• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Daerah

Dalam dokumen RPJPD 50 KOTA GABUNGAN (Halaman 11-37)

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Kondisi Umum Daerah

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

1. Secara geografis Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada posisi 1000 16‟ - 1000

51‟ BT dan 00 22‟ LU – 00 23‟ LS, atau berada pada bagian timur Provinsi Sumatera Barat. Sementara secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan daerah lain yaitu:

 Sebelah Utara dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

 Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

2. Kabupaten Lima Puluh Kota juga berbatasan dengan wilayah administratif Kota Payakumbuh, dimana Kota Payakumbuh terletak di tengah-tengah wilayah kabupaten ini. Luas wilayah administratif Kabupaten Lima Puluh Kota adalah 3.354,30 km2 yang terbagi ke dalam 13 kecamatan seperti terlihat pada Tabel 2.1. Selanjutnya 13 kecamatan tersebut terbagi ke dalam 79 nagari sebagai pemerintahan terendah dan 401 Jorong.

3. Di Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat 3 buah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi yaitu: Gunung Sago (2.261 m), Gunung Bungsu (1.253 m), dan Gunung Sanggul (1.495 m). Kondisi topografi bervariasi antara datar, bergelombang dan berbukit yang curam dan sangat curam dengan ketinggian berkisar antara 110 meter sampai dengan 905 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar dari wilayah ini (201.298 Ha atau 61,01%) merupakan kawasan hutan dimana 84,95% dari hutan tersebut

merupakan Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata yang perlu dilestarikan.

4. Kabupaten Lima Puluh Kota dilalui oleh 13 (tiga belas) buah sungai yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Sungai-sungai ini disamping merupakan sumber irigasi pertanian, juga berfungsi sebagai sumber air bersih dan lahan perikanan oleh penduduk di sekitarnya.

5. Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada jalur strategis karena berada pada jalur penghubung yang paling dekat Kota-kota di Provinsi Riau, untuk menuju Kota Pekanbaru, Batam dan Tanjung Pinang yang akhir-akhir ini berkembang pesat dalam sektor perdagangan. Dalam hal ini perkembangan kota-kota di Provinsi Riau merupakan pasar bagi komoditi pertanian yang dihasilkan oleh kabupaten ini.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Lima Puluh Kota Menurut Kecamatan Kecamatan Luas (km2) (%)

1. Payakumbuh 99,47 2,97

2. Akabiluru 94,26 2,81

3. Luak 61,68 1,84

4. Lareh Sago Halaban 394,85 11,77

5. Situjuah Limo Nagari 74,18 2,21

6. Harau 416,80 12,43 7. Guguak 106,20 3,17 8. Mungka 83,76 2,50 9. Suliki 136,94 4,08 10. Bikik Barisan 294,20 8,77 11. Gunuang Omeh 156,54 4,67 12. Kapur IX 723,36 21,57

13. Pangkalan Koto Baru 712,06 21,23

Total 3.354,30 100,00

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

Secara lebih kongkrit, lokasi dan batas wilayah administratif masing-masing Kecamatan dalam daerah Kabupaten Lima Puluh Kota diperlihatkan pada Gambar 1.2. berikut ini.

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

2.1.2 Penduduk

1. Salah satu sumber informasi tentang kependudukan yang paling lengkap adalah Hasil Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005. Menurut SUPAS 2005 tersebut jumlah penduduk di Lima Puluh Kota pada tahun 2005 adalah sebanyak 324.201 jiwa, 62,2% merupakan penduduk usia produktif dan 6,6% penduduk berusia di atas 65 tahun. Pada tahun 2000, jumlah penduduk sebanyak 311.773 jiwa. Dengan arti kata selama 5 tahun pertambahan penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 12.428 orang. Sex ratio sebesar 92,3. Angka sex ratio menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak sekitar 8 orang dari 100 pria. Angka ini cukup rendah dibandingkan daerah lainnya, yang memperlihatkan migrasi ke luar bagi lelaki lebih tinggi. Dengan kondisi lahan yang ada, maka kepadatan penduduk sebanyak 99 per km2, dan masih dianggap kategori berpenghuni jarang penduduknya.

2. Komposisi penduduk demikian secara implisit menujukkan bahwa angka pertumbuhan kelahiran memperlihatkan tendensi yang semakin turun. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap KB, semakin mengetahuinya norma keluarga kecil bahagia sejahtera, kesadaran dan kemampuan keluarga miskin menjadi akseptor KB relatif meningkat, dan serta meningkatnya keterampilan dan wawasan kader PPKBD (Petugas Pembantu Keluarga Berencana Desa) dan Sub PPKBD. Persoalan lainnya yang perlu dijadikan prioritas adalah pengendalian angka kelahiran yang terfokus kepada rumah tangga

miskin, masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan terpencil berbatasan dengan Provinsi Riau dan khususnya pasangan yang sudah memiliki anak lebih dari 2 (dua) orang. Dalam konteks ini fokus kebijakan terhadap kelangsungan penggunaan akseptor adalah syarat mutlak dalam pengendalian jumlah anak yang menuju kepada pencapaian norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS).

2.1.3 Agama dan Budaya

1. Kabupaten Lima Puluh Kota yang mayoritas didiami oleh suku bangsa Minangkabau, dikenal penganut agama Islam kuat dan pemegang teguh adat dan tradisi mereka. Kedekatan agama Islam dan Adat menjadi karakateristik dan jati diri masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, atau Minangkabau khususnya. Pemantapan pelaksanaan kehidupan sosial dan agama dalam masyarakat mengacu

kepada falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah’. Kabupaten Lima Puluh Kota juga dikenal sebagai basis pendidikan ke-Islaman yang kuat, dan sebagai daerah yang terbanyak menghasilkan kaum ulama berkaliber nasional dan internasional. Secara historis, daerah ini telah memiliki sejumlah cendekiawan ulung yang berbasis keagamaan.

2. Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, khususnya masyarakat Minangkabau, secara normatif memiliki keseimbangan prinsip antara Islam dan Adat. Islam memberikan fondasi bagi prinsip kehidupan yang religius, sementara Adat memberikan fondasi bagi kehidupan yang berbudaya. Sejalan dengan pemahaman yang semakin kuat tentang pentingnya agama dan adat dalam kehidupan, prinsip pelaksanaan ajaran Islam ditransformasikan di dalam praktek adat, mengacu

kepada prinsip: „syara’ mangato, adat mamakai’. Dengan demikian, masyarakat Minangkabau memahami sekali tentang dinamika penerapan antara ajaran Islam dan praktek adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Sejak tahun 2000, Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota mulai

menerapkan “Sistem Pemerintahan Nagari”, dimana pelaksanaannya dilegalisasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Nagari. Pelaksanaan program tersebut secara umum ternyata mendapatkan respon yang sangat positif dari anggota masyarakat, sehingga banyak nagari sampai dengan tahun 2006 telah resmi memiliki sistem pemerintahan nagari. Namun perkembangan pembangunan nagari masih memerlukan pembenahan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

4. Belajar dari delapan tahun upaya “kembali ba nagari dan kembali ba surau”, maka

program yang dibuat seharusnya berupaya untuk melibatkan partisipasi aktif masyakat dari semua kelas yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Disamping itu, bergesernya kondisi pemuka adat khususnya dan masyarakat umumnya di tingkat nagari juga memerlukan berbagai penyesuaian agar pelaksanaan program kembali ka nagari tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan sasaran yang diinginkan masyarakat.

5. Pada hakikatnya masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota selalu dinamis dalam menyikapi perubahan. Dalam merespon perubahan kadang-kadang terkesan masyarakat seperti dalam pencarian identitas. Dalam proses pencarian identitas tersebut gejala-gejala positif yang menuju pada pencerahan selalu saja berdampingan dengan gejala-gejala negatif yang menyumbangkan masa depan yang suram dalam peradaban masyarakat. Gejala-gejala positif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota di antaranya adalah: semakin bertambahnya jumlah rumah ibadah dengan berbagai pengembangannya, tumbuhnya lembaga zakat dengan berbagai program dan pengembangannya serta jumlah masyarakat yang menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun terus meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan membaca Al-Quran mulai dijadikan sebagai salah syarat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Namun demikian, sejalan dengan kemajuan tersebut, terlihat pula gejala-gejala negatif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat antara lain; (a) Rumah ibadah terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik; (b) Sumber–sumber dana syari‟ah

yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif; (c)

Jumlah jema‟ah haji terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual

apalagi kesalehan kolektif; (d) Perda dan Perna syar‟iah yang pertumbuhannya

cukup tingi belum lagi berjalan secara efektif; (e) Pengajaran budi pekerti dan BAM belum lagi berjalan secara efektif, metodologis dan aplikatif; (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong anak bisa memahami pesan Al-Quran, apalagi selanjutnya untuk diamalkan; (h) Penggemblengan terutama moral remaja belum lagi maksimal berjalan ditengah-tengah masyarakat walaupun gerakan kearah itu sudah mulai terlihat. Semua indikasi ini memperlihatkan bahwa agama terkesan formalis dan simbolis. Disamping itu, masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung oleh kegiatan itu. Pembanguan rumah ibadah terkesan lebih diutamakan ketimbang melaksanakan ajaran agama

secara “kaffah”. Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung bertentangan dengan etika dan budaya agama. Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih ditemukan dalam masyarakat.

7. Sumber daya manusia adalah salah satu kekuatan bagi masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara historis, Kabupaten Lima Puluh Kota telah dikenal berkontribusi bagi perjuangan dan pembangunan nasional. Kekuatan Kabupaten Lima Puluh Kota sebenarnya terletak pada potensi sumber daya manusia. Kreativitas orang Minangkabau dan keberhasilan mereka dalam membangun bangsa menunjukkan kiprah yang sangat positif untuk menempatkannya dalam kancah nasional. Namun demikian, kekuatan sumber daya manusia ini semakin menurun yang ditandai dengan kemerosotan kualitas karya anak nagari dalam

kancah nasional dewasa ini. Industri “otak” yang selama ini menjadi spirit bagi

pengembangan sumber daya manusia di daerah, semakin pudar dalam artian yang sesungguhnya, meskipun berbagai usaha telah dilakukan. Salah satu penyebab utama adalah merosotnya kualitas pendidikan.

8. Orang Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia. Dari pandangan sistem kemasyarakatan, prinsip matrilineal selain sangat penting, juga unik dan khas, karena ia sangat kuat dalam memberikan karakter budaya suatu masyarakat. Penggarisan keturunan dan pengelompokan kekerabatan unilineal yang terpusat kepada kedudukan perempuan di dalam sistem sosial mengalahkan kelaziman yang umumnya berpusat kepada filosofi patriaki. Di Minangkabau simbolisasi figur perempuan dalam kekerabatan diistilahkan dengan limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan kunci. Rumah Gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Mereka ini menjaga dan mempertahankan kesinambungan eksistensi sistem sosial yang bersandar kepada adat dan lembaga (adat diisi, limbago dituang).

9. Salah satu potensi sumber daya manusia Kabupaten Lima Puluh Kota yang banyak memegang kendali ekonomi rumah tangga, ekonomi pasar dan ekonomi ulayat adalah kaum perempuan (bundo kanduang). Sebegitu jauh, posisi mereka masih berada dalam domain privat dan belum termanfaatkan dalam domain publik. Dengan demikian, selama ini posisi mereka belum bersifat penting dan sentral dalam berkontribusi bagi proses pembangunan daerah. Potensi sumber daya perempuan ini semestinya mendapat tempat yang lebih baik dalam kegiatan pembangunan daerah agar keseimbangan kekuatan sumber daya manusia secara keseluruhan dapat dioptimalkan

10. Kelembagaan adat dalam tradisi Minangkabau adalah cerminan dari bagaimana

aturanadat dijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, ninik mamak. Eksistensi mereka sejalan dengan keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filofosi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Nenek moyang orang Minangkabau telah memasukkan nilai-nilai agamais menjadi bagian dari nilai luhur adat. Identitas orang Minangkabau akhirnya identik dengan KeIslaman. Bukanlah Minangkabau apabila Islam bukan agamanya.

11. Nagari adalah unit sosial politik yang signifikan dalam konteks budaya Minangkabau. Semenjak nagari ditetapkan sebagai unit pemerintahan dalam kerangka otonomi daerah, posisinya mendapat tantangan dengan lembaga-lembaga lain dalam nagari seperti Kerapatan Adat, lembaga setingkat kaum dan suku. Pelaksanaan pembangunan bidang adat dan agama dalam nagari pun mengalami dinamika yang khas. Terdapat pola hubungan yang bervariasi antara lain harmonisasi antara pemerintahan nagari dan pemerintahan adat yang dikelola oleh lembaga KAN, kemitraan antara wali nagari dan ketua KAN, kemitraan lembaga Nagari dan lembaga KAN. Kesatuan dan persatuan antara lembaga nagari dan lembaga adat di tingkat nagari masih belum kuat, sehingga potensi konflik dalam nagari yang terjadi justru digambarkan sebagai konflik kelembagaan, dan bukan konflik pribadi, namun berimbas kepada konflik personal. Rekonsiliasi hanya dapat dilakukan melalui kekuatan agama dan adat.

12. Secara konstruktif ideal, orang Minangkabau menjalankan tiga jalinan elemen penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas. Secara kelembagaan, tiga elemen tersebut tergambar dalam simbolisasi tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Orang Minangkabau sangat menghargai adat, agama dan akal yang dijalin dari nilai agama dan nilai adat. Idealisme ini terpatri semenjak alam minangkabau terbentang. Dapat dikatakan dalam ungkapan lain bahwa, pada satu sisi, keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan keberadaan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Sementara di sisi lain, orang Minangkabau kebanyakan, yang seringkali digambarkan sebagai anak kemenakan, adalah warga dari kesatuan masyarakat hukum adat yang harus patuh menjalankan adat dan ajaran agama. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau. Namun dalam perjalannya, Minangkabau mengalami tantangan besar, oleh karena kehidupan masyarakat semakin beragam dan kompleks.

2.1.4 Hukum

1. Sesuai dengan sistem hukum dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia, tiap kabupaten dan nagari memiliki kewenangan dalam bingkai peraturan perundang-undangan nasional untuk membuat norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Norma-norma dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Nagari tersebut merupakan bagian dari materi hukum yang berlaku dalam batas-batas wilayah Kabupaten atau Nagari yang bersangkutan. Fungsi sistem hukum terdiri atas fungsi penyelesaian sengketa, penghukuman dan perubahan sosial. Fungsi penyelesaian sengketa dilakukan tidak saja oleh lembaga peradilan negara seperti Pengadilan Negeri, tetapi juga oleh lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat seperti Kerapatan Adat Nagari. Fungsi penghukuman dilakukan oleh lembaga negara, yaitu Pengadilan Negeri. Fungsi perubahan sosial dapat dilihat melalui pembuatan norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah.

2. Budaya hukum adalah nilai-nilai atau persepsi masyarakat terhadap norma-norma hukum dan institusi-institusi hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Birokrasi Pemerintah Daerah. Budaya hukum juga berhubungan dengan keberlakuan norma-norma hukum dan norma-norma lain seperti adat istiadat dan agama yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu budaya hukum juga dikaitkan dengan tingkat kepatuhan penduduk terhadap norma-norma hukum. Munculnya gejala-gejala penyelesaian masalah dalam masyarakat dengan menggunakan kekerasan menandai bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat rendah. Selain itu, dengan dibangunnya lembaga-lembaga hukum di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri serta Lembaga-Lembaga Pemasyarakatan juga memperlihatkan bahwa semakin meningkatnya tingkat kejahatan dan pelanggaran hukum dan di sisi lain bukti semakin melemahnya kontrol dan kesadaran nilai-nilai adat istiadat dan agama.

2.1.5 Ekonomi

1. Sebegitu jauh struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota masih bersifat agraris yang terlihat dari kontribusi sektor pertanian dalam PDRB tahun 2005 masih relatif tinggi yaitu mencapai sekitar 34,79%. Kontribusi sektor industri masih sangat kecil yaitu hanya 9,91%. Sedangkan sisanya sebagian besar adalah merupakan kegiatan sektor jasa secara umum yang meliputi kegiatan perdagangan, perhubungan dan jasa-jasa dengan kontribusi mencapai 46,40%. Kondisi umum daerah ini memperlihatkan bahwa sampai saat ini, sektor jasa merupakan kegiatan utama perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Akan tetapi peranan sektor pertanian sebegitu jauh masih tetap penting.

2. Sektor pertanian yang terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan serta kelautan dan perikanan ternyata menyerap tenaga kerja mencapai 56,40%. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian tidak saja akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian tetapi juga akan memberikan peluang terbukanya kesempatan kerja yang lebih besar baik di aspek produksi maupun pengolahan hasil. Oleh sebab itu maka revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri ke arah pertanian yang lebih modern menjadi penting untuk dilakukan. Peluang-peluang bagi revitalisasi dan modernisasi pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota kedepan setidak-tidaknya ada pada tiga aspek agribisnis yaitu produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.

3. Dalam periode 2000-2005, sektor yang bertumbuh sangat cepat adalah Sektor pertanian dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,25% setiap tahunnya. Subsektor yang menonjol adalah perkebunan dengan laju pertumbuhan 16,09%, peternakan dengan pertumbuhan 8,28% dan tanaman pangan dengan laju pertumbuhan 4,61%. Sektor-sektor lainnya yang juga bertumbuh cukup cepat adalah Sektor Listrik dan Air Minum dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 15,57%, serta perdagangan 5,52% setiap tahunnya. Pertumbuhan Sektor Industri sebegitu jauh kelihatan masih sangat lambat, yaitu hanya rata-rata 2,73% setiap tahunnya. Kenyataan ini memberikan indikasi kuat bahwa sektor pertanian secara umum, termasuk tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan tulang punggung perekonomian daerah Kabupaten Lima Puluh Kota di saat ini dan diperkirakan juga akan berlanjut di masa mendatang.

4. Potensi pengembangan ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian besar terletak pada sektor pertanian dalam arti luas. Hampir semua subsektor yang terdapat dalam sektor pertanian ini mempunyai potensi pengembangan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari nilai Location Qoutient (LQ) lebih besar dari 1 yang berarti kegiatan tersebut mempunyai Keuntungan Komperatif (Comperative Advantage) yang cukup tinggi. Potensi subsektor yang sangat menonjol adalah dibidang perkebunan, tanaman pangan dan peternakan, khususnya ternak unggas. Namun demikian kondisi geografis daerah yang berbukit menyebabkan lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian sebenarnya cukup terbatas. Sedangkan subsektor lainnya yang juga cukup potensial bagi pengembangan ekonomi di daerah ini adalah

perdagangan dan jasa-jasa yang terkait dengan kegiatan agribisnis. Dengan demikian sektor-sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor basis yang menjadi tulang punggung bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. 5. Sebagaimana halnya dengan daerah lain di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten

Lima Puluh Kota sudah lama dikenal sebagai daerah dimana masyarakatnya mempunyai kemampuan wirausaha yang tinggi. Kemampuan wirausaha tersebut terutama dalam kegiatan perdagangan, usaha kecil dan menengah dan industri rumah tangga. Kemampuan ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangan kegiatan ekonomi daerah. Karena itu, kedepan, kemampuan wirausaha ini perlu terus dipelihara dan dikembangkan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Tabel 2.2 Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Pengembangan Ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota 2000-2005

No. Sektor/Sub-sektor Struktur Ekonomi 2006 (%) Pertumbuhan Ekonomi 2000-2005 (%) Potensi Pengembangan Ekonomi 1. Pertanian 34,79 6,25 1,657 a. Tanaman Pangan 13,97 4,61 1,725 b. Perkebunan 9,05 16,09 2,223 c. Perternakan 4,31 8,28 1,115 d. Kehutanan 4,63 0,00 1,754 e. Perikanan 2,84 3,60 1,238

2. Pertambangan dan Penggalian 6,34 4,79 0,333 3. Industri Pengolahan 9,91 2,73 0,478 4. Listrik dan Air Minum 0,46 15,57 1,709

a. Listrik 0,44 16,95 2,239

b. Air bersih 0,02 0,64 1,006

5. Bangunan 2,86 4,67 0,846

6. Perdagangan 21,39 5,52 1,107

a. Perdagangan besar dan eceran 20,52 5,54 1,299

b. Restoran 0,50 4,46 0,215

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,85 4,14 2,194

a. Pengangkutan 5,53 3,82 2,769

b. Komunikasi 0,32 3,80 1,140

8. Keuangan dan persewaan 2,58 2,53 0,555

a. Bank 0,82 3,77 0,432

b. Lembaga keuangan tanpa bank 0,79 7,21 1,623

c. Sewa bangunan 0,96 3,95 0,722

9. Jasa- jasa 16,58 3,19 1,836

a. Pemerintahan 14,21 3,10 2,616

b. Swasta 2,36 3,80 1,107

Catatan: 1. Struktur pertumbuhan ekonomi dihitung dengan persentase kontribus PDRB harga berlaku tahun 2005;

2. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan rata-rata PDRB harga konstan tahun 2000-2005;

3. Potensi pengembangan ekonomi diukur dengan berdasarkan Location Quotient Index rata-rata tahun 2002-2005.

Sumber : PDRB Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2000-2005

2.1.6 Tanaman Pangan dan Perkebunan

1. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Sektor ini menyumbang lebih dari 30% terhadap PDRB dan menyerap 56,4% angkatan kerja (tahun 2005). Secara umum jenis komoditi tanaman pangan dan holtikultura serta perkebunan ini dapat dibedakan atas padi, palawija, dan hasil perkebunan. Secara keseluruhan ada empat puluh dua (42) komoditi pertanian yang diusahakan di Kabupaten Lima Puluh Kota, dimana tiga puluh (30) termasuk kedalam kategori komoditi padi, palawija dan hortikultura, dan dua belas (12) komoditi perkebunan, khususnya perkebunan rakyat. Diantara komoditi tanaman pangan dan holtikultura tersebut padi dan jangung merupakan dua komoditi utama. Perkembangan produksi padi kecenderungannya meningkat sedangkan jagung ternyata menurun (lihat Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006 NO. KECAMATAN Padi Jagung Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) 1 Payakumbuh 1,990.00 9,807.45 310.00 2,018.55 2 Akabiluru 2,582.00 11,109.36 232.00 1,341.21 3 Luak 3,750.00 16,119.60 175.00 702.00

4 Lareh Sago Halaban 5,487.00 28,664.28 218.00 664.17

5 Situjuah Limo Nagari 1,437.00 7,507.20 235.00 1,499.10

6 Harau 4,032.00 18,730.80 788.00 9,642.64 7 Guguak 3,379.00 16,460.30 331.00 4,001.92 8 Mungka 3,538.00 15,975.30 569.00 3,448.17 9 Suliki 3,002.00 14,879.80 66.00 159.68 10 Bukik Barisan 5,270.00 23,274.40 34.00 182.25 11 Gunuang Omeh 7,409.00 32,791.90 111.00 459.54 12 Kapur IX 1,031.00 3,910.32 11.00 81.48

13 Pangkalan Koto Baru 816.00 3,740.30 13.00 108.00

Jumlah 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71 2006 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71 2005 42,184.00 194,852.88 2,876.00 21,462.14 2004 42,393.00 189,462.77 3,354.00 29,745.47 2003 38,411.00 176,297.81 4,713.00 26,042.00 2002 38,762.00 163,382.88 5,188.00 32,625.88

2. Tingkat kemampuan produksi padi/beras yang cenderung meningkat telah membuat Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi salah satu sentra produksi padi/beras di Sumatera Barat. Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura menunjukkan bahwa dari segi penyediaan bahan pangan pokok (beras), Kabupaten Lima Puluh Kota sudah mengalami surplus yang pada tahun 2004 mencapai lebih dari 75.000 ton yang meningkat menjadi 80.000 ton tahun 2007. Ini artinya, tidak ada persoalan dalam penyediaan bahan pangan pokok beras. Sementara dari segi produksi jagung

Dalam dokumen RPJPD 50 KOTA GABUNGAN (Halaman 11-37)

Dokumen terkait