• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi umum perairan sungai

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.4. Kondisi umum perairan sungai

4.4.1. Karakteristik sungai

Faktor penting sungai Kota Jayapura ada dua yaitu kedalaman dan kecepatan air dimana setiap segmen dan penampangnya berbeda. Badan lingkungan hidup daerah Kota Jayapura menyebutkan bahwa sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa memiliki panjang yang berbeda yaitu: sungai acai 2.245 meter, sungai sibhorgoni 11.619 meter, dan sungai PTC entrop 4.068 meter, serta sungai hanyaan 2.413 meter. Lebar sungai acai berkisar antara 6,76 meter – 11,65 meter atau rata- rata 9,69 meter. Lebar sungai sibhorgoni berkisar antara 5 meter – 7,30 meter atau rata-rata 6 meter. Lebar sungai PTC berkisar antar 5 meter – 5,50 meter atau rata- rata 5,25 meter. Kemudian lebar sungai hanyaan berkisar antar 6,40 meter – 8 meter atau rata-rata 7,2 meter. Kecepatan aliran rata-rata sungai acai adalah 0,69 m/detik, sungai sibhorgoni 0,37 m/detik, sungai PTC 0,58 m/det, dan sungai hanyaan 0,49 m/detik. Rata-rata debit sungai berbeda yaitu sungai acai 2,20 m3/detik, sungai sibhorgoni 0,45 m3/detik, sungai PTC 0,37 m3/detik, sungai hanyaan 0,60 m3/detik.

Debit sungai Kota Jayapura dipengaruhi oleh curah hujan. Secara kuantitas, sungai Kota Jayapura menunjukkan pola perubahan debit yang seragam sepanjang tahun

4.4.2. Kualitas fisik-kimia sungai

Nitrat sebagai salah satu indikator pencemar bahan organik pada perairan sungai di Kota Jayapura. Hasil analisis terhadap nilai nitrat diperairan sungai diperoleh rata-rata 2,32 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada dibawah baku mutu ( 10 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas nitrat untuk biota laut adalah 0,008 mg/l, dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut

Komponen nutrien lain selain nitrat sebagai parameter indikator pencemar bahan organik pada perairan sungai di Kota Jayapura adalah fosfat. Hasil analisis terhadap nilai fosfat diperairan sungai diperoleh rata-rata 1,15 mg/l. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (0,2 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas fosfat untuk biota laut adalah 0,015 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut.

Air sungai sering kelihatan berwarna coklat dan berlumpur yang mengandung padatan tersuspensi, sebagian besar bersumber dari partikel-partikel tanah yang masuk kesungai melalui run off permukaan. Hasil analisis terhadap nilai TSS diperairan sungai diperoleh rata-rata 161,5 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (50 mg/). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas TSS untuk biota laut adalah 20 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input nitrat dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut.

Parameter lainnya sebagai indikator pencemaran adalah BOD. Hasil analisis terhadap nilai BOD diperairan sungai diperoleh rata-rata 15,9 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (6 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas BOD untuk biota laut adalah 20 mg/l di bawah nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input BOD dari perairan sungai belum melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut.

Amonia merupakan indikator pencemar perairan sungai. Hasil analisis terhadap nilai amonia diperairan sungai diperoleh rata-rata 1,06 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (0,5

mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas amonia untuk biota laut adalah 0,3 mg/l di atas nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input amonia dari perairan sungai sudah melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut.

Parameter selanjutnya sebagai indikator pencemaran adalah COD. Hasil analisis terhadap nilai COD diperairan sungai diperoleh rata-rata 64,9 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa nilai tersebut berada di atas baku mutu (10 mg/l). Jika dibandingkan dengan baku mutu yang merujuk pada Keputusan menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka batas COD untuk biota laut adalah 80 mg/l di bawah nilai baku mutu. Dengan demikian hasil penelitian menjelaskan bahwa input COD dari perairan sungai belum melebihi nilai ambang batas yang ditentukan untuk kehidupan biota laut.

4.4.3. Asumsi masalah sampah, limbah cair penduduk, ternak, tinja, dan perikanan. Sampah adalah bahan yang tidak dipakai atau bahan yang terbuang dari hasil sisa aktivitas manusia maupun proses alam yang dipandang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar sampah dibedakan menjadi 3 jenis yaitu sampah anorganik/kering yaitu sampah yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami, sampah organik/basah yaitu sampah yang dapat mengalami pembusukan secara alami, kemudian sampah berbahaya yaitu sampah yang mengandung bahan berbahaya. Secara umum, manusia di perkotaan menghasilkan sampah 3,5 kg/hari, dan banyaknya penduduk yang diasumsikan memberikan pengaruh buruk terhadap Teluk Youtefa dari sampah adalah 40 % atau 65.769 jiwa. Hal tersebut diperoleh dari jumlah penduduk di Distrik Abepura, Distrik Jayapura Selatan, Vim adalah 164.424 jiwa.

Limbah cair diasumsikan berdasarkan jumlah pemakaian air menurut Ditjen Cipta Karya (2006) diacu dalam Suwari (2010) yaitu 144 liter/orang/hari, sedangkan jumlah air buangan 80 % pemakaian air atau 115,2 liter/orang/hari. Faktor konversi yang digunakan untuk mengestimasi beban limbah cair domestik untuk BOD adalah 46 gram/orang/hari (Harnanto dan Hidayat 2003) diacu dalam

Suwari (2010). Sedangkan limbah domestik untuk COD adalah 57 gram/orang/hari (Salim 2002 diacu dalam Suwari 2010). Limbah tersebut diasumsikan masuk ke Teluk Youtefa sekitar 52,7 %.

Menurut Soeminto (1987) dalam Setiawan (2007) kotoran dari seekor babi ternak dewasa terdiri dari 2,72 kg/hari, kotoran padat dan 1,59 kg/hari kotoran cair. Banyaknya ternak babi yang bisa memberikan pengaruh terhadap kawsan Teluk Youtefa adalah 1.529 ternak atau sekitar 27 % bisa masuk ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian satu ternak sapi dewasa menghasilkan 23,59 kg/hari kotoran padat dan 9,07 kg/hari kotoran cair. Banyaknya ternak sapi yang dapat memberikan pengaruh di sekitar Teluk Youtefa adalah 846 ekor, atau sekitar 31 % limbah sapi dapat masuk ke perairan Teluk Youtefa.

Menurut Sasimartoyo (2001) bahwa manusia menghasilkan limbah tinja per hari adalah 1.141 gram. Jumlah penduduk yang bermukim di atas perairan Teluk Youtefa adalah 285 jiwa, atau sekitar 4,5 % limbah tinja dibuang ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian banyaknya KJA adalah 87, dan jumlah total ikan dalam KJA adalah 43.500 ekor, atau sekitar 84 % limbah pakan ikan berada dalam air teluk.

Sungai di Kota Jayapura khususnya 4 sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa menjadi tempat penampungan sampah. Jenis sampah yang sering dibuang ke sungai adalah ketiga jenis tersebut di atas, namun yang paling dominan adalah sampah yang mudah membusuk, sampah plastik, botol plastik, dan kaleng berbagai macam ukuran. Kontribusi seperti ini sangat berpotensi mencemari lingkungan dengan limbah organik, apalagi jenis sampah yang mudah terurai telah mendominasi kedua kehadirannya di sungai. Sampah yang terdapat di sungai dan teluk dapat disajikan pada gambar 23.

Dokumen terkait