racemosum dan S. polyanthum dipengaruhi oleh keberadaan bambu, baik jumlah rumpun maupun luas rumpunnya.

Keberadaan S. littorale dan S. samarangense lebih banyak dipengaruhi oleh keberadaan semai dan tumbuhan bawah. Keberadaan S. cumini di Gunung Baung sangat berbeda dengan spesies Syzygium lainnya. Kehadirannya dipengaruhi oleh faktor jumlah individu pancang. Keberadaan S. racemosum di Gunung Baung lebih banyak dijumpai berdekatan dengan bambu dibandingkan dengan spesies Syzygium lainnya. S. pycnanthum sebagai spesies Syzygium yang paling banyak dijumpai terdapat lebih banyak pada lokasi-lokasi dengan dominasi pepohonan, meskipun masih dapat pula dijumpai pada lokasi-lokasi dengan kehadiran bambu.

-0.8 0.8 -0 .6 1 .0 S cum to S pol to S lit to S pyc to S rac to S sam to luas bmb Nsm Npc Ntg Nph Nbmb luxsuhu . udara pH tanah . tanah lereng altd

Gambar 30 Distribusi 6 spesies Syzygium terhadap variabel lingkungan fisik dan biotik di TWA Gunung Baung. Canonical Correspondence Analisys (CCA) diagram ordinasi spesies Syzygium (∆), variabel lingkungan (anak panah). Spesies Syzygium: S. cum to = S. cumini, S. lit to = S.

littorale, S. pol to = S. polyanthum, S. pyc to = S. pycnanthum, S. rac to = S. racemosum, dan S sam to = S. samarangense. Variabel

lingkungan fisik dan biotik: lux = intensitas penyinaran, suhu = suhu udara, lereng = kelerengan tempat, altd = ketinggian tempat, .tanah = kelembapan tanah, .udara = kelembapan udara, pH tanah, Nsm = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah, Npc = jumlah individu pancang, Ntg = jumlah individu tiang, Nph = jumlah individu pohon, Nbmb = jumlah rumpun bambu, luas bmb = luas rumpun bambu

Berdasarkan pada hasil analisis CCA terhadap strata pertumbuhan

Syzygium mulai dari tingkat semai hingga pohon dengan faktor-faktor

lingkungannya diperoleh hasil bahwa keberadaan Syzygium tersebar secara merata pada gradien faktor-faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Hal ini diketahui dari eigenvalue canonicalnya yang mendekati 0,5 (0,496). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh memberikan pengaruh yang relatif sama terhadap keberadaan Syzygium berdasarkan strata pertumbuhannya. Tidak ada faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan lainnya terhadap keberadaan Syzygium. Ordinasi yang

81

dihasilkan menunjukkan bahwa semai dan pancang Syzygium lebih banyak dijumpai pada tempat-tempat yang banyak bambu pada daerah-daerah lereng bukit (Gambar 31). Syzygium pada strata tiang dan pohon banyak dijumpai bersaman dengan keberadan tiang dan pohon lainnya di dalam kawasan. Jumlah individu tiang dan pohon mempengaruhi kehadiran Syzygium di kedua strata tersebut. -1.0 0.8 -1 .0 0 .8 Jml sm Jml pnc Jml tng Jml phn luas bmb Nsm Npc Ntg Nph Nbmb lux suhu . udara pH tanah . tanah lereng altd

Gambar 31 Distribusi strata pertumbuhan Syzygium terhadap variabel lingkungan fisik dan biotik di TWA Gunung Baung. Canonical Correspondence

Analisys (CCA) diagram ordinasi strata pertumbuhan Syzygium (∆),

variabel lingkungan (anak panah). Strata pertumbuhan Syzygium: Jml sm = strata semai, Jml pnc = strata pancang, Jml tng = strata tiang, Jml phn = strata pohon. Variabel lingkungan fisik dan biotik: lux = intensitas penyinaran, suhu = suhu udara, lereng = kelerengan tempat, altd = ketinggian tempat, .tanah = kelembapan tanah, .udara = kelembapan udara, pH tanah, Nsm = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah, Npc = jumlah individu pancang, Ntg = jumlah individu tiang, Nph = jumlah individu pohon, Nbmb = jumlah rumpun bambu, luas bmb = luas rumpun bambu

5.11.2. Regresi Linear Berganda

Pertumbuhan vegetasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Kondisi lingkungan tersebut meliputi kondisi lingkungan fisik dan biotik. Seberapa besar dan faktor apa saja yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan hubungan antara keduanya. Hasil analisis korelasi dan regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kehadiran Syzygium, yang ditandai dengan jumlah individu Syzygium (sebagai variable tak bebas-Y) dengan faktor lingkungannya. Faktor lingkungan yang digunakan meliputi berjumlah 13 variabel (sebagai variable bebas-X), yaitu: luas rumpun bambu, jumlah individu semai, jumlah individu pancang, jumlah individu tiang, jumlah individu pohon, jumlah rumpun bamboo, intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, kelembaban tanah, kelerengan , dan ketinggian tempat (altitude). Kesemua data variabel ditransformasi dalam bentuk ln (1+n). Hal ini dilakukan untuk memastikan sifat kenormalan data yang digunakan.

Hasil analisi korelasi Pearson pada α=5% yang dilakukan antara variable jumlah individu Syzygium dengan variabel faktor-faktor lingkungannya menunjukkan hasil korelasi yang signifikan hanya hubungan antara jumlah individu Syzygium dengan variabel kelembapan tanah dan ketinggian tempat.

Nilai korelasi Pearson untuk tiap variabel tersebut adalah: kelembapan tanah (%tanah) sebesar – 0,19, dan ketinggian tempat sebesar 0,27 (semua nilai P-value < 5%). Hubungan korelasi antar variabel-variabel lainnya terjadi secara tidak signifikan, yang ditandai dengan P-value yang lebih besar dari 5%. Data lengkap hasil analisis korelasi ditampilkan pada lampiran.

Analisi regresi linear berganda selanjutnya dilakukan untuk menganalisis hubungan antara jumlah individu Syzygium (sebagai variabel Y) dan ketiga belas variabel-variabel lingkungan lainnya (sebagai variabel x). Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah individu Syzygium dengan beberapa variabel lingkungannya. Hasil regresi yang dilakukan memperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

83

ln Y = - 9,02 + 0,06 ln x1 + 0,08 ln x2 + 0,07 ln x3 + 0,11 ln x4 – 0,03 ln x5 – 0,20 ln x6 – 0,01 ln x7 + 0,62 ln x8 + 0,12 ln x9 – 0,13 ln x10 – 0,62 ln x11 – 0,09 ln x12 + 1,79 ln x13

Keterangan :

Y = jumlah individu Syzygium (individu / petak pengamatan)

x1 = luas rumpun bambu pada tiap petak pengamatan (m2)

x2 = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah pada tiap petak pengamatan (individu)

x3 = jumlah individu pancang pada tiap petak pengamatan (individu)

x4 = jumlah individu tiang pada tiap petak pengamatan (individu)

x5 = jumlah individu pohon pada tiap petak pengamatan (individu)

x6 = jumlah rumpun bambu pada tiap petak pengamatan (rumpun)

x7 = intensitas penyinaran (lux)

x8 = suhu udara (oC) x9 = kelembapan udara (%) x10 = pH tanah x11 = kelembaban tanah (%) x12 = kemiringan lereng (%) x13 = ketinggian tempat ( m dpl)

Persamaan regresi ini menujukkan hasil yang tidak ideal, karena terjadi multikolinearitas di antara variabel-variabel bebasnya. Hal ini diketahui dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) yang lebih besar dari satu (VIF> 1) untuk semua variabel bebasnya (Iriawan dan Astuti 2006). Untuk itu perlu dilakukan penyederhanaan model persamaan dengan menggunakan metode Regresi

Stepwise. Hasil persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

ln Y = - 6,34 + 1,28 ln x13 – 0,15 ln x6

Hasil ini menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat (x13) dan jumlah rumpun bambu (x6) memiliki pengaruh terhadap jumlah individu Syzygium. Kedua variable tersebut menyederhanakan dan mewakili variabel-variabel lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengujian parameter model berdasarkan pada nilai P-value yang dihasilkan mengindikasikan bahwa variabel ketinggian tempat dan jumlah rumpun bambu memiliki makna dalam model persamaan tersebut. Kedua nilai P-value untuk variabel tersebut < 0.05 yang berarti bahwa keduanya berpengaruh terhadap jumlah individu Syzygium. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara linear, variabel ketinggian tempat dan jumlah rumpun bambu adalah variabel lingkungan yang mempengaruhi jumlah individu Syzygium di TWA Gunung Baung. Kenaikan sebesar 1 meter ketinggian tempat dari atas permukaan laut, tanpa terjadi penambahan jumlah rumpun bambu akan mengurangi kehadiran Syzygium sebanyak 5,06 individu. Semakin tinggi tempat,

maka kemungkinan untuk menjumpai Syzygium semakin berkurang. Hubungan ini hanya dapat diterangkan sebesar 11,71% dari data yang diperoleh, selebihnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya.

Spesies Syzygium banyak dijumpai pada kisaran ketinggian tempat antara 401-450 m dpl (156 individu). Pada ketinggian > 450 mdpl hanya dijumpai sebanyak 18 individu. Spesies pohon yang banyak dijumpai pada daerah-daerah puncak bukit adalah Schoetonia ovata (walikukun), Streblus asper (kayu serut), dan Emblica officinalis.

Dokumen terkait