• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah lokasi percobaan bertekstur liat berdebu (silky clay). Nilai pH tanah adalah 5.3 yang tergolong masam. Status kandungan N termasuk sedang, P2O5

(HCl 25 %) sangat tinggi, dan K2O (HCl 25%) sangat rendah. Kandungan C-organik sedang dan nilai C/N ratio tergolong rendah. Nilai tukar kation untuk Ca dan Mg tergolong sedang, K tergolong rendah, sedangkan Na tergolong tinggi. KTK dan kejenuhan basa dari tanah yang digunakan untuk penelitian juga tergolong sedang.Tanah lahan percobaan tergolong memiliki kesuburan sedang. Hasil analisis tanah lahan penelitian disajikan pada Lampiran 5.

Kondisi iklim mikro di dalam rumah plastik meliputi suhu dan kelembaban relatif. Suhu maksimum di lahan percobaan berkisar antara 29.2 °C sampai dengan 36.9 °C, sedangkan suhu minimum berkisar antara 29.1 °C sampai dengan 34.2 °C. Kelembaban relatif selama penelitian berkisar antara 46% sampai dengan 65%. Data selengkapnya mengenai suhu dan kelembaban udara relatif dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi selama penelitian menunjukkan kondisi yang cukup baik, namun terdapat beberapa serangan hama. Hama tersebut meliputi hama keong mas (Pomacea canaliculata) menyerang pada umur 3 HST, hama belalang (Valanga nigricornis) mulai menyerang tanaman ketika berumur 7 HST. Tanaman padi juga terserang hama walang sangit (Laptocoryza acuta) pada saat memasuki stadia masak susu dan hama wereng pada saat pemasakan biji. Tingkat serangan hama-hama tersebut masih di bawah ambang ekonomi, sehingga tidak menurunkan hasil.

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat dan merupakan suatu indikator pertumbuhan tanaman sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995).Perlakuan dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman. Perlakuan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, demikian pula interaksi antara dosis pemupukan N dan jenis bakteri (Lampiran 7).

Peningkatan dosis pemupukan nitrogen dapat meningkatkan tinggi tanaman. Tabel 5 menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan dosis 100 kg N ha-1, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 50 kg N ha-1,

sedangkan terendah terdapat pada dosis 0 kg N ha-1. Pemupukan nitrogen meningkatkan tinggi tanaman karena nitrogen berfungsi dalam membentuk protoplasma dan memperbanyak sel tanaman termasuk pada bagian batang tanaman, sehingga meningkatkan tinggi tanaman. Menurut Taslim et al. (1989), pemupukan nitrogen berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif terutama menambah ukuran daun dan tinggi tanaman. Menurut Lakitan (1993) nitrogen berfungsi untuk memperbanyak sel. Gardner et al. (1991) juga menyatakan bahwa meningkatnya jumlah sel dan memanjangnya sel pada bagian batang tanaman menyebabkan pertumbuhan tinggi batang.

Jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan hasil tersebut, pemberian atau inokulasi bakteri belum terlihat pengaruhnya dalam mengurangi penggunaan pupuk. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Razie (2003) yang menyatakan bahwa Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman padi. Lestari et al. (2007), juga menyatakan bahwa Azospirillum menghasilkan hormon asam indol asetat yang secara nyata meningkatkan tinggi tanaman padi.

Tabel 5 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap tinggi tanaman

Perlakuan Umur tanaman (MST)

3 4 5 6 7 8 9

………. cm ………. Dosis pemupukan N (kg N ha-1)

0 44.87b 63.65b 73.83b 83.14b 90.97b 97.15b 100.69b

50 46.73ab 66.61ab 76.41ab 88.84a 96.96a 102.47a 105.34a

75 46.75ab 66.72ab 76.96ab 89.53a 97.95a 103.86a 106.31a

100 49.23a 69.23a 79.38a 91.42a 99.68a 105.33a 108.32a Jenis bakteri

Tanpa bakteri 47.64 66.98 77.43 89.17 96.28 102.23 104.75

Azotobacter-like 45.76 65.47 74.87 87.33 95.79 101.23 103.81

Azospirillum-like 47.03 66.41 76.73 87.73 95.76 101.12 105.21

Konsorsium 47.16 67.34 77.54 88.71 97.73 104.23 106.89

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif

Dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan (kecuali pada umur 3 MST) dan jumlah anakan produktif, sedangkan jenis bakteri berpengaruh nyata pada jumlah anakan pada umur 4 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan produktif. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jumlah anakan produktif tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan dan jumlah anakan produktif (Lampiran 7).

Jumlah anakan dan jumlah anakan produktif meningkat seiring dengan peningkatan dosis pemupukan nitrogen (Tabel 6). Jumlah anakan tertinggi terdapat pada pemupukan dosis rekomendasi, tetapi tidak berbeda nyata dengan pemupukan setengah dosis rekomendasi (50 kg N ha-1). Hal tersebut menunjukkan

bahwa pengurangan sampai setengah dosis rekomendasi tidak mengurangi jumlah anakan. Jumlah anakan terendah terdapat pada dosis pemupukan 0 kg N ha-1. Jumlah anakan produktif tertinggi juga terdapat pada dosis rekomendasi dan terendah terdapat pada tanpa pemberian pupuk nitrogen.

Tabel 6 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif

Dosis pemupukan

(kg N ha-1)

Jumlah anakan pada umur tanaman (MST) Jumlah anakan produktif

3 4 5 6 7

0 3.3 5.0b 7.1b 8.7b 10.4b 5.9c

50 3.7 6.1a 9.3a 12.5a 14.9a 8.7b

75 3.9 6.4a 8.9a 12.6a 15.2a 9.7ab

100 3.8 6.9a 9.7a 13.6a 16.2a 10.5a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Menurut Endrizal dan Bobihoe (2004) nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman dan dalam merangsang jumlah anakan padi. Jumlah anakan yang banyak akan mendukung pembentukan anakan produktif (anakan yang manghasilkan malai) karena fotosintat yang dihasilkan juga semakin tinggi. Jumlah anakan produktif meningkat selain disebabkan karena peningkatan dosis pemupukan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah anakan. Menurut Manurung dan Ismunadji (1988) setelah anakan maksimal tercapai, sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan anakan tidak efektif. Anakan tersebut merupakan anakan tersier yang akan menyebabkan pertumbuhan malai menjadi terlambat masak dan kalah bersaing dengan anakan primer dan sekunder.

Pengaruh jenis bakteri terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif disajikan pada Tabel 7. Jenis bakteri berpengaruh nyata pada jumlah anakan pada umur 4 MST, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif. Jumlah anakan tertinggi pada umur 4 MST terdapat pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan Azospirillum-like (B2) dan tanpa pemberian bakteri (B0). Jumlah anakan terendah terdapat pada perlakuan jenis bakteri Azotobacter-like (B1). Azotobacter-like memiliki jumlah anakan dan jumlah anakan produktif lebih rendah dibandingkan tanpa bakteri diduga karena Azotobacter-like kalah bersaing dengan bakteri pribumi (indigenous). Tanpa bakteri bukan berarti tidak ada bakteri, tetapi tidak dilakukan penambahan inokulasi bakteri dan di dalam tanah masih terdapat indigenous bakteri. Konsorsium bakteri memiliki kecenderungan menghasilkan jumlah anakan dan jumlah anakan produktif lebih tinggi dibandingkan jenis tunggal dan kontrol, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.

Tabel 7 Pengaruh jenis bakteri terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif

Jenis Bakteri Jumlah anakan pada umur tanaman (MST)

Jumlah anakan produktif

3 4 5 6 7

Tanpa bakteri 3.8 6.3a 8.9 12.3 14.2 8.9

Azotobacter-like 3.6 5.3b 8.9 10.9 13.0 7.8

Azospirillum-like 3.6 6.4a 8.9 11.9 14.4 8.9

Konsorsium 3.8 6.5a 9.3 12.2 15.1 9.1

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Bobot Kering Tajuk dan Akar per Rumpun

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun. Perlakuan jenis bakteri hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar per rumpun, sedangkan interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan akar per rumpun (Lampiran 7). Tabel 8 menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan dosis pemupukan nitrogen menyebabkan peningkatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun. Bobot kering tajuk dan akar per rumpun tertinggi terdapat pada pemupukan dosis rekomendasi (100 kg N ha-1), tetapi tidak berbeda nyata sampai dengan dosis 50 kg N ha-1. Pengurangan dosis pemupukan pada bobot kering tajuk dan akar per rumpun sampai 50% dosis rekomendasi tidak menurunkan bobot kering tajuk dan akar per rumpun.

Tabel 8 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun

Perlakuan Bobot kering tajuk per rumpun (g)

Bobot kering akar per rumpun (g) Dosis pemupukan N (kg N ha-1) 0 13.94b 1.62b 50 22.48a 2.47ab 75 22.79a 3.01ab 100 24.03a 3.72a Jenis bakteri Tanpa bakteri 21.22 1.53b Azotobacter-like 18.73 2.13b Azospirillum-like 20.29 2.90ab Konsorsium 22.99 4.26a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Semakin banyak nitrogen yang diserap tanaman padi sampai batas tertentu akan meningkatkan jumlah dan ukuran sel, peningkatan tersebut menyebabkan

tanaman padi bertambah bobot kering jerami atau tajuknya (Sakhidin et al. 1998) dan apabila kadar unsur nitrogen pada batang lebih besar 1% dari jumlah karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis akan ditranslokasikan ke organ akar dalam bentuk sukrosa per hari berkisar 5-10% dari bobot kering akar, sehingga berat akar bertambah sejalan dengan banyaknya akar yang terbentuk (Yoshida 1981). Kekurangan suplai nitrogen akan menyebabkan berkurangnya jumlah akar, sehingga bobotnya juga akan berkurang (Abdulrachman et al. 2004). Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa dengan penambahan pupuk nitrogen bobot kering akar akan bertambah karena jumlah akarnya bertambah. Pada penelitian ini meningkatnya bobot kering akar diikuti dengan meningkatnya bobot kering tajuk tanaman.

Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot kering tajuk dan akar per rumpun disajikan pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3 menunjukkan bahwa bobot kering tajuk per rumpun tertinggi pada perlakuan dosis 50 kg N ha-1 dan konsorsium bakteri (N1B3). Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa konsorsium bakteri lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Bobot kering akar per rumpun tertinggi pada perlakuan dosis 100 kg N ha-1 dan konsorsium bakteri (N3B3), sedangkan terendah pada perlakuan tanpa pemberian bakteri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri lebih berperan dalam meningkatkan bobot kering akar dan tajuk per rumpun dibandingkan dengan tanpa pemberian bakteri.

Gambar 3 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot

kering tajuk per rumpun

Gambar 4 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot kering akar per rumpun

0 5 10 15 20 25 30 0 25 50 75 100 B o bo t k er ing t a juk ( g ) Dosis Pemupukan N (kg N ha-1) B0 B1 B2 B3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 25 50 75 100 B o bo t k er ing a k a r (g ) Dosis Pemupukan N (kg N ha-1) B0 B1 B2 B3

Panjang Malai

Dosis pemupukan nitrogen dan interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dengan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai, sedangkan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Tabel 9 menunjukkan bahwa pengurangan dosis pemupukan nitrogen tidak menyebabkan penurunan panjang malai, sehingga penghematan pupuk memiliki potensi yang sama dengan pemberian pupuk sesuai dosis rekomendasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor genetik yang lebih berpengaruh terhadap panjang malai. Menurut Ningsih dan Noor (2007) panjang malai sangat dipengaruhi oleh genetik tanaman, walaupun nutrisi tanaman juga berpengaruh.

Tabel 9 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap panjang malai

Perlakuan Panjang malai (cm) Dosis pemupukan N (kg N ha-1) 0 23.18 50 22.91 75 22.90 100 22.89 Jenis bakteri Tanpa bakteri 22.47c Azotobacter-like 23.06b Azospirillum-like 22.81bc Konsorsium 23.54a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Panjang malai terpanjang pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3), sedangkan terpendek pada perlakuan tanpa penambahan bakteri (B0). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan konsorsium bakteri dapat meningkatkan panjang malai dibandingkan tanpa pemberian bakteri.

Jumlah Gabah per Malai dan Bobot 1000 butir

Dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah hampa per malai dan bobot 1000 butir. Jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi per malai, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah hampa per malai, persentase gabah per malai, dan bobot 1000 butir. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap keempat peubah tersebut (Lampiran 7).

Tabel 10 menunjukkan dosis pemupukan nitrogen meningkatkan jumlah gabah isi per malai. Menurut Abdulrachman et al. (2004), tinggi rendahnya jumlah gabah per malai selain ditentukan oleh sifat genetis juga dipengaruhi pengelolaan pemupukan yang dilakukan. Jumlah gabah isi yang meningkat

dikarenakan terdapat cukup hasil fotosintat dan asimilat untuk membentuknya. Tanaman yang tercukupi kebutuhan nitrogennya, maka jumlah gabah isinya tinggi, karena nitrogen berperan dalam meningkatkan hasil fotosintat dan asimilat dengan membentuk klorofil, asam amino dan protein (De Datta dan Broudbent 1988). Penambahan dosis pupuk nitrogen mampu meningkatkan jumlah gabah isi per malai sesuai dengan pendapat Suriadikarta dan Mihardja (2001) yang menyatakan bahwa nitrogen berfungsi meningkatkan jumlah butiran gabah. Peningkatan pemupukan nitrogen disamping meningkatkan jumlah gabah isi per malai ternyata juga meningkatkan jumlah gabah hampa per malai.

Tabel 10 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, persentase gabah hampa per malai, dan bobot 1000 butir Perlakuan Jumlah gabah isi (butir) Jumlah gabah hampa (butir) Persentase gabah hampa (%) Bobot 1000 butir (g) Dosis pemupukan N (kg N ha-1) 0 76.4b 49.1b 40.1 23.66 50 82.0ab 56.2ab 40.4 22.71 75 89.9ab 62.1ab 40.9 23.26 100 94.8a 71.7a 42.3 23.17 Jenis bakteri Tanpa bakteri 76.0b 55.8 42.4 23.59 Azotobacter-like 90.5ab 65.6 41.5 23.20 Azospirillum-like 83.2ab 60.4 42.3 22.85 Konsorsium 93.4a 57.2 37.5 23.16

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Peningkatan jumlah gabah hampa per malai dengan adanya meningkatnya pemupukan diduga berhubungan dengan banyaknya jumlah gabah per malai yang dihasilkan. Banyaknya jumlah gabah per malai menyebabkan distribusi fotosintat untuk pengisian gabah menjadi tidak merata dan menjadikan banyaknya jumlah gabah hampa yang dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase gabah hampa per malai meningkat seiring dengan peningkatan jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per malai, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan persentase gabah hampa karena persentase gabah hampa proporsional dengan jumlah gabah total per malai yang dihasilkan. Tingginya persentase gabah hampa yaitu lebih dari 40% disebabkan adanya serangan hama walang sangit pada stadia masak susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh peningkatan dosis pemupukan. Hal ini diduga karena bobot 1000 butir lebih dipengaruhi oleh sifat genetik suatu varietas dan pada proses pengisian gabah.

Penambahan jenis bakteri dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah gabah isi per malai. Rata-rata jumlah gabah isi per malai tertinggi terdapat pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3) yaitu 93.4 butir, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan bakteri tunggal Azotobacter-like atau Azospirillum-like dan terendah pada perlakuan tanpa bakteri (B0) yaitu

76.0 butir. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri ini berpotensi untuk meningkatkan jumlah gabah isi per malai. Kurva pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada jumlah gabah isi per malai disajikan pada Gambar 5. Kurva tersebut juga menunjukkan bahwa konsorsium bakteri berperan meningkatkan jumlah gabah isi per malai pada dosis 100 kg N ha-1.

Gambar 5 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada jumlah gabah isi per malai

Bobot Gabah per Rumpun dan Bobot Gabah per Petak

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap peubah bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata pada kedua peubah tersebut (Lampiran 7). Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan dosis pemupukan nitrogen meningkatkan bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Bobot gabah per rumpun tertinggi terdapat pada dosis pemupukan 75 kg N ha-1 (24.44 g), tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis pemupukan 50 dan 100 kg N ha-1. Bobot gabah per petak tertinggi juga terdapat pada dosis pemupukan 75 kg N ha-1 (409.32 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis rekomendasi 100 kg N ha-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan dosis pemupukan nitrogen sampai 25% dari dosis rekomendasi tidak menurunkan hasil bobot gabah per rumpun dan per petak.

Menurut Suriadikarta dan Mihardja (2001) nitrogen yang tersedia selama pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan produksi biji. Semakin banyak anakan produktif (anakan yang menghasilkan malai) yang dihasilkan, maka semakin banyak pula gabah yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan bobot gabah per rumpun. Hal ini disebabkan karena hasil fotosintat dan asimilat yang terbentuk sebagian ditranslokasikan untuk pembentukan biji, sehingga semakin banyak fotosintat dan asimilat yang dihasilkan, maka kemungkinan untuk mentranslokasikan fotosintat dan asimilat untuk pembentukan biji semakin tinggi. Hal ini didukung oleh Gardner et al. (1991) yang menyatakan bahwa fotosintat dan asimilat sebagian ditranslokasikan untuk pembentukan biji. Peningkatan bobot gabah per rumpun akan diikuti dengan peningkatan bobot gabah per petak.

0 30 60 90 120 0 25 50 75 100 J um la h g a ba h is i per m a la i (bu tir) Dosis Pemupukan N (kg N ha-1) B0 B1 B2 B3

Tabel 11 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak

Perlakuan Bobot gabah per rumpun (g)

Bobot gabah per petak (g m-2) Dosis pemupukan N (kg N ha-1) 0 14.89b 235.83c 50 20.91a 313.49b 75 24.44a 409.32a 100 23.30a 400.85a Jenis bakteri

Tanpa bakteri 22.79a 346.90ab

Azotobacter-like 17.57b 282.32b

Azospirillum-like 20.53ab 346.75ab

Konsorsium 22.65a 383.52a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Pemberian jenis bakteri berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Kurva hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot gabah per rumpun dan per petak disajikan pada Gambar 6 dan 7. Gambar 6 menunjukkan bobot gabah per rumpun tertinggi pada perlakuan tanpa bakteri (B0) tetapi tidak berbeda dengan perlakuan konsorsium bakteri (B3) dan Azospirillum-like (B2). Bobot gabah per rumpun terendah terdapat pada perlakuan Azotobacter-like (B1). Gambar 7 menunjukkan bobot gabah per petak tertinggi terdapat pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3) kecuali pada dosis 100 kg N ha-1, sedangkan terendah juga terdapat pada perlakuan Azotobacter-like (B1). Bobot gabah per rumpun dan petak terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 kg N ha-1 dan Azotobacter-like. Hal tersebut berarti pemberian bakteri tunggal Azotobacter-like belum mampu meningkatkan bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Bakteri tunggal tersebut berpotensi meningkatkan bobot gabah jika dikonsorsiumkan dengan Azospirillum-like.

Gambar 6 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot gabah per rumpun

0 5 10 15 20 25 30 0 25 50 75 100 B o bo t g a ba h per rum pu n (g ) Dosis Pemupukan N (kg N ha-1) B0 B1 B2 B3

Gambar 7 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot gabah per petak

Kehijauan Daun, Kandungan N, Serapan Jaringan Tanaman

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap peubah kehijauan daun baik pada fase vegetatif maupun generatif dan peubah serapan nitrogen tanaman baik tajuk maupun gabah. Perlakuan dosis pemupukan nitrogen tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen tanaman, tetapi jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen tanaman baik tajuk maupun gabah. Interaksi antara perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga peubah tersebut. Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap kehijauan daun (SPAD), kandungan nitrogen, dan serapan N tanaman Perlakuan Kehijauan daun

Kandungan N (%)

Serapan N (g per rumpun) Vegetatif Generatif Tajuk Gabah Tajuk Gabah Dosis pemupukan N (kg N ha-1)

0 39.51c 36.94b 2.03 2.20 0.29b 0.32b

50 39.61bc 38.31b 2.07 2.43 0.48a 0.50a

75 40.88ab 40.62a 2.01 2.52 0.47a 0.63a

100 41.88a 40.37a 2.13 2.46 0.53a 0.57a

Jenis bakteri

Tanpa bakteri 38.97b 37.09c 1.97b 2.41ab 0.43b 0.56ab

Azotobacter-like 40.85a 39.05b 1.70b 2.15b 0.32b 0.37c

Azospirillum-like 40.44a 39.41ab 1.97b 2.35b 0.41b 0.47bc

Konsorsium 41.62a 40.69a 2.61a 2.70a 0.62a 0.62a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Peningkatan pemupukan nitrogen menyebabkan peningkatan kehijauan daun secara nyata baik pada fase vegetatif maupun generatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soemedi (1982); De Datta dan Broudbent (1988) bahwa peranan unsur nitrogen bagi tanaman padi salah satunya adalah membuat bagian-bagian tanaman

0 100 200 300 400 500 0 25 50 75 100 B o bo t g a ba h per pet a k (g m -2) Dosis Pemupukan N (kg N ha-1) B0 B1 B2 B3

menjadi lebih hijau. Peningkatan pemupukan nitrogen akan meningkatkan kandungan klorofil daun. Menurut Salisbury dan Ross (1992), sintesis klorofil didukung oleh ketersediaan unsur tertentu, khususnya unsur nitrogen. Peningkatan kandungan klorofil daun tersebut yang menyebabkan meningkatnya kehijauan daun tanaman. Nilai SPAD (kehijauan daun) sangat berkorelasi tinggi dengan laju fotosintesis daun, sehingga SPAD secara langsung dapat digunakan untuk menduga status N daun (Abdulrachman 2007).

Serapan hara nitrogen oleh tanaman padi salah satunya dipengaruhi oleh faktor ketersediaan unsur hara nitrogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen menyebabkan serapan nitrogen baik tajuk mapun gabah lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan nitrogen. Penurunan dosis pemupukan sampai 50% dosis rekomendasi tidak menurunkan serapan nitrogen baik tajuk maupun gabah. Semakin tinggi nilai serapan nitrogen tanaman, maka semakin tinggi pula kandungan nitrogen dalam tanaman. Peningkatan taraf pemupukan nitrogen akan semakin meningkatkan ketersediaan hara nitrogen dalam media tanam yang kemudian akan diserap oleh tanaman yang digunakan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk membentuk organ vegetatif dan organ generatif tanaman (Gardner et al. 1991). Tingginya serapan nitrogen gabah dibandingkan nitrogen tajuk diduga karena kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan nitrogen dari organ vegetatif ke organ generatif.

Pemberian bakteri pada media tanam menyebabkan peningkatan pada kehijauan daun tanaman dibandingkan dengan tanpa pemberian bakteri. Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B1 dan B2) maupun konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3) tidak berbeda nyata pada kehijauan daun fase vegetatif, tetapi pada fase generatif jenis konsorsium yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan bakteri tunggal Azospirillum-like lebih meningkatkan kehijauan daun dibandingkan tanpa pemberian bakteri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan N dan serapan N tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan konsorsium bakteri. Kandungan dan serapan N gabah tertinggi juga terdapat pada perlakuan konsorsium yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemberian bakteri. Kurva hubungan perlakuan dosis pemupukan N dan jenis bakteri terhadap kehijauan daun (vegetatif dan generatif) dan serapan N gabah disajikan pada Gambar 8, 9, dan 10.

Gambar 8 menunjukkan bahwa kehijauan daun pada fase vegetatif tertinggi terdapat pada perlakuan 100 kg N ha-1 dan Azospirillum-like (N3B2), sedangkan untuk kehijauan daun fase generatif dan serapan N gabah tertinggi terdapat pada

Dokumen terkait