• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sumberdaya Air Permukaan

Sumber air pada DI Cisadane-Empang berasal dari sungai Cisadane yang bermata air di Gunung Salak dan komplek Gunung Gede-Pangrango. Berdasarkan data pengamatan periode 1975-2004 debit rata -rata maksimum sebesar 25642 l/dt terjadi pada bulan Februari (setengah bulan pertama) dan debit rata-rata minimum pada bulan September (setengah bulan kedua) sebesar 11758 l/dt tertera pada Gambar 1. Sedangkan debit maksimum dan minimum rata -rata Sungai Cisadane periode 1975-2004 disajikan pada Tabel 2.

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

Jan 1 Jan 2 Feb 1 Feb 2 Mar 1 Mar 2 Apr 1 Apr 2 May 1 May 2 Jun 1 Jun 2 Jul 1 Jul 2 Aug 1 Aug 2 Sep 1 Sep 2 Oct 1 Oct 2 Nov 1 Nov 2 Dec 1 Dec 2 Bulan

Debit (l/dt)

Gambar 1. Debit Rata-rata Setengah Bulanan Sungai Cisadane di Bendung Empang Periode Tahun 1975–2004.

Tabel 2. Debit Maksimum dan Minimum Rata-Rata Setengah Bulanan Sungai Cisadane di Bendung Empang Periode Tahun 1975–2004.

Januari Februari Maret April Mei Juni Uraian 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Maksimum Rata2 1/2 Bulanan 45567 44909 15500 44923 47293 35593 48136 39552 38815 44846 29338 34626 Minimum Rata2 1/2 Bulanan 6861 5480 14333 11700 6581 10906 10158 9020 12656 9862 7773 7757 Juli Agustus September Oktober November Desember Uraian 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Maksimum Rata2 1/2 Bulanan 16879 30399 29869 39856 34618 18828 25326 28594 44365 32047 28291 43430 Minimum Rata2 1/2 Bulanan 6540 6445 5610 4761 5273 6084 5419 10358 10473 11700 8953 7267

Sungai Cisadane mengalir melalui kecamatan Caringin, Ciomas, Bogor Selatan, Bogor Tengah, Bogor Barat, Semplak, Rumpin dan Gunung Sindur (Lampiran 2). Sungai Cisadane menerima suplesi dari Kali Cipakancilan dan Kali Cibalok yang memasuki saluran induk. Panjang sungai Cisadane ± 152 km dengan lebar rata-rata DAS (Daerah Aliran Sungai) 40 km. Sungai ini mempunyai 2 bendungan yaitu bendung Empang di Bogor dan bendung Pasar Baru di Tangerang. Bendung Empang mengairi sawah di daerah Semplak, Parung dan Gunung Sindur sedangkan bendung Pasar Baru mengairi sawah di Kabupaten Dati II Tangerang.

Penggunaan air sungai terbesar adalah untuk keperluan irigasi (pertanian) yang kemudian diikuti oleh penyediaan air bersih, perikanan dan industri. Sungai dan saluran irigasi juga berfungsi sebagai sarana pembuangan air limbah yang berasal dari rumah tangga (penduduk), perikanan dan industri. Pembuangan limbah penduduk yang tersebar di 3 wilayah (Kabupaten Bogor, Kodya Bogor, Kabupaten Tangerang) dilakukan melalui berbagai cara diantaranya melalui kolam/sawah, tanah darat/tegalan, rembesan septic tank dan melalui saluran air kotor yang mengalir menuju sungai.

4.1.2. Kondisi Fisik Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi terdiri dari saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan serta pembuangan air yang tidak diperlukan.

Jumlah dan jenis bangunan irigasi yang ada di DI Cisadane-Empang adalah sebagai berikut :

1. Bangunan utama, meliputi 1 buah bendung (terletak pada elevasi 234 m dari permukaan laut) dengan 2 badan (timur dan barat), 2 mercu, 4 pintu pengambilan dan 2 pintu penguras, 91 bangunan sadap, 3 bangunan bagi, 2 bangunan bagi sadap, 82 box tersier, 102 box kuarter, 1 talang, 1 gorong- gorong, 8 bangunan terjun, 2 bangunan pelimpah dan 2 bangunan ukur. 2. Bangunan pelengkap meliputi 1 got miring, 4 jembatan, 200 m tanggul

penutup, dan 2,6 km jalan inspeksi.

3. Saluran irigasi berupa 1 saluran induk sepanjang ± 20 km mulai dari bendung Empang sampai Citayam (perbatasan Ranting Bogor dan ranting Depok), 5 buah saluran sekunder (Cibuluh, Ciereng, Cidepit, Kuripan dan Patambran) dengan panjang total ± 21 km, saluran tersier dengan panjang total ± 83 km, saluran suplesi sepanjang ± 0.5 km dan saluran kuarter dengan panjang total ± 118 km.

4. Saluran pembuang meliputi saluran pembuang utama sepanjang ± 2 km dan saluran pembuang pengumpul dengan panjang total ± 10 km.

Distribusi air yang diterapkan adalah sistem bergilir yang didasarkan atas musim hujan dan kemarau. Sistem tersebut digunakan di Kemantren Semplak hulu (saluran sekunder Cibuluh dan Ciereng) dan Semplak hilir (saluran sekunder Cidepit, Kuripan dan Patambran). Pada musim hujan (Oktober -Maret) air dialirkan ke Semplak hilir dan pada musim kemarau (April-September) air dialirkan ke Semplak hulu.

Tingkat kerusakan jaringan irigasi ditentukan berdasarkan kriteria kondisi fisik bangunan yang dapat berfungsi. Kodisi fisik jar ingan irigasi DI Cisadane- Empang tergolong rusak sedang-berat dimana hanya sekitar 25%-50% bangunan

irigasi dapat berfungsi dengan baik. Kondisi bangunan yang tidak berfungsi terdapat pada saluran sekunder Kuripan yaitu pada Bkp 5 - Bkp 38 serta pada salur an sekunder Patambran yaitu Bptb 1 dan Bptb 2. Nama-nama saluran sekunder beserta luas sawah irigasi tertera pada Lampiran 3.

4.1.3. Pola Tanam dan Budidaya Tanaman

Pola tanam yang diterapkan menurut Dinas Pengairan Bogor adalah padi- padi-palawija dengan masa tanam MT 1 (awal Oktober-pertengahan Februari), MT 2 (pertengahan Februari-akhir Juni) dan MT 3 (awal Juli-akhir September) tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Pola Tanam Daerah Irigasi Cisadane -Empang (Musim Tanam Tahun 2004/2005)

Satuan Kebutuhan Air (l/dt/ha) untuk Musim Tanam Bulan Periode Tanam MT 1 MT 2 MT 3 1 1.250 Oktober 2 1.250 1 0.725 November 2 0.725 1 0.725 Desember 2 0.725 1 0.725 Januari 2 0.725 1 0.725 Padi Februari 2 1.250 1 1.250 MUSIM HUJAN Maret 2 0.725 0.300 1 0.725 0.300 April 2 0.725 0.300 1 0.725 0.300 Mei 2 0.725 0.300 1 0.725 0.300 Juni 2 0.725 Padi-Palawija 0.300 1 0.300 Juli 2 0.300 1 0.300 Agustus 2 0.300 1 0.300 MUSIM KEMARAU September 2 0.300 Palawija

Sumber : Dinas Pengairan Bogor, 2005

Penggunaan air irigasi yang kurang efisien menyebabkan jumlah air tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi menurut pola tanam di atas sehingga masyarakat menerapkan pola tanam yang lain yaitu pada MT 1 dan MT 2 ditanam padi dan palawija, padi saja atau palawija saja. Sedangkan pada MT 3 ditanam

palawija yang berumur ± 3 bulan. Jenis palawija yang ditanam bervariasi yaitu jagung, kacang tanah, ubi jalar, talas, kacang panjang, buah-buahan (pepaya, pisang, bengkuang) dan sayuran (kangkung, bayam).

4.1.4. Iklim

Berdasarkan sistem klasifikasi Oldeman daerah penelitian tergolong ke dalam tipe iklim A1 yang artinya sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. Penentuan klasifikasi iklim menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Periode bulan basah terjadi dari bulan Januari sampai Desember.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Atang Sendjaja (Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor) periode pengamatan 1994-2005 daerah penelitian memiliki curah hujan sebesar 3470 mm/tahun dengan karakteristik iklim tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Suhu, Kelembaban, Tekanan udara, Kecepatan Angin, Lama Penyinaran dan Curah Hujan Rata-Rata Bulanan untuk Periode Tahun 1994-2005

Tahun Suhu Rata-Rata (0C) Suhu Maksimum (0C) Suhu Minimum (0C) Kelembaban Udara (%) Tekanan Udara (mb) Kecepatan Angin (Km/jam) Lama Penyinaran Matahari (%) Curah Hujan (mm/Bulan) 1994 26.5 31.3 21.5 81.0 1011.7 2.5 61.1 281 1995 25.7 31.2 22.4 83.0 1008.6 5.6 51.5 259 1996 25.6 30.8 21.7 83.3 1005.2 3.4 56.0 279 1997 26.0 32.0 21.1 77.8 1005.3 3.3 53.7 204 1998 26.2 31.7 21.1 83.3 1009.1 3.6 51.4 265 1999 26.7 30.8 22.5 84.3 1010.1 2.1 57.5 194 2000 26.8 30.9 22.7 84.1 1006.9 2.0 57.5 185 2001 26.8 31.0 22.6 85.1 1005.2 2.7 56.4 265 2002 26.3 31.5 22.3 82.3 1013.2 2.3 58.0 301 2003 26.3 31.4 22.1 80.5 1011.7 4.9 62.2 347 2004 25.6 31.4 22.5 76.9 1012.1 3.3 64.3 324 2005 26.7 31.0 21.8 83.0 1012.2 2.0 69.7 333

Sumber : Stasiun Klimatologi Atang Sendjaja (Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor)

4.1.5. Tanah dan Penggunaan Lahan

Berdasarkan peta tanah untuk wilayah Bogor dalam Atmosentono (1968), jenis tanah di DI Cisadane-Empang sebagian besar termasuk jenis Latosol. Jenis

tanah ini memiliki tekstur halus, berstruktur remah-gumpal, drainase sedang, bahan induk tuf volkan intermedier, kadar fraksi liat tinggi (jenis tanah berat). Jenis tanah di sekitar dataran sungai Cisadane termasuk jenis Aluvial yang bertekstur halus, drainase terhambat dan memiliki bahan induk berupa campuran endapan liat dan pasir. Daerah irigasi Cisadane -Empang memiliki bentuk wilayah dari berombak sampai bergelombang dengan kemiringan lahan 3-15%. Sebagian besar areal di DI Cisadane -Empang digunakan untuk pertanian yang pada umumnya berupa persawahan dengan panen dua kali setahun. Ukuran petak sawah dan status kepemilikan beragam yaitu petani pemilik, petani penyewa dan petani penggarap (biasanya dari luar daerah/desa).

4.2. Neraca Air

4.2.1. Neraca Air Lahan Bulanan

Neraca air merupakan faktor dasar dalam perenca naan dan pengelolaan irigasi. Prosedur perhitungan neraca air dilakukan menurut metode Thornthwaite dan Mather (1957) dengan unsur curah hujan (R), evapotranspirasi potensial (ETp), evapotranspirasi aktual (ETa), kandungan air tanah (ST), surplus (S) dan defisit (D). Curah hujan bersama evapotranspirasi dan sifat fisik tanah (terutama nilai kandungan air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen) menentukan periode surplus dan defisit air.

Hasil analisis neraca air lahan bulanan (Tabel 5) menunjukkan bahwa di daerah penelitian terjadi defisit air pada bulan Agustus sebesar 11 mm/bulan dan terjadi surplus selama sebelas bulan yaitu pada bulan September sampai Juli. Berdasarkan analisis neraca air per bulan (Tabel Lampiran 4), defisit tiap tahun untuk periode 1994-2004 terjadi sekitar bulan Juni, Juli, Agustus dan September.

Hampir setiap bulan Agustus pada tahun pengamatan terjadi defisit air. Defisit maksimum mencapai 109 mm/bulan (Agustus 1995) dan defisit minimum sebesar 1 mm/bulan (Juni 1998). Sedangkan surplus maksimum mencapai 579 mm/bulan terjadi pada bulan Maret 1998 dan surplus minimum sebesar 6 mm/bulan terjadi pada bulan Maret 1999, Juli 1999 dan Januari 2000.

Tabel 5. Neraca Air Lahan Bulanan DI Cisadane -Empang Saluran Sekunder Cidepit Berdasarkan Curah Rata-Rata Periode 1994-2004.

Bulan Unsur

(mm) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec R 374 350 375 318 279 200 149 92 189 293 332 280 ETp 103 98 122 124 126 107 119 139 145 139 122 117 R-ETp 271 252 254 194 154 93 30 -47 44 154 211 163 APWL -47 ST 270 270 270 270 270 270 270 306 270 270 270 270 ST 0 0 0 0 0 0 0 36 -36 0 0 0 ETa 103 98 122 124 126 107 119 128 145 139 122 117 D 11 S 103 98 122 124 126 107 119 0 145 139 122 117

4.2.1. Neraca Air Lahan untuk Tanaman Pertanian yang Diusahakan.

Iklim merupakan faktor lingkungan yang sulit dimodifikasi sehingga tindakan yang tepat dalam memanfaatkan unsur iklim dan mengurangi sifat yang merugikan seperti surplus dan defisit dalam jangka waktu lama adalah menyes uaikan kegiatan pertanian dengan perilaku iklim. Perencanaan pola tanam yang meliputi jenis dan varietas tanaman, urutan penanaman dan pelaksanaanya disesuaikan dengan kondisi iklim seperti ketersediaan air tanah dan pertimbangan pemanfaatan radiasi surya dan suhu. Neraca air lahan yang dibuat dalam selang waktu bulanan digunakan dalam perencanaan pendahuluan penentuan pola tanam.

Pola tanam yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu padi-padi- palawija. Musim tanam padi umumnya berlangsung mulai Oktober-Maret. Sedangkan pada bulan April-September penanaman palawija seperti jagung, kacang tanah dan sayuran banyak dilakukan. Pada bulan April-September distribusi air irigasi dialirkan ke kemantren Semplak Hulu sehingga penanaman

padi tidak dilakukan di kemantren Semplak Hilir. Penanaman palawija terbagi ke dalam tiga waktu tanam yaitu 25 April, 1 Juli dan 1 Mei untuk jagung, 10 April, 11 Juni dan 11 Maret untuk kacang tanah serta tanggal 17 April, 28 Juni dan 1 Mei untuk sayuran.

Ketiga palawija tersebut mempunyai masa defisit dan surplus yang berbeda -beda. Tanaman kacang tanah yang ditanam tanggal 11 Juni akan mengalami defisit air paling besar dan masa defisit yang paling lama dari ketiga jenis tanaman (Gambar 2). Neraca air tanaman ketiga jenis palawija disajikan pada Gambar Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 5 untuk contoh perhitungannya. Besarnya defisit dan surplus ketiga jenis tanaman palawija disajikan pada Tabel 6.

0 20 40 60 80 1 0 0 1 2 0 1 4 0 1 6 0 1 8 0 2 0 0 2 2 0 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 1 0 1 1 0 6 1 1 1 1 1 6 1 2 1 1 2 6 1 3 1 1 3 6

Umur Tanaman (Hari) U n s u r ( m m )

R D S

Gambar 2. Neraca Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005. Tabel 6. Defisit dan Surplus Tanaman Jagung, Kacang Tanah dan Sayuran untuk

Masing-masing Tanggal Penanaman.

Jenis Tanaman Tanggal Penanaman Defisit (mm) Periode Defisit (Hari) Surplus (mm) Periode Surplus (Hari) 25 April 230,5 90 999,8 45 1 Juli 241,1 80 855,7 55 Jagung 1 Mei 227,0 88 993,6 47 10 April 236,5 87 1065,3 53 11 Juni 277,4 90 955,3 50 Kacang Tanah 11 Maret 235,3 83 1315,2 57 17 April 169,3 57 936,6 39 28 Juni 203,7 66 535,0 29 Sayuran 1 Mei 178,2 61 899,2 34

Kandungan air tanah maksimum terjadi pada saat curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi potensial sedangkan pada saat curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial kandungan air tanah ditentukan oleh kandungan air tanah maksimum dan akumulasi air yang hilang secara potensial. Dalam perhitungan neraca air diasumsikan bahwa curah hujan yang jatuh pertama kali digunakan untuk evapotranspirasi potensial. Selanjutnya air hujan yang jatuh digunakan untuk mengisi air tanah hingga mencapai kapasitas lapang. Sisa air hujan yang tidak digunakan untuk evapotranspirasi dan mengisi air tanah menjadi limpasan air permukaan dan perkolasi ke lapisan yang lebih dalam sebagai aliran bawah tanah. Berdasarkan asumsi ini nilai maksimum kandungan air tanah setara dengan kapasitas lapang wilayah kajia n seperti tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Daerah Penelitian.

Kadar air (%v) pada pF No. Lokasi Kedalaman

(cm) Kadar Air (%v) Bobot Isi (g/cm3) Porositas (%) 1 2 2.54 4.2 0-2 0 45.82 1.00 62.36 52.11 47.97 43.35 31.90 1 Cdp 17 20-40 49.88 0.96 63.60 50.48 48.09 45.47 33.62 0-2 0 50.61 0.92 65.16 52.82 47.81 44.30 33.14 2 Cdp 18 20-40 48.88 0.98 63.00 50.35 46.62 44.11 33.23 0-2 0 46.91 1.00 62.18 49.58 47.01 45.38 32.29 3 Cdp 19 20-40 52.17 0.98 63.20 58.30 52.88 47.47 33.77 0-2 0 47.43 0.95 64.10 50.34 46.26 43.04 31.82 4 Cdp 20 20-40 49.16 1.00 62.23 53.25 47.62 44.43 32.18 0-2 0 46.15 0.92 65.44 55.18 49.94 42.00 30.39 5 Cdp 21 20-40 46.37 1.06 60.15 57.91 52.75 43.75 33.65 0-2 0 47.33 0.93 64.99 51.81 46.78 42.13 31.80 6 Cdp 22 20-40 45.72 1.05 60.33 53.20 48.29 44.02 31.77

Periode surplus yang lama dan defisit yang pendek akan memungkinkan lahan pertanaman memiliki ketersediaan air yang banyak. Akan tetapi kondisi ini kurang baik untuk tanaman pala wija karena periode surplus yang berkepanjangan dapat mengakibatkan pembusukan akar tanaman dan menghambat pemasakan bila drainase kurang baik. Selain itu adanya kecenderungan terjadinya erosi karena intensitas hujan yang tinggi. Oleh karena itu penanaman palawija disesuaikan dengan ketersediaan air yang cukup untuk masing-masing jenis tanaman.

Penanaman bulan Juni dan Juli tanaman mengalami defisit yang lebih besar daripada penanaman bulan Maret, April, dan Mei. Pada daerah yang sudah mempunyai saluran irigasi seperti di daerah penelitian, hasil perhitungan neraca air digunakan untuk menentukan jadwal pemberian air irigasi dan jadwal pembuangan kelebihan air pada pertanaman palawija tersebut.

4.3. Satuan Kebutuhan Air (SKA)

4.3.1. Kebutuhan Air Tanaman

Jumlah air yang digunakan tanaman untuk evapotranspirasi didefinisikan sebagai kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement/CWR). Kebutuhan air tanaman merupakan petunjuk untuk menentukan jumlah air yang diperlukan selama masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan tersebut dipenuhi oleh sebagian curah hujan yang jatuh selama masa pertumbuhan (curah hujan efektif). Jumlah curah hujan efektif tergantung pada intensitas hujan, sistem penanaman dan tahap pertumbuhan tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan di saluran tersier Cidepit dihitung dengan cara Satuan Kebutuhan Air tanaman (Tabel 8) dikalikan dengan luas daerah yang ditanami dan faktor saluran (faktor tersier = 1,25).

Tabel 8. Satuan Kebutuhan Air Tanaman (l/dt/ha) Padi dan Palawija Satuan Kebutuhan Air (SKA) untuk Tanaman & Tahap Pertumbuhan

MT 1 MT 2 / MT 3

Padi

Pengolahan Tanah & Persemaian 1.250 1.125

Pertumbuhan 0.725 0.850

Panen 0.000 0.000

Palawija

Perlu Banyak Air 0.300 0.300

Perlu Sedikit Air 0.200 0.200

Pada penelitian ini digunakan program Cropwat for Windows untuk menghitung kebutuhan air tanaman di lahan pertanaman dari saluran Cidepit. Keterangan lebih lanjut untuk program tersebut disajikan pada Lampiran 6. Kebutuhan air tanaman yang dihitung dengan program Cropwat for Windows dalam selang waktu 15 harian dengan penutupan areal pertanaman 100% (monokultur) dan efisiensi irigasi 80% untuk masing-masing palawija disajikan pada Tabel Lampiran 7 dan Gambar Lampiran 7.

Kebutuhan air kacang tanah (Gambar 3) tanggal tanam 11 Juni menunjukkan kebutuhan yang paling besar dibandingkan ketiga jenis palawija yaitu 541,79 mm. Pengaruh karakteristik suatu tanaman terhadap kebutuhan air tanaman dinyatakan sebagai koefisien tanaman/Kc (Tabel 9) yang nilainya tergantung dari tahap pertumbuhan tanaman dan kondisi iklim.

Gambar 3. Kebutuhan Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005.

Tabel 9. Koefisien Tanaman Kacang Tanah

Tahap Pertumbuhan Awal Perkembangan Pertengahan Akhir Total

Panjang Tahap Tumbuh [Hari] 25 35 45 30 140

Koefisien Tanaman [Kc] 0.40 >>> 1.15 0.60

Kedalaman Perakaran [m] 0.30 >>> 0.80 0.80

Faktor Deplesi [P] 0.45 >>> 0.45 0.50

Faktor Respon Hasil [Ky] 0.40 0.60 0.80 0.40 0.70

Tanaman jagung, kacang tanah dan sayuran yang ditanam pada bulan Juni dan Juli membutuhkan air yang lebih banyak daripada tanaman yang ditanam pada bulan Maret, April dan Mei. Perbedaan kebutuhan air tanaman yang disajikan pada Tabel 10 berikut disebabkan oleh jenis tanaman, umur tanaman dan keadaan iklim pada saat penanaman.

Tabel 10. Total Curah Hujan, Curah Hujan Efektif dan Kebutuhan Air Tanaman Tanaman Palawija untuk Masing-masing Tanggal Penanaman.

Jenis Tanaman Tanggal Penanaman Total Curah Hujan (mm) Curah Hujan Efektif (mm) Kebutuhan Air Tanaman (mm) 25 April 1271,41 654,80 445,92 1 Juli 983,39 549,82 476,25 Jagung 1 Mei 1252,83 653,27 450,15 10 April 1366,56 686,14 479,27 11 Juni 1203,59 656,37 541,79 Kacang Tanah 11 Maret 1503,62 712,63 483,30 17 April 1031,95 490,81 352,32 28 Juni 752,06 436,39 385,80 Sayuran 1 Mei 978,23 477,34 346,91

4.3.2. Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi (Irrigation Water Requirement/IWR) palawija berkisar antara 93,0-339,3 mm per musim tanam. Dengan menggunakan kriteria

Irrigated When 100 % of Readily Soil Moisture Depletion Occurs dan Refill to

100 % Readily Soil Moisture dari program Cropwat for Windows diperoleh selang

pemberian irigasi jagung dalam selang waktu 15 harian sekitar 15-85 hari dengan jumlah irigasi antara 91,4-93,3 mm. Selang irigasi kacang tanah berkisar antara 13-63 hari sebesar 65,4-70,8 mm dan sayuran berkisar antara 5-19 hari sebesar 17,0-55,5 mm.

Besarnya air irigasi yang diperlukan untuk tanaman jagung, kacang tanah dan sayuran disajikan pada Tabel Lampiran 8. Kebutuhan air irigasi tanaman kacang tanah untuk tanggal tanam 11 Juni (Tabel 11) memiliki kebutuhan yang paling besar dari ketiga tanaman palawija.

Tabel 11. Ke butuhan Air Irigasi Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005

Date TAM (mm) RAM (mm) Total Rain (mm) Effect. Rain (mm) ETc (mm) ETc/ETm (%) SMD Interval (days) Net Irr. (mm) Lost Irr. (mm) 15/6 60.0 27.0 160.1 6.6 1.6 100.0 1.6 30/6 82.5 37.1 139.0 24.0 1.6 100.0 1.6 15/7 105.0 47.3 116.6 26.6 2.3 100.0 2.3 30/7 127.5 57.4 100.5 40.0 3.5 100.0 6.5 13/8 144 64.8 0.0 0.0 4.6 100.0 65.4 63 65.4 0.0 14/8 144 64.8 97.6 0.0 4.7 100.0 4.7 27/8 144 64.8 0.0 0.0 5.2 100.0 68.4 14 68.4 0.0 29/8 144 64.8 111.2 5.2 5.3 100.0 5.3 9/9 144 64.8 0.0 0.0 5.8 100.0 66.3 13 66.3 0.0 13/9 144 64.8 136.6 17.7 6.0 100.0 6.0 23/9 144 64.8 0.0 0.0 6.4 100.0 68.3 14 68.3 0.0 28/9 144 65.8 156.2 24.9 6.0 100.0 6.0 10/10 144 68.3 0.0 0.0 4.7 100.0 70.8 17 70.8 0.0 13/10 144 68.9 134.2 9.1 4.3 100.0 4.3 28/10 144 72.0 30.6 30.6 1.6 100.0 17.9 Total 1182.6 184.6 541.8 100.0 339.3 0.0 C:\CROPWATW\REPORTS\IWRKTNH2.CSV

Besarnya air yang harus diberikan dan waktu pemberian air irigasi untuk masing-masing tanaman palawija disebabkan karena curah hujan tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman atau tidak ada kejadian hujan pada waktu musim tanam. Air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat penting untuk menghitung waktu pemberian air irigasi selama musim tumbuh. Pada setiap pemberian air irigasi, volume air untuk mencukupi kebutuhan tanaman untuk suatu periode ditampung pada tanah yang tidak jenuh dalam bentuk air tersedia. Perhitungan air tersedia bagi tanaman dilakukan dengan menggunakan terminolog i air tersedia langsung (RAM) dan total air tersedia (TAM). Dengan demikian kebutuhan tanaman, adanya persediaan air dan kapasitas tanah menampung air harus dipertimbangkan dalam menentukan waktu (interval) dan berapa besar (net irrigation) air yang harus diberikan.

Selain dinyatakan dengan keadaan kelembaban tanah tiap 15 harian (Tabel 11), jadwal irigasi dapat ditunjukkan dengan kelembaban tanah harian/Daily Soil

Moisture Balance (Gambar 4) yang menunjukkan keadaan tanah tiap hari dalam

kelembaban tanah tiap musim tumbuh. Kelembaban tanah harian untuk ketiga tanaman palawija disajikan pada Gambar Lampiran 9 dan Tabel Lampiran 9.

Gambar 4. Kelembaban Tanah Harian (Daily Soil Moisture Balance) Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005.

Dokumen terkait