• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPJPD 50 KOTA GABUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RPJPD 50 KOTA GABUNGAN"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

NOMOR : 10 TAHUN 2011

T e n t a n g

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

TAHUN 2005-2025

S A R I L A M A K

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Landasan Hukum ... 2

1.4 Hubungan RPJP Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH ... 6

2.1 Kondisi Umum Daerah ... 6

2.2 Prediksi Pembangunan Daerah 2005-2025 ... 32

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS ... 47

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH ... 54

4.1 Visi Pembangunan Daerah ... 54

4.2 Misi Pembangunan Kabupaten Lima Puluh Kota ... 56

BAB V ARAH KEBIJAKAN DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAERAH 59 5.1 Arah Pembangunan Daerah ……….. 59

5.2 Tahapan Pembangunan Daerah ... 73

BAB VI KAIDAH PELAKSANAAN ... 100

(3)

LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur disampaikan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena atas

limpahan rahmat dan karunia serta kesempatan yang diberikanNya Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

2005-2025 telah dapat diselesaikan sebagaiman mestinya. RPJPD ini merupakan revisi

dari RPJPD yang telah susun pada tahun 2005 yang lalu.

RPJPD ini disusun berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Menurut pasal 8

ayat 2 Undang-undang ini, RPJP Daerah yang telah ada, masih tetap berlaku dan wajib

disesuaikan dengan RPJP Nasional. Penyesuaian dilakukan terhadap kurun waktu dan

substansi agar ada acuan yang jelas, sinergi dan keterkaitan antara RPJP Daerah yang

disusun berdasarkan kewenangan otonomi daerah yang dimiliki dengan platform RPJP

Nasional.

Selanjutnya RPJPD ini akan dijadikan pedoman dan acuan dalam penyusunan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Tahunan

Daerah. Dalam RPJPD ini telah disusun tahapan pembangunan daerah untuk 20 tahun ke

depan yang dibagi menjadi 4 periode.

Demikianlah RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 ini disusun, semoga

apa yang telah direncanakan bersama dapat dilaksanakan dan memberikan manfaat untuk

mayarakat Kabupaten Lima Puluh Kota.

Payakumbuh, Oktober 2011

Bappeda Kab. Lima Puluh Kota

K e p a l a,

(5)

KATA SAMBUTAN

Dalam sistem perencanaan pembangunan, baik nasional maupun daerah, perencanaan disusun berdasarkan jangka waktu. Perencanaan ini terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) atau biasa dikatakan sebagai Rencana Tahunan Daerah.

Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota telah menyusun RPJPD dan menetapkannya melalui Perda Nomor 6 Tahun 2005 tentang RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2006-2025. Namun dikarenakan RPJPD ini harus menyesuaikan tahun dan substansinya dengan RPJP Nasional 2005-2025, maka RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota yang sudah ada perlu direvisi. Revisi ini dilakukan mulai tahun 2008 dan baru dengan izin Allah melalui kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif, RPJPD ini dapat ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tentang RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025.

Sebagai acuan makro atau juga rencana induk, maka RPJPD ini merupakan pegangan utama atau pedoman penyusunan perencanaan selanjutnya. RPJPD ini wajib dijadikan acuan untuk pengambilan kebijakan pembangunan selama 20 tahun. Tentunya bersama dan tetap dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kepentingan utama RPJPD salah satunya adalah sebagai acuan bagi Kepala Daerah – Kepala Daerah berikutnya dalam menyusun visi dan misi serta menyusun RPJMD berikutnya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini saya sangat memberikan apreseasi atas terbitnya RPJPD ini, dengan harapan seluruh SKPD dan komponen masyarakat menjadikan RPJPD ini sebagai rujukan dan dasar pengambilan kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah yang kitba cintai ini.

Demikian sambutan ini disampaikan dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Sarilamak, Oktober 2011

Bupati Lima Puluh Kota

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

engan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kabupaten Lima Puluh Kota yang merupakan bagian integral dari Provinsi Sumatera Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah ikut secara aktif mengisi kemerdekaan selama 63 tahun sejak proklamasi 17 Agustus 1945 yang lalu. Dalam upaya mengisi kemerdekaan tersebut berbagai kemajuan maupun kesulitan telah dialami oleh masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota sampai menghasilkan pembangunan sebagaimana dewasa ini telah dinikmati oleh masyarakat daerah secara keseluruhan. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa sasaran pembangunan daerah belum dapat diwujudkan sepenuhnya dimana masih terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan yang dialami sehingga belum semua keinginan dan cita-cita kemerdekaan dapat diwujudkan sampai saat ini. Karena itu, upaya untuk melanjutkan proses pembangunan daerah untuk masa dua puluh tahun ke depan dalam bentuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(RPJP) Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 merupakan suatu hal yang sangat penting sekali dalam mendorong proses pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan bermanfaat dalam rangka mewujudkan aspirasi, keinginan dan cita-cita masyarakat setempat untuk mencapai kondisi daerah yang lebih maju dan sejahtera.

1.1 LATAR BELAKANG

1. Dalam rangka memberikan arah yang jelas tentang pembangunan jangka panjang daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah mengamanatkan agar masing-masing daerah (provinsi, kabupaten dan kota) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) daerahnya masing-masing untuk masa 20 tahun ke depan. Dalam rangka ini, Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan seluruh tokoh dan pemuka masyarakat memutuskan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Lima Puluh KotaTahun 2005-2025.

2. RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 ini adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berisikan penjabaran secara lebih rinci dari tujuan dan cita-cita dibentuknya daerah ini di masa lalu sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Tengah (Lembaran Negara Nomor 25 Tahun 1956). RPJP ini selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan

Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) untuk setiap periode lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada setiap tahunnya. Rencana pembangunan daerah ini nantinya akan dijadikan salah satu dasar dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lima Puluh Kota.

(7)

3. Penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dimana penyusunan RPJPD didasarkan pada aspirasi dan keinginan masyarakat daerah yang dijaring melalui beberapa kali lokakarya di daerah dengan melibatkan pihak eksekutif, legislatif, ilmuan serta beberapa tokoh agama, dunia usaha dan pemuka masyarakat. Proses penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu: (a) penjaringan aspirasi masyarakat tentang Visi dan Misi Daerah, (b) Penyusunan naskah awal RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota, (c) pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk membahas rancangan awal RPJPD tersebut dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat seperti alim ulama, pemuka adat, cerdik pandai dan tokoh masyarakat lainnya, serta (d) penyusunan rancangan akhir RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 serta pengesahan dan penetapan RPJPD oleh DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini adalah untuk menyusun dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang yang berfungsi sebagai pemberi arah pembangunan daerah untuk periode 20 tahun mendatang secara jelas dan sistematis kepada seluruh pelaku pembangunan daerah, baik Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Sedangkan tujuan utama penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini adalah melakukan analisis terhadap kondisi dan potensi umum daerah, melakukan proyeksi 20 tahun ke depan, merumuskan visi dan misi pembangunan serta menentukan arah dan pentahapan pembangunan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota untuk periode 2005-2025. Dokumen ini selanjutnya akan menjadi acuan, bagi seluruh komponen daerah (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan aspirasi dan cita-cita masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota untuk mewujudkan kehidupan yang lebih maju, agamais dan sejahtera sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian diharapkan seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pembangunan akan bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu sama lainnya di dalam mendorong proses pembangunan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota secara keseluruhan.

1.3 LANDASAN HUKUM

(8)

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Tengah (Lebaran Negara Tahun 1956 Nomor 25).

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang NasionalTahun 2005-2025.

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8, Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

13. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6, Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010.

(9)

1.4 HUBUNGAN RPJPD DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

1. RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dengan mengacu pada RPJP Nasional 2005-2025 sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 dan RPJP Provinsi Sumatera Barat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 7, Tahun 2008 untuk periode waktu yang sama;

2. Sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, RPJP ini disusun dengan menggunakan data dan informasi serta rencana tata ruang. Rencana tata ruang merupakan syarat dan acuan utama untuk penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 pasal 31 bahwa Rencana tata ruang dan RPJPD sebagai dokumen perencanaan satu sama lain saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Bagi daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, maka RPJPD merupakan acuan penyusunan rencana tata ruang. Berdasarkan penjelasan tersebut, Kabupaten Lima Puluh Kota sampai Peraturan daerah ini disusun belum memiliki Rencana tata ruang yang telah disahkan dengan Peraturan Daerah, maka RPJPD ini merupakan acuan penyusunan rencana tata ruang selanjutnya.

4. RPJPD ini selanjutnya merupakan dasar utama bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Lima Puluh Kota yang masing-masingnya untuk periode 5 tahun sesuai masa jabatan Bupati/Kepala Daerah;

5. RPJPD ini juga menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) bagi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Kabupaten Lima Puluh Kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi institusinya masing-masing;

6. RPJPD ini selanjutnya juga menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Kabupaten Lima Puluh Kota yang dilakukan setiap tahun.

(10)

Gambar 1.1 Hubungan RPJPD dengan dokumen perencanaan lainnya

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota disusun dan ditetapkan dengan memperhatikan kerangka penulisan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Berdasarkan pedoman tersebut. Sistematika dan tata-urut penulisan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab III. Analisis Isu-Isu Strategis

Bab IV. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Panjang Daerah Bab V. Arah Kebijakan dan Pentahapan Pembangunan Daerah Bab VI. Kaidah Pelaksanaan

RPJP Nasional

RPJP Daerah

RPJM Nasional

Renstra KL

RPJM Daerah

Renstra SKPD

RKP Renja

KL

RKP Daerah

Renja SKPD

RAPBN RKA

KL

RAPBD

RKA SKPD

APBN Rincian

APBN

APBD

(11)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

enyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota dimulai dengan deskripsi dan analisis tentang kondisi umum daerah berikut prediksi pembangunan untuk 20 tahun kedepan. Analisis ini penting artinya karena penyusunan rencana untuk masa mendatang akan didasarkan pada kondisi, permasalahan dan kendala pembangunan daerah yang dihadapi pada saat sekarang. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pembangunan yang disusun ini akan dilandasi oleh kondisi dan pengalaman daerah yang riil yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota sampai saat ini, sehingga rencana yang disusun juga akan menjadi lebih baik dan realistis sesuai dengan kondisi objektif yang terdapat di daerah. Kondisi umum daerah dan prediksi pembangunan 20 tahun kedepan meliputi aspek-aspek seperti agama dan budaya, hukum, ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana, tata-ruang serta pembangunan wilayah dan pemerintahan.

2.1 KONDISI UMUM DAERAH

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

1. Secara geografis Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada posisi 1000 16‟ - 1000

51‟ BT dan 00 22 LU 00 23 LS, atau berada pada bagian timur Provinsi Sumatera

Barat. Sementara secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan daerah lain yaitu:

 Sebelah Utara dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

 Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

2. Kabupaten Lima Puluh Kota juga berbatasan dengan wilayah administratif Kota Payakumbuh, dimana Kota Payakumbuh terletak di tengah-tengah wilayah kabupaten ini. Luas wilayah administratif Kabupaten Lima Puluh Kota adalah 3.354,30 km2 yang terbagi ke dalam 13 kecamatan seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Selanjutnya 13 kecamatan tersebut terbagi ke dalam 79 nagari sebagai pemerintahan terendah dan 401 Jorong.

3. Di Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat 3 buah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi yaitu: Gunung Sago (2.261 m), Gunung Bungsu (1.253 m), dan Gunung Sanggul (1.495 m). Kondisi topografi bervariasi antara datar, bergelombang dan berbukit yang curam dan sangat curam dengan ketinggian berkisar antara 110 meter sampai dengan 905 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar dari wilayah ini (201.298 Ha atau 61,01%) merupakan kawasan hutan dimana 84,95% dari hutan tersebut

(12)

merupakan Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata yang perlu dilestarikan.

4. Kabupaten Lima Puluh Kota dilalui oleh 13 (tiga belas) buah sungai yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Sungai-sungai ini disamping merupakan sumber irigasi pertanian, juga berfungsi sebagai sumber air bersih dan lahan perikanan oleh penduduk di sekitarnya.

5. Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada jalur strategis karena berada pada jalur penghubung yang paling dekat Kota-kota di Provinsi Riau, untuk menuju Kota Pekanbaru, Batam dan Tanjung Pinang yang akhir-akhir ini berkembang pesat dalam sektor perdagangan. Dalam hal ini perkembangan kota-kota di Provinsi Riau merupakan pasar bagi komoditi pertanian yang dihasilkan oleh kabupaten ini.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Lima Puluh Kota Menurut Kecamatan

Kecamatan Luas (km2) (%)

1. Payakumbuh 99,47 2,97

2. Akabiluru 94,26 2,81

3. Luak 61,68 1,84

4. Lareh Sago Halaban 394,85 11,77

5. Situjuah Limo Nagari 74,18 2,21

6. Harau 416,80 12,43

7. Guguak 106,20 3,17

8. Mungka 83,76 2,50

9. Suliki 136,94 4,08

10. Bikik Barisan 294,20 8,77

11. Gunuang Omeh 156,54 4,67

12. Kapur IX 723,36 21,57

13. Pangkalan Koto Baru 712,06 21,23

Total 3.354,30 100,00

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

(13)

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

2.1.2 Penduduk

1. Salah satu sumber informasi tentang kependudukan yang paling lengkap adalah Hasil Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005. Menurut SUPAS 2005 tersebut jumlah penduduk di Lima Puluh Kota pada tahun 2005 adalah sebanyak 324.201 jiwa, 62,2% merupakan penduduk usia produktif dan 6,6% penduduk berusia di atas 65 tahun. Pada tahun 2000, jumlah penduduk sebanyak 311.773 jiwa. Dengan arti kata selama 5 tahun pertambahan penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 12.428 orang. Sex ratio sebesar 92,3. Angka sex ratio menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak sekitar 8 orang dari 100 pria. Angka ini cukup rendah dibandingkan daerah lainnya, yang memperlihatkan migrasi ke luar bagi lelaki lebih tinggi. Dengan kondisi lahan yang ada, maka kepadatan penduduk sebanyak 99 per km2, dan masih dianggap kategori

berpenghuni jarang penduduknya.

2. Komposisi penduduk demikian secara implisit menujukkan bahwa angka pertumbuhan kelahiran memperlihatkan tendensi yang semakin turun. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap KB, semakin mengetahuinya norma keluarga kecil bahagia sejahtera, kesadaran dan kemampuan keluarga miskin menjadi akseptor KB relatif meningkat, dan serta meningkatnya keterampilan dan wawasan kader PPKBD (Petugas Pembantu Keluarga Berencana Desa) dan Sub PPKBD. Persoalan lainnya yang perlu dijadikan prioritas adalah pengendalian angka kelahiran yang terfokus kepada rumah tangga

(14)

miskin, masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan terpencil berbatasan dengan Provinsi Riau dan khususnya pasangan yang sudah memiliki anak lebih dari 2 (dua) orang. Dalam konteks ini fokus kebijakan terhadap kelangsungan penggunaan akseptor adalah syarat mutlak dalam pengendalian jumlah anak yang menuju kepada pencapaian norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS).

2.1.3 Agama dan Budaya

1. Kabupaten Lima Puluh Kota yang mayoritas didiami oleh suku bangsa Minangkabau, dikenal penganut agama Islam kuat dan pemegang teguh adat dan tradisi mereka. Kedekatan agama Islam dan Adat menjadi karakateristik dan jati diri masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, atau Minangkabau khususnya. Pemantapan pelaksanaan kehidupan sosial dan agama dalam masyarakat mengacu

kepada falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah’. Kabupaten Lima Puluh Kota juga dikenal sebagai basis pendidikan ke-Islaman yang kuat, dan sebagai daerah yang terbanyak menghasilkan kaum ulama berkaliber nasional dan internasional. Secara historis, daerah ini telah memiliki sejumlah cendekiawan ulung yang berbasis keagamaan.

2. Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, khususnya masyarakat Minangkabau, secara normatif memiliki keseimbangan prinsip antara Islam dan Adat. Islam memberikan fondasi bagi prinsip kehidupan yang religius, sementara Adat memberikan fondasi bagi kehidupan yang berbudaya. Sejalan dengan pemahaman yang semakin kuat tentang pentingnya agama dan adat dalam kehidupan, prinsip pelaksanaan ajaran Islam ditransformasikan di dalam praktek adat, mengacu

kepada prinsip: „syara’ mangato, adat mamakai’. Dengan demikian, masyarakat Minangkabau memahami sekali tentang dinamika penerapan antara ajaran Islam dan praktek adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Sejak tahun 2000, Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota mulai

menerapkan “Sistem Pemerintahan Nagari”, dimana pelaksanaannya dilegalisasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Nagari. Pelaksanaan program tersebut secara umum ternyata mendapatkan respon yang sangat positif dari anggota masyarakat, sehingga banyak nagari sampai dengan tahun 2006 telah resmi memiliki sistem pemerintahan nagari. Namun perkembangan pembangunan nagari masih memerlukan pembenahan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

4. Belajar dari delapan tahun upaya “kembali ba nagari dan kembali ba surau”, maka

(15)

5. Pada hakikatnya masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota selalu dinamis dalam menyikapi perubahan. Dalam merespon perubahan kadang-kadang terkesan masyarakat seperti dalam pencarian identitas. Dalam proses pencarian identitas tersebut gejala-gejala positif yang menuju pada pencerahan selalu saja berdampingan dengan gejala-gejala negatif yang menyumbangkan masa depan yang suram dalam peradaban masyarakat. Gejala-gejala positif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota di antaranya adalah: semakin bertambahnya jumlah rumah ibadah dengan berbagai pengembangannya, tumbuhnya lembaga zakat dengan berbagai program dan pengembangannya serta jumlah masyarakat yang menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun terus meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan membaca Al-Quran mulai dijadikan sebagai salah syarat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Namun demikian, sejalan dengan kemajuan tersebut, terlihat pula gejala-gejala negatif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat antara lain; (a) Rumah ibadah terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik; (b) Sumber–sumber dana syari‟ah yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif; (c)

Jumlah jema‟ah haji terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual

apalagi kesalehan kolektif; (d) Perda dan Perna syar‟iah yang pertumbuhannya cukup tingi belum lagi berjalan secara efektif; (e) Pengajaran budi pekerti dan BAM belum lagi berjalan secara efektif, metodologis dan aplikatif; (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong anak bisa memahami pesan Al-Quran, apalagi selanjutnya untuk diamalkan; (h) Penggemblengan terutama moral remaja belum lagi maksimal berjalan ditengah-tengah masyarakat walaupun gerakan kearah itu sudah mulai terlihat. Semua indikasi ini memperlihatkan bahwa agama terkesan formalis dan simbolis. Disamping itu, masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung oleh kegiatan itu. Pembanguan rumah ibadah terkesan lebih diutamakan ketimbang melaksanakan ajaran agama

secara “kaffah”. Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung bertentangan dengan etika dan budaya agama. Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih ditemukan dalam masyarakat.

7. Sumber daya manusia adalah salah satu kekuatan bagi masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara historis, Kabupaten Lima Puluh Kota telah dikenal berkontribusi bagi perjuangan dan pembangunan nasional. Kekuatan Kabupaten Lima Puluh Kota sebenarnya terletak pada potensi sumber daya manusia. Kreativitas orang Minangkabau dan keberhasilan mereka dalam membangun bangsa menunjukkan kiprah yang sangat positif untuk menempatkannya dalam kancah nasional. Namun demikian, kekuatan sumber daya manusia ini semakin menurun yang ditandai dengan kemerosotan kualitas karya anak nagari dalam

kancah nasional dewasa ini. Industri “otak” yang selama ini menjadi spirit bagi

(16)

8. Orang Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia. Dari pandangan sistem kemasyarakatan, prinsip matrilineal selain sangat penting, juga unik dan khas, karena ia sangat kuat dalam memberikan karakter budaya suatu masyarakat. Penggarisan keturunan dan pengelompokan kekerabatan unilineal yang terpusat kepada kedudukan perempuan di dalam sistem sosial mengalahkan kelaziman yang umumnya berpusat kepada filosofi patriaki. Di Minangkabau simbolisasi figur perempuan dalam kekerabatan diistilahkan dengan limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan kunci. Rumah Gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Mereka ini menjaga dan mempertahankan kesinambungan eksistensi sistem sosial yang bersandar kepada adat dan lembaga (adat diisi, limbago dituang).

9. Salah satu potensi sumber daya manusia Kabupaten Lima Puluh Kota yang banyak memegang kendali ekonomi rumah tangga, ekonomi pasar dan ekonomi ulayat adalah kaum perempuan (bundo kanduang). Sebegitu jauh, posisi mereka masih berada dalam domain privat dan belum termanfaatkan dalam domain publik. Dengan demikian, selama ini posisi mereka belum bersifat penting dan sentral dalam berkontribusi bagi proses pembangunan daerah. Potensi sumber daya perempuan ini semestinya mendapat tempat yang lebih baik dalam kegiatan pembangunan daerah agar keseimbangan kekuatan sumber daya manusia secara keseluruhan dapat dioptimalkan

10. Kelembagaan adat dalam tradisi Minangkabau adalah cerminan dari bagaimana

aturanadat dijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, ninik mamak. Eksistensi mereka sejalan dengan keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filofosi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Nenek moyang orang Minangkabau telah memasukkan nilai-nilai agamais menjadi bagian dari nilai luhur adat. Identitas orang Minangkabau akhirnya identik dengan KeIslaman. Bukanlah Minangkabau apabila Islam bukan agamanya.

(17)

12. Secara konstruktif ideal, orang Minangkabau menjalankan tiga jalinan elemen penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas. Secara kelembagaan, tiga elemen tersebut tergambar dalam simbolisasi tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Orang Minangkabau sangat menghargai adat, agama dan akal yang dijalin dari nilai agama dan nilai adat. Idealisme ini terpatri semenjak alam minangkabau terbentang. Dapat dikatakan dalam ungkapan lain bahwa, pada satu sisi, keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan keberadaan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Sementara di sisi lain, orang Minangkabau kebanyakan, yang seringkali digambarkan sebagai anak kemenakan, adalah warga dari kesatuan masyarakat hukum adat yang harus patuh menjalankan adat dan ajaran agama. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau. Namun dalam perjalannya, Minangkabau mengalami tantangan besar, oleh karena kehidupan masyarakat semakin beragam dan kompleks.

2.1.4 Hukum

1. Sesuai dengan sistem hukum dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia, tiap kabupaten dan nagari memiliki kewenangan dalam bingkai peraturan perundang-undangan nasional untuk membuat norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Norma-norma dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Nagari tersebut merupakan bagian dari materi hukum yang berlaku dalam batas-batas wilayah Kabupaten atau Nagari yang bersangkutan. Fungsi sistem hukum terdiri atas fungsi penyelesaian sengketa, penghukuman dan perubahan sosial. Fungsi penyelesaian sengketa dilakukan tidak saja oleh lembaga peradilan negara seperti Pengadilan Negeri, tetapi juga oleh lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat seperti Kerapatan Adat Nagari. Fungsi penghukuman dilakukan oleh lembaga negara, yaitu Pengadilan Negeri. Fungsi perubahan sosial dapat dilihat melalui pembuatan norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah.

(18)

2.1.5 Ekonomi

1. Sebegitu jauh struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota masih bersifat agraris yang terlihat dari kontribusi sektor pertanian dalam PDRB tahun 2005 masih relatif tinggi yaitu mencapai sekitar 34,79%. Kontribusi sektor industri masih sangat kecil yaitu hanya 9,91%. Sedangkan sisanya sebagian besar adalah merupakan kegiatan sektor jasa secara umum yang meliputi kegiatan perdagangan, perhubungan dan jasa-jasa dengan kontribusi mencapai 46,40%. Kondisi umum daerah ini memperlihatkan bahwa sampai saat ini, sektor jasa merupakan kegiatan utama perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Akan tetapi peranan sektor pertanian sebegitu jauh masih tetap penting.

2. Sektor pertanian yang terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan serta kelautan dan perikanan ternyata menyerap tenaga kerja mencapai 56,40%. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian tidak saja akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian tetapi juga akan memberikan peluang terbukanya kesempatan kerja yang lebih besar baik di aspek produksi maupun pengolahan hasil. Oleh sebab itu maka revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri ke arah pertanian yang lebih modern menjadi penting untuk dilakukan. Peluang-peluang bagi revitalisasi dan modernisasi pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota kedepan setidak-tidaknya ada pada tiga aspek agribisnis yaitu produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.

3. Dalam periode 2000-2005, sektor yang bertumbuh sangat cepat adalah Sektor pertanian dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,25% setiap tahunnya. Subsektor yang menonjol adalah perkebunan dengan laju pertumbuhan 16,09%, peternakan dengan pertumbuhan 8,28% dan tanaman pangan dengan laju pertumbuhan 4,61%. Sektor-sektor lainnya yang juga bertumbuh cukup cepat adalah Sektor Listrik dan Air Minum dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 15,57%, serta perdagangan 5,52% setiap tahunnya. Pertumbuhan Sektor Industri sebegitu jauh kelihatan masih sangat lambat, yaitu hanya rata-rata 2,73% setiap tahunnya. Kenyataan ini memberikan indikasi kuat bahwa sektor pertanian secara umum, termasuk tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan tulang punggung perekonomian daerah Kabupaten Lima Puluh Kota di saat ini dan diperkirakan juga akan berlanjut di masa mendatang.

(19)

perdagangan dan jasa-jasa yang terkait dengan kegiatan agribisnis. Dengan demikian sektor-sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor basis yang menjadi tulang punggung bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota.

5. Sebagaimana halnya dengan daerah lain di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Lima Puluh Kota sudah lama dikenal sebagai daerah dimana masyarakatnya mempunyai kemampuan wirausaha yang tinggi. Kemampuan wirausaha tersebut terutama dalam kegiatan perdagangan, usaha kecil dan menengah dan industri rumah tangga. Kemampuan ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangan kegiatan ekonomi daerah. Karena itu, kedepan, kemampuan wirausaha ini perlu terus dipelihara dan dikembangkan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Tabel 2.2 Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Pengembangan Ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota 2000-2005

(20)

Catatan: 1. Struktur pertumbuhan ekonomi dihitung dengan persentase kontribus PDRB harga berlaku tahun 2005;

2. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan rata-rata PDRB harga konstan tahun 2000-2005;

3. Potensi pengembangan ekonomi diukur dengan berdasarkan Location Quotient Index rata-rata tahun 2002-2005.

Sumber : PDRB Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2000-2005

2.1.6 Tanaman Pangan dan Perkebunan

1. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Sektor ini menyumbang lebih dari 30% terhadap PDRB dan menyerap 56,4% angkatan kerja (tahun 2005). Secara umum jenis komoditi tanaman pangan dan holtikultura serta perkebunan ini dapat dibedakan atas padi, palawija, dan hasil perkebunan. Secara keseluruhan ada empat puluh dua (42) komoditi pertanian yang diusahakan di Kabupaten Lima Puluh Kota, dimana tiga puluh (30) termasuk kedalam kategori komoditi padi, palawija dan hortikultura, dan dua belas (12) komoditi perkebunan, khususnya perkebunan rakyat. Diantara komoditi tanaman pangan dan holtikultura tersebut padi dan jangung merupakan dua komoditi utama. Perkembangan produksi padi kecenderungannya meningkat sedangkan jagung ternyata menurun (lihat Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006

NO. KECAMATAN

Padi Jagung Luas Areal

(Ha)

Produksi

(Ton)

Luas Areal (Ha)

Produksi

(Ton)

1 Payakumbuh 1,990.00 9,807.45 310.00 2,018.55

2 Akabiluru 2,582.00 11,109.36 232.00 1,341.21

3 Luak 3,750.00 16,119.60 175.00 702.00

4 Lareh Sago Halaban 5,487.00 28,664.28 218.00 664.17

5 Situjuah Limo Nagari 1,437.00 7,507.20 235.00 1,499.10

6 Harau 4,032.00 18,730.80 788.00 9,642.64

7 Guguak 3,379.00 16,460.30 331.00 4,001.92

8 Mungka 3,538.00 15,975.30 569.00 3,448.17

9 Suliki 3,002.00 14,879.80 66.00 159.68

10 Bukik Barisan 5,270.00 23,274.40 34.00 182.25

11 Gunuang Omeh 7,409.00 32,791.90 111.00 459.54

12 Kapur IX 1,031.00 3,910.32 11.00 81.48

13 Pangkalan Koto Baru 816.00 3,740.30 13.00 108.00

Jumlah 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71

2006 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71

2005 42,184.00 194,852.88 2,876.00 21,462.14

2004 42,393.00 189,462.77 3,354.00 29,745.47

2003 38,411.00 176,297.81 4,713.00 26,042.00

2002 38,762.00 163,382.88 5,188.00 32,625.88

(21)

2. Tingkat kemampuan produksi padi/beras yang cenderung meningkat telah membuat Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi salah satu sentra produksi padi/beras di Sumatera Barat. Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura menunjukkan bahwa dari segi penyediaan bahan pangan pokok (beras), Kabupaten Lima Puluh Kota sudah mengalami surplus yang pada tahun 2004 mencapai lebih dari 75.000 ton yang meningkat menjadi 80.000 ton tahun 2007. Ini artinya, tidak ada persoalan dalam penyediaan bahan pangan pokok beras. Sementara dari segi produksi jagung kondisinya berbeda dengan padi/beras. Dalam kaitan dengan perkembangan usaha peternakan unggas yang cukup pesat dibutuhkan pasokan jagung dalam jumlah besar. Sejauh ini kebutuhan jagung untuk pakan ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh sebagiannya masih didatangkan dari luar daerah. Sementara produksi jagung Kabupaten Lima Puluh Kota sendiri cenderung menurun.

3. Disamping kedua komoditi tanaman pangan dan hortikultura tersebut (padi dan jagung) juga diusahakan sejumlah komoditi holtikultura dan palawija lainnya. Diantara komoditi tersebut yang menghasilkan produksi cukup signifikan adalah, ubi kayu, ubi jalar, cabe, buncis, ketimun, tomat, terung, nenas, pisang, manggis, alpukat, rambutan dan durian. Namun demikian, dari data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura terlihat bahwa dari segi produksi sayuran terdapat kecenderungan penurunan yang cukup signifikan (sekitar 10% antara tahun 2000 – 2004).

4. Sub sektor perkebunan juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sektor pertanian ini, diantaranya gambir, karet , kopi dan kulit manis. Berdasarkan hasil survey dan penelitian dari Sumatera Barat Dalam Angka 2006 diketahui bahwa dari sektor perkebunan gambir merupakan komoditi unggulan Kabupaten Lima Puluh Kota yang paling besar produksinya dibanding dengan rata-rata Sumatera Barat. Karena hampir 66 % produksi gambir Sumatera Barat diproduksi oleh Kabupaten Lima Puluh Kota.

(22)

Tabel 2.4. Identifikasi Komoditi Unggulan Kabupaten Lima Puluh Kota

WILAYAH

KOMODITI dan PRODUKSI

Padi Jagung Ubi

kayu Cabe Pisang Gambir Karet

Kab. Lima Puluh Kota 189.831 7.498 13.561 1.527 8.004 8.821 4.825

Propinsi Sumbar 1.882.967 157.147 114.199 13.458 34.354 13.249 80.019

Rata2 Sumbar 99.104 8.271 6.010 708 1.808 697 4.212

Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2006, diolah.

6. Berdasarkan identifikasi Tabel 2.4. di atas dapat dilihat bahwa memang padi merupakan komoditi unggulan daerah karena produksinya memang diatas rata-rata propinsi. Selanjutnya ubi kayu, cabe dan pisang juga merupakan komoditi Kabupaten Lima Puluh Kota yang produksinya sangat jauh diatas rata-rata propinsi Sumatera Barat. Sedangkan karet hanya sedikit diatas rata-rata produksi propinsi karena produsen karet terbesar adalah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Pasaman Barat.

Tabel 2.4a Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006 (diolah)

NO. KECAMATAN

GAMBIR KAKAO KARET

LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton) LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton) LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton)

1 Payakumbuh 85.00 35.00 113.00 8.00 - -

2 Akabiluru - - 106.00 4.00 - -

3 Luak - - 60.00 40.00 9.00 4.00

4

Lareh Sago

Halaban 656.00 395.00 66.00 24.00 110.00 50.00

5

Situjuah Limo

Nagari - - 42.00 32.00 11.00 5.00

6 Harau 442.00 292.00 64.00 80.00 30.00 18.00 7 Guguak 31.00 22.00 128.00 2.00 53.00 38.00 8 Mungka 782.00 579.00 57.00 24.00 97.00 59.00

9 Suliki - - 72.00 4.00 24.00 10.00

10 Bukik Barisan 2,582.00 1,711.00 143.00 8.00 37.00 19.00

11 Gunuang Omeh - - 93.00 16.00 - -

12 Kapur IX 5,429.00 4,012.00 51.00 - 4,141.00 2,512.00

13

Pangkalan Koto

(23)

2.1.7 Peternakan dan Perikanan

1. Kondisi peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota meliputi tiga bagian; (1) ternak unggas, (2) ternak besar (dimasukan kambing) dan (3) ternak ikan darat. Ternak Unggas. Tabel 2.5 menyajikan kinerja populasi dan produksi ternak unggas sejak lima tahun terakhir. Pertumbuhan tinggi terjadi pada populasi ternak ayam pedaging dan itik. Sedangkan produksi telur yang tinggi ada pada ternak itik. Terdapat dua kecendrungan pemeliharaan unggas. Pertama, pemeliharaan ayam ras petelur yang menjadi icon Kabupaten Lima Puluh Kota semenjak tiga dekade terakhir tumbuh lebih lambat ketimbang ternak itik. Baik dalam jumlah populasi maupun produksi telurnya. Kendatipun kontribusi pemeliharaan ayam ras di kabupaten Lima Puluh Kota terhadap Provinsi Sumatera Barat tetap besar dan meningkat dari 46% menjadi 60% selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, informasi ini mengindikasikan bahwa mulai terjadi diversifikasi usaha. Disamping tetap dengan upaya mengembangkan ternak ayam ras petelur, peternak telah mengalihkan usaha mereka. Maknanya, pada satu sisi, peternak menanggapi gejala perkembangan ekonomi perunggasan cendrung melakukan strategi bertahan. Ini terbukti dengan usaha ayam ras petelur masih tumbuh rata rata 5% setahun. Pada sisi lain mereka membuka usaha alternatif, seperti ternak itik, puyuh, ayam broiler dan ayam Arab. Jadi peternak unggas Kabupaten Lima Puluh Kota tetap bertahan dan berkembang dengan profesi mereka.

(24)

Tabel 2.5. Populasi dan Produksi Unggas Kabupaten Lima Puluh Kota

No KECAMATAN POPULASI (EKOR) PRODUKSI TELUR (Kg)

AYAM RAS AYAM BURAS ITIK AYAM BROILER AYAM RAS AYAM BURAS ITIK 1 Payakumbuh 333.018 40.373 16.144 32.450 2.130.956,64 17.109,54 75.553,92 2 Akabiluru 36.172 16.244 8,122 100.000 234.394,56 6.822,48 38.010,96

3 Luak 30.000 3.300 1.700 - 194.400,00 1.386,00 7.956,00

4 Lareh Sago Halaban 173.000 41.754 14.840 190.000 1.049.760,00 17.536,68 69.451,20 5 Situjuah Limo Ngr 57.000 40.250 4.775 13.000 396.360,00 16.905,00 27.845,00

Jumlah 3.728.659 570.918 118.564 706.886 24.738.430,32 239.838,44 560.377,52 2006 3.728.659 571.282 118.564 706.886 24.738.430,32 239.838,44 560.377,52 2005 3.536.478 762.836 148.770 602.350 22.916.377,00 320.390,00 696.244,00 2004 3.128.247 929.836 87.191 813.800 21.154.265,00 390.531,00 408.054,00 2003 3.183.060 677.100 92.248 687.750 21.157.638,00 582.717,00 765.970,00 2002 2.943.678 604.702 80.195 218.750 18.721.792,00 253.977,00 349.723,00

Rata-rata Perkembangan 5 % -1 % 8 % 26 % 6 % -1 % 10 %

Estimasi I (2007) 3.909.175,25 564.822,99 128.207,65 893.777,97 26.156.346,65 237.106,62 615.789,11 Estimasi II (2007) 3.818.917,12 568.052,50 123.385,83 800.331,98 25.447.388,49 238.472,53 588.083,32 Estimasi III (2007) 3.773.788,06 569.667,25 120.974,91 753.608,99 25.092.909,40 239.155,48 574.230,42

Sumber : Diolah dari 50 Kota Dalam Angka 2006

3. Dua kecendrungan pada perkembangan ternak unggas umumnya dan ayam ras petelur khususnya menampakan orientasi kearah kemandirian peternak. Upaya mereka untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pihak luar – seperti tekad dalam pertemuan 63 orang peternak kawasan sentra produksi (KSP) Guguak tanggal 11-12 November 2000 - mulai terwujud. Sekalipun dalam pengadaan bibit dan pakan masih terikat dengan pasokan luar, peternak senantiasa memperbaharui semangat kebersamaan. Caranya melalui pengalihan tatapan kepada kompetitor dari luar ketimbang bersaing sesama peternak dalam kawasan. Konkritnya adalah mereka telah menyepakati untuk mengukuhkan suatu lembaga tingkat Kabupaten –

berbentuk kelompok ‟Saiyo‟ - guna menfasilitasi pemenuhan kebutuhan peternak. Misalnya melalui produksi kertas telur bersama. Lalu, intervensi instansi pemerintah kiranya bisa berupa kebijakan yang mendorong dan memberdayakan; seperti, paket kebijakan permodalan usaha. Suatu kebijakan yang keluar dari dimensi teknis peternakan.

4. Perspektif pengembangan kawasan, misalnya melalui KSP; kecamatan Guguak, Mungka dan Payakumbuh secara fungsional telah berperan menjadi inti usaha peternakan unggas. Berbagai jenis usaha, beragam produk, termasuk hasil olahan yang berbasis pada ternak muncul dan berkembang dari kawasan ini. Denyut nadi ekonomi kawasan juga dinamis, yang menyatu dengan pihak luar kawasan, didalam atau luar propinsi. Nampak bahwa KSP Guguak memasuki kategori kawasan agropolitan yang melakukan upaya pengembangan ekonomi terpadu. Sudah barang tentu dalam kerangka menjamin adanya keberlanjutan (sustainability) usaha.

(25)

membuktikan bahwa usaha ternak sapi dan kerbau kian intensif. Dalam satu satuan waktu yang sama, ternyata para peternak mampu memelihara sapi yang menghasilkan daging lebih banyak. Sebab, peternak sapi memelihara jenis sapi dengan berat badan lebih besar, seperti peralihan dari PO kepada Simental, yang merupakan konsekwensi pengenalan teknologi baru dalam pengembangan ternak sapi. Kecendrungan perkembangan populasi ini seiring dengan kontribusi untuk Sumatera Barat. Sebab populasi sapi dan kerbau Lima Puluh Kota meningkat kontribusinya dari 10% menjadi 13% dan 10% menjadi 11% selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir (1996-2006). Sumbangan populasi kambing juga naik 1% selama priode yang sama.

(26)

Tabel 2.6. Populasi dan Produksi Ternak Besar Kabupaten Lima Puluh Kota

No KECAMATAN POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (Kg)

SAPI KERBAU KUDA KAMBING SAPI KERBAU

1 Payakumbuh 2.806 1.056 38 1.185 61.348,53 824,30

2 Akabiluru 2.488 2.020 7 1.055 91.149,96 1.978,32

3 Luak 14.869 3.461 6 765 15.700,57 1.483,74

4 Lareh Sago Halaban 11.050 3.958 - 4.100 32.564,14 1.154,02

5 Situjuah Limo Nagari 2.184 1.171 - 2.123 22.678,60 659,44

6 Harau 6.254 3.074 91 4.262 43.176,57 1.154,05

7 Guguak 6.277 2.522 33 1.335 95.657,18 11.045,57

8 Mungka 1.419 885 49 1.395 27.912,12 18.134,51

9 Suliki 2.519 1.552 34 913 5.378,90 12,529,30

10 Bukik Barisan 5.268 1.500 - 1.318 42.449,69 5.934,93

11 Gunuang Omeh 904 1.039 - 484 5.233,52 3.791,75

12 Kapur IX 666 1.336 - 1.485 17.590,45 6.924,09

13 Pangkalan Koto Baru 532 545 - 670 18.171,96 5.110,64

Jumlah 57.236 24.119 258 21.090 479.012,19 70.724,63

2006 57.236 24.119 258 21.090 479.012,19 70.724,63

2005 58.590 23.496 316 20.152 546.903,00 73.527,00

2004 56.789 24.578 254 19.444 552.901,00 81.344,00

2003 53.216 21.604 254 17.923 356.560,00 215.429,00

2002 44.167 22.048 256 17.311 234.277,00 56.045,00

Rata-rata Perkembangan 5% 2% 0% 4% 15% 5%

Estimasi I 60.281,43 24.555,98 258,40 21.939,54 552.675,16 74.093,05 Estimasi II 58.758,72 24.337,49 258,20 21.514,77 515.843,68 72.408,84 Estimasi III 57.997,36 24.228,25 258,10 21.302,38 497.427,93 71.566,73

Sumber : diolah dari Lima Puluh Kota Dalam Angka (2006)

7. Tabel 2.7 menyuguhkan kinerja usaha budi daya ikan darat. Ada perkembangan yang menarik semenjak lima tahun terakhir. Peternak ikan semakin serius memelihara usaha mereka. Peningkatan jumlah peternak dengan kategori usaha utama sebesar 11% dengan pengurangan 1% pada peternak sambilan, membuktikan kesungguhan mereka menekuni usaha. Lagi pula, buah intensifikasi ini nampak pada perkembangan produksi mereka. Khususnya pada tingkat produksi rata rata tiap satuan luas usaha. Karena, memang luas usaha ikan darat/kolam mereka tidak bertambah sama sekali.

(27)

Tabel 2.7. Peternak Ikan Kolam dan Produksinya di Kabupaten Lima Puluh Kota Estimasi II 4.956,06 24.475,81 29.347,13 1.057,37 15.682,26 14,84 Estimasi III 4.821,53 24.563,91 29.341,07 1.058,35 14,816,20 14,00

Sumber : Diolah dari Lima Puluh Kota Dalam Angka (2006)

2.1.8 Sosial dan Politik

1. Analisis tentang aspek sosial dan politik diperlukan sebagai bahan untuk menentukan persoalan utama yang terjadi di kabupaten Lima Puluh Kota. Dimulai dengan memahami bagaimana posisi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemudian dilanjutkan dengan isu-isu pembangunan pendidikan, kesehatan, gender dan politik. Untuk menemukan persoalan utama, maka komponen pembangunan yang perlu mendapatkan prioritas utama diperoleh ketika dibandingkan hasil pencapaian IPM Kabupaten Lima Puluh Kota dengan daerah lainnya yang memiliki pencapaian IPM yang sama tahun dasar.

(28)

Gambar 2.1. Pencapaian IPM

Gambar 2.2. % Harapan Hidup

Sumber: BPS (2005; 2006; 2007)

3. Sekalipun Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan gerbang masuk ke Provinsi Sumatera Barat dari arah Provinsi Riau, sangat disadari bahwa kondisi sosial budaya Lima Puluh Kota sangat dipengaruhi oleh percepatan akselerasi mutu pendidikan, perbaikan derajat kesehatan, pemberdayaan perempuan, persoalan kesejahteraan sosial, ketenagakerjaan dan serta potensi pemuda. Sebagaimana daerah lain, Kabupaten Lima Puluh Kota perlu ikut mewujudkan konsensus yang sudah ditetapkan oleh Indonesia, yaitu Education for All (EFA) dan Millenium

60 62 64 66 68 70 72 74

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Limapuluh Kota Batang Hari Labuhan Batu Sumbar

60 61 62 63 64 65 66 67 68 69

1996 1999 2002 2004 2005 2006

(29)

Development Goal (MDG). Konsensus pertama adalah tekat untuk menyelesaikan dan menuntaskan kesempatan pendidikan untuk seluruh segmen masyarakat dan

gender. Sedangkan Konsensus Millenium adalah menempatkan aspek pembangunan manusia menjadi tujuan pokok. Konsensus ini dilanjutkan dengan amanat Undang-Undang Dasar yang terkait dengan pendidikan, kemiskinan, kesehatan dan kesejahteraan sosial lainnya.

Gambar 2.3. Rata Pendidikan

Gambar 2.4 Daya Beli Masyarakat

Sumber: BPS (2005; 2006; 2007)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Li mapul uh Kota Batang Hari

Labuhan Batu Sumbar

530 540 550 560 570 580 590 600 610 620 630

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Limapuluh Kota Batang Hari

(30)

Gambar 2.5. Pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM)

Sumber: BPS (berbagai publikasi)

4. Pembangunan bidang kesehatan lebih dititikberatkan pada pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk jelasnya beberapa indikator kesehatan menjadi dasar untuk melihat kondisi dan persoalan utama. Diantaranya adalah pencapaian usia harapan hidup, keadaan gizi masyarakat. Selain dari itu dapat dilihat juga dari pencapaian pelayanan kesehatan, termasuk keluarga berencana. Angka kematian bayi tahun 2002 adalah 47,1 per 1.000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 37,1 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007. Angka harapan hidup sebelum krisis moneter tahun 1996 adalah 63,1 tahun dan meningkat menjadi 67,5 pada tahun 2007, namun ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Sumatera Barat. Artinya dalam dua dekade ke depan persoalan kesehatan dasar juga menjadi salah satu persoalan pokok.

5. Sesuai dengan kebijakan pemerintah terhadap pemberdayaan perempuan yaitu kesetaraan gender yang dilandasi dengan paradigma budaya Minangkabau, maka peran serta dan pemberian kesempatan bagi perempuan untuk ikut dalam berbagai aktifitas dalam pembangunan perlu dilaksanakan. Kondisi terakhir menujukkan bahwa posisi pembangunan jender di kabupaten Lima Puluh Kota relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera Barat. Misalnya rata-rata pendidikan wanita selama 6,7 dibandingkan dengan pria sudah 6,9 tahun. Di Padang pendidikan wanita sudah mencapai lebih dari 9,5 tahun. Sebaliknya, angka partisipasi pada pasar kerja wanita termasuk tinggi yakni 43%. Sementara di daerah kota kebanyakan di bawah 40%. Artinya baik secara ekonomi maupun politik, kontribusi ekonomi wanita Lima Puluh Kota sudah relatif tinggi. Selain dari itu persoalan perempuan diarahkan kepada bagaimana mempersiapkan wanita mampu menghasilkan keluarga sakinah, mempu mendidik anak-anak mereka dan memberikan perencanaan keluarga yang sakinah, baik dalam keluarga, maupun kegiatan produktif, tanpa mengorbankan aspek pendidikan kepada keluarga.

6. Aspek kesejahteraan sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat yang membutuhkan atau mengalami permasalahan sosial baik yang pencegahan, pengembangan maupun

0 20 40 60 80 100 120

7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15

1999 2002 2004 2005 2006

(31)

rehabilitasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga mereka mampu menjalankan fungsi sosialnya. Fokus pelayanan diarahkan kepada kelompok yang beresiko tinggi, ibu dan anak, kelompok lanjut usia, anak terlantar, anak yatim serta keluarga harapan. Persoalan kesejahteraan sosial perlu didekati melalui sistem jaminan sosial yang terbangun, serta proses pemberdayaan ‘empowerment’ menjadikan kelompok tersebut menjadi modal dalam jangka panjang. Oleh karenanya, pembangunan sosial di Kabupaten Lima Puluh Kota perlu menghasilkan kelembagaan yang baik untuk memecahkan persoalan sosial, serta meningkatkan kesolehan sosial bagi warganya.

7. Untuk mengatasinya, salah satu upaya adalah mengenal akar masalah sosial. Misalnya faktor utama yang menyebabkan kemiskinan untuk kabupaten Lima Puluh Kota ditemukan menurut hasil Susenas 2006 adalah terutama pada 3 sektor utama. Pertama para penganggur, kedua pekerja berada pada keluarga petani dan palawija yang menggarap lahan sendiri atau lahan orang lain dan meraka yang berusaha pada sektor pertanian dan jasa. Dari analisis di atas, disimpulkan dalam jangka panjang persoalan sosial adalah (a) Kemiskinan pada kelompok penganggur, petani, perdagangan, angkutan dan jasa lainnya; (b) Kelompok usia lanjut; (c) Penyandang cacat; (d) Tuna susila; dan (e) Masalah narkotika.

2.1.9 Prasarana Dan Sarana

1. Total panjang jalan di Kabupaten Lima Puluh kota tahun 2006 adalah 1.307,70 km yang terdiri dari Jalan Aspal 631,56 km (48,30%), Jalan Kerikil 269,34 km (20,60%), dan Jalan Tanah 406,80 km (31,10%). Dirinci menurut status pemeliharaannya, maka panjang jalan diatas terbagi atas : Jalan Nasional sepanjang 80.90 km, Jalan Provinsi dengan 3 ruas dengan panjang 122,55 km, dan Jalan Kabupaten 331 ruas dengan panjang 1.101,95 km. Disamping itu terdapat pula Jalan Lingkungan sepanjang 750 km. Dibandingkan dengan luas wilayah yag cukup luas yaitu 335.430 Ha, maka panjang jalan yang ada ini masih sangat kurang karena masih banyak wilayah-wilayah pemukiman dan sentra-sentra produksi yang belum dijangkau oleh sarana transportasi kendaraan bermotor.

2. Kondisi Jalan Negara (Nasional) dan Jalan Provinsi umumnya sudah berupa jalan aspal dengan kualitas baik dan sedang. Sedangkan Jalan Kabupaten yang dalam kondisi baik hanyalah 236,0 km (23,56%), Kondisi Sedang 214,2 km (21,38%), Kondisi Rusak 206,5 (20,61%), dan Rusak Berat 345,1 km (34,45%). Dengan kondisi jalan yang ada sekarang belum cukup untuk menjamin kelancaran aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

(32)

%. Dari data-data ini tergambar bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam menambah panjang jalan sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena kemampuan pengalokasian dana yang sangat terbatas.

4. Tujuan pembangunan transportasi adalah untuk menyediakan jasa pelayanan angkutan yang lancar, aman dan murah untuk proses perpindahan penduduk, barang-barang, dan jasa-jasa dari tempat asal ke tempat tujuan. Pelayanan perangkutan ini dilakukan secara terpadu antara pembangunan jalan dan jembatan, moda angkutan, sarana dan prasarana penunjang lainnya.

5. Jasa pelayanan angkutan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian besar menggunakan sistem angkutan kendaraan bermotor untuk angkutan penumpang dan angkutan barang. Untuk pelayanan angkutan penumpang telah dikembangkan sistem angkutan pedesaan yang telah dapat melayani 85% dari jorong-jorong yang tersebar di seluruh wilayah. Sekitar 15% lagi dari jorong-jorong ini yaitu di daerah-daerah perbatasan dan terisolir belum terlayani karena kondisi prasarana jalan dan jembatan yang tidak mendukung.

6. Perkembangan jumlah sarana angkutan telah cukup tinggi yaitu rata-rata meningkat 15,30% per tahun. Peningkatan yang relatif lebih tinggi terjadi pada jumlah sepeda motor dan Sedan yang masing-masing meningkat sebesar 17,67% dan 14,36 % per tahun.

Tabel 2.8 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Kabupaten Lima Puluh Kota, 2003-2006 (dalam Buah)

Jenis Angkutan 2003 2006 Kenaikan Rata-rata

1. Sedan 117 175 49,57 14,36

2. Jeep 112 134 19,64 6,16

3. Bus 1.795 2.013 12,14 3,89

4. Pick Up 1.574 1.936 23,00 7,14

7. Truk 606 705 16,34 5,17

8. Sepeda Motor 15.315 24.953 62,93 17,67

Jumlah 19.519 29.916 53,27 15,30

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

7. Permasalahan dalam pelayanan jasa transportasi ke depan adalah: (a). terbatasnya jaringan jalan dari jalan utama ke kawasan sentra produksi terutama di Kecamatan Gunuang Omeh, Bukik Barisan, Guguak, dan Mungka. (b). Masih adanya lintasan trayek yang belum terlayani oleh kendaraan yang ada. (c). Masih kurangnya sarana dan fasilitas penunjang transportasi bagi ketertiban, keamanan, dan keselamatan pemakai jalan.

(33)

sentral telepon otomat Kota Payakumbuh, yaitu : Situjuh, Piladang dan Batuhampar, Koto Baru Simalanggang, Tanjung Pati, dan Luak.

9. Jumlah pelanggan telepon tahun 2006 tercatat sebanyak 6.549 satuan sambungan, Warung Telepon (Wartel) 136 buah, dan Warung Internet (Warnet) sebanyak 4 buah. Disamping itu terdapat pula Stasiun Radio Swasta sebanyak 6 buah, media informasi sebanyak 14 buah, dan pesawat televisi sebanyak 50.045 buah. Permasalahan telekomunikasi adalah belum semua wilayah dapat dilayani oleh sentral telepon yang ada. Kecamatan yang belum dilayani sambungan telepon otomat (STO), adalah Kecamatan Bukik Barisan, Gunung Omeh dan Kapur IX. Namun dengan berkembangnya pemakaian telepon selular (hand phone) maka diperkirakan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan telekomunikasi ini tidak akan mengalami permasalahan yang berarti.

10. Fasilitas pelayanan Air Minum untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2006 tercatat sebanyak 59.670 sambungan 48.196 atau 80,77% diantaranya merupakan pelanggan Rumah Tangga. Dibandingkan dengan total jumlah rumah tangga yang ada yaitu 85,212 KK, maka cakupan pelayanan air minum ini telah mencapai 56,56%. Berarti cakupan pelayanan air minum oleh PDAM masih perlu ditingkatkan lagi pada masa mendatang.

11. Pelayanan air minum oleh PDAM diberikan oleh 8 unit produksi, yang berlokasi di Tanjung Pati Harau), Dangung-dangung (Guguak), Pangkalan (Pangkalan Koto Baru), Simpang Empat Batuhampar, Muarapaiti (Kapur IX), Simalanggang (Payakumbuh), dan Suliki. Kapasitas sumber air pada 8 unit pelayanan ini berkisar antara 5 sampai 25 liter per detik. Sumber air berasal dari sungai dengan sistem klornasi atau gravitasi. Disamping melayani sambungan rumah tangga diatas, PDAM juga memberikan pelayanan bagi masyarakat umum dengan menyediakan hidran umum sebanyak 29 buah yang berlokasi di Tanjung Pati 2 buah, Dangung-Dangung 23 buah, dan Batu Hampar 3 buah. Disamping itu sesuai dengan rencana, bagi daerah-daerah yang sulit dalam sumber air minum, maka akan diberikan pelayanan air bersih dengan menyediakan mobil tangki, namun sampai saat ini belum terlaksana. Usaha untuk meningkatkan cakupan wilayah pelayanan air minum dari unit pelayanan yang ada terbentur kepada peralatan PDAM yang sudah tua sehingga membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Sedangkan untuk menambah peralatan dan pipa-pipa baru terbentur pula kepada kemampuan keuangan pemerintah daerah yang terbatas.

(34)

13. Disamping melayani kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, penyediaan Tenaga Listrik juga ditujukan untuk penerangan jalan dan tempat-tempat umum. Pemasangan lampu penerangan jalan ini juga berfungsi sebagai fasilitas pelengkap transportasi di malam hari serta untuk keamanan dan kenyamanan serta keindahan kota di malam hari. Namun sampai saat ini baru 5 % dari jalan-jalan umum yang sudah mendapatkan penerangan jalan.

14. Dari luas wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota 3.354,30 km2 maka seluas 76,90 km2 atau 2,29 % merupakan lahan pekarangan atau pemukiman. Pola pemukiman terdiri dari Pemukiman Kota yang berbentuk linier dangan tipe bangunan yang sudah permanen dan tipe pedesaan (rural) yang menempati tanah kaum atau tanah ulayat yang berkelompok dengan tipe bangunan yang tradisional semi permanent dan darurat (rumah kayu). Permasalahan utama dalam aspek Perumahan dan Pemukiman ini adalah kekurangan jumlah rumah (kualitas dan kuantitas) yang layak huni bagi masyarakat miskin. Dari 82.733 Kepala Keluarga di Kabupaten Lima Puluh Kota, maka lebih kurang 30.000 KK tinggal di pemukiman dan rumah-rumah yang tidak layak huni. Masalah lain adalah masih kurangnya fasilitas pemukiman yang ada seperti jalan-jalan lingkungan, drainase, air bersih, tenaga listrik, dan MCK.

15. Dari luas sawah di Kabupaten Lima Puluh Kota 23.084 Ha tahun 2005 maka yang sudah memiliki sistem irigasi adalah 21.819 Ha atau 94,52%. Dari total luas sawah yang sudah memiliki sistem irigasi ini, maka yang sudah berupa irigasi teknis adalah sebanyak 9 buah dengan luas sawah yang diairi 4.686 Ha atau 20,30% dan irigasi setengah teknis sebanyak 53 buah untuk 5.590 Ha sawah atau 24,22%. Disamping itu terdapat sistem Irigasi Sederhana sebanyak 22 buah dengan luas sawah yang diairi 2.251 Ha atau 9,75% dan irigasi desa sebanyak 361 buah yang mengairi sawah seluas 9.292 Ha atau 40,25%.

2.1.10 Tata Ruang Dan Pembangunan Wilayah

1. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat, wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota termasuk ke dalam Wilayah Pembangunan I (WP I) dengan pusat pengembangannya adalah di Bukittinggi. Potensi pengembangan wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota adalah di sektor agribisnis yang berbasis pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan.

(35)

3. Seluas 143.938 Ha atau 89,88 % dari kawasan hutan yang ada merupakan hutan lindung, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata. Kawasan Hutan Lindung ini tersebar di kecamatan Pangkalan Kota Baru, Kapur IX, Harau, Lareh Sago Halaban, Situjuah Limo Nagari, Bukik Barisan, dan Guguak serta Gunuang Omeh. Kawasan Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata terdapat di Kawasan Cagar Alam Lembah Harau 270 Ha dan Kawasan Kelok Sembilan 23.467 Ha. Pemanfaatan hutan lindung di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah sebagai sumber irigasi pertanian dan air bersih, terutama yang telah digunakan untuk penggerak turbin pembangkit tenaga listrik PLTA Kota Panjang

Tabel 2.9 Pola Penggunaan Tanah di Kabupaten Lima Kota Tahun 2001-2007 (Dalam Ha)

Jenis Penggunaan Lahan 2001 2007

1. Pemukiman 7.331 7.690

2. Industri 92 171

3. Sawah 30.850 22.286

4. Ladang/Tegalan 2.491 2.534

5. Perkebunan 38.250 38.250

6. Hutan Produksi dan Konversi 30.300 30.300

7. Hutan Lindung, Swaka Alam dan Wisata 170.998 170.998

8. Lahan Terlantar/Semak Belukar 42.419 36.648

9. Kolam/Danau/Rawa/Tebat 3.325 3.325

10. Pertambangan 375 395

11. Lain-lain 8.999 22.833

Jumlah 335.430 335.430

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka 2006

4. Permasalahan utama dalam melakukan konservasi kawasan lindung ini adalah belum adanya inventarisasi sumber daya hutan dan batas kawasan hutan yang definitif. Permasalahan ini menyebabkan terjadinya konflik berupa perubahan fungsi hutan untuk pertambangan (emas, timah hitam, dan marmar), perladangan gambir di Kecamatan Harau, Kapur IX dan Pangkalan Koto Baru, serta pembangunan pemukiman dan pembukaan jalan baru.

(36)

6. Kawasan budidaya pertanian berupa sawah tersebar di Kecamatan Guguak, Akabiliru, Harau, Lareh Sago Halaban, Situjuah Limo Nagari, Kecamatan Payakumbuh, dan Kecamatan Luhak. Areal persawahan ini sudah memiliki sistem irigasi yang cukup baik sehingga perlu dipertahankan agar tidak beralih fungsi menjadi pemukiman. Kawasan pertanian tanaman pangan dan holtikultura umumnya tersebar pada tujuh kecamatan; Gunung Omeh, Suliki, Bukik Barisan, Guguak, Payakumbuh, Harau dan Situjuah Limo Nagari. Kawasan peternakan Ayam ras dan Buras terdapat di Kecamatan Gunuang Omeh, Suliki, Guguak, Mungka, dan Payakumbuh. Wilayah ini telah memulai menjadi Kawasan Sentra Produksi (KSP) peternakan ayam sejak tahun 1999. Perikanan Kolam dan budidaya sawah di Kecamatan Luhak, Guguak, Mungka, dan Payakumbuh. Sedangkan kawasan perkebunan yang dominan yaitu Karet dan Gambir ada di Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan Kapur IX.

2.1.11 Pemerintahan

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tiap Provinsi dibolehkan untuk membangun sistem pemerintahan terendahnya berdasarkan tradisi, asal usul dan adat istiadat masing-masing. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota telah membentuk pemerintahan terendahnya yang dinamai dengan Pemerintahan Nagari. Nagari di Sumatera Barat sama dengan Desa di daerah Jawa. Pada Tahun 2006 jumlah nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 76 Nagari, yang dibagi pula atas jorong-jorong atau kelurahan. Jumlah Jorong sampai saat ini adalah 384 buah jorong.

2. Secara kelembagaan berdasarkan Peraturan Daerah nomor 14, 15, dan 16 Tahun 2002 tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas-Dinas Daerah, dan Lembaga-Lembaga Teknis Daerah, maka struktur organisasi Pemeritahan Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri 10 Dinas, 7 Kantor, 4 Badan, dan 10 Bagian. Di dalam struktur organisasi diatas terdapat 455 buah jabatan struktural yang terdiri dari 17 Eselon II, 92 Eselon III, dan 348 buah jabatan Eselon IV.

3. Jumlah pegawai pada tahun 2006 tercatat sebanyak 6.724 orang, yang terdiri dari pejabat fungsional sebanyak 4.386 orang, pejabat struktural 455 orang dan staf teknis sebanyak 1.495 orang. Berdasarkan kepada kebutuhan riil di lapangan, maka jumlah pegawai dibutuhkan adalah 9.037 orang sehingga terdapat kekurangan pegawai sebanyak 2.701 orang. Kekurangan pegawai yang sangat mendesak adalah untuk tenaga guru, tenaga kesehatan dan tenaga-tenaga teknis.

Gambar

Gambar 1.1  Hubungan RPJPD dengan dokumen perencanaan lainnya
Tabel 2.1  Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Lima Puluh Kota Menurut Kecamatan
Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006
Tabel 2.4a Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dinamika perkembangan yang terjadi, penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKJiP) ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014

[BPS] Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota.. Kabupaten Lima Puluh Kota dalam

• Acuan diberikan dalam badan tulisan di dalam tanda kurung. • Tulis nama keluarga pengarang, diikuti dengan tahun, kemudian beri tanda koma dan tulis nomor halaman

Ubuntu didasarkan pada paket- paket dari Debian yang tidak stabil keduanya menggunakan distro Debian’s deb format dan alat manajemen paket, APT dan Synaptic walaupun Debian dan

memiliki jawaban sangat tidak setuju ada 2 orang atau 2,1% dari jumlah.

Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan dan merupakan gejala yang normal. Bagi orang yang penyesuaiannya baik, kecemasan dapat cepat diatasi. Apabila penyesuaian yang

Selesainya skripsi dengan judul, “Upaya Optimalisasi Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Vigna radiata L.) dengan Pemberian Dried Decanter Solid dan Fungi Mikoriza Arbuskula

Hasil ini sejalan dengan kadar lemak dendeng yang diperoleh, yaitu bahwa pencucian tidak mem- pengaruhi kadar lemak dendeng, tetapi jenis daging berpengaruh nyata (Tabel 2)..