• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM PERIKANAN UDANG SKALA KECIL DI KABUPATEN CILACAP

DAFTAR LAMPIRAN

3 KONDISI UMUM PERIKANAN UDANG SKALA KECIL DI KABUPATEN CILACAP

Kondisi Kapal dan Alat Tangkap Udang

Kapal yang digunakan untuk menangkap udang di perairan Kabupaten Cilacap umumnya merupakan jenis motor tempel (Outboard Engine). Menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014), dari 272 unit kapal yang ada pada tahun 2013, sekitar 238 unit diantaranya menggunakan kapal dengan mesin yang ditempel (dipasang hanya pada saat berangkat melaut). Kapal tersebut berukuran kecil dan sebagian besar menggunakan alat tangkap jenis trammel net, yaitu sekitar 237 unit.

Disamping kapal bermotor tempel (Outboard Engine), yang juga biasa digunakan oleh nelayan udang skala kecil di perairan Kabupaten Cilacap adalah kapal berukuran 5 - 10 GT. Sedangkan kapal di atas 10 GT biasanya digunakan oleh nelayan udang skala besar dengan jangkauan daerah penangkapan yang lebih jauh. Tabel 3.1 menyajikan data lengkap perkembangan ukuran kapal dan alat tangkap yang biasa digunakan nelayan udang skala kecil di Kabupaten Cilacap.

Tabel 3.1 Perkembangan kapal dan alat tangkap udang skala kecil di perairan Kabupaten Cilacap

. Ukuran Kapal/Alat

Tangkap

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

Kapal Motor Tempel

 Jaring Arad - 2 4 2 1  Jaring Apong 1 2 - 1 -  Trammel Net 172 165 263 217 237  Lampara Dasar - 1 1 2 - Kapal 5 – 10 GT  Jaring Arad 1 3 7 3 4  Jaring Apong 7 4 6 5 2  Trammel Net - 2 - 1 -  Lampara Dasar 1 2 2 - 1

Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014b), Budianto (2012), serta Hendratmoko dan Marsudi (2010).

Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan udang skala kecil adalah trammel net. Trammel net tersebut umumnya menggunakan kapal moter tempel, dimana pada tahun 2013 penggunaannya mencapai 237 unit. Alat tangkap lain yang cukup banyak dioperasikan adalah jaring arad dan jaring apong. Kedua alat tangkap ini umumnya menggunakan kapal 5 – 10 GT. Pada tahun 2013, jaring arad dan jaring apong yang menggunakan kapal 5 - 10 GT masing- masing 4 unit dan 2 unit, sedangkan pada tahun 2012 masing-masing 3 unit dan 5

18

unit. Lampara dasar juga dioperasikan oleh nelayan udang skala kecil di Kabupaten Cilacap, namun tidak banyak (tahun 2013 hanya 1 unit).

(a) Jaring apong

(b) Jaring arad

(b) Trammel net

(c) Lampara dasar

Gambar 3.1 Alat tangkap udang (SNI, 2006, PKP, 2013, dan Sukamto dan Purnamaningtyas, 2013)

19

Karakteristik Nelayan Udang Skala Kecil

Nelayan udang di Kabupaten Cilacap sebagian besar merupakan nelayan kecil yang mengoperasikan alat tangkap menggunakan kapal dengan mesin motor tempel. Secara umum, nelayan tersebut terbagi dalam empat kategori, yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama, nelayan sambilan tambahan, dan tenaga tambahan. Nelayan penuh adalah nelayan yang secara penuh mencurahkan waktunya untuk kegiatan perikanan atau penangkapan udang, sedangkan nelayan sambilan adalah nelayan yang tidak secara penuh mencurahkan waktunya untuk kegiatan perikanan tangkap, namun hal tersebut dilakukan secara berulang. Tenaga tambahan adalah adalah tenaga yang dilibatkan pada saat dibutuhkan saja pada kegiatan perikanan atau penangkapan udang. Karakteristik nelayan tersebut disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Karakteristik nelayan udang skala kecil di Kabupaten Cilacap

Karakteristik Nelayan Kategori Nelayan Penuh (> 8 jam setiap hari Sambilan Utama (4-8 jam setiap hari) Sambilan tambahan (4-8 jam per hari tidak setiap hari) Asal Nelayan Lokal Andon 100% 0% 87.5% 12.5% 100% 0% Umur < 30 tahun 31-50 tahun >50 tahun 3.2% 80.7% 16.1% 12.5% 62.5% 25% 0% 100% 0% Pendidikan SD SMP SLTA 90.32% 9.68% 0% 75% 12.5% 12.5% 50% 50% 0% Anggota Keluarga ≤ 3 orang 4 orang ≥ 5 orang 25.8% 48.39% 25.81% 37.5% 25% 37.5% 50% 50% 0% Penghasilan per bulan (Rp) ≤ 1 juta 1-3 juta ≥ 3 juta 41.94% 45.16% 12.9% 50% 50% 0% 50% 50% 0%

Sekitar 90.32 % nelayan udang dengan kategori nelayan penuh berpendidikan SD dengan tingkat penghasilan umumnya berkisar Rp 1 – 3 juta per bulan. Mereka semua merupakan pendudukan lokal Kabupaten Cilacap. Sedangkan nelayan sambilan utama, yang berasal dari pendudukan lokal sekitar 87.5 %. Pendidikan nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan cenderung lebih baik daripada nelayan penuh, dimana yang berpendikan SD masing-masing 75 % dan 50 %, selebihnya berpendidikan SMP dan SLTA. Melihat hal ini, maka ada kecenderungan dengan lebih baiknya pendidikan,

20

anggota keluarga nelayan udang cenderung melakukan pekerjaan lain di luar kegiatan penangkapan ikan, sedangkan pekerjaan nelayan hanya dijadikan back- up bila tawaran pekerjaan non perikanan sepi.

Dilihat secara umum, baik nelayan penuh, nelayan sambilan utama, maupun nelayan sambilan tambahan umumnya berumur 31 – 50 tahun, sedangkan yang di bawah 30 tahun atau di atas 50 tahun tidak terlalu banyak. Sekitar 50 % dari nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan mempunyai penghasilan kurang dari Rp 1 juta per bulan, lebih karena intensitas keaktifan mereka pada kegiatan perikanan udanng yang tidak terlalu tinggi. Kondisi ini mempengaruhi sebaran penghasilan nelayan udang total di Kabupaten Cilacap, yaitu sekitar 43.9% berpenghasilan kurang dari Rp 1 juta per bulan, 46.34 % berpenghasilan Rp 1-3 juta per bulan, dan sisanya (9.76%) berpengasilan di atas Rp 3 juta per bulan. Nelayan udang dengan penghasilan Rp 3 juta per bulan tersebut sebagian besar merupakan pemilik kapal 10 – 20 GT dan 21 – 30 GT yang operasi penangkapan udangnya mencapai daerah penangkapan yang lebih jauh di dekat Jawa Barat dan di Yogyakarta.

Daerah Penangkapan untuk Perikanan Udang

Daerah penangkapan perikanan udang dipengaruhi oleh kesesuaian wilayah perairan sebagai tempat berkembang biak dan membangun habitat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi, oseanografi perairan dan ketersediaan nutrien yang dibutuhkan oleh sumberdaya udang.

Hasil identifikasi lapang menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga lokasi perairan yang menjadi daerah penangkapan utama nelayan udang di perairan Kabupaten Cilacap (Gambar 3.2), yaitu :

a. Perairan dan estuaria sekitar Segara Anakan b. Perairan sekitar Teluk Penyu

c. Perairan sekitar pantai Barat Nusakambangan

Ketiga lokasi perairan ini juga mempunyai karakteristik oseanografi perairan yang baik, yaitu adanya gaya pembangkit pasang surut, suhu yang relatif stabil, dan intensitas up welling yang cukup sering dan terjadi di banyak tempat terutama yang dekat dengan selat atau muara. Up welling tersebut banyak membawa komponen nutrien, dan sirkulasi arus yang baik membawa dan menyebarkan komponen nutien tersebut ke lokasi-lokasi yang menjadi habitat ikan. Di samping itu, keberadaan hutan manggrove di Segara Anakan, Teluk Penyu, dan Pantai Barat Nusakambangan membantu menahan pergerakan komponen nutrien baik di bagian permukaan maupun di bagian dasar perairan sehingga selalau tersedia untuk sumberdaya udang.

21 Gambar 3.2 Daerah penangkapan utama nelayan udang di perairan

Kabupaten Cilacap

Selain di perairan terdekat, daerah penangkapan untuk perikanan udang juga terdapat di lokasi yang lebih jauh, yang diduga sebagai perairan paparan benua (continental shelf) di selatan Jawa, meskipun setiap daerah penangkapan tersebut luasannya relatif sempit. Adanya daerah penangkapan alternatif tersebut, mendorong beberapa nelayan untuk menyatakan penolakannya (59.02 %) bila pembatasan daerah penangkapan dan pengaturan tentang penggunaan alat tangkap (Lampiran 3) karena merugikan usaha mereka. Menurut Pangesti (2011) dan Suparjo (2005), daerah penangkapan alternatif bagai nelayan udang Kabupaten Cilacap terdapat di :

a. Teluk Mauritz, Pangandaran, Provinsi Jawa Barat b. Perairan sekitar Srandil

c. Perairan di sekitar perluasan muara Sungai Serayu, Provinsi Jawa Tengah d. Perairan selatan Gombong sampai kawasan muara Sungai Luk Ulo,

Bogowonto, Kali Opak, Kali Progo dan Kali Oyo, Provinsi DI Yogyakarta

Produksi Udang di Kabupaten Cilacap

Udang yang tertangkap oleh nelayan di perairan Kabupaten Cilacap umumnya dari famili Penaeidae. Adapun klasifikasi udang dari famili Penaeidae (Kirkegaard et al. 1970) adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda Class : Crustacea Sub class : Malacostraca Series : Eumalacostraca Superorder : Eucarida Order : Decapoda Sub Order : Natantia Section : Penaeidea

Keterangan :

DPI di Perairan dan Estuaria Segara Anakan DPI sekitar Teluk Penyu DPI sekitar Pantai Barat Nusakambangan

SUMBER : PETA ADMINISTRASI KABUPATEN CILACAP Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap 2011 - 2031 2 3 1 2 1 3

22

Family : Penaeidae Sub Family : Penaeinae Genus : Metapenaeus

Spesies : - Metapenaeus monoceros - Metapenaeus eborachensis - Metapenaeus ensis (udang dogol) Genus : Parapenae

Spesies : - Parapenae sculptilis - Parapenae cornuta Genus : Penaeus

Spesies : Penaeus merguiensis (udang jerbung)

Berdasarkan spesiesnya, udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), udang dogol (Metapenaeus ensis), udang rebon (Palaemonidae), udang barat (Metapenaeus dobsoni), udang lobster (Penaeus semisulcatus), udang tiger (Penaeus monodon), dan udang peci (Penaeus merguiensis de Man) merupakan spesies/jenis yang paling sering tertangkap di perairan Kabupaten Cilacap. Namun demikian, hanya spesies udang jerbung (Penaeus merguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus ensis) dalam famili Penaeidae yang produksinya relatif stabil sepanjang tahunnya.

(a) Penaeus merguiensis (b) Metapenaeus ensis

(c) Parapenaeopsis sculptilis (d) Penaeus semisulcatus

Gambar 3.3 Beberapa jenis udang yang banyak tertangkap nelayan di perairan Kabupaten Cilacap (PPS Cilacap, 2012, Sutardjo, 2008)

Dari 8 jenis udang yang sering tertangkap, yang produksi tingginya adalah udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis),

23 udang dogol (Metapenaeus ensis), udang rebon (Palaemonidae), udang barat (Metapenaeus dobsoni). Pada tahun 2013, produksi udang rebon mencapai 587.91 ton, udang krosok mencapai 535.93 ton, udang barat mencapai 361.37 ton, udang jerbung mencapai 327.46 ton, dan udang dogol mencapai 317.89 ton (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Produksi udang di perairan Kabupaten Cilacap Tahun 2013

No. Jenis Udang Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV Total (Ton) Rataan Per Bulan (ton) 1 Udang Barat / Metapenaeus dobsoni 167.68 164.33 12.65 16.71 361.37 30.11 2 Udang Dogol / Metapenaeus ensis 108.08 132.85 30.47 46.48 317.89 26.49 3 Udang Jerbung / Penaeus merguiensis 103.25 116.48 21.30 86.43 327.46 27.29 4 Udang Krosok / Parapenaeopsis sculptilis 272.02 235.90 24.38 3.63 535.93 44.66 5 Udang Lobster / Mangkara / Penaeus semisulcatus 24.18 27.13 0.32 0.18 51.80 4.32 6 Udang Rebon / Palaemonidae 3.83 14.29 270.45 299.34 587.91 48.99 7 Udang Tiger / Penaeus monodon 11.34 11.22 0.38 0.89 23.82 1.99 Total (ton) 690.39 702.2 359.95 453.66 2206.18 183.85 Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014)

Mengacu kepada Tabel 3.3, ada kecenderungan produksi udang pada triwulan I dan triwulan II lebih tinggi daripada triwulan III dan triwulan IV. Udang yang produksinya tinggi pada triwulan I dan triwulan II diantaranya udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang barat (Metapenaeus dobsoni), udang dogol (Metapenaeus ensis), dan udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis). Hal ini mengindikasikan bahwa musim tangkap udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang barat (Metapenaeus dobsoni), udang dogol (Metapenaeus ensis), dan udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) di perairan Kabupaten Cilacap terjadi periode Januari-Juni, sedangkan pada periode Juli – Desember udang-udang tersebut lebih banyak melakukan reproduksi.

Sedangkan udang yang produksinya tinggi pada triwulan III dan triwulan IV diantaranya udang rebon (Palaemonidae) dan udang peci (Penaeus merguiensis de Man). Dengan demikian, kedua jenis udang udang ini dapat diandalkan sebagai hasil tangkapan udang utama pada produksi potensial lainnya seperti udang krosok dan udang jerbung (Penaeus merguiensis), sepi. Produksi ini diharapkan dapat mengenjot produksi ikan di perairan Kabupaten Cilacap yang

24

pada periode tahun 2004-2010, cenderung turun sekitar 7.61 %. Terlepas dari jumlah produksinya, udang jerbung (Penaeus merguiensis), dan udang dogol (Metapenaeus ensis) merupakan udang dengan produksi lebih menyebar di kalangan nelayan Kabupaten Cilacap. Hal ini bisa jadi karena produksinya lebih stabil sepanjang tahunnya dibanding udang lainnya, meskipun pada triwulan III dan triwulan IV sedikit menurun.

Program Pengelolaan Sumberdaya Udang di Kabupaten Cilacap Program Pengelolaan Sumberdaya Inisiasi Pemerintah

Program Pemerintah terkait dengan pelestarian stock, perlindungan habitat udang, dan pengaturan kegiatan penangkapan udang cukup banyak di Kabupaten Cilacap. Program pengelolaan sumberdaya udang oleh Pemerintah di Kabupaten Cilacap juga dilakukan melalui kerjasama instansi teknis dan dengan pihak swasta. Dengan instansi sesama pemerintah misalnya Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kehutanan, Balai Konservasi, dan lainnya. Sedangkan dengan swasta diantaranya dengan Pertamina, PT. Holcim, dan PLTU Cilacap, dan ini termasuk yang paling banyak di Kabupaten Cilacap.

Program yang dicanangkan oleh pemerintah terkait perlindungan mangrove sebagai habitat ikan di Kabupaten Cilacap diantaranya :

a. Kampanye penyadaran pentingnya ekosistem mangrove b. Pengenalan lingkungan hidup perikanan di sekolah dasar

c. Pengembangan teknologi pemanfaatan tambak model silvofisheries.

d. Rehabilitasi mangrove melalui penanaman kembali manggrove sesuai dengan teknis yang baik.

Program tersebut melibatkan instansi teknis, seperti Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kehutanan, dan Balai Konservasi.

Sedangkan program yang terkait dengan pengaturan kegiatan penangkapan sumberdaya udang, diantaranya :

a. Mediasi nota kesepakatan bersama antara kelompok nelayan Cilacap dengan kelompok nelayan luar (Kebumen) tanggal 10 Mei 2012 tentang wilayah operasi jaring arad dan trammel net

b. Program monitoring kualitas perairan secara berkala terutama di daerah penangkapan potensi sumberdaya udang

c. Pengawasan alur laut untuk kegiatan penangkapan ikan, pelayaran, tempat labuh kapal, serta daerah pembuangan air ballast kapal dan PLTU.

Program tersebut melibatkan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kehutanan, Balai Konservasi, dan swasta.

Dalam kaitan dengan pelestarian sumberdaya udang dan ikan lainnya, yang saat ini mengalami gejala penurunan hasil tangkapan, Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap berencana untuk merevisi Perda No. 16 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Perikanan di Kawasan Segara Anakan, merevisi Perda No. 6 Tahun

25 2001 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Segara Anakan, serta merencanakan penerbitan zona penangkapan ikan.

Program Pihak Swasta dalam Pengelolaan Sumberdaya

Program terkait pengelolaan sumberdaya udang yang digagas swasta ini termasuk cukup banyak dan rutin setiap tahunnya. Swasta cukup banyak memberikan kontribusi dalam bentuk dana CSR yang disalurkan ke masyarakat baik untuk program pelestarian lingkungan dan habitat udang, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan fisik. Seperti disebutkan sebelumnya, Pertamina, PT. Holcim, dan PLTU Cilacap merupakan pihak swasta yang paling aktif menggalakkan program-program di bidang perikanan.

Pertamina selama ini telah melakukan banyak program, seperti budidaya kepiting lunak, pemberian bibit mangrove, pembinaan permodalan, pelatihan/training ketrampilan, dan beasiswa pendidikan anak nelayan. Program budidaya kepiting lunak, pembinaan permodalan, dan pelatihan/training ketrampilan diarahkan untuk mengurangi intensitas kegiatan pennagkapan udang, dimana nelayan dapat mendapatkan ikan dengan budidaya (tidak harus dengan melaut), mereka juga dapat mengelola keuangan untuk kegiatan usaha lainnya yang produktif, serta juga mempunyai bekal ketrampilan lainnya bila hasil tangkapan udang sepi. Pemberian bibit mangrove membantu rehabilitasi hutan mangrove yang menjadi bagian penting dari habitat ikan dan biota perairan lainnya. Sedangkan beasiswa pendidikan lebih diarahkan untuk meminimalisir beban nelayan di luar kebutuhan penyediaan pangan bagi hidup keluarga sehari- hari. Program rutin dicanangkan oleh Pertamina melalui dana CSR yang disiapkan setiap tahunnya.

Sedikit berbeda dengan Pertamina, PT. Holcim banyak mengarahkan programnya kepada nelayan udang yang tergabung dalam KUB. Untuk memunculkan institusi ekonomi lokal di bidang perikanan, PT. Holcim mengembangkan KUB percontohan, yaitu KUB Kuwikut dan KUB Leksana Batik Jaya di wilayah Kutawaru, Kabupaten Cilacap. KUB Kuwikut mempunyai sasaran diantaranya program pendampingan alih profesi nelayan udang jaring apong ke usaha wisata pemancingan, pembangun kolam pemancingan dan pelatihan budidaya ikan/kewirausahaan, program pengembangan sumber penghasilan tambahan nelayan melalui jasa parkir, warung minuman, usaha penyewaan pancing, dan lainnya. KUB Leksana Batik Jaya mempunyai program utama diantaranya program pendampingan alih profesi nelayan udang menjadi pembatik khusus motif mangrove, pelatihan membatik cap dan pewarnaannya, serta pengusahaan hak patent batik di Disperindakop Kabupaten Cilacap. Program lainnya terkait dengan pengembangan ekonomi yang lebih luas di masyarakat dan program lingkungan disajikan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5.

26

Tabel 3.4 Program pengembangan ekonomi

No Nama Program Peserta Sasaran *

1 Penguatan/pembentukan KUB (pelatihan manajemen)

93 KUB/ 612 orang

Posdaya

2 Studi banding wirausaha 16 orang Posdaya

3 Penguatan industri minyak kayu putih 825 LMDH 4 Penguatan budidaya kambing etawa 4 orang Pakajaman 5 Penguatan usaha penggemukkan sapi

barokah

7 orang Warga sekitar cilacap utara

6 Pelatihan ketrampilan 5 paket/

jenis

Posdaya *nelayan dan lainnya

Tabel 3.5 Program pengembangan lingkungan

No Nama Program Jumlah Unit

1 Penanaman pohon

mangrove/cemara/peneduh pantai

12000 pohon

Pohon/batang

2 Pemberian tempat sampah 440 pcs

3 Pemberian gerobak sampah 12 pcs

4 Pembuatan alat biopori dan pelatihan pelubangannya

60 pcs

5 Pemberian drum komposter 10 pcs

6 Pelatihan pengolahan sampah/limbah organik dan anorganik

7 orang Warga sekitar cilacap utara

7 Bantuan mesin pencacah sampah 3 pcs

8 Bantuan bibit, media tanam, pupuk, green house

4 area

PLTU Cilacap banyak mengembangkan program dengan fokus pada lokasi binaan yang terdapat di kecamatan yang berdekatan (ring 1) dengan PLTU. Kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Cilacap Utara, dan Kecamatan Cilacap Tengah. Program yang dilakukan terkait pengelolaan perikanan, seperti bantuan dana pemberdayaan Rp. 50 juta untuk penyediaan kios penjualan alat tangkap dan hasil tangkapan disekitar wilayah TPI Rawajarit, bantuan pelampung 228 buah kepada nelayan, dan bantuan bibit mangrove di kampung laut untuk pelestarian habitat udang. Sedangkan program lainnya untuk pengembangan fisik dinataranya bantuan semen 100 sak untuk pembuatan bangunan penyimpanan jaring, bantuan seng/asbes 120 lembar untuk pembenahan kawasan TPI, dan bantuan tong sampah di sekitar pelabuhan dan pemukiman nelayan.

Trend Pengelolaan Perikanan Udang dan Tingkat Dukungan Program

Trend Pengelolaan Perikanan Udang Skala Kecil

Perikanan udang skala kecil merupakan kegiatan perikanan tangkap yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Cilacap, seperti hal usaha perikanan

27 TTC (tuna, tongkol, dan cakalang). Hal ini didukung oleh kondisi geografi perairan yang banyak memiliki teluk, selat, kawasan estuaria yang banyak hutan bakaunya. Menurut Freytag dan Kunzmann (2009) serta Rossiter (1997), kawasan teluk dan estuaria mempunyai pola pasang surut yang unik, intensitas up welling stabil, serta cukup kaya dengan komponen nutrien yang dibutuhkan udang untuk berkembangbiak.

Namun demikian, melihat trend produksi udang dalam empat triwulan terakhir yang cenderung menurun (Tabel 3.3), memberi indikasi bahwa kondisi perairan di Kabupaten Cilacap belum dapat menopang tingkat pemanfaatan sumberdaya udang, khususnya dilakukan oleh nelayan skala kecil. Sedangkan menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2011), trend produksi udang yang cenderung menurun sudah terjadi dalam 10 tahun terakhir, mislanya untuk tahun 2004 – 2010, produksi udang di Kabupaten Cilacap sudah menurun rata-rata sekitar 7.61%. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, sehingga berbagai program yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya udang dan pelestarian habitatnya sangat dibutuhkan.

Secara nasional, produksi udang juga cenderung turun, dimana pada 5 (lima) tahun terakhir menurun rata-rata 2.97 %. Sedangkan menurut KKP (2012), selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 produksi perikanan udang terus mengalami fluktuasi, pada tahun 2007 produksi mencapai 258976 ton, tahun 2008 mencapai 236922 ton, tahun 2009 mencapai 236870 ton, tahun 2010 sebanyak 227326 ton, dan tahun 2011 sebanyak 228870 ton. Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Jawa Tengah, terutama untuk sentra perikanan udang Kabupaten Cilacap. Kondisi tersebut tentu sangat mengkhawatirkan, apalagi udang merupakan komoditas unggulan nasional dan juga beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Cilacap.

Udang rebon, udang krosok, udang barat, udang jerbung, dan udang dogol merupakan udang yang produksinya tinggi di Kabupaten Cilacap. Produksi keempat jenis udang tersebut umumnya dilakukan oleh nelayan skala kecil. Menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014), nelayan kecil merupakan pelaku utama perikanan udang yang dalam mengoperasikan alat tangkap menggunakan motor tempel. Keaktifan mereka pada kegiatan perikanan udang menjadikan mereka sebagai sasaran utama berbagai program terkait konservasi mangrove serta pengelolaan sumberdaya udang dan habitatnya. Menurut PT. Holcim (2013) dan Sumiono et al. (2012), nelayan skala kecil yang terlibat dalam program pengelolaan perikanan udang umumnya tergabung dalam KUB yang pengelompokkan berdasarkan jenis alat tangkap dan kedekatan tempat tinggalnya.

Hasil analisis Tabel 3.1 menunjukkan bahwa alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan skala kecil dalam penangkapan udang adalah trammel net, jaring arad, jaring apong, dan lampara dasar. Penggunaan setiap alat tangkap umumnya terkonsentrasi pada lokasi tertentu sesuai dengan keahlian dan kebiasaan nelayan udang. Nelayan tidak setuju bila penggunaan alat tangkap tersebut dianggap mengancam kondisi sumberdaya udang dan biota lainnya (Lampiran 2), karena alat tangkap tersebut sudah turun temurun digunakan, dan sumberdaya ikan selalu ada. Untuk trammel net, banyak digunakan oleh nelayan udang di kawasan PPS Cilacap, TPI Jetis, dan TPI Rawa Jerit. Jaring arad banyak digunakan di TPI Tegalkatilayu dan TPI Lengkong. Sedangkan jaring apong dan lampara dasar berturut-turut banyak digunakan di TPI Sleko, dan TPI Jetis.

28

Menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014b) dan Subagyo (2005) penggunaan trammel net (237 unit) lebih banyak daripada tiga alat tangkap lainnya karena sudah menjadi kebiasaan sebagai nelayan udang di Kabupaten Cilacap. Penggunanan trammel net ini berkembang pesat setelah setelah pelarangan penggunaaan trawl pada periode tahun 1980-an.

Pengembangan alat tangkap oleh nelayan udang tersebut, tidak lepas dari populasi nelayan lokal di Kabupaten Cilacap. Nelayan penuh yang 100 % merupakan penduduk lokal (Tabel 3.2) telah berhasil mempertahankan eksistensi trammel net sebagai alat tangkap yang paling diminati nelayan udang di Kabupaten Cilacap. Meskipun sebagian besar nelayan penuh tersebut berpendidikan SD (90.32 %), tetapi ketrampilan mereka dalam pengoperasian trammel net tidak bisa diragukan lagi. Menurut Suman (1996), beberapa nelayan skala kecil di Kabupaten Cilacap dapat mengoperasikan trammet net pada daerah penangkapan yang jauh (misalnya perairan Srandil dan selatan Gombong), meskipun dengan hanya menggunakan kapal/perahu bermesin tempel.

Bagi nelayan udang skala kecil, perairan sekitar Srandil, perairan selatan Gombong, perairan di sekitar perluasan muara Sungai Serayu Provinsi Jawa Tengah, dan Teluk Mauritz, Pangandaran, Provinsi Jawa Barat juga dijadikan sebagai daerah penangkapan bila hasil tangkapan udang berkurang di daerah penangkapan terdekat. Kondisi tersebut terjadi saat ini, dimana sekitar 59.35 % nelayan (Lampiran 1) menyatakan hasil tangkapan ikan/udang sedikit dan ukurannya lebih kecil dari biasanya. Menurut Pangesti (2011), kelangkaan udang di daerah penangkapan terdekat (perairan dan estuaria sekitar Segara Anakan, perairan sekitar Teluk Penyu, dan perairan sekitar pantai Barat Nusakambangan) biasanya terjadi dua kali setiap tahunnya, dimana penurunan drastis biasanya terjadi pada periode bulan Juni-Agustus. Bagi nelayan yang ingin tetap memangkap udang biasanya menangkap udang di daerah penangkapan yang lebih jauh, sedangkan yang punya pekerjaan sambilan tidak berangkat melaut.

Tingkat Dukungan Program terhadap Pengelolaan Sumberdaya Udang

Dari segi intensitas, program terkait pengelolaan sumberdaya udang cukup banyak di Kabupaten Cilacap, baik terkait pelestarian stock, perlindungan habitat udang, dan pengaturan kegiatan penangkapan udang. Hal ini karena dukungan yang besar dari Pemerintah dan swasta terhadap berbagai upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Program seperti kampanye penyadaran pentingnya ekosistem mangrove, pengenalan lingkungan hidup perikanan di

Dokumen terkait