KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR
UNTUK PERTANIAN
(STUDI KASUS SALURAN SEKUNDER CIDEPIT, DAERAH IRIGASI
CISADANE-EMPANG, KABUPATEN BOGOR)
ANITA DWI RAKHMAWATI
A24101048
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMMARY
ANITA DWI RAKHMAWATI. Study of Water Resource Utilization for
Agriculture (Case Study of Cidepit ’s Secondary Channel of Cisadane-Empang’s Irrigation Area , Kabupaten Bogor). Supervised by YAYAT HIDAYAT and WAHYU PURWAKUSUMA.
Water resource plays an important role in agriculture, industry and other
sectors. In the future, competition among those sectors on water consumption will
increase. To support the agricultural sector, the study of water usage efficiency is
needed. The aim of this research is to study the potency of surface water resource
to fullfill the irrigation needs using water balance, crop water requirement and
irrigation water requirement analysis.
This research was conducted in Cidepit’s secondary channel of
Cisadane-Empang’s irrigation area, Kabupaten Bogor from April-September 2005. Climate
data series of 1994-2005 were used during the research using field and crop water
balance analysis (Thornthwaite and Mather method) , evapotranspiration
prediction (Penman-Monteih method), crop water requirement and irrigation
water requirement prediction (Cropwat for Windows program) and irrigation
sufficiency analysis approachs.
The field water balance shows that water deficit occured on August and
water surplus occured on September-July. The crop water balance for maize,
groundnut and vegetables shows that planting period of June and July have
experienced water deficit of 203,7-227,4 mm for 66-90 days during growing
season. And planting period of March, April and May have experienced deficit of
169,9-236,5 mm for 57-90 days.
Crop water requirement during growing season varied from 445,92 to
476,25 mm for maize, 479,27 to 541,79 mm for groundnut and 346,91 to 385,80
mm for the vegetables. The crop planted on June and July require higher water
irrigation than March, April and May. Irrigation water requirement for crops on
June and July planting period is higher than March, April and May. Crop
irrigation interval varied from 5-85 days with amount water of 93,0-339,3 mm.
Irrigation sufficiency analysis shows that the available water supply is
can be sufficed. Water supply distribution was not optimal in the study area since
most of irrigation channel were damage which leads to unefficient agricultural
practice. Water usage efficiency may be optimalize by rehabilitation of irrigation
RINGKASAN
ANITA DWI RAKHMAWATI. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Air Untuk
Pertanian (Studi Kasus Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan YAYAT HIDAYAT dan
WAHYU PURWAKUSUMA.
Sumberdaya air mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia baik
dalam sektor pertanian, industri dan sektor lainnya. Pada masa mendatang,
kompetisi antar sektor terhadap penggunaan air akan semakin meningkat. Oleh
karena itu, untuk menunjang sektor pertanian perlu dilakukan kajian yang
mendalam tentang berbagai aspek mengenai efisiensi penggunaan air. Penelitian
bertujuan mengkaji potensi sumberdaya air permukaan untuk memenuhi
kebutuhan air irigasi melalui kajian neraca air dan satuan kebutuhan air
(kebutuhan air tanaman dan irigasi).
Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor. Penelitian dimulai bulan April-September.
Data yang digunakan merupakan data iklim periode tahun 1994-2005. Metode
analisis yang digunakan meliputi analisis neraca air lahan dan neraca air tanaman
palawija (metode Thornthwaite and Mather), pendugaan evapotranspirasi (metode
Penman-Monteith), pendugaan kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air irigasi
dengan Cropwat for Windows serta analisis kecukupan air irigasi.
Hasil analisis neraca air lahan bulanan menunjukkan bahwa terjadi defisit
air pada bulan Agustus dan surplus pada bulan September-Juli. Neraca air
tanaman palawija menunjukkan bahwa penanaman yang dilakukan bulan Juni dan
Juli mengalami defisit sebesar 203,7-277,4 selama 66-90 hari dalam musim
tumbuh. Sedangkan pada penanaman bulan Maret April, dan Mei mengalami
defisit air yang lebih ringan sebesar 169,9-236,5 mm selama 57-90 hari.
Kebutuhan air tanaman selama musim tumbuh berkisar antara
445,92-476,25 mm untuk jagung, 479,27-541,79 mm untuk kacang tanah dan
346,91-385,80 mm untuk tanaman sayuran. Tanaman jagung, kacang tanah dan sayuran
yang ditanam pada bulan Juni dan Juli membutuhkan air yang banyak daripada
tanaman yang ditanam pada bulan Maret, April dan Mei. Kebutuhan air irigasi
bulan Maret, April dan Mei. Selang pemberian irigasi palawija berkisar antara
5-85 hari sebesar 93,0-339,3 mm.
Analisis kecukupan air irigasi menunjukkan bahwa debit tersedia lebih
besar dari kebutuha n air irigasi oleh karena itu kebutuhan air irigasi dapat
dipenuhi. Distribusi air yang tidak optimal dengan adanya jaringan irigasi yang
rusak menyebabkan usaha tani menjadi tidak efisien. Optimalisasi dapat dilakukan
KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR
UNTUK PERTANIAN
(STUDI KASUS SALURAN SEKUNDER CIDEPIT DAERAH IRIGASI
CISADANE-EMPANG, KABUPATEN BOGOR)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ge lar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANITA DWI RAKHMAWATI
A24101048
PROGAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 19 Februari 1984 dari pasangan
Mukson Nur Syamsu Hidayat dan Nuryani. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD YPI (Yayasan Pendidikan
Islam) Binangun-Cilacap pada tahun 1995 kemudian melanjutkan sekola h di SMP
Negeri 1 Binangun-Cilacap dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan ke
SMU Negeri 1 Kroya-Cilacap dan lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mas uk IPB (USMI) dan diterima di
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT karena
berkat rahmat-Nya dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan
penyusunan skripsi tentang Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Air Untuk
Pertanian (Studi Kasus Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor). Adapun hasilnya dituangkan dalam laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Yayat
Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi I
dan Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc selaku pembimbing skripsi II yang telah
memberikan dukungan dan saran dalam membimbing serta Dr. Ir. Sudarmo
sebagai dosen penguji skripsi dalam memberikan masukan bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
mendukung penyusunan skripsi ini, Staf Bagian Klimatologi Atang Sendjaja,
Balai PSDA Wilayah Ciliwung-Cisadane, Dinas Pengairan Parung, Dinas
Pengairan Kabupaten Bogor dan Desa Semplak Barat sehingga penulis menjadi
tahu banyak hal.
Ucapan terima kasih yang hangat penulis sampaikan kepada Ayahanda
Mukson Nur Syamsu Hidayat dan Ibunda Nuryani, you show me the best lif e.
Words will never be enough to explain what you meant to me and how much I
thank you. My big brother Eko Nurul Fathoni, smangat selalu Mas!, my little
brother Akhmad Hidayat Syah, rajin belajar Dhe!, thanks for all you’r love,
support and believe in me. Mas Agus..(“,) who has always made me smile.
081380525452, thanks for being my unique number to sending my sound and
when I think of when we were kids growing up. My very special thanks to very
best friend of mine : Patma (tengkyu atas pinjemannya), Apie, Qnoy, Ya2h,
Yanikus, Ricka, 3Lia, Ike, Ana, Lesa, Dani, Eko, BeQ, thanks for all the laughs.
Thanks for being an understanding mate and stay in touch. Keep fighting!! Saef ?!
thanks for the ‘Samurai X’ spiritand B-sweety for ‘Kahlil Gibran & LinkinPark’
spirit. Pak Udin, Mas Ipul dan Bu Tini thanks for the smile. Radar 47..ers (OthinX
Eps’38, Arni, Vjay, Wina) you are my kindness housemate. I’m so glad to have
spent some of the greatest years to our lives together. And all Soil ‘38 , I’m happy
being a part of unforgetable memories. Finally we have ‘Buku Angkatan’. I wish I
could spend more time with you all. I’ll be missing you all. Thank you very much
to everybody who didn’t mention above. I’m nothing without all of you =^_^X=.
Kritik dan saran penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1. Potensi Sumberdaya Air ... 3
2.2. Air Tanah Tersedia ... 3
2.3. Ruang Pori Tanah ... 5
2.4. Karakteristik Air Permukaan... 5
2.5. Evapotranspirasi ... 6
2.6. Neraca Air ... 8
2.7. Kebutuhan Air Tanaman ... 9
2.8. Irigasi... 10
III.BAHAN DAN METODE ... 14
3.1. Tempat dan Waktu... 14
3.2. Bahan dan Alat... 14
3.3. Metode ... 15
3.3.1. Pengumpulan Data Lapang ... 15
3.3.2. Analisis Data ... 15
KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR
UNTUK PERTANIAN
(STUDI KASUS SALURAN SEKUNDER CIDEPIT, DAERAH IRIGASI
CISADANE-EMPANG, KABUPATEN BOGOR)
ANITA DWI RAKHMAWATI
A24101048
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMMARY
ANITA DWI RAKHMAWATI. Study of Water Resource Utilization for
Agriculture (Case Study of Cidepit ’s Secondary Channel of Cisadane-Empang’s Irrigation Area , Kabupaten Bogor). Supervised by YAYAT HIDAYAT and WAHYU PURWAKUSUMA.
Water resource plays an important role in agriculture, industry and other
sectors. In the future, competition among those sectors on water consumption will
increase. To support the agricultural sector, the study of water usage efficiency is
needed. The aim of this research is to study the potency of surface water resource
to fullfill the irrigation needs using water balance, crop water requirement and
irrigation water requirement analysis.
This research was conducted in Cidepit’s secondary channel of
Cisadane-Empang’s irrigation area, Kabupaten Bogor from April-September 2005. Climate
data series of 1994-2005 were used during the research using field and crop water
balance analysis (Thornthwaite and Mather method) , evapotranspiration
prediction (Penman-Monteih method), crop water requirement and irrigation
water requirement prediction (Cropwat for Windows program) and irrigation
sufficiency analysis approachs.
The field water balance shows that water deficit occured on August and
water surplus occured on September-July. The crop water balance for maize,
groundnut and vegetables shows that planting period of June and July have
experienced water deficit of 203,7-227,4 mm for 66-90 days during growing
season. And planting period of March, April and May have experienced deficit of
169,9-236,5 mm for 57-90 days.
Crop water requirement during growing season varied from 445,92 to
476,25 mm for maize, 479,27 to 541,79 mm for groundnut and 346,91 to 385,80
mm for the vegetables. The crop planted on June and July require higher water
irrigation than March, April and May. Irrigation water requirement for crops on
June and July planting period is higher than March, April and May. Crop
irrigation interval varied from 5-85 days with amount water of 93,0-339,3 mm.
Irrigation sufficiency analysis shows that the available water supply is
can be sufficed. Water supply distribution was not optimal in the study area since
most of irrigation channel were damage which leads to unefficient agricultural
practice. Water usage efficiency may be optimalize by rehabilitation of irrigation
RINGKASAN
ANITA DWI RAKHMAWATI. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Air Untuk
Pertanian (Studi Kasus Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan YAYAT HIDAYAT dan
WAHYU PURWAKUSUMA.
Sumberdaya air mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia baik
dalam sektor pertanian, industri dan sektor lainnya. Pada masa mendatang,
kompetisi antar sektor terhadap penggunaan air akan semakin meningkat. Oleh
karena itu, untuk menunjang sektor pertanian perlu dilakukan kajian yang
mendalam tentang berbagai aspek mengenai efisiensi penggunaan air. Penelitian
bertujuan mengkaji potensi sumberdaya air permukaan untuk memenuhi
kebutuhan air irigasi melalui kajian neraca air dan satuan kebutuhan air
(kebutuhan air tanaman dan irigasi).
Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor. Penelitian dimulai bulan April-September.
Data yang digunakan merupakan data iklim periode tahun 1994-2005. Metode
analisis yang digunakan meliputi analisis neraca air lahan dan neraca air tanaman
palawija (metode Thornthwaite and Mather), pendugaan evapotranspirasi (metode
Penman-Monteith), pendugaan kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air irigasi
dengan Cropwat for Windows serta analisis kecukupan air irigasi.
Hasil analisis neraca air lahan bulanan menunjukkan bahwa terjadi defisit
air pada bulan Agustus dan surplus pada bulan September-Juli. Neraca air
tanaman palawija menunjukkan bahwa penanaman yang dilakukan bulan Juni dan
Juli mengalami defisit sebesar 203,7-277,4 selama 66-90 hari dalam musim
tumbuh. Sedangkan pada penanaman bulan Maret April, dan Mei mengalami
defisit air yang lebih ringan sebesar 169,9-236,5 mm selama 57-90 hari.
Kebutuhan air tanaman selama musim tumbuh berkisar antara
445,92-476,25 mm untuk jagung, 479,27-541,79 mm untuk kacang tanah dan
346,91-385,80 mm untuk tanaman sayuran. Tanaman jagung, kacang tanah dan sayuran
yang ditanam pada bulan Juni dan Juli membutuhkan air yang banyak daripada
tanaman yang ditanam pada bulan Maret, April dan Mei. Kebutuhan air irigasi
bulan Maret, April dan Mei. Selang pemberian irigasi palawija berkisar antara
5-85 hari sebesar 93,0-339,3 mm.
Analisis kecukupan air irigasi menunjukkan bahwa debit tersedia lebih
besar dari kebutuha n air irigasi oleh karena itu kebutuhan air irigasi dapat
dipenuhi. Distribusi air yang tidak optimal dengan adanya jaringan irigasi yang
rusak menyebabkan usaha tani menjadi tidak efisien. Optimalisasi dapat dilakukan
KAJIAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR
UNTUK PERTANIAN
(STUDI KASUS SALURAN SEKUNDER CIDEPIT DAERAH IRIGASI
CISADANE-EMPANG, KABUPATEN BOGOR)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Ge lar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
ANITA DWI RAKHMAWATI
A24101048
PROGAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 19 Februari 1984 dari pasangan
Mukson Nur Syamsu Hidayat dan Nuryani. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD YPI (Yayasan Pendidikan
Islam) Binangun-Cilacap pada tahun 1995 kemudian melanjutkan sekola h di SMP
Negeri 1 Binangun-Cilacap dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan ke
SMU Negeri 1 Kroya-Cilacap dan lulus pada tahun 2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mas uk IPB (USMI) dan diterima di
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT karena
berkat rahmat-Nya dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian dan
penyusunan skripsi tentang Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Air Untuk
Pertanian (Studi Kasus Saluran Sekunder Cidepit, Daerah Irigasi
Cisadane-Empang, Kabupaten Bogor). Adapun hasilnya dituangkan dalam laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Yayat
Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi I
dan Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc selaku pembimbing skripsi II yang telah
memberikan dukungan dan saran dalam membimbing serta Dr. Ir. Sudarmo
sebagai dosen penguji skripsi dalam memberikan masukan bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
mendukung penyusunan skripsi ini, Staf Bagian Klimatologi Atang Sendjaja,
Balai PSDA Wilayah Ciliwung-Cisadane, Dinas Pengairan Parung, Dinas
Pengairan Kabupaten Bogor dan Desa Semplak Barat sehingga penulis menjadi
tahu banyak hal.
Ucapan terima kasih yang hangat penulis sampaikan kepada Ayahanda
Mukson Nur Syamsu Hidayat dan Ibunda Nuryani, you show me the best lif e.
Words will never be enough to explain what you meant to me and how much I
thank you. My big brother Eko Nurul Fathoni, smangat selalu Mas!, my little
brother Akhmad Hidayat Syah, rajin belajar Dhe!, thanks for all you’r love,
support and believe in me. Mas Agus..(“,) who has always made me smile.
081380525452, thanks for being my unique number to sending my sound and
when I think of when we were kids growing up. My very special thanks to very
best friend of mine : Patma (tengkyu atas pinjemannya), Apie, Qnoy, Ya2h,
Yanikus, Ricka, 3Lia, Ike, Ana, Lesa, Dani, Eko, BeQ, thanks for all the laughs.
Thanks for being an understanding mate and stay in touch. Keep fighting!! Saef ?!
thanks for the ‘Samurai X’ spiritand B-sweety for ‘Kahlil Gibran & LinkinPark’
spirit. Pak Udin, Mas Ipul dan Bu Tini thanks for the smile. Radar 47..ers (OthinX
Eps’38, Arni, Vjay, Wina) you are my kindness housemate. I’m so glad to have
spent some of the greatest years to our lives together. And all Soil ‘38 , I’m happy
being a part of unforgetable memories. Finally we have ‘Buku Angkatan’. I wish I
could spend more time with you all. I’ll be missing you all. Thank you very much
to everybody who didn’t mention above. I’m nothing without all of you =^_^X=.
Kritik dan saran penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2006
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1. Potensi Sumberdaya Air ... 3
2.2. Air Tanah Tersedia ... 3
2.3. Ruang Pori Tanah ... 5
2.4. Karakteristik Air Permukaan... 5
2.5. Evapotranspirasi ... 6
2.6. Neraca Air ... 8
2.7. Kebutuhan Air Tanaman ... 9
2.8. Irigasi... 10
III.BAHAN DAN METODE ... 14
3.1. Tempat dan Waktu... 14
3.2. Bahan dan Alat... 14
3.3. Metode ... 15
3.3.1. Pengumpulan Data Lapang ... 15
3.3.2. Analisis Data ... 15
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 18
4.1.1. Sumber Air ... 18
4.1.2. Kondisi Fisik Jaringan Irigasi ... 19
4.1.3. Pola Tanam dan Budidaya Tanaman... 21
4.1.4. Iklim... 22
4.1.5. Tanah dan Penggunaan Lahan... 22
4.2. Neraca Air ... 23
4.2.1. Neraca Air Lahan Bulanan ... 23
4.2.2. Neraca Air Lahan untuk Tanaman ... 24
4.3. Satuan Kebutuhan Air Tanaman... 27
4.3.1. Kebutuhan Air Tanaman... 27
4.3.2. Kebutuhan Air Irigasi ... 29
4.4. Ketersediaan Air Irigasi ... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 37
5.1. Kesimpulan... 37
5.2. Saran... 38
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Wilayah Kajian Penelitian (Saluran Sekunder Cidepit) ... 14
2. Debit Maksimum dan Minimum Rata-Rata Setengah Bulanan Sungai
Cisadane di Bendung Empang Periode Tahun 1975–2004 ... 18
3. Pola Tanam DI Cisadane -Empang Periode 2004-2005... 21
4. Data Klimatologi Atang Sendjaja Periode Tahun 1994-2005... 22
5. Neraca Air Lahan Bulanan... 24
6. Defisit dan Surplus Tanaman Jagung, Kacang Tanah dan
Sayuran Untuk Masing-masing Tanggal Penanaman ... 25
7. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Daerah Penelitian ... 26
8. Satuan Kebutuhan Air Tanaman (l/dt/ha) Padi dan Palawija ... 27
9. Koefisien Tanaman Kacang Tanah... 28
10. Total Curah Hujan, Curah Hujan Efektif dan Kebutuhan Air Tanaman Tanaman Palawija untuk Masing-masing Tanggal Penanaman... 29
11. Kebutuhan Air Irigasi Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005... 30
12. Debit Aliran Air Pada Saluran Primer Yang Diperlukan dan Debit
Andalan Sungai Cisadane untuk Musim Tanam 2003/2004 dan 2005... 32
13. Kehilangan Air di Saluran Irigasi ... 32
14. Debit Tersedia (l/dt) dan Debit Rencana (l/dt) di Saluran
Sekunder Cidepit untuk Musim Tanam Tahun 2005 ... 33
15. Debit Sesaat Saluran Sekunder Cidepit Bulan Juni dan Juli ... 35
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Debit Rata-rata Setengah Bulanan Sungai Cisadane (1975-2004) ... 18
2. Neraca Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni ... 25
3. Kebutuhan Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Penanaman 11 Juni... 28
4. Kelembaban Tanah Harian Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005... 31
5. Grafik Debit Rata -rata Setengah Bulanan Saluran Sekunder
Cidepit Tahun 2005 ... 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ... 41
2. Peta Jaringan Irigasi DI Cisadane-Empang... 42
3. Nama -nama Saluran Saluran Sekunder Cidepit Beserta
Luas Sawa h Irigasi ... 43
4. Neraca Air Per Bulan dan Soil Moisture Retention Table ... 45
5. Neraca Air Tanaman Palawija... 48
6. Program Cropwat for Windows... 53
7. Kebutuhan Air Tanaman Palawija ... 55
8. Kebutuhan Air Irigasi Tanaman Palawija ... 59
9. Kelembaban Tanah Harian Tanaman Palawija ... 62
10. Debit Rata-rata Setengah Bulanan Sungai Cisadane di Bendung
Empang Periode Tahun 1975–2004... 66
11. Debit Tersedia (l/dt) dan Debit Rencana (l/dt) di Saluran
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam terbaharui yang ketersediaannya tidak
selalu sejalan dengan kebutuhannya. Sumberdaya air mempunyai peranan penting
bagi kehidupan manusia baik dalam sektor pertanian, in dustri maupun sektor
lainnya. Pada masa mendatang, kompetisi antar sektor terhadap penggunaan air
akan semakin meningkat. Oleh karena itu, untuk menunjang sektor pertanian perlu
dilakukan kajian yang mendalam tentang berbagai aspek mengenai efisiensi
penggunaan air.
Irigasi adalah teknik pemberian air bagi tanaman sesuai dengan kebutuhan
air tanaman. Jumlah air yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu
dalam pemberian air harus diperhitungkan volume, interval dan waktu pemberian.
Ketersediaan dan penyediaan air irigasi sebagai salah satu faktor produksi
pertanian menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan produksi pertanian.
Pengaturan air irigasi mencakup beberapa hal seperti : (a) pengembangan
sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani, (b) penyaluran air irigasi
dari sumbernya ke lahan usaha tani, (c) pembagian dan pemeliharaan air irigasi di
lahan usaha tani serta (d) pengaliran dan pembuangan air yang melimpah di
daerah pertanian (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1994).
Ketersediaan air di sektor pertanian ditentukan oleh potensi sumberdaya
air wilayah yang ditunjukkan oleh neraca airnya. Dengan mengetahui nilai
masing-masing komponen neraca air akan diperoleh keterangan terjadinya
memperkirakan pola tanam yang baik. Di samping itu dengan mengetahui neraca
air dapat ditentukan jadwal pemberian air irigasi dan pembuangan kelebihan air.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi sumberdaya air permukaan untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi melalui kajian neraca air dan satuan kebutuhan air
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi Sumberdaya Air
Sumberdaya air yang berguna di pulau Jawa terutama berupa aliran
permukaan, air danau dan waduk. Air merupakan salah satu faktor produksi
pertanian sehingga ketersediaan dan penyediaan air menjadi bahan pertimbangan
dalam upaya pengembangan produksi pertanian. Kebutuhan air dapat dibedakan
menjadi kebutuhan rumah tangga, industri, pertanian (irigasi), pembangkit listrik
dan tambak (Pawitan et al., 1996).
Menurut Baharsyah et al. (1997) sekitar 65,9 % air hujan menjadi air
permukaan rata -rata sebesar 1832 mm/th (110944 m3/detik). Air tersebut tersebar dalam bentuk debit aliran sungai, tertampung di waduk dan danau. Total
ketersediaan air bumi (air tanah) diperkirakan sebesar 16831 m3/detik. Total ketersediaan air di Indonesia adalah 2110 mm/th (127775 m3/detik). Total ketersediaan air di Jawa ada lah 7360 m3/detik atau sekitar 5,8 % dari ketersediaan air di Indonesia untuk bagian barat Indonesia. Periode air tersedia (curah hujan >
100 mm/th) terjadi antara September/Oktober sampai Mei/Juni. Berdasarkan
analisis neraca air wilayah, periode air tida k tersedia (defisit) di Jawa terjadi pada
bulan Juni/Juli sampai September/Oktober.
2.2. Air Tanah Tersedia
Air tanah adalah air yang terdapat pada solum tanah di daerah aerasi/zona
tidak jenuh. Ketersediaan air tanah sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Menurut Doorenbos dan Kassam (1979) kemampuan
tanah untuk menahan air (water holding capacity) adalah total ketersediaan air
kadar air tanah pada kondisi titik layu permanen (pF 4,2). Total air tanah tersedia
dapat dihitung menggunakan persamaan :
TAW = (FC - WP) x RZ x (1/100)………...…………(1)
dimana, TAW = total air tanah tersedia (cm)
FC = kadar air tanah pada kapasitas lapang (% volume)
WP = kadar air tanah pada titik layu permanen (% volume)
RZ = kedalaman perakaran (cm)
Antara kapasitas lapang dan titik layu permanen terdapat titik kritis yang
disebut sebagai air tersedia langsung atau Readily Available Water (RAW).
Perbandingan antara total air tanah tersedia atau Total Available Water (TAW)
dan RAW dinyatakan dengan faktor p yang dipengaruhi oleh iklim,
evapotranspirasi, tanah dan tanaman. Nilai RAW dapat ditentukan dengan
persamaan (Doorenbos dan Kassam, 1979) :
RAW = FC – (p x TAW)………..….(2)
dimana, RAW = air tersedia langsung (cm)
FC = kadar air kapasitas lapang (% volume)
p = fraksi ketersediaan air
TAW = total air tersedia (cm)
Jumlah air tanah tersedia untuk tanaman terutama tergantung atas distribusi
ukuran pori tanah (dipengaruhi oleh tekstur dan struktur). Air yang tersedia bagi
tanaman disebut air kapiler. Air kapiler terdapat pada pori mikro yang
dipertahankan keberadaannya oleh tekanan kapiler, sehingga terhindar dari efek
gravitasi (drainase). Dengan demikian dalam budidaya tanaman ketersediaan air
Tekstur tanah adalah susunan relatif dari ukuran butir primer. Berdasarkan
ukuran butir primer, tekstur tanah digolongkan dalam tiga fraksi utama yaitu pasir
(sand), debu (silt) dan liat (clay). Di alam, terutama tanah pertanian secara umum,
teksturnya tidaklah murni pasir, debu atau liat, tetapi kebanyakan merupakan
kombinasi ketiga tekstur tersebut (Islami dan Utomo,1995).
Tidak kurang pentingnya ialah struktur tanah, yaitu penyusunan zarah
tanah dalam agregat. Bersama -sama, kedua sifat itu membantu menentukan tidak
hanya daya penyediaan unsur hara, tetapi juga penyediaan air da n udara yang
sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Soepardi, 1983).
2.3. Ruang Pori Tanah
Ruang pori tanah merupakan bagian tanah yang ditempati air dan udara
(tidak terisi bahan padat tanah). Jumlah ruang pori tanah ditentukan oleh cara
tersusunnya zarah tanah. Bila tersusun secara berhimpitan maka jumlah ruang pori
sedikit. Tetapi bila zarah tersusun secara sarang maka akan dijumpai banyak pori
(Soepardi, 1983).
Ukuran besar kecilnya pori dinyatakan dengan porositas tanah. Ruang pori
total dapat dihitung dengan persamaan (Hansen, Israelsen dan Stringham, 1979) :
n = 100 (1- As/Rs)……….…..(3)
dimana, n = persentase ruang pori
As = bulk density, g/cm3 Rs = partikeldensity, g/cm3
2.4. Karakteristik Air Permukaan
Air permukaan terdiri atas air danau, waduk dan sungai. Danau dan waduk
debit sungai diperoleh dari hasil pengamatan tinggi muka air di stasiun hidrometri
yang disusun menjadi debit harian atau bulanan (Pawitan et al., 1996).
Air hujan yang tercurah pada suatu daerah sebagian terinfiltrasi melalui
pori tanah dan sebagian lagi akan membentuk aliran air permukaan (runoff) yang
mengalir ke bagian bawah tanah yang selanjutnya me nuju ke danau atau waduk
dan laut (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1994).
Laju aliran permukaan adalah jumlah atau volume air yang mengalir
melalui suatu titik per satuan waktu. Besarnya laju aliran permukaan ditentukan
oleh luas penampang saluran dan kecepatan alirannya, yang dapat dinyatakan
dengan persamaan (Arsyad, 2000) :
Q = A V ………..…...(4)
dimana, Q = laju aliran permukaan (m3/detik atau m3/jam) A = luas penampang saluran (m2 )
V = kecepata n air melalui penampang tersebut (m/detik)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju aliran permukaan dibagi menjadi
dua, yaitu iklim (meliputi tipe hujan, intensitas hujan, lama hujan, distribusi hujan,
curah hujan, temperatur, angin dan kelembaban) dan kondisi atau sifat Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang meliputi kadar air tanah awal, ukuran dan bentuk,
elevasi dan topografi DAS, vegetasi yang tumbuh di atasnya serta geologi dan
tanahnya (Haridjaja et al., 1990).
2.5. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (ET) ada lah ukuran total kehilangan air (penggunaan air)
lahan melalui evaporasi dari permukaan tanah/air dan transpirasi dari permukaan
secara aktual ET ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman.
Evapotranspirasi potensial (ETp) menggambarkan laju maksimum kehilangan air
yang ditentukan oleh kondisi iklim pada keadaan penutupan tajuk tanaman pendek
yang rapat dengan penyediaan air yang cukup. ETp adalah gambaran kebutuhan
atmosfer untuk penguapan dan merupakan batas atas dari evapotranspirasi aktual
(ETa). Nilai ETa akan lebih kecil dari ETp pada saat penutupan tajuk belum
penuh, permukaan tanah yang kering, atau ketika terjadi peningkatan tahanan
stomata karena terbatasnya air tanah yang tersedia (Handoko, 1995).
Untuk mengukur ETp secara praktis digunakan pengertian
evapotranspirasi standar (ETo) (Doorenbos and Pruitt, 1977). Organisasi Pangan
dan Pertanian PBB (FAO) menganjurkan 4 cara menaksir ETo : Blaney-Criddle,
Radiasi, Penman dan Evaporasi Panci (Pasandaran dan Taylor, 1984). ETo adalah
ET untuk lahan dengan penutupan tajuk penuh oleh rerumputan hijau dengan
tinggi 8-15 cm dan karakteristik kekasaran aerodinamik yang relatif konstan serta
minimum selama musim tumbuhnya. Nilai relatif antara ETa, ETp dan ETo untuk
jenis tanaman dan lokasi tertentu adalah ETa ≤ ETo≤ ETp.
Istilah evapotranspirasi pertanaman (ETc) umumnya digunakan untuk
perencanaan irigasi. Tidak seperti pada ETo yang nilainya relatif konstan, nilai
ETc berubah-ubah menurut umur dan fase pertumbuhan tanaman. Perubahan nilai
ETc berkaitan dengan penutupan tajuk tanaman sebagai bidang penguapan. ETc
bukan merupakan kehilangan aktual melalui evapotranspirasi (ETa), karena tidak
memperhitungkan pengaruh fluktuasi kadar air tanah dan kejadian hujan yang
mempengaruhi laju evaporasi tanah. Dalam perencanaan irigasi, ETc dianggap
ETc = Kc . ETo……….(5)
Kc : koefisien tanaman yang tergantung umur dan fase perkembangan tanaman.
Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) secara umum tanaman mempunyai
empat tahapan pertumbuhan yaitu, tahap awal (initial stage), tahap perkembangan
(development stage), tahap pertengahan (mid season stage) dan tahap
akhir/penuaan (late season stage).
Evapotranspirasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air
dalam rencana pengairan bagi lahan pertanian dan merupakan proses yang penting
dalam siklus hidrologi (Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein, 1994).
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh suhu, aplikasi irigasi, panjang musim tanam
dan musim hujan (Hansen, Israelsen dan Stringham, 1979).
2.6. Neraca Air
Neraca air adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air
pada suatu permukaan bumi. Pengertian neraca air dapat dibagi menjadi :
1. Neraca Air Umum (tanpa faktor tanah), tanpa memperhatikan pengaruh
faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas permukaan tanah,
neraca air hanya disusun dari dua unsur, yakni presipitasi sebagai masukan
dan penguapan sebagai keluaran.
2. Neraca Air Lahan, untuk suatu sistem lahan tanpa irigasi dan tertutup dari
pengaruh air diluarnya, massa air yang masuk ke dalam lahan sama
dengan massa air yang keluar ditambah dengan perubahan kandungan air
di dalam sistem lahan tersebut.
3. Neraca Air Pertanaman, dengan cara yang sama seperti pada neraca air
(1) curah hujan, (2) penggunaan air konsumtif, (3) nilai kapasitas lapang
dan (4) nilai kapasitas titik layu permanen (Nasir, 2002).
Neraca air merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
menduga dinamika kadar air tanah selama pertumbuhan tanaman, sehingga dapat
dihitung jumlah kebutuhan air tanaman, khususnya pada periode-periode kritis,
yaitu pada saat kadar air tanah sangat rendah. Perhitungan neraca air dilakukan
untuk mendapatkan gambaran mengenai ketersediaan, kelebihan (surplus) dan
kekurangan air tanah (defisit) secara periodik (Handoko dan Las, 1995). Penilaian
neraca air dapat dibuat atas dasar harian, mingguan atau bulanan (Arsyad, 2000).
2.7. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan tanaman untuk
dapat tumbuh normal (consumptife use) atau digunakan untuk evapotranspirasi
(Doorenbos dan Pruitt, 1977). Menurut Islami dan Utomo (1995) jika ketersediaan
air di lapangan tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman maka
evapotranspirasi aktual (ETa) akan turun hingga lebih kecil dari evapotranspirasi
potensial (ETp). Pada kondisi ini pemakaian air lebih rendah dibandingkan
kebutuhan air tanaman. Sebagai akibatnya maka tanaman menderita cekaman air.
Tanggapan pertumbuhan dan hasil tanaman terhadap cekaman air tergantung pada
varietas tanaman, besarnya cekaman air dan periode pertumbuhan terjadinya
cekaman air.
Curah hujan efektif (effective rainfall) didefinisikan sebagai bagian dari
curah hujan yang jatuh selama masa pertumbuhan yang dapat digunakan untuk
areal tanaman berupa aliran permukaan dan per kolasi dalam (di bawah daerah
perakaran) tidak termasuk dalam bagian curah hujan efektif (Arsyad, 2000).
Nilai curah hujan efektif dapat dihitung dengan metode USDA yaitu
dengan menghubungkan curah hujan andalan dengan nilai evapotranspirasi
tanaman. Curah hujan andalan merupakan curah hujan yang ditentukan
berdasarkan kemungkinan atau peluang tertentu (80%). Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menentukan curah hujan andalan yaitu metode Weibull
(Dandekar dan Sharma, 1994), ditunjukkan dengan persamaan :
F = m/(n+1) atau T = 1/F = (n+1)/m……….(6)
dimana, F = peluang curah hujan
m = urutan dari data yang terbesar ke data terkecil
n = banyaknya data
T = periode ulang
2.8. Irigasi
Camp, Sadler dan Yoder (1996) dalam Irianto dan Surmaini (2002)
menyatakan bahwa irigasi tanaman secara teoritis diperlukan sebagai pelengkap
bila curah hujan tidak mencukupi untuk mengkompensasikan kehilangan air
tanaman yang disebabkan oleh evapotranspirasi. Irigasi suplemen bertujuan untuk
memberikan air yang dibutuhkan oleh tanaman pada waktu, volume dan interval
yang tepat. Dengan menghitung neraca air tanaman harian di zona perakaran,
maka volume dan interval air irigasi dapat direncanakan. Untuk meminimalkan
peluang terjadinya cekaman air tanaman, maka irigasi sudah harus diberikan
sebelum mencapai batas bawah air yang siap digunakan tanaman (Readily
permukaan dan perkolasi maka jumlah irigasi suplemen yang harus diberikan
sama atau lebih kecil dari kapasitas tanah menyimpan air di zona perakaran.
Menurut Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein (1994) kebutuhan air irigasi
adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk menambah curah hujan efektif untuk
memenuhi kebutuhan pe rtumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan air
irigasi tersebut tergantung pada :
a. Tingkat pemakaian yaitu jumlah keseluruhan air yang ditranspirasikan
tanaman dan dievaporasikan tanah dari areal pertanaman dalam satu satuan
waktu dibandingkan terhadap luas area lahan tersebut.
b. Efisiensi jaringan yaitu keefektifan jaringan irigasi yang ada dalam
menyampaikan secara teratur air irigasi ke petak-petak pertanaman.
Menurut Kartasapoetra, Sutedjo dan Pollein (1994) efisiensi irigasi adalah
suatu upaya pemakaian yang sesuai antara keperluan budidaya tanaman dengan
jumlah debit air yang tersedia atau yang dialirkan ke lahan pertanaman sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat terjamin dengan baik.
a. Efisiensi Penyaluran Air (Ec)
% 100 x Wr Wf
Ec = ………....…..(7)
dimana Wf = air yang sampai di areal pertanian (liter/detik)
Wr = air yang dialirkan dari sumber (liter/detik)
b. Efisiensi Pemakaian Air (Ea)
Wf x P R Wf
Ea = −( + ) 100%………..…….(8)
dimana Wf = air yang sampai di areal pertanian (liter/detik)
c. Efisiensi Penyimpanan Air (Es)
% 100 x Wn Ws
Es= ………...….…..(9)
dimana Ws = air yang tesedia di zona perakaran (liter/detik)
Wn = air yang diperlukan untuk mengisi pengurangan yang berlangsung di zona perakaran (liter/detik)
d. Efisiensi Penyebaran air (Ed)
1 x100%
d Y
Ed = − ……….………...………(10)
dimana Y = rata-rata nilai mutlak deviasi kedalaman air yang ditahan di zona perakaran (mm)
d = rata-rata kedalaman air yang ditahan di zona perakaran (mm)
e. Efisiensi Penggunaan Air Konsumtif (Ecu)
x100%
Wd Wcu
Ecu= ………...….……(11)
dimana Wcu = evapotranspirasi (mm)
Wd = penurunan kelembaban di zona perakaran (mm)
Menurut Arsyad (2000) efisiensi suatu proyek irigasi di pengaruhi oleh
kondisi tanah (tekstur lapisan olah, lapisan bawah, permeabilitas), topografi dan
pengelolaan air. Efisiensi irigasi dapat dipertinggi dengan cara mengurangi tinggi
genangan, melakukan pergiliran (golongan), memberikan air secara terputus -putus
dan pemeliharaan saluran air agar tidak bocor.
Dilihat dari segi konstruksi jaringan irigasi, Direktorat Jenderal Pengairan
mengklasifikas ikan sistem irigasi menjadi : (1) Irigasi Sederhana, yaitu sistem
pengaturan dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak
terukur sehingga efisiensinya rendah, (2) Irigasi Setengah Teknis, yaitu sistem
irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan
pengambilan (head work) saja, air hanya teratur dan terukur pada head work saja
sehingga efisiensinya sedang; (3) Irigasi Teknis, yaitu sistem irigasi yang
dilengkapi pintu pengatur dan alat pengukur pada head work, bangunan bagi dan
bangunan sadap sehingga efisiensinya tinggi; (4) Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem
irigasi yang airnya dapat diatur dan diukur pada seluruh jaringan; efisiensin ya
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian berada di lahan pertanaman Saluran Sekunder Cidepit,
Daerah Irigasi (DI) Cisadane-Empang yang merupakan wilayah kerja Ranting
Dinas Pengairan Bogor Cabang Dinas Pengairan Parung. Keragaan Saluran
Sekunder Cidepit disajikan pada Tabel 1. Lahan pertanaman berada di Desa
Semplak Barat Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Penelitian
dimulai bulan April-September 2005.
Tabel 1. Wilayah Kajian Penelitian (Saluran Sekunder Cidepit)
No. Nama Petak
Tersier Lebar Pintu (cm)
Luas Sawah Irigasi (ha)
Luas Sawah Daerah Kajian (ha)
1 cdp 17 ka 40 2
2 cdp 18 ka 30 8
3 cdp 19 ka 40 35
4 cdp 20 ki 30 11
5 cdp 21 ka 80 40
6 cdp 22 ka 40 4
100
Sumber : Dinas Pengairan Bogor Cabang Dinas Pengairan Parung (2005)
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah peta jaringan irigasi, data iklim, data debit
sungai Cisadane dan debit saluran irigasi, data kondisi fisik dan efisiensi jaringan
irigasi dan contoh tanah untuk penetapan bobot isi, porositas, permeabilitas, kadar
air pada pF 1; pF 2; pF 2.54; pF 4.2 dan air tanah tersedia.
Alat yang digunakan adalah ring sampler, alat-alat penetapan sifat fisik
tanah, Current Meter digital, stopwatch, meteran,alat tulis dan komputer dengan
3.3. Metode
3.3.1. Pengumpulan Data Lapang
a. Pengumpulan data iklim berupa suhu, kelembaban udara, tekanan udara, lama
penyinaran, kecepatan angin dan curah hujan (1994-2005) dari Stasiun
Klimatologi Atang Sendjaja (Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor).
b. Pengumpulan data debit Sungai Cisadane di Bendung Empang (1975-2004)
dan debit di saluran sekunder Cidepit (2005) yang diperoleh dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (Balai PSDA) wilayah Ciliwung-Cisadane.
c. Pengumpulan data satuan kebutuhan air (SKA) untuk tanaman, kondisi
jaringan irigasi dan efisiensi irigasi untuk masing-masing jenis saluran serta
data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari Dinas Pengairan Bogor dan
Dinas Pengairan Parung.
d. Pengukuran debit aliran sesaat di saluran sekunder dan tersier Cidepit dengan
menggunakan Current Meter digital.
3.3.2. Analisis Data
a. Pendugaan evapotranspirasi potensial sebagai acuan (ETo) dengan program
Cropwat for Windows (metode Penman-Monteith). Metode yang digunakan
berdasarkan data iklim yang tersedia di wilayah kajian.
b. Pendugaan neraca air lahan bulanan dan neraca air tanaman berdasarkan
metode Thornthwaite dan Mather (1957) dengan urutan langkah perhitungan :
• Curah Hujan (R) dan Evapotranspirasi Potensial (ETp)
• Selisih R dan ETp (R-ETp)
R-ETp < 0 menunjukkan jumlah kebutuhan air dari sebidang areal
R-ETp > 0 menunjukkan kelebihan air pada periode tertentu untuk
pengisian kembali (recharge) air tanah dan limpasan.
• Nilai Akumulasi Air yang Hilang Secara Potensial/APWL (Accumulation
of Potential Water Loss) yang merupakan akumulasi nilai negatif R-ETp.
• Kandungan Air Tanah (ST)
Jika R-ETp>0 maka ST mencapai maksimum.
Jika R-ETp<0 maka ST ditentukan oleh ketersediaan air tanah maksimum
dan APWL. Bagi setiap penggunaan air untuk evapotranspirasi,
kandungan air tanah akan berkurang secara aktual yang dinyatakan dengan
persamaan :
M = W . k APWL dimana W = FC – PWP dan K = PO + P1/W
M = ketesedian air tanah aktual (mm)
W = ketesedian air tanah maksimum/air tanah tersedia (mm)
k = konstanta dari fungsi air yang tersedia
APWL = akumulasi air yang hilang secara potensial (mm)
FC = kadar air kapasitas lapang (mm)
PWP = kadar air titik layu permanen (mm)
PO = 1,000412351 dan P1 = -1,073807306
Kadar air tanah dihitung dengan persamaan ST = PWP + M
• Perubahan Kandungan Air Tanah ( ST), ST = (STi – ST i-1)
ST > 0 menunjukkan terjadinya penambahan ST dan berhenti ( ST = 0)
setelah kapasitas lapang tercapai.
ST < 0 menunjukkan R-ETp < 0, seluruh R dan ST dievaporasikan.
Jika R-ETp > 0 maka ETa = ETp, Jika R-ETp < 0 maka ETa = R+ ST
• Defisit (D), D = ETa – ETp
• Surplus (S), S = (R-ETp) – ST
Neraca air lahan disusun berdasarkan curah hujan rata-rata bulanan
(periode 1994-2004) dan neraca air tanaman disusun berdasarkan jenis
tanaman yang sedang ditanam yaitu palawija (jagung, kacang tanah dan
sayuran). Penanaman palawija terbagi ke dalam tiga waktu tanam yaitu 25
April, 1 Juli dan 1 Mei untuk jagung, 10 April, 11 Juni dan 11 Maret untuk
kacang tanah serta tanggal 17 April, 28 Juni dan 1 Mei untuk sayuran.
c. Pendugaan Satuan Kebutuhan Air (kebutuhan air tanaman atau Crop Water
Requirement/CWR dan kebutuhan air irigasi atau Irrigation Water
Requirement/IWR) dengan program Cropwat for Windows. Besarnya CWR
dan IWR diperoleh dengan data ET0, data curah hujan efektif (USDA Soil
Conservation Service Method), data tanaman dan data tanah.
d. Analisis kecukupan air irigasi dilakukan dengan membandingkan kebutuhan
air irigasi (debit rencana) dan debit tersedia (debit andalan) baik di ja ringan
utama (primer dan sekunder) maupun tersier.
• Debit rencana diperoleh dari perkalian dari kebutuhan air tanaman, luas
areal pertanaman dan efisiensi irigasi total tiap jenis saluran.
• Debit andalan (Q80) diperoleh dengan persamaan :
f (Q80) = m / (n+1)
dimana, f(Q80)= peluang kejadian debit aliran permukaan 80 %
m = nomor urut data dari yang terbesar ke yang terkecil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Sumberdaya Air Permukaan
Sumber air pada DI Cisadane-Empang berasal dari sungai Cisadane yang
bermata air di Gunung Salak dan komplek Gunung Gede-Pangrango. Berdasarkan
data pengamatan periode 1975-2004 debit rata -rata maksimum sebesar 25642 l/dt
terjadi pada bulan Februari (setengah bulan pertama) dan debit rata-rata minimum
pada bulan September (setengah bulan kedua) sebesar 11758 l/dt tertera pada
Gambar 1. Sedangkan debit maksimum dan minimum rata -rata Sungai Cisadane
periode 1975-2004 disajikan pada Tabel 2.
0
Tabel 2. Debit Maksimum dan Minimum Rata-Rata Setengah Bulanan Sungai Cisadane di Bendung Empang Periode Tahun 1975–2004.
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Uraian
Sungai Cisadane mengalir melalui kecamatan Caringin, Ciomas, Bogor
Selatan, Bogor Tengah, Bogor Barat, Semplak, Rumpin dan Gunung Sindur
(Lampiran 2). Sungai Cisadane menerima suplesi dari Kali Cipakancilan dan Kali
Cibalok yang memasuki saluran induk. Panjang sungai Cisadane ± 152 km
dengan lebar rata-rata DAS (Daerah Aliran Sungai) 40 km. Sungai ini mempunyai
2 bendungan yaitu bendung Empang di Bogor dan bendung Pasar Baru di
Tangerang. Bendung Empang mengairi sawah di daerah Semplak, Parung dan
Gunung Sindur sedangkan bendung Pasar Baru mengairi sawah di Kabupaten Dati
II Tangerang.
Penggunaan air sungai terbesar adalah untuk keperluan irigasi (pertanian)
yang kemudian diikuti oleh penyediaan air bersih, perikanan dan industri. Sungai
dan saluran irigasi juga berfungsi sebagai sarana pembuangan air limbah yang
berasal dari rumah tangga (penduduk), perikanan dan industri. Pembuangan
limbah penduduk yang tersebar di 3 wilayah (Kabupaten Bogor, Kodya Bogor,
Kabupaten Tangerang) dilakukan melalui berbagai cara diantaranya melalui
kolam/sawah, tanah darat/tegalan, rembesan septic tank dan melalui saluran air
kotor yang mengalir menuju sungai.
4.1.2. Kondisi Fisik Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi terdiri dari saluran dan bangunan yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaan serta pembuangan air yang
tidak diperlukan.
Jumlah dan jenis bangunan irigasi yang ada di DI Cisadane-Empang
1. Bangunan utama, meliputi 1 buah bendung (terletak pada elevasi 234 m
dari permukaan laut) dengan 2 badan (timur dan barat), 2 mercu, 4 pintu
pengambilan dan 2 pintu penguras, 91 bangunan sadap, 3 bangunan bagi, 2
bangunan bagi sadap, 82 box tersier, 102 box kuarter, 1 talang, 1
gorong-gorong, 8 bangunan terjun, 2 bangunan pelimpah dan 2 bangunan ukur.
2. Bangunan pelengkap meliputi 1 got miring, 4 jembatan, 200 m tanggul
penutup, dan 2,6 km jalan inspeksi.
3. Saluran irigasi berupa 1 saluran induk sepanjang ± 20 km mulai dari
bendung Empang sampai Citayam (perbatasan Ranting Bogor dan ranting
Depok), 5 buah saluran sekunder (Cibuluh, Ciereng, Cidepit, Kuripan dan
Patambran) dengan panjang total ± 21 km, saluran tersier dengan panjang
total ± 83 km, saluran suplesi sepanjang ± 0.5 km dan saluran kuarter
dengan panjang total ± 118 km.
4. Saluran pembuang meliputi saluran pembuang utama sepanjang ± 2 km
dan saluran pembuang pengumpul dengan panjang total ± 10 km.
Distribusi air yang diterapkan adalah sistem bergilir yang didasarkan atas
musim hujan dan kemarau. Sistem tersebut digunakan di Kemantren Semplak
hulu (saluran sekunder Cibuluh dan Ciereng) dan Semplak hilir (saluran sekunder
Cidepit, Kuripan dan Patambran). Pada musim hujan (Oktober -Maret) air
dialirkan ke Semplak hilir dan pada musim kemarau (April-September) air
dialirkan ke Semplak hulu.
Tingkat kerusakan jaringan irigasi ditentukan berdasarkan kriteria kondisi
fisik bangunan yang dapat berfungsi. Kodisi fisik jar ingan irigasi DI
irigasi dapat berfungsi dengan baik. Kondisi bangunan yang tidak berfungsi
terdapat pada saluran sekunder Kuripan yaitu pada Bkp 5 - Bkp 38 serta pada
salur an sekunder Patambran yaitu Bptb 1 dan Bptb 2. Nama-nama saluran
sekunder beserta luas sawah irigasi tertera pada Lampiran 3.
4.1.3. Pola Tanam dan Budidaya Tanaman
Pola tanam yang diterapkan menurut Dinas Pengairan Bogor adalah
padi-padi-palawija dengan masa tanam MT 1 (awal Oktober-pertengahan Februari),
MT 2 (pertengahan Februari-akhir Juni) dan MT 3 (awal Juli-akhir September)
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Pola Tanam Daerah Irigasi Cisadane -Empang (Musim Tanam Tahun 2004/2005)
Satuan Kebutuhan Air (l/dt/ha) untuk Musim
Sumber : Dinas Pengairan Bogor, 2005
Penggunaan air irigasi yang kurang efisien menyebabkan jumlah air tidak
dapat memenuhi kebutuhan air irigasi menurut pola tanam di atas sehingga
masyarakat menerapkan pola tanam yang lain yaitu pada MT 1 dan MT 2 ditanam
palawija yang berumur ± 3 bulan. Jenis palawija yang ditanam bervariasi yaitu
jagung, kacang tanah, ubi jalar, talas, kacang panjang, buah-buahan (pepaya,
pisang, bengkuang) dan sayuran (kangkung, bayam).
4.1.4. Iklim
Berdasarkan sistem klasifikasi Oldeman daerah penelitian tergolong ke
dalam tipe iklim A1 yang artinya sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi
kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang
tahun. Penentuan klasifikasi iklim menggunakan ketentuan panjang periode bulan
basah dan bulan kering berturut-turut. Periode bulan basah terjadi dari bulan
Januari sampai Desember.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Atang Sendjaja
(Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor) periode pengamatan 1994-2005
daerah penelitian memiliki curah hujan sebesar 3470 mm/tahun dengan
karakteristik iklim tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Suhu, Kelembaban, Tekanan udara, Kecepatan Angin, Lama Penyinaran dan Curah Hujan Rata-Rata Bulanan untuk Periode Tahun 1994-2005
Tahun
Sumber : Stasiun Klimatologi Atang Sendjaja (Pangkalan TNI AU Atang Sendjaja, Bogor)
4.1.5. Tanah dan Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta tanah untuk wilayah Bogor dalam Atmosentono (1968),
tanah ini memiliki tekstur halus, berstruktur remah-gumpal, drainase sedang,
bahan induk tuf volkan intermedier, kadar fraksi liat tinggi (jenis tanah berat).
Jenis tanah di sekitar dataran sungai Cisadane termasuk jenis Aluvial yang
bertekstur halus, drainase terhambat dan memiliki bahan induk berupa campuran
endapan liat dan pasir. Daerah irigasi Cisadane -Empang memiliki bentuk wilayah
dari berombak sampai bergelombang dengan kemiringan lahan 3-15%. Sebagian
besar areal di DI Cisadane -Empang digunakan untuk pertanian yang pada
umumnya berupa persawahan dengan panen dua kali setahun. Ukuran petak
sawah dan status kepemilikan beragam yaitu petani pemilik, petani penyewa dan
petani penggarap (biasanya dari luar daerah/desa).
4.2. Neraca Air
4.2.1. Neraca Air Lahan Bulanan
Neraca air merupakan faktor dasar dalam perenca naan dan pengelolaan
irigasi. Prosedur perhitungan neraca air dilakukan menurut metode Thornthwaite
dan Mather (1957) dengan unsur curah hujan (R), evapotranspirasi potensial
(ETp), evapotranspirasi aktual (ETa), kandungan air tanah (ST), surplus (S) dan
defisit (D). Curah hujan bersama evapotranspirasi dan sifat fisik tanah (terutama
nilai kandungan air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen) menentukan
periode surplus dan defisit air.
Hasil analisis neraca air lahan bulanan (Tabel 5) menunjukkan bahwa di
daerah penelitian terjadi defisit air pada bulan Agustus sebesar 11 mm/bulan dan
terjadi surplus selama sebelas bulan yaitu pada bulan September sampai Juli.
Berdasarkan analisis neraca air per bulan (Tabel Lampiran 4), defisit tiap tahun
Hampir setiap bulan Agustus pada tahun pengamatan terjadi defisit air. Defisit
maksimum mencapai 109 mm/bulan (Agustus 1995) dan defisit minimum sebesar
1 mm/bulan (Juni 1998). Sedangkan surplus maksimum mencapai 579 mm/bulan
terjadi pada bulan Maret 1998 dan surplus minimum sebesar 6 mm/bulan terjadi
pada bulan Maret 1999, Juli 1999 dan Januari 2000.
Tabel 5. Neraca Air Lahan Bulanan DI Cisadane -Empang Saluran Sekunder Cidepit Berdasarkan Curah Rata-Rata Periode 1994-2004.
Bulan Unsur
(mm) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec R 374 350 375 318 279 200 149 92 189 293 332 280 ETp 103 98 122 124 126 107 119 139 145 139 122 117 R-ETp 271 252 254 194 154 93 30 -47 44 154 211 163
APWL -47
ST 270 270 270 270 270 270 270 306 270 270 270 270 ST 0 0 0 0 0 0 0 36 -36 0 0 0 ETa 103 98 122 124 126 107 119 128 145 139 122 117
D 11
S 103 98 122 124 126 107 119 0 145 139 122 117
4.2.1. Neraca Air Lahan untuk Tanaman Pertanian yang Diusahakan.
Iklim merupakan faktor lingkungan yang sulit dimodifikasi sehingga
tindakan yang tepat dalam memanfaatkan unsur iklim dan mengurangi sifat yang
merugikan seperti surplus dan defisit dalam jangka waktu lama adalah
menyes uaikan kegiatan pertanian dengan perilaku iklim. Perencanaan pola tanam
yang meliputi jenis dan varietas tanaman, urutan penanaman dan pelaksanaanya
disesuaikan dengan kondisi iklim seperti ketersediaan air tanah dan pertimbangan
pemanfaatan radiasi surya dan suhu. Neraca air lahan yang dibuat dalam selang
waktu bulanan digunakan dalam perencanaan pendahuluan penentuan pola tanam.
Pola tanam yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu
padi-padi-palawija. Musim tanam padi umumnya berlangsung mulai Oktober-Maret.
Sedangkan pada bulan April-September penanaman palawija seperti jagung,
kacang tanah dan sayuran banyak dilakukan. Pada bulan April-September
padi tidak dilakukan di kemantren Semplak Hilir. Penanaman palawija terbagi ke
dalam tiga waktu tanam yaitu 25 April, 1 Juli dan 1 Mei untuk jagung, 10 April,
11 Juni dan 11 Maret untuk kacang tanah serta tanggal 17 April, 28 Juni dan 1
Mei untuk sayuran.
Ketiga palawija tersebut mempunyai masa defisit dan surplus yang
berbeda -beda. Tanaman kacang tanah yang ditanam tanggal 11 Juni akan
mengalami defisit air paling besar dan masa defisit yang paling lama dari ketiga
jenis tanaman (Gambar 2). Neraca air tanaman ketiga jenis palawija disajikan
pada Gambar Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 5 untuk contoh perhitungannya.
Besarnya defisit dan surplus ketiga jenis tanaman palawija disajikan pada Tabel 6.
0
Gambar 2. Neraca Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005.
Kandungan air tanah maksimum terjadi pada saat curah hujan lebih besar
dari evapotranspirasi potensial sedangkan pada saat curah hujan lebih kecil dari
evapotranspirasi potensial kandungan air tanah ditentukan oleh kandungan air
tanah maksimum dan akumulasi air yang hilang secara potensial. Dalam
perhitungan neraca air diasumsikan bahwa curah hujan yang jatuh pertama kali
digunakan untuk evapotranspirasi potensial. Selanjutnya air hujan yang jatuh
digunakan untuk mengisi air tanah hingga mencapai kapasitas lapang. Sisa air
hujan yang tidak digunakan untuk evapotranspirasi dan mengisi air tanah menjadi
limpasan air permukaan dan perkolasi ke lapisan yang lebih dalam sebagai aliran
bawah tanah. Berdasarkan asumsi ini nilai maksimum kandungan air tanah setara
dengan kapasitas lapang wilayah kajia n seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Daerah Penelitian.
Kadar air (%v) pada pF
Periode surplus yang lama dan defisit yang pendek akan memungkinkan
lahan pertanaman memiliki ketersediaan air yang banyak. Akan tetapi kondisi ini
kurang baik untuk tanaman pala wija karena periode surplus yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan pembusukan akar tanaman dan menghambat pemasakan bila
drainase kurang baik. Selain itu adanya kecenderungan terjadinya erosi karena
intensitas hujan yang tinggi. Oleh karena itu penanaman palawija disesuaikan
Penanaman bulan Juni dan Juli tanaman mengalami defisit yang lebih besar
daripada penanaman bulan Maret, April, dan Mei. Pada daerah yang sudah
mempunyai saluran irigasi seperti di daerah penelitian, hasil perhitungan neraca
air digunakan untuk menentukan jadwal pemberian air irigasi dan jadwal
pembuangan kelebihan air pada pertanaman palawija tersebut.
4.3. Satuan Kebutuhan Air (SKA)
4.3.1. Kebutuhan Air Tanaman
Jumlah air yang digunakan tanaman untuk evapotranspirasi didefinisikan
sebagai kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement/CWR). Kebutuhan air
tanaman merupakan petunjuk untuk menentukan jumlah air yang diperlukan
selama masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kebutuhan tersebut
dipenuhi oleh sebagian curah hujan yang jatuh selama masa pertumbuhan (curah
hujan efektif). Jumlah curah hujan efektif tergantung pada intensitas hujan, sistem
penanaman dan tahap pertumbuhan tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan di
saluran tersier Cidepit dihitung dengan cara Satuan Kebutuhan Air tanaman
(Tabel 8) dikalikan dengan luas daerah yang ditanami dan faktor saluran (faktor
tersier = 1,25).
Tabel 8. Satuan Kebutuhan Air Tanaman (l/dt/ha) Padi dan Palawija Satuan Kebutuhan Air (SKA) untuk Tanaman & Tahap Pertumbuhan
MT 1 MT 2 / MT 3
Padi
Pengolahan Tanah & Persemaian 1.250 1.125
Pertumbuhan 0.725 0.850
Panen 0.000 0.000
Palawija
Perlu Banyak Air 0.300 0.300
Perlu Sedikit Air 0.200 0.200
Pada penelitian ini digunakan program Cropwat for Windows untuk
menghitung kebutuhan air tanaman di lahan pertanaman dari saluran Cidepit.
Keterangan lebih lanjut untuk program tersebut disajikan pada Lampiran 6.
Kebutuhan air tanaman yang dihitung dengan program Cropwat for Windows
dalam selang waktu 15 harian dengan penutupan areal pertanaman 100%
(monokultur) dan efisiensi irigasi 80% untuk masing-masing palawija
disajikan pada Tabel Lampiran 7 dan Gambar Lampiran 7.
Kebutuhan air kacang tanah (Gambar 3) tanggal tanam 11 Juni
menunjukkan kebutuhan yang paling besar dibandingkan ketiga jenis palawija
yaitu 541,79 mm. Pengaruh karakteristik suatu tanaman terhadap kebutuhan
air tanaman dinyatakan sebagai koefisien tanaman/Kc (Tabel 9) yang nilainya
tergantung dari tahap pertumbuhan tanaman dan kondisi iklim.
Gambar 3. Kebutuhan Air Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005.
Tabel 9. Koefisien Tanaman Kacang Tanah
Tahap Pertumbuhan Awal Perkembangan Pertengahan Akhir Total
Panjang Tahap Tumbuh [Hari] 25 35 45 30 140
Koefisien Tanaman [Kc] 0.40 >>> 1.15 0.60
Kedalaman Perakaran [m] 0.30 >>> 0.80 0.80
Faktor Deplesi [P] 0.45 >>> 0.45 0.50
Faktor Respon Hasil [Ky] 0.40 0.60 0.80 0.40 0.70
Tanaman jagung, kacang tanah dan sayuran yang ditanam pada bulan Juni
dan Juli membutuhkan air yang lebih banyak daripada tanaman yang ditanam
pada bulan Maret, April dan Mei. Perbedaan kebutuhan air tanaman yang
disajikan pada Tabel 10 berikut disebabkan oleh jenis tanaman, umur tanaman dan
keadaan iklim pada saat penanaman.
Tabel 10. Total Curah Hujan, Curah Hujan Efektif dan Kebutuhan Air Tanaman Tanaman Palawija untuk Masing-masing Tanggal Penanaman.
Jenis Tanaman Tanggal
4.3.2. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi (Irrigation Water Requirement/IWR) palawija
berkisar antara 93,0-339,3 mm per musim tanam. Dengan menggunakan kriteria
Irrigated When 100 % of Readily Soil Moisture Depletion Occurs dan Refill to
100 % Readily Soil Moisture dari program Cropwat for Windows diperoleh selang
pemberian irigasi jagung dalam selang waktu 15 harian sekitar 15-85 hari dengan
jumlah irigasi antara 91,4-93,3 mm. Selang irigasi kacang tanah berkisar antara
13-63 hari sebesar 65,4-70,8 mm dan sayuran berkisar antara 5-19 hari sebesar
17,0-55,5 mm.
Besarnya air irigasi yang diperlukan untuk tanaman jagung, kacang tanah
dan sayuran disajikan pada Tabel Lampiran 8. Kebutuhan air irigasi tanaman
kacang tanah untuk tanggal tanam 11 Juni (Tabel 11) memiliki kebutuhan yang
Tabel 11. Ke butuhan Air Irigasi Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005
Besarnya air yang harus diberikan dan waktu pemberian air irigasi untuk
masing-masing tanaman palawija disebabkan karena curah hujan tidak dapat
memenuhi kebutuhan air tanaman atau tidak ada kejadian hujan pada waktu
musim tanam. Air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat penting untuk
menghitung waktu pemberian air irigasi selama musim tumbuh. Pada setiap
pemberian air irigasi, volume air untuk mencukupi kebutuhan tanaman untuk
suatu periode ditampung pada tanah yang tidak jenuh dalam bentuk air tersedia.
Perhitungan air tersedia bagi tanaman dilakukan dengan menggunakan
terminolog i air tersedia langsung (RAM) dan total air tersedia (TAM). Dengan
demikian kebutuhan tanaman, adanya persediaan air dan kapasitas tanah
menampung air harus dipertimbangkan dalam menentukan waktu (interval) dan
berapa besar (net irrigation) air yang harus diberikan.
Selain dinyatakan dengan keadaan kelembaban tanah tiap 15 harian (Tabel
11), jadwal irigasi dapat ditunjukkan dengan kelembaban tanah harian/Daily Soil
Moisture Balance (Gambar 4) yang menunjukkan keadaan tanah tiap hari dalam
kelembaban tanah tiap musim tumbuh. Kelembaban tanah harian untuk ketiga
tanaman palawija disajikan pada Gambar Lampiran 9 dan Tabel Lampiran 9.
Gambar 4. Kelembaban Tanah Harian (Daily Soil Moisture Balance) Tanaman Kacang Tanah Tanggal Tanam 11 Juni 2005.
4.4. Ketersediaan Air Irigasi
Ketersediaan air irigasi diasumsikan dengan ketersediaan air di sungai
meskipun dalam pengkajian irigasi curah hujan efektif termasuk dalam
ketersediaan air. Ketersediaan air irigasi dianalisa berdasarkan data debit tersedia
yang ada di daerah irigasi.
Nilai debit tersedia atau debit andalan (dependable flow) merupakan debit
minimum rata-rata tengah bulanan sungai dengan kemungkinan terpenuhi sebesar
80% (Q80). Debit andalan dianalisa berdasarkan debit harian sungai untuk jangka
waktu yang lama (± 30 tahun) (Tabel Lampiran 10). Data debit andalan serta
curah hujan efektif tiap periode bulanan bermanfaat untuk merancang pola tanam
yang akan diterapkan karena ketersediaan air irigasi merupakan kendala
Untuk mengkaji kecukupan air pada suatu luas areal pertanaman, kebutuhan
air irigasi atau debit rencana dibandingkan dengan jumlah debit tersedia sehingga
diketahui defisit atau surplus pada periode tertentu. Debit rencana di jaringan
utama (primer dan sekunder) dan di jaringan tersier diperoleh dari perkalian dari
kebutuhan air tanaman, luas areal pertanaman dan efisiensi irigasi total tiap jenis
saluran sebagai faktor kehilangan air (Tabel 13).
Tabel 12. Debit Aliran Air Pada Saluran Primer Yang Diperlukan dan Debit Andalan Sungai Cisadane (l/dt) untuk Musim Tanam 2003/2004 dan 2005.
Oktober November Desember Januari
Bulan
Juni Juli Agustus September
Bulan
Sumber : Dinas Pengairan Bogor, 2005
Tabel 13. Kehilangan Air di Saluran
Tingkat Jaringan Kehilangan Air Irigasi Efisiensi Efisiensi Total
Saluran Tersier 20 %Kebutuhan Air Tanaman 0.8 0.8
Saluran Sekunder 10 %Kebutuhan Total Jaringan Tersier 0.9 0.8 x 0.9 = 0.72
Saluran Primer 10 %Kebutuhan Total Saluran Sekunder dan Tersier 0.9 0.9 x 0.9 x 0.8 = 0.65
Sumber : Dinas Pengairan Bogor, 2005
Analisis kecukupan air di jaringan utama (Tabel 12) menunjukkan bahwa
debit tersedia lebih besar dari kebutuhan air irigasi maka kebutuhan air daerah
irigasi dapat terpenuhi. Namun karena adanya pendangkalan saluran,
penumpukkan sampah di saluran dan adanya jaringan irigasi yang rusak maka