• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Administratif dan Geografis

Kabupaten Batang Hari merupakan daerah perbukitan yang terletak di bagian tengah Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5.180, 35 Km2. Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Batang Hari berbatasan: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sarolangun dan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tebo.

Wilayah administrasi Kabupaten Batang Hari terdiri dari delapan kecamatan yang meliputi 13 (dua belas) kelurahan dan 96 (sembilan puluh satu) desa dengan berbagai perbedaan perkembangan, baik karena potensi geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia maupun karena pembangunan prasarana pada masing-masing kecamatan dan antar kecamatan. Dilihat dari aspek geografis, kabupaten ini mempunyai letak yang strategis karena merupakan lalu lintas yang menghubungkan kawasan barat sumatera. Sesuai dengan UU No. 45 Tahun 1999, maka Kabupaten Batang Hari dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari dengan Ibukota Muara Bulian dan Kabupaten Muaro Jambi dengan Ibu kota Sengeti (KPDE Kabupaten Batang Hari 2012).

Kecamatan Pemayung adalah salah satu kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Batang Hari. Kecamatan Pemayung berada pada Lintang 012327,5 dan 0144389 dan Bujur 10301049 dan 10328259, serta berada pada ketinggian 28 m di atas permukaan laut (DPL). Luas wilayah Kecamatan Pemayung adalah sebesar 957,5 km2 (17,61 persen dari total luas wilayah Kabupaten Batang Hari). Luas Kecamatan Pemayung merupakan luas wilayah kedua terbesar di Kabupaten Batang Hari. Kecamatan Pemayung beribukota di Jembatan mas, yang berjarak 28 km dari ibu kota Kabupaten Batang Hari.

Kecamatan Pemayung beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 26 C sampai dengan 27,2 C dengan kelembaban udara rata-rata antara 87 sampai dengan 89 persen. Kecamatan Pemayung berbatasan langsung dengan Kabupaten Muaro Jambi di sebelah utara, Kecamatan Bajubang dan Kabupaten Muaro Jambi di sebelah selatan, Kabupaten Muaro Jambi di sebelah timur, serta Kecamatan Muara Bulian dan Maro Sebo Ilir di Sebelah barat.

Kecamatan Pemayung terdiri dari 18 desa/kelurahan, yaitu Desa/Kelurahan Tebing Tinggi, Simpang Kubu Kandang, Kubu Kandang, Kuap, Senaning, Jembatan Mas, awin, Serasah, Pulau Betung, Ture, Lubuk Ruso, Olak Rambahan, Lopak Aur, Selat, Teluk, Pulau Raman, Kaos, dan Teluk Ketapang. Desa Lubuk Ruso merupakan desa yang terluas di Kecamatan Pemayung (21, 93%). Ditinjau dari jarak ke ibukota kecamatan, Desa Kaos merupakan desa terjauh dari ibukota kecamatan (Jembatan Mas), yaitu 30 km.

Potensi Perkebunan

Sektor perkebunan merupakan sektor paling dominan dan berperan besar dalam perekonomian daerah. Besarnya peran sektor perkebunan dapat dilihat dari variabel ekonomi, yaitu kontribusinya terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja

dan ketersediaan sumberdaya alam. Sektor perkebunan merupakan sektor yang tertinggi kontribusinya terhadap PDRB Batang Hari. Pada tahun 2006 kontribusi sektor perkebunan terhadap PDRB atas dasar Harga Konstan sebesar 16,73%, tahun 2007 sebesar 16,83%, tahun 2008 sebesar 16,55% dan pada tahun 2009 tetap sebesar 16,55%. Dari data tesebut, walaupun adanya kecenderungan menurun, namun secara kuantitatif perkembangan sektor ini cukup signifikan. Kondisi ini merupakan alasan yang kuat untuk menjadikan revitalisasi perkebunan sebagai salah satu prioritas pembangunan dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat

Besarnya peranan sektor perkebunan terhadap perekonomian Batang Hari dapat pula dilihat dari share-nya terhadap penyerapan tenaga kerja yang masih sangat signifikan, yaitu sekitar 64,09% dari total rumah tangga masyarakat Batang Hari hidup sebagai petani pada sektor perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini masih merupakan sektor sentral dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam di sektor perkebunan. Kabupaten Batang Hari memiliki potensi bidang perkebunan sebesar sekitar 336.722 Ha atau sekitar 65 % terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit (KPDE Kabupaten Batang Hari 2012).

Komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Batang Hari adalah karet dan kelapa sawit. Pada akhir tahun 2010 tercatat luas tanaman karet di Kabupaten Batang Hari sebesar 111.619 Ha dengan produktivitas 830 Kg/Ha/tahun. Luas tanaman 111.619 Ha, terdiri dari tanaman muda/belum menghasilkan seluas 21.299 Ha (19,08%), tanaman menghasilkan 75.347 Ha (67,50%), dan tanaman karet tua/ rusak 14.973 Ha (13,41%).

Komoditas kelapa sawit pada akhir tahun 2010 angka sementara tercatat seluas 66.674,7 ha dengan produktivitas 3.307 kg CPO/Ha/tahun yang terdiri dari tanaman muda/belum menghasilkan seluas 9.571,2 Ha (14,32%), tanaman menghasilkan 53.615,5 Ha (80,41%), dan tanaman tua/ rusak 3.488 Ha (5,23%). Total luas lahan sebesar 66.674,7 ha tersebut meliputi perkebunan rakyat 32.003 Ha (47,9%), Perkebunan BUMN/PTP 2.225 Ha (3,35%), dan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN) seluas 32.435,1 Ha (48,6%).

Kecamatan Pemayung merupakan daerah yang mempunyai areal pertanian yang cukup luas. Sektor pertanian yang diusahakan penduduk yang terluas adalah pertanian tanaman pangan dan perkebunan dimana komoditas perkebunan yang umumnya ditanam kelapa sawit dan karet. Luas tanaman perkebunan keadaan akhir tahun 2011 adalah sebesar 9.767,5 hektar dengan rincian tanaman kelapa sawit seluas 747,5 hektar dan tanaman karet seluas 9.020 hektar. Sektor perkebunan yang cukup besar di Kecamatan Pemayung ini merupakan modal dasar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keragaan Petani Responden

Berdasarkan karakteristik rumah tangga petani diperoleh data bahwa usahatani karet dan sawit merupakan pekerjaan utama responden. Tingkat pendidikan petani karet dan kelapa sawit secara umum tergolong rendah yaitu untuk petani karet tingkat pendidikan rata-rata selama 7,1 tahun dan untuk petani kelapa sawit rata-rata pendidikannya selama 7,6 tahun. Artinya, responden hanya menamatkan sekolah hingga jenjang Sekolah Dasar (SD) dan faktor ini akan

mempengaruhi adopsi teknologi dan kemampuan berinovasi serta managerial petani dalam berusahatani.

Dilihat dari usia petani responden tergolong pada kelompok usia produktif, yaitu rata-rata 50,3 tahun untuk petani karet dengan kisaran usia 32-70 tahun dan rata-rata 52,3 tahun untuk petani kelapa sawit dengan kisaran usia 23-78 tahun. Melihat usia petani responden, maka dapat dikatakan bahwa petani responden masuk pada usia produktif, artinya secara fisik cukup potensial untuk mendukung aktivitas kegiatan usahatani. Jumlah anggota keluarga petani responden rata-rata 5,2 jiwa untuk petani karet dan 5,1 jiwa untuk petani kelapa sawit. Rata-rata anggota keluarga petani responden ini terdiri dari bapak, ibu, dan tiga orang anak. Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja bagi keluarga, namun ketersediaannya belum mencukupi sehingga pada kegiatan tertentu diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga. Adapun karakteristik petani responden yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaan Karakteristik Petani Responden

Uraian Petani Karet Petani Kelapa Sawit (Konversi)

Minimum Maksimum Rata-rata Minimum Maksimum Rata-rata Umur Petani (tahun) 32 70 50,3 23 78 52,3 Pendidikan (tahun) 0 12 7,1 0 16 7,6 Pengalaman (tahun) 5 44 24,4 5 18 15,4 Jumlah anggota keluarga (orang) 3 9 5,2 3 9 5,1

Sumber: Data Primer (diolah) 2013

Pengalaman rata-rata petani responden dalam kegiatan usahatani karet sudah cukup lama, yaitu sekitar 24,4 tahun. Dengan demikian, petani karet bisa dikategorikan petani yang sudah paham akan seluk beluk tanaman karet. Pengalaman rata-rata usahatani kelapa sawit sekitar 15,4 tahun. Pengalaman usahatani kelapa sawit lebih kecil dibanding karet karena usahatani kelapa sawit relatif baru bagi masyarakat. Pengalaman usahatani dapat menjadi dasar dalam pengembangan usahatani karet dan kelapa sawit di wilayah penelitian. Pengalaman usahatani ini tentunya juga berpengaruh pada keputusan petani dalam memilih alternatif usahatani yang lebih baik, seandainya usahatani tertentu dinilai kurang menguntungkan atau tidak berdaya jual ekonomi tinggi. Luas kepemilikan lahan petani responden rata-rata 6,95 Ha. Luas lahan ini sangat berhubungan dengan kebutuhan sarana produksi. Semakin luas lahan yang dikelola maka kebutuhan sarana produksi akan semakin besar dan biaya usahatani menjadi lebih besar juga. Jika petani memiliki kemampuan keuangan yang baik dan tenaga kerja yang cukup, luas lahan tidak akan menjadi masalah. Namun, pada kondisi modal usahatani dan tenaga kerja terbatas, maka solusi terbaik adalah memperkecil usahataninya atau mengganti jenis tanamannya pada aktivitas yang mampu memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi dan kebutuhan tenaga kerja yang lebih rendah.

Dokumen terkait