• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Role of Azotobacter like and Azospirillum like to Reduce the Rate of Inorganic Nitrogen Fertilizer on Lowland Rice

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Role of Azotobacter like and Azospirillum like to Reduce the Rate of Inorganic Nitrogen Fertilizer on Lowland Rice"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN

AZOTOBACTER-LIKE

DAN

AZOSPIRILLUM-LIKE

UNTUK MENGURANGI DOSIS PUPUK NITROGEN

ANORGANIK PADA PADI SAWAH

IDA WIDIYAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Azotobacter-like dan Azospirillum-like untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen Anorganik pada Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

IDA WIDIYAWATI. Peran Azotobacter-like dan Azospirillum-like untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen Anorganik pada Padi Sawah. Dibimbing oleh SUGIYANTA, AHMAD JUNAEDI, dan RAHAYU WIDYASTUTI.

Peningkatan produktivitas padi sawah terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan beras dan mencapai target pemerintah. Salah satu upaya peningkatan produktivitas adalah dengan optimalisasi pemupukan. Ketersediaan unsur hara N dalam tanah merupakan salah satu faktor pembatas untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas padi. Bakteri penambat N memiliki kemampuan untuk memanfaatkan N udara menjadi tersedia dalam tanah. Penggunaan bakteri penambat N berpotensi mengurangi aplikasi pupuk N. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui kemampuan penambatan N beberapa isolat bakteri penambat nitrogen yang bersumber dari tanah sawah dan pupuk hayati, (2) mengetahui pengaruh bakteri penambat N dalam mengurangi penggunaan pupuk N pada padi sawah.

Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama dilakukan di laboratorium untuk mengisolasi dan menyeleksi isolat yang memiliki kemampuan tinggi dalam menambat N. Percobaan dilaksanakan pada bulan September 2011-Maret 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Sumber isolat yang digunakan yaitu pupuk hayati komersial (tiga jenis bentuk cair dan satu jenis bentuk padat), serta tanah sawah dari Kebun Percobaan Sawah Baru. Media tumbuh yang digunakan, yaitu nitrogen free mannitol (NFM), nitrogen free bromthymol blue (NFB), dan nutrient agar (NA). Berdasarkan hasil uji dipilih dua bakteri (1 bakteri Azotobacter-like dan 1 bakteri Azospirillum-like, yaitu At523 dan Ap533, yang keduanya memiliki kelarutan amonium tertinggi, tidak saling antagonis, dan daya tumbuhnya cepat) dan digunakan untuk percobaan lapangan.

Percobaan kedua dilakukan di lapangan, untuk menguji pengaruh bakteri penambat nitrogen pada padi sawah. Percobaan dilaksanakan bulan April-Agustus 2012 di rumah plastik Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, IPB. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor, yaitu dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri. Faktor dosis pemupukan N (urea) terdiri atas 4 taraf, yaitu 0, 50, 75, dan 100 kg N ha-1. Faktor jenis bakteri terdiri atas 4 taraf, yaitu tanpa bakteri, Azotobacter-like, Azospirillum-like, dan konsorsium. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Duncan's Multiple Range Test (DMRT) taraf kesalahan 5%.

Hasil percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa isolat bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi memiliki kemampuan yang tidak berbeda nyata dalam menambat nitrogen. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like dengan penggunaan 75% pupuk nitrogen anorganik dari dosis rekomendasi memiliki nilai efektivitas agronomi tertinggi (117.01%) dan peningkatan hasil 8.59%. Dengan demikian, penggunaan konsorsium bakteri dapat mengurangi 25% penggunaan pupuk nitrogen anorganik dari dosis rekomendasi.

(6)

SUMMARY

IDA WIDIYAWATI. The Role of Azotobacter-like and Azospirillum-like to Reduce the Rate of Inorganic Nitrogen Fertilizer on Lowland Rice. Supervised by SUGIYANTA, AHMAD JUNAEDI, and RAHAYU WIDYASTUTI.

Increasing rice productivity must be achieved continously to meet government and national target production. One of efforts to increase rice productivity is by N fertilization. Nitrogen availability in the soil is one of limiting factors to support rice growing and productivity. Nitrogen-fixing bacteria have ability to utilize atmosphere nitrogen become available in the soil. The use of nitrogen-fixing bacteria could be potential to reduce application of nitrogen fertilizer. The aims of the research were (1) to evaluate the ability of some nitrogen-fixing bacteria isolated from lowland rice and bio-fertilizers to fix atmosphere nitrogen, (2) to determine the effect of nitrogen-fixing bacteria in reducing inorganic N fertilizer on lowland rice.

The research consisted of two experiments. The first experiment was a laboratory experiment, to isolate and select isolates that having a high capability to fix nitrogen. The research was conducted in September 2011-March 2012, at the Soil Biotechnology Laboratory, Department of Soil Science and Land Resources, IPB. Source of isolates were commercial bio-fertilizers (three types of liquid and one type of solid), and soil from lowland rice field at Sawah Baru Experimental Station. Medium used for growing of microbia i.e. nitrogen free mannitol (NFM), nitrogen free bromthymol blue (NFB), and nutrient agar (NA). Based on the results, two isolates have been selected (one Azotobacter-like bacteria and one Azospirillum-like bacteria, i.e At523 and Ap533, both have the highest solubility of ammonium, not antagonistic, and the ability to grow faster) and used for field experiment.

The second experiment was a field experiment, to test the effect of nitrogen-fixing bacteria on lowland rice. The research was conducted in April-August 2012 at the plastic house of Babakan Sawah Baru Experimental Station, IPB. The experiment was arranged in randomized block design (RBD) with two factors, namely nitrogen fertilizer and type of bacteria. The rates of N fertilizer (urea) factor, i.e. 0, 50, 75 and 100 kg N ha-1. The types of bacteria factor, i.e. without bacteria, Azotobacter-like, Azospirillum-like, and consortium. Data were analyzed using analysis of variance and followed by Duncan's Multiple Range Test (DMRT) with standard error 5%.

The results of the laboratorium experiment showed that all isolates of bacteria performed no significant differences on N fixing capability. Field research showed that consortium of Azotobacter-like and Azospirillum-like applied with 75% of inorganic N fertilizer from recommended dosage the highest agronomic effectiveness (117.01%) and yield increase up to 8.59%. According to this result, application of consortium bacteria could reduce 25% recommended dosage of N inorganic fertilizer.

(7)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)
(9)

ANORGANIK PADA PADI SAWAH

IDA WIDIYAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Peran Azotobacter-like dan Azospirillum-like untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen Anorganik pada Padi Sawah

Nama : Ida Widiyawati NIM : A252100071

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 21 Juni 2013 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Sugiyanta, MSi

Ketua

Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi Anggota

Dr. Rahayu Widyastuti, MSc Anggota

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2011 adalah Peran Azotobacter-like dan Azospirillum-like untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen Anorganik pada Padi Sawah. Pembiayaan penelitian ini dibantu oleh Bapak Dr. Ir. Sugiyanta, MSi.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sugiyanta, MSi, Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi, dan Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku komisi pembimbing atas saran, waktu, dan kesempatan yang telah diberikan dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama penelitian berlangsung dan dalam penyusunan tesis ini.

Penghargaan dan ungkapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada:

1. Dr. Ir. Maya Melati, M.S, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Agronomi dan

Hortikultura dan pimpinan sidang ujian atas saran serta koreksinya yang sangat bermanfaat bagi perbaikan tesis ini.

2. Dr. Ir. Miftahudin, M.Si yang telah berkenan menjadi dosen penguji luar komisi

dan atas saran serta koreksinya yang telah diberikan untuk perbaikan tesis ini.

3. Orang tua dan adik-adik tercinta (De Mardiana Dwi Trisnawati dan De Saktryana Endang Ragil Jayanti) atas doa, dorongan, dan kasih sayang.

4. Guntur Kurniawan atas doa, bantuan, dan semangat selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

5. Keluarga besar Laboratorium Bioteknologi Tanah (Bu Asih, Bu Juleha, Pak Jito, Bu Yeti, Mba Nia (Alm), Teh Nina, Mey, Adiz, Sisi, Rosinta) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

6. Keluarga besar W7L6 (Mia, Raisa, Mba Rina, Bunga, Tri, Mas Amar) atas doa dan bantuannya dalam mencapai kelulusan.

7. Rekan-rekan seperjuangan AGH 2010 (Toyip, Ahmad Rifqi F, Halim, Nofrianil,

Anita Darwis, Dian Fahrianty, Mutiara Dewi P, Desty Dwi S, Gina Aliya S, Nur

Maslahah, Kartika Kirana S, Nope Gromikora, Yulia Delsi, Jorge Araujo de J, Engelbert Manaroinsong, Dewi Erika, Aris Aksarah P, Odit Ferry, Moh Thamrin, Ismail Maskromo, dan Amin Nur) atas kekeluargaan, persahabatan, dan ilmunya.

8. Keluarga besar Forum Mahasiswa Pascasarjana AGH (FORSCA AGH-IPB),

teman-teman Summer and Winter Course atas dukungan dan kerjasamanya

selama penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

9. Asih Triandini, Kartika Ferrawati, dan Afrilia I, serta Sahabat Puriners (Mba Nur, Yati, Nadia, Eka, Rahmalia, Nova, Ina, mba Reren, Pupy) atas doa dan kenyamanan yang kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis. 10.Semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Padi 2

Peran Nitrogen pada Tanaman Padi Sawah 3

Pupuk Hayati 4

Bakteri Penambat Nitrogen 4

Azospirillum 4

Azotobacter 5

Enzim Nitrogenase 6

Sistem Budidaya Padi Sawah 6

METODE PENELITIAN 7

Percobaan I. Isolasi dan seleksi bakteri dalam penambatan nitrogen 7

Waktu dan Tempat 7

Alat dan Bahan 7

Pelaksanaan Penelitian 7

Percobaaan II. Studi Bakteri Penambat Nitrogen untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah 9

Waktu dan Tempat 9

Alat dan Bahan 9

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 9

Pelaksanaan Penelitian 10

Pengamatan 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

PERCOBAAN I 13

Isolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like 13 Seleksi kemampuan penambatan N2Azotobacter-like dan

Azospirillum-like 14

Seleksi Uji Antagonistik 14

PERCOBAAN II 16

Kondisi Umum 16

Tinggi Tanaman 16

Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif 17

Bobot Kering Tajuk dan Akar per Rumpun 19

(15)

Jumlah Gabah per Malai dan Bobot 1000 butir 21 Bobot Gabah per Rumpun dan Bobot Gabah per Petak 23 Kehijauan Daun, Kandungan N, Serapan Jaringan Tanaman 25

Populasi Bakteri 27

Efektivitas Agronomi 29

Peningkatan Hasil 29

Pembahasan Umum 30

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 39

(16)

DAFTAR TABEL

1 Metode isolasi dan media tumbuh mikrob 8

2 Hasil isolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like 13 3 Kandungan amonium dari isolat Azotobacter-like dan Azospirillum-like 14 4 Hasil uji antagonistik antar isolat bakteri 15 5 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap tinggi kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun 19 9 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap panjang

malai 21

10 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, persentase gabah hampa per malai, dan

bobot 1000 butir 22

11 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot

gabah per rumpun dan bobot gabah per petak 24

12 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap kehijauan daun (SPAD), kandungan nitrogen, dan serapan N tanaman 25 13 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap populasi

bakteri 28

14 Nilai Efektivitas Agronomi Relatif bobot gabah per petak 29

15 Peningkatan hasil bobot gabah per petak 30

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kegiatan percobaan 8

2 Hasil uji antagonistik 15

8 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada kehijauan

daun fase vegetatif 27

9 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada kehijauan

(17)

10 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada serapan N

gabah 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media tumbuh mikrob 40

2 Deskripsi varietas Ciherang 41

3 Lay Out Penelitian 42

4 Jarak Tanam Tanaman per Petak 43

5 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah 44

6 Data suhu dan kelembaban di dalam rumah plastik 44

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95% penduduk Indonesia (Swastika et al. 2007). Laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.49% per tahun menyebabkan kebutuhan beras meningkat. Perubahan fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian akan mengurangi produksi beras, sehingga kebutuhan beras juga meningkat. Upaya peningkatan produktivitas padi sawah terus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi beras dan mencapai target dari pemerintah agar Indonesia mencapai surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 (Setyawati 2012). Strategi peningkatan produksi dapat melalui penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada lahan sawah (Swastika et al. 2007). Upaya lain peningkatan produktivitas padi sawah adalah dengan pemupukan. Namun, bila penggunaan pupuk berlebihan atau tidak sesuai dengan sifat kimia tanah dan kebutuhan hara tanaman maka dalam jangka panjang dapat mengganggu kesuburan tanah karena terganggunya keseimbangan hara dalam tanah.

Tanaman padi membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang cukup pada awal pertumbuhan sampai pembungaan untuk memaksimalkan jumlah malai produktif dan pada tahap pematangan biji (Suriadikarta dan Miharja 2001). Ketersediaan unsur hara nitrogen di dalam tanah merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Udara mengandung sekitar 78% nitrogen, tetapi tanaman tidak dapat menggunakan secara langsung karena berbentuk gas, sehingga setiap saat para petani harus menambahkan sumber nitrogen ke dalam tanah dalam bentuk pupuk yang mengandung nitrogen seperti Urea, ZA, dan NPK (Ristiati et al. 2008). Petani selama ini telah terbiasa memupuk tanaman padi sesuai dengan rekomendasi pemupukan yang berlaku umum. Petani di daerah tertentu bahkan menggunakan pupuk dengan takaran yang tinggi. Penggunaan pupuk nitrogen secara berlebihan tidak hanya berdampak terhadap peningkatan biaya produksi dan subsidi pemerintah untuk pupuk, tetapi juga menyebabkan tanah menjadi lebih masam dan keras akibat kerusakan kerusakan struktur dan tidak berkembangnya mikroorganisme tanah. Tanah pada kondisi tersebut tidak responsif lagi terhadap pemupukan, sehingga produksi pertanian sulit ditingkatkan (leveling off) (Suwardi 2004). Pemupukan berlebih juga menyebabkan tercemarnya lingkungan oleh unsur nitrat, nitrit, dan gas N2O,

tanaman mudah terserang hama dan penyakit, mudah rebah, perkembangan gulma lebih cepat (Puslitbangtan 2006).

(19)

Penggunaan bakteri ini berpotensi mengurangi kebutuhan nitrogen sintetik, meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani dengan masukan yang lebih murah.

Penelitian ini mendasarkan pada kerangka pemikiran perlunya peran bakteri tanah dalam meningkatkan penyediaan unsur hara terutama nitrogen untuk tanaman padi. Bakteri mensuplai nutrisi tanaman melalui pemecahan bahan organik, mengubah nitogen udara atau atmosfer ke dalam bentuk tersedia, melindungi tanaman dari penyakit dan menstimulasi pertumbuhan tanaman secara langsung melalui produksi senyawa stimulator tumbuhan (phytostimulating). Isolat yang unggul sangat diperlukan sebagai bahan inokulasi karena keberhasilan suatu bakteri tergantung kepada kemampuan isolat yang diintroduksi untuk bertahan hidup dan berkembangbiak di tanah secara cepat. Penerapan pengelolaan tanaman terpadu dengan pengairan berselang yang dapat mengaktifkan mikrob bermanfaat seperti Azotobacter dan Azospirillum diharapkan dapat berpotensi mengurangi penggunaan pupuk nitrogen sintetik pada padi dan berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan.

Tujuan

1. Mengetahui kemampuan penambatan nitrogen beberapa isolat bakteri penambat nitrogen yang bersumber dari tanah sawah dan pupuk hayati.

2. Mengetahui pengaruh bakteri penambat nitrogen dalam mengurangi penggunaan pupuk nitrogen pada padi sawah.

Hipotesis

1. Isolat dan jenis bakteri yang berbeda memiliki kemampuan menambat nitrogen yang berbeda.

2. Aplikasi bakteri penambat nitrogen dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen dari dosis rekomendasi tanpa menurunkan hasil.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan dari famili graminae atau jenis rumput-rumputan. Tanaman padi merupakan golongan tanaman setahun (semusim) yang bentuk batangnya bulat dan berongga, daunnya memanjang seperti pita yang berdiri pada buku-buku batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang. Tanaman padi mudah dikenali karena memiliki daun telinga (auricles) dan lidah daun (ligula) yang membedakan dengan tanaman rumput lainnya (Surowinoto 1980).

(20)

atau disebut padi gogo. Namun demikian, daerah utama penghasil beras di berbagai belahan dunia adalah daerah padi lahan basah atau daerah tanah sawah. Sistem perakaran tanaman padi sebenarnya bukan merupakan tumbuhan air, tetapi tumbuh dengan baik dalam keadaan tergenang sehingga padi juga mempunyai sifat semiakuatis (Hardjowigeno dan Rayes 2005).

Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga fase yaitu fase vegetatif, reproduktif dan fase pemasakan. Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari berkecambah sampai inisiasi primordia malai dan dicirikan dengan tumbuhnya anakan, fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga (heading) dan fase pemasakan dimulai dari berbunga sampai masak panen (Manurung dan Ismunadji 1988). Fase vegetatif berlangsung sekitar 60-70 hari yang meliputi fase perkecambahan dan pembentukan anakan, sedangkan fase reproduktif terjadi selama 30 hari yang meliputi fase berbunga dan fase pemasakan (masak susu, masak tepung, masak kuning dan tua) (Yoshida 1981). Varietas umur 120 hari yang ditanam di daerah tropika, membutuhkan 60 hari untuk pertumbuhan vegetatif, 30 hari untuk tahap reproduktif, dan 30 hari untuk tahap pemasakan (Yoshida 1981).

Tanaman padi mempunyai dua tahap dalam menggunakan nitrogen, yang pertama nitrogen digunakan selama pembentukan anakan dari fase vegetatif dan yang kedua pada saat fase reproduktif awal. Jumlah malai yang terbentuk dapat diketahui selama fase pembentukan anakan dan pada fase reproduktif. Pembentukan biji dapat dipengaruhi karena jumlah biji per malai dan berat biji ditentukan selama periode ini (Engelsted 1997).

Peran Nitrogen pada Tanaman Padi Sawah

Akar tanaman menyerap nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3

-(Hakim et al. 1986). Urea (CO(NH2)2) merupakan pupuk nitrogen yang banyak

digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi. Nitrogen yang banyak diserap tanaman padi sawah dalam bentuk NH4+ (Salisbury dan Ross 1992).

Menurut Taslim et al. (1998) pada lahan sawah yang tergenang (anaerob) penyerapan nitrogen lebih banyak dalam bentuk NH4+ dari pada NO3-. Hal ini

disebabkan pada keadaan anaerob NH4+ lebih stabil daripada NO3- sehingga lebih

banyak tersedia dalam tanah sawah. Peranan unsur nitrogen yang terpenting adalah penyusun asam amino sebagai bahan dasar pembentuk protein dan pembentukan klorofil, menghasilkan karbohidrat dari proses fotosintesis, serta perkembangan sistem perakaran yang luas (Gardner et al. 1991; Padmini dan Suwardi 1998). Tanaman padi memerlukan nitrogen dalam jumlah yang banyak pada saat awal pertumbuhan dan pertengahan fase pertumbuhan untuk memaksimalkan jumlah malai. Nitrogen yang diabsorbsi pada saat permbentukan malai dapat meningkatkan jumlah biji per malai.

(21)

diasimilasikan oleh mikrob atau diubah terlebih dahulu menjadi senyawa nitrat secara nitrifikasi. Untuk bidang pertanian, karena pada akhirnya yang diperlukan oleh tanaman adalah senyawa nitrat, maka proses nitrifikasi sangat menguntungkan (Ristiati et al. 2008).

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikrob di antaranya Bacillus, Pseudomonas, Rhizobium, Azosprillum, Azotobacter, Mikoriza, dan Trichoderma. Keberadaan mikrob tersebut bisa tunggal ataupun berupa gabungan beberapa jenis mikrob. Mikrob yang digunakan sebagai pupuk hayati mampu memacu pertumbuhan tanaman, menambat nitrogen, melarutkan fosfat dan menghambat pertumbuhan penyakit tanaman (Yuliar 2009).

Mikrob menjadi komponen utama dalam pupuk hayati. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok mikrob fungsional (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok mikrob fungsional/majemuk. Setiap mikrob pada pupuk hayati membutuhkan media hidup yang berbeda, karena itu tiap mikrob dan media hidupnya diolah dulu dalam bentuk granul, kemudian granul-granul disatukan. Keberadaan mikrob tersebut bisa tunggal ataupun berupa gabungan beberapa jenis mikrob (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006). Pupuk hayati majemuk komersial tidak hanya mengandung mikrob pupuk hayati saja tetapi juga mengandung bahan tambahan (suplemen) seperti hara mineral dan asam amino. Banyaknya suplemen hara mineral dalam inokulan sebaiknya tidak dalam jumlah yang tidak menekan pertumbuhan mikrob yang terkandung (Simanungkalit et al. 2006).

Bakteri Penambat Nitrogen

Susunan mikrob di dalam tanah sebagian besar terdiri dari bakteri, fungi, dan mikroalga. Populasi mikrob dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrob yaitu jumlah dan macam zat hara, kelembaban, tingkat aerasi, suhu, pH, dan perlakuan pada tanah seperti penambahan pupuk atau banjir yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah mikrob. Mikrob tanah berfungsi sebagai agen biokemik dalam pengubahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa anorganik. Perubahan senyawa kimia di dalam tanah terutama yaitu pengubahan senyawa organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur, dan fosfor menjadi senyawa anorganik. Proses ini disebut mineralisasi, di dalamnya terlibat sejumlah besar perubahan senyawa kimia serta peranan bermacam-macam spesies mikrob (Ristiati et al. 2008).

Azospirillum

(22)

medium semi padat yang mengandung malat membentuk lapisan berwarna putih, padat, dan berombak (pelikel). Azospirillum bersifat aerob dengan bentuk sel vibroid, koma, atau batang lurus dengan lebar sel 0,9-1,2 mm (Anas 1989).

Potensi Azospirillum telah diketahui oleh peneliti memiliki banyak manfaat baik dalam tanah maupun pada tanaman, sehingga banyak diaplikasikan sebagai biofertilizer. Azospirillum memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan cadangan N untuk tanaman tebu (Urquiaga et al. 1992; Mirza et al. 2001) dan mangrove (Bashan et al. 1998). Eckert et al. (2001) melaporkan bahwa Azospirillum digunakan sebagai biofertilizer karena mampu menambat nitrogen (N2) 40-80% dari total nitrogen dalam rotan, dan 30% nitrogen dalam tanaman

jagung. Jenis bakteri ini mampu memfiksasi 10-20 kg N/ha dalam setiap musim tanam (Yasari et al. 2008). Akbari et al. (2007)`menyatakan bahwa bakteri tersebut juga menghasilkan hormon pertumbuhan hingga 285,51 mg L-1 dari total medium kultur, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Azospirillum selain mampu menambat nitrogen dan menghasilkan hormon pertumbuhan juga mampu merombak bahan organik di dalam tanah. Bahan organik yang dimaksud adalah bahan organik yang berasal dari kelompok karbohidrat, seperti selulosa, amilosa, dan bahan organik yang mengandung sejumlah lemak dan protein (Nurosid et al. 2008).

Azotobacter

Azotobacter adalah bakteri penambat nitrogen aerobik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ±2-15 mg nitrogen g-1 sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Subba Rao 1982). Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10-20 mg nitrogen g-1 gula (Allison 1973). Waksman (1952) juga menyatakan bahwa kemampuan ini tergantung kepada sumber energinya, keberadaan nitrogen yang terpakai, mineral, reaksi tanah dan faktor lingkungan yang lain, serta kehadiran bakteri tertentu. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen. Di samping itu jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran, potensial redoks dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas penambatan nitrogen.

Inokulasi Azotobacter efektif dalam meningkatkan hasil panen tanaman budidaya pada tanah yang dipupuk dengan bahan organik yang cukup. Sediaan bakteri yang mengandung sel-sel Azotobacter yang diberi nama Azotobacterin yang diproduksi dan digunakan di Rusia dan negara-negara Eropa Timur terbukti menguntungkan dalam meningkatkan hasil panen tanaman budidaya seperti gandum, barley, jagung, gula bit, wortel, kubis dan kentang sebesar 12% dibandingkan dengan tanaman kontrol. Walaupun demikian, efisiensi penambatan nitrogen oleh Azotobacter relatif rendah dibandingkan dengan jasad simbiotik. Rata-rata nitrogen yang dapat diikat sebesar 1 kg ha-1 per tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor pembatas berupa ketersediaan karbon organik dalam tanah(Wedhastri 2002).

(23)

tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, asam indol asetat, giberelin, dan sitokinin. Senyawa-senyawa ini juga diketahui dapat merangsang proses-proses enzimatik pada akar dan mempercepat sintesis senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen organik. Efek Azotobacter dalam meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh kemampuan menghasilkan asam indol asetat di daerah perakaran. Hal ini didukung bukti bahwa eksudat akar mengandung triptophan atau senyawa serupa yang dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah untuk memproduksi asam indol asetat (Wedhastri 2002).

Enzim Nitrogenase

Penambatan N2 oleh bakteri penambat N seperti Azotobacter dan

Azospirillum karena adanya enzim nitrogenase. Secara biologi pengikatan nitrogen dapat ditunjukkan dengan persamaan kimia berikut, dimana 2 mol amonia terbentuk dari 1 mol gas nitrogen, memerlukan 16 mokekul ATP dan suplai elektron dan proton (Wibowo 2008):

N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP 2NH3 + H2 + 16ADP + 16 Pi

Reaksi tersebut atau proses penambatan N2 terjadi karena N2 terikat oleh enzim

nitrogenase. Energi ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan, kemudian reduktan mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3 dengan hasil sampingan berupa gas H2 (Marschner, 1986).

Azotobacter dan Azospirillum memanfaatkan gas nitrogen untuk melakukan sintesis protein bagi perkembangan selnya. Setelah sel Azotobacter ini mati, maka sel protein ini yang melepas mineral dalam tanah. Dengan demikian maka bakteri ini dapat menambah kandungan N ke dalam tanah yang dapat diserap oleh akar tanaman (Nurmala dan Pramudita 2010). Andayaningsih (2000) juga menambahkan bahwa nitrogen yang terikat pada struktur tubuh mikrob dilepas dalam bentuk organik sebagai sekresi atau setelah mikrob tersebut mati

Sistem Budidaya Padi Sawah

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip, yaitu: (1) PTT bukan merupakan teknologi maupun paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, lahan, dan air dapat dikelola sebaik-baiknya, (2) PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi, (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial-ekonomi petani, (4) PTT bersifat partisipatif yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran (Balitbang 2007).

(24)

komponen teknologi perlu terus dilakukan secara terus menerus sesuai dengan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan PTT dan selaras dengan dinamika lingkungan. Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Dalam model PTT penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan unsur hara di tanah (Balitbang 2007). Komponen teknologi lainnya dari model PTT yaitu, varietas unggul, benih bermutu, bibit muda, jumlah bibit dan sistem tanam, pengairan berselang (Pusitbangtan 2006).

METODE PENELITIAN

Percobaan I. Isolasi dan seleksi bakteri dalam penambatan nitrogen

Tujuan : Mengisolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like, serta menyeleksi kemampuannya dalam menambat nitrogen.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai Maret 2012. Isolasi dan analisis aktivitas bakteri dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), oven, dan alat-alat laboratorium. Bahan yang digunakan yaitu pupuk hayati komersial (tiga jenis bentuk cair dan satu jenis bentuk padat) dan tanah sawah dari Kebun Percobaan Sawah Baru sebagai sumber isolat, media yang digunakan untuk tumbuh mikrob seperti nitrogen free mannitol (NFM) dan nitrogen free bromthymol blue (NFB), nutrient agar (NA), nutrient broth (NB). Komposisi media tumbuh mikrob disajikan pada Lampiran 1.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Isolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like.

(25)

Tabel 1 Metode isolasi dan media tumbuh mikrob

Jenis bakteri Metode Medium

Azotobacter-like cawan hitung nitrogen free mannitol (NFM) Azospirillum-like enrichment

culture

nitrogen free bromthymol blue (NFB)

2. Seleksi kemampuan penambatan nitrogen

Pengukuran kemampuan penambatan nitrogen dilakukan dengan pengukuran kelarutan amonium menggunakan metode destilasi dan titrasi. Isolat diseleksi berdasarkan kemampuan penambatan nitrogen yang diukur dengan banyaknya amonium yang dihasilkan. Sepuluh isolat Azotobacter-like dan Azospirillum-like yang telah diseleksi kemampuannya dalam menghasilkan amonium, kemudian diseleksi menjadi masing-masing tiga isolat. Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor. Faktor yang dicoba adalah jenis isolat, setiap faktor diulang tiga kali. Data dianalisis menggunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan dilanjutkan dengan uji Tukey.

3. Seleksi uji antagonistik

Isolat Azotobacter-like dan Azospirillum-like sebelum diaplikasikan ke tanah diseleksi menggunakan uji antagonistik dengan menumbuhkan bersama dalam satu cawan. Satu isolat terbaik Azotobacter-like dan Azospirillum-like yang tidak saling antagonis digunakan sebagai bahan inokulasi percobaan tahap II. Diagram alir kegiatan dapat ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan percobaan sampel (pupuk hayati dan tanah)

isolasi

10 isolat Azotobacter-like 10 isolat Azospirillum-like seleksi kelarutan amonium

3 isolat Azospirillum-like 3 isolat Azotobacter-like

uji antagonistik

1 isolat Azotobacter-like dan 1 isolat Azospirillum-like unggul dan tidak antagonis

(26)

Percobaaan II. Studi Bakteri Penambat Nitrogen untuk Mengurangi Dosis Pupuk Nitrogen pada Padi Sawah

Tujuan : Mengetahui pengaruh bakteri penambat nitrogen dalam mengurangi penggunaan pupuk nitrogen pada padi sawah.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Rumah Plastik Kebun Percobaan Babakan, Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Analisis pupuk dan sifat tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, sedangkan analisis jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu chlorophyll meter (SPAD Minolta), thermohygrometer, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan yaitu padi varietas Ciherang (deskripsi disajikan pada Lampiran 2), pupuk Urea (sesuai dosis perlakuan) dengan dosis rekomendasi 100 kg N ha-1, 50 kg SP-36 ha-1, dan 100 kg KCl ha-1, isolat Azotobacter-like (At523), serta Azospirillum-like (Ap533).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok (Randomized Block Design) dua faktor. Faktor yang dicoba yaitu dosis pemupukan nitrogen (N) dan jenis bakteri (B). Faktor dosis pemupukan nitrogen (N) terdiri atas 4 taraf, yaitu 0, 50, 75, dan 100 kg N ha-1 (dosis rekomendasi). Faktor jenis bakteri (B) terdiri atas 4 taraf, yaitu tanpa bakteri, Azotobacter-like, Azospirillum-like, dan konsorsium (Azotobacter-like dan Azospirillum-like). Kombinasi perlakuan dari dua faktor yang dicoba diperoleh 16 perlakuan, dengan tiga ulangan sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Unit percobaan menggunakan petakan sawah yang dilapisi terpal dengan ukuran 1.25 m x 0.8 m x 0.5 m.

Model linier aditif dari rancangan perlakuan, yaitu : Yij

=

μ+ αi+ j+ k+ (α )ij+

ε

ijk

dimana:

Yij = pengamatan pada pengaruh pemupukan N ke-i dan jenis bakteri ke-j

μ = rataan umum

αi = pengaruh pemupukan N ke-i j = pengaruh jenis bakteri ke-j k =pengaruh kelompok ke-k

(α )ij = pengaruh interaksi antara pemupukan N ke-i dan jenis bakteri ke-j

(27)

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat keragaman nyata dilanjutkan dengan uji Duncan's Multiple Range Test (DMRT) taraf kesalahan 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Persiapan

Tahap persiapan meliputi persiapan benih, persiapan tanah, analisis tanah, dan analisis pupuk. Benih diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Sampel tanah diambil dari Kebun Percobaan Sawah Baru, Darmaga, Institut Pertanian Bogor. Sampel tanah diambil dari lima titik secara diagonal pada kedalaman 0-20 cm. Sampel tanah dikeringanginkan dan diayak, kemudian dicampur menjadi satu dan diaduk hingga homogen. Sampel tanah dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan memasang terpal di petakan sawah yang ditempatkan di rumah plastik sesuai dengan rancangan yang dibuat (Lay out penelitian disajikan pada Lampiran 3). Tanah untuk penanaman dimasukkan ke terpal dan dilumpurkan sebanyak 3 kali.

2. Persemaian

Tahapan persemaian dimulai dengan seleksi benih. Benih diseleksi dengan cara direndam dalam larutan 20 g garam L-1 air. Benih yang mengapung dibuang, sedangkan benih yang baik dibilas agar tidak mengandung larutan garam dan direndam dalam air selama 24 jam. Benih kemudian diperam selama 24 jam dan setelah muncul calon akar disemai (disebar) di terpal persemaian.

3. Penanaman

Bibit padi dipindah tanam saat 17 hari setelah semai (HSS) di petakan sawah berukuran 1.25 m x 0.8 m x 0.5 m. Satu lubang tanam ditanami satu bibit padi sawah yang kondisinya kuat, sehat, dan seragam. Agar pertumbuhannya baik, penanaman bibit diusahakan dalam posisi tegak lurus. Jarak tanam yang digunakan adalah sistem tanam jajar legowo 2:1 (25 cm x 50 cm x 12.5 cm). Petakan sawah untuk penanaman memiliki kedalaman tanah 0.3 m. Lay out jarak tanam yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Lampiran 4.

4. Inokulasi bakteri

Inokulasi bakteri penambat nitrogen diberikan tiga kali, yaitu saat tanam, 2 MST, dan 4 MST. Kurva standar atau kurva baku ditentukan terlebih dahulu sebelum aplikasi bakteri menggunakan spektrofotometer. Kurva standar digunakan dengan maksud diperoleh ketetapan agar populasi bakteri yang diaplikasikan ke tanah sama untuk setiap aplikasi dan perlakuan. Kurva standar untuk Azotobacter-like yaitu Y=(90.8x-0.5243)107 ml-1 dan untuk Azospirillum-like yaitu Y=(72.567x-2.6553)107 ml-1.

5. Pemeliharaan tanaman

(28)

yaitu setengah dosis pada umur 7 hari setelah tanam (HST), dan setengah dosis pada umur 30 HST.

Pengairan yang digunakan adalah sistem pengairan berselang (intermittent irrigation) yaitu pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Bibit ditanam pada kondisi macak-macak dan petakan sawah diairi lagi setelah 3-4 hari. Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut:

a. Pengairan dilakukan selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama sekitar 3 cm, selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air. Petakan sawah diairi kembali pada hari ke-4. Pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.

b. Pertanaman padi digenangi terus mulai pada pembentukan malai sampai pengisian biji.

c. Petakan sawah dikeringkan sekitar 10-15 hari sebelum panen.

Penyiangan pertama dilakukan secara manual saat tanaman berumur 2 MST. Penyiangan selanjutnya dilakukan apabila diperlukan dengan melihat kondisi pertumbuhan gulma pada petak percobaan. Pengendalian hama dan patogen dilakukan saat terdapat gejala serangan.

6. Panen

Pemanenan dilakukan sesuai umur panen. Pedoman melakukan pemanenan dalam penelitian ini dengan cara menghitung umur tanaman mulai fase pembungaan, yaitu 30 hari setelah berbunga merata.

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur seminggu sekali pada tiap tanaman sampel. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur tiga minggu setelah tanam (3 MST) sampai tanaman mulai keluar malai. Menurut Suprihatno et al. (2010) pengukuran dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal batang tanaman yang berbatasan dengan tanah (permukaan tanah) sampai ujung malai terpanjang. Jika belum keluar malai maka sampai pucuk daun tertinggi. 2. Jumlah anakan per rumpun

Jumlah anakan diperoleh dengan cara menghitung jumlah anakan per rumpun pada setiap tanaman sampel. Pengukuran dilakukan setiap minggu sejak tiga minggu setelah tanam (3 MST) sampai tanaman mulai keluar malai. 3. Jumlah anakan produktif per rumpun

Jumlah anakan produktif dihitung saat panen dengan cara menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai pada setiap rumpun untuk semua rumpun sampel.

4. Berat kering tajuk dan akar (g)

(29)

5. Panjang malai (cm)

Pengamatan dilakukan setelah panen, dengan cara mengukur malai dari pangkal sampai ujung gabah teratas untuk semua malai dari rumpun sampel. 6. Jumlah gabah isi dan hampa per malai (butir)

Jumlah gabah (isi dan hampa) diperoleh dengan menghitung banyaknya butir padi (isi dan hampa) per malai dalam satu rumpun, kemudian dihitung rata-ratanya. Penghitungan dilakukan setelah panen.

7. Persentase gabah hampa per malai (%)

Persentase gabah hampa per malai diperoleh dengan menghitung jumlah bulir padi hampa dibagi seluruh gabah dalam satu malai dikali 100%. 8. Bobot 1000 butir (g)

Pengamatan bobot 1000 butir diperoleh dengan menimbang 1000 butir gabah bernas (isi) setelah panen pada kandungan air gabah 14%.

9. Bobot kering gabah per rumpun (%)

Bobot kering gabah per rumpun diperoleh dengan menimbang sampel gabah dalam satu rumpun yang telah dijemur menggunakan bantuan sinar matahari sampai kadar air 14%.

10. Kehijauan daun

Tingkat kehijauan daun diukur menggunakan SPAD klorofil meter saat fase vegetatif akhir dan awal pengisian gabah (generatif). Kehijauan daun diukur pada daun terbesar atau daun bendera (pangkal, tengah, dan ujung daun).

11. Kandungan N dan serapan jaringan tanaman (gabah dan tajuk)

Kandungan N (gabah dan tajuk) dianalisis di laboratorium saat panen. Serapan N dihitung dengan mengalikan kandungan N tanaman (gabah dan tajuk) dengan bobot kering tanaman (gabah dan tajuk).

12. Populasi bakteri (cfu)

Sampel tanah diambil dari tiap perlakuan pada kedalaman tanah 0-10 cm pada saat sebelum inokulasi, 6 MST, dan saat panen untuk dihitung jumlah populasi bakteri. Jumlah populasi bakteri (Azotobacter-like dan Azospirillum-like) dihitung dalam satuan pembentuk koloni g-1 tanah bobot kering mutlak yang disingkat SPK g-1 tanah BKM atau colony forming unit (cfu) yang mencerminkan satuan mikrob yang membentuk sebuah koloni. 13. Bobot gabah per petak (g m-2)

Bobot gabah per petak diperoleh dengan menimbang seluruh sampel gabah dalam satu petak yang telah dijemur menggunakan bantuan sinar matahari.

14. Efektivitas agronomi relatif dan Peningkatan hasil

Efektivitas agronomi relatif dan peningkatan hasil dalam penelitian ini dihitung berdasarkan bobot gabah per petak. Efektivitas agronomi relatif (%) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

EAR =

Keterangan:

EAR : efektivitas agronomi relatif (%)

(30)

Peningkatan hasil dihitung dengan rumus sebagai berikut: Peningkatan hasil =

Keterangan:

a : hasil akibat perlakuan b : kontrol (N3B0)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERCOBAAN I

Isolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like

Azotobacter-like dan Azospirillum-like diisolasi dari empat sampel pupuk hayati komersial dan satu sampel tanah Sawah Baru. Azotobacter-like diisolasi menggunakan metode cawan hitung pada medium spesifik, yaitu nitrogen free mannitol (NFM). Hasil pemurnian Azotobacter-like diperoleh 10 isolat, yaitu 6 isolat berasal dari pupuk hayati dan 4 isolat berasal dari tanah.

Azospirillum-like diisolasi menggunakan metode enrichment pada media nitrogen free bromthymol blue (NFB). Media NFB adalah media semi padat bebas nitrogen dengan asam malat sebagai sumber karbon, karena Azospirillum-like tumbuh baik pada garam-garam asam organik seperti asam malat, asam suksinat, asam laktat atau piruvat. Pertumbuhan diawali oleh terbentuknya pelikel atau semacam “cincin” yang samar-samar, beberapa mm atau beberapa cm di bawah permukaan media. Pelikel ini merupakan batas antara difusi oksigen ke dalam media dengan respirasi mikroorganisme, sehingga tidak ada kelebihan oksigen di dalam media. Warna biru yang terbentuk pada media menunjukkan terjadinya proses alkalinisasi akibat oksidasi malat (Krieg dan Dobereiner 1986). Sampel yang membentuk pelikel kemudian dipindahkan ke media baru untuk selanjutnya dimurnikan. Hasil pemurnian juga diperoleh 10 isolat Azospirillum-like, yaitu 6 isolat berasal dari pupuk hayati dan 4 isolat berasal dari tanah. Isolat-isolat yang diperoleh disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil isolasi Azotobacter-like dan Azospirillum-like

Sumber Azotobacter-like Azospirillum-like

Isolat Jumlah Isolat Jumlah

Pupuk hayati 1 At113, At114,

(31)

Seleksi kemampuan penambatan N2Azotobacter-like dan Azospirillum-like Isolat Azotobacter-like dan Azospirillum-like hasil pemurnian yang masing-masing berjumlah 10 isolat, selanjutnya dilakukan seleksi kemampuan penambatan N2 menggunakan pengukuran kelarutan amonium berdasarkan

metode destilasi dan titrasi. Kemampuan setiap isolat diukur berdasarkan banyaknya amonium yang dihasilkan. Hasil pengukuran kelarutan amonium setiap isolat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan amonium dari isolat Azotobacter-like dan Azospirillum-like

Azotobacter-like Azospirillum-like

Isolat Kandungan amonium (ppm) Isolat Kandungan amonium (ppm) Kontrol

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf kesalahan 5%, angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan amonium yang dihasilkan oleh Azotobacter-like dan Azospirillum-like tidak berbeda nyata, sehingga dipilih masing-masing 3 isolat berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan amonium yang tertinggi, mewakili setiap sampel, dan memiliki kemampuan tumbuh yang lebih cepat. Tiga isolat Azotobacter-like tersebut, yaitu At114, At523, dan At524, sedangkan tiga isolat Azospirillum-like, yaitu Ap135, Ap333, dan Ap533. Isolat hasil seleksi amonium kemudian diseleksi berdasarkan uji antagonistik.

Seleksi Uji Antagonistik

(32)

mikroorganisme jika dua mikroorganisme atau lebih berada pada tempat yang berdekatan.

Hasil uji antagonistik menunjukkan terdapat bakteri yang dapat tumbuh bersama atau tidak saling hambat/menekan aktivitas bakteri lain yang ditandai dengan kode (-), tetapi juga ada bakteri yang dapat menekan aktivitas bakteri lain yang ditandai dengan kode (+) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi dengannya (Ismail dan Tenrirawe 2000). Menurut Gultom (2008), mekanisme antagonis meliputi kompetisi nutrisi, antibiosis sebagai hasil pelepasan antibiotika atau senyawa kimia, dan predasi.

Tabel 4 Hasil uji antagonistik antar isolat bakteri Isolat Uji Antagonistik

At114 x Ap135 -

At114 x Ap333 -

At114 x Ap533 -

At523 x Ap135 +

At523 x Ap333 +

At523 x Ap533 -

At524 x Ap135 +

At524 x Ap333 -

At524 x Ap533 +

Keterangan: (+) terjadi saling hambat; (-) tidak terjadi saling hambat

(a) (b)

Keterangan: (a) terjadi saling hambat; (b) tidak terjadi saling hambat

Gambar 2 Hasil uji antagonistik

(33)

kering mutlak (BKM) dan untuk Azospirillum-like adalah 6.64x105 SPK g-1 BKM. Azotobacter-like dan Azospirillum-like diaplikasikan 3 kali, yaitu saat tanam, 2 dan 4 minggu setelah tanam (MST) dengan total populasi untuk Azotobacter-like adalah 7.88x109 cfu ml-1 per petak (m-2) dan Azospirillum-like adalah 7.95x109

organik sedang dan nilai C/N ratio tergolong rendah. Nilai tukar kation untuk Ca dan Mg tergolong sedang, K tergolong rendah, sedangkan Na tergolong tinggi. KTK dan kejenuhan basa dari tanah yang digunakan untuk penelitian juga tergolong sedang.Tanah lahan percobaan tergolong memiliki kesuburan sedang. Hasil analisis tanah lahan penelitian disajikan pada Lampiran 5.

Kondisi iklim mikro di dalam rumah plastik meliputi suhu dan kelembaban relatif. Suhu maksimum di lahan percobaan berkisar antara 29.2 °C sampai dengan 36.9 °C, sedangkan suhu minimum berkisar antara 29.1 °C sampai dengan 34.2 °C. Kelembaban relatif selama penelitian berkisar antara 46% sampai dengan 65%. Data selengkapnya mengenai suhu dan kelembaban udara relatif dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi selama penelitian menunjukkan kondisi yang cukup baik, namun terdapat beberapa serangan hama. Hama tersebut meliputi hama keong mas (Pomacea canaliculata) menyerang pada umur 3 HST, hama belalang (Valanga nigricornis) mulai menyerang tanaman ketika berumur 7 HST. Tanaman padi juga terserang hama walang sangit (Laptocoryza acuta) pada saat memasuki stadia masak susu dan hama wereng pada saat pemasakan biji. Tingkat serangan hama-hama tersebut masih di bawah ambang ekonomi, sehingga tidak menurunkan hasil.

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat dan merupakan suatu indikator pertumbuhan tanaman sebagai parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995).Perlakuan dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman. Perlakuan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, demikian pula interaksi antara dosis pemupukan N dan jenis bakteri (Lampiran 7).

(34)

sedangkan terendah terdapat pada dosis 0 kg N ha-1. Pemupukan nitrogen meningkatkan tinggi tanaman karena nitrogen berfungsi dalam membentuk protoplasma dan memperbanyak sel tanaman termasuk pada bagian batang tanaman, sehingga meningkatkan tinggi tanaman. Menurut Taslim et al. (1989), pemupukan nitrogen berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan vegetatif terutama menambah ukuran daun dan tinggi tanaman. Menurut Lakitan (1993) nitrogen berfungsi untuk memperbanyak sel. Gardner et al. (1991) juga menyatakan bahwa meningkatnya jumlah sel dan memanjangnya sel pada bagian batang tanaman menyebabkan pertumbuhan tinggi batang.

Jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan hasil tersebut, pemberian atau inokulasi bakteri belum terlihat pengaruhnya dalam mengurangi penggunaan pupuk. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Razie (2003) yang menyatakan bahwa Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman padi. Lestari et al. (2007), juga menyatakan bahwa Azospirillum menghasilkan hormon asam indol asetat yang secara nyata meningkatkan tinggi tanaman padi. sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif

Dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan (kecuali pada umur 3 MST) dan jumlah anakan produktif, sedangkan jenis bakteri berpengaruh nyata pada jumlah anakan pada umur 4 MST tetapi tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan produktif. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jumlah anakan produktif tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan dan jumlah anakan produktif (Lampiran 7).

(35)

bahwa pengurangan sampai setengah dosis rekomendasi tidak mengurangi jumlah anakan. Jumlah anakan terendah terdapat pada dosis pemupukan 0 kg N ha-1. Jumlah anakan produktif tertinggi juga terdapat pada dosis rekomendasi dan terendah terdapat pada tanpa pemberian pupuk nitrogen.

Tabel 6 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan produktif

Dosis pemupukan

(kg N ha-1)

Jumlah anakan pada umur tanaman (MST) Jumlah anakan produktif nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Menurut Endrizal dan Bobihoe (2004) nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman dan dalam merangsang jumlah anakan padi. Jumlah anakan yang banyak akan mendukung pembentukan anakan produktif (anakan yang manghasilkan malai) karena fotosintat yang dihasilkan juga semakin tinggi. Jumlah anakan produktif meningkat selain disebabkan karena peningkatan dosis pemupukan juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah anakan. Menurut Manurung dan Ismunadji (1988) setelah anakan maksimal tercapai, sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan anakan tidak efektif. Anakan tersebut merupakan anakan tersier yang akan menyebabkan pertumbuhan malai menjadi terlambat masak dan kalah bersaing dengan anakan primer dan sekunder.

(36)

Tabel 7 Pengaruh jenis bakteri terhadap jumlah anakan dan jumlah anakan

produktif

Jenis Bakteri Jumlah anakan pada umur tanaman (MST)

Jumlah nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Bobot Kering Tajuk dan Akar per Rumpun

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun. Perlakuan jenis bakteri hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar per rumpun, sedangkan interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan akar per rumpun (Lampiran 7). Tabel 8 menunjukkan bahwa seiring dengan penambahan dosis pemupukan nitrogen menyebabkan peningkatan bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun. Bobot kering tajuk dan akar per rumpun tertinggi terdapat pada pemupukan dosis rekomendasi (100 kg N ha-1), tetapi tidak berbeda nyata sampai dengan dosis 50 kg N ha-1. Pengurangan dosis pemupukan pada bobot kering tajuk dan akar per rumpun sampai 50% dosis rekomendasi tidak menurunkan bobot kering tajuk dan akar per rumpun.

Tabel 8 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot kering tajuk dan bobot kering akar per rumpun

Perlakuan Bobot kering tajuk per rumpun (g) sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

(37)

tanaman padi bertambah bobot kering jerami atau tajuknya (Sakhidin et al. 1998) dan apabila kadar unsur nitrogen pada batang lebih besar 1% dari jumlah karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis akan ditranslokasikan ke organ akar dalam bentuk sukrosa per hari berkisar 5-10% dari bobot kering akar, sehingga berat akar bertambah sejalan dengan banyaknya akar yang terbentuk (Yoshida 1981). Kekurangan suplai nitrogen akan menyebabkan berkurangnya jumlah akar, sehingga bobotnya juga akan berkurang (Abdulrachman et al. 2004). Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa dengan penambahan pupuk nitrogen bobot kering akar akan bertambah karena jumlah akarnya bertambah. Pada penelitian ini meningkatnya bobot kering akar diikuti dengan meningkatnya bobot kering tajuk tanaman.

Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot kering tajuk dan akar per rumpun disajikan pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3 menunjukkan bahwa bobot kering tajuk per rumpun tertinggi pada perlakuan dosis 50 kg N ha-1 dan konsorsium bakteri (N1B3). Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa konsorsium bakteri lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Bobot kering akar per rumpun tertinggi pada perlakuan dosis 100 kg N ha-1 dan konsorsium bakteri (N3B3), sedangkan terendah pada perlakuan tanpa pemberian bakteri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri lebih berperan dalam meningkatkan bobot kering akar dan tajuk per rumpun dibandingkan dengan tanpa pemberian bakteri.

Gambar 3 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot

kering tajuk per rumpun

(38)

Panjang Malai

Dosis pemupukan nitrogen dan interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dengan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai, sedangkan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap panjang malai. Tabel 9 menunjukkan bahwa pengurangan dosis pemupukan nitrogen tidak menyebabkan penurunan panjang malai, sehingga penghematan pupuk memiliki potensi yang sama dengan pemberian pupuk sesuai dosis rekomendasi. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor genetik yang lebih berpengaruh terhadap panjang malai. Menurut Ningsih dan Noor (2007) panjang malai sangat dipengaruhi oleh genetik tanaman, walaupun nutrisi tanaman juga berpengaruh.

Tabel 9 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap panjang malai sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Panjang malai terpanjang pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3), sedangkan terpendek pada perlakuan tanpa penambahan bakteri (B0). Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan konsorsium bakteri dapat meningkatkan panjang malai dibandingkan tanpa pemberian bakteri.

Jumlah Gabah per Malai dan Bobot 1000 butir

Dosis pemupukan nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase gabah hampa per malai dan bobot 1000 butir. Jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi per malai, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah hampa per malai, persentase gabah per malai, dan bobot 1000 butir. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap keempat peubah tersebut (Lampiran 7).

(39)

dikarenakan terdapat cukup hasil fotosintat dan asimilat untuk membentuknya. Tanaman yang tercukupi kebutuhan nitrogennya, maka jumlah gabah isinya tinggi, karena nitrogen berperan dalam meningkatkan hasil fotosintat dan asimilat dengan membentuk klorofil, asam amino dan protein (De Datta dan Broudbent 1988). Penambahan dosis pupuk nitrogen mampu meningkatkan jumlah gabah isi per malai sesuai dengan pendapat Suriadikarta dan Mihardja (2001) yang menyatakan bahwa nitrogen berfungsi meningkatkan jumlah butiran gabah. Peningkatan pemupukan nitrogen disamping meningkatkan jumlah gabah isi per malai ternyata juga meningkatkan jumlah gabah hampa per malai.

Tabel 10 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, persentase gabah hampa per malai, dan bobot 1000 butir

Azotobacter-like 90.5ab 65.6 41.5 23.20

Azospirillum-like 83.2ab 60.4 42.3 22.85

Konsorsium 93.4a 57.2 37.5 23.16

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Peningkatan jumlah gabah hampa per malai dengan adanya meningkatnya pemupukan diduga berhubungan dengan banyaknya jumlah gabah per malai yang dihasilkan. Banyaknya jumlah gabah per malai menyebabkan distribusi fotosintat untuk pengisian gabah menjadi tidak merata dan menjadikan banyaknya jumlah gabah hampa yang dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase gabah hampa per malai meningkat seiring dengan peningkatan jumlah gabah isi dan jumlah gabah total per malai, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan persentase gabah hampa karena persentase gabah hampa proporsional dengan jumlah gabah total per malai yang dihasilkan. Tingginya persentase gabah hampa yaitu lebih dari 40% disebabkan adanya serangan hama walang sangit pada stadia masak susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh peningkatan dosis pemupukan. Hal ini diduga karena bobot 1000 butir lebih dipengaruhi oleh sifat genetik suatu varietas dan pada proses pengisian gabah.

(40)

76.0 butir. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri ini berpotensi untuk meningkatkan jumlah gabah isi per malai. Kurva pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada jumlah gabah isi per malai disajikan pada Gambar 5. Kurva tersebut juga menunjukkan bahwa konsorsium bakteri berperan meningkatkan jumlah gabah isi per malai pada dosis 100 kg N ha-1.

Gambar 5 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada jumlah gabah isi per malai

Bobot Gabah per Rumpun dan Bobot Gabah per Petak

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap peubah bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Interaksi antara dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata pada kedua peubah tersebut (Lampiran 7). Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan dosis pemupukan nitrogen meningkatkan bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Bobot gabah per rumpun tertinggi terdapat pada dosis pemupukan 75 kg N ha-1 (24.44 g), tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis pemupukan 50 dan 100 kg N ha-1. Bobot gabah per petak tertinggi juga terdapat pada dosis pemupukan 75 kg N ha-1 (409.32 g) tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis rekomendasi 100 kg N ha-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan dosis pemupukan nitrogen sampai 25% dari dosis rekomendasi tidak menurunkan hasil bobot gabah per rumpun dan per petak.

Menurut Suriadikarta dan Mihardja (2001) nitrogen yang tersedia selama pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan produksi biji. Semakin banyak anakan produktif (anakan yang menghasilkan malai) yang dihasilkan, maka semakin banyak pula gabah yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan bobot gabah per rumpun. Hal ini disebabkan karena hasil fotosintat dan asimilat yang terbentuk sebagian ditranslokasikan untuk pembentukan biji, sehingga semakin banyak fotosintat dan asimilat yang dihasilkan, maka kemungkinan untuk mentranslokasikan fotosintat dan asimilat untuk pembentukan biji semakin tinggi. Hal ini didukung oleh Gardner et al. (1991) yang menyatakan bahwa fotosintat dan asimilat sebagian ditranslokasikan untuk pembentukan biji. Peningkatan bobot gabah per rumpun akan diikuti dengan peningkatan bobot gabah per petak.

(41)

Tabel 11 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak

Perlakuan Bobot gabah per rumpun (g)

Tanpa bakteri 22.79a 346.90ab

Azotobacter-like 17.57b 282.32b

Azospirillum-like 20.53ab 346.75ab

Konsorsium 22.65a 383.52a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Pemberian jenis bakteri berpengaruh terhadap bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Kurva hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot gabah per rumpun dan per petak disajikan pada Gambar 6 dan 7. Gambar 6 menunjukkan bobot gabah per rumpun tertinggi pada perlakuan tanpa bakteri (B0) tetapi tidak berbeda dengan perlakuan konsorsium bakteri (B3) dan Azospirillum-like (B2). Bobot gabah per rumpun terendah terdapat pada perlakuan Azotobacter-like (B1). Gambar 7 menunjukkan bobot gabah per petak tertinggi terdapat pada perlakuan konsorsium Azotobacter-like dan Azospirillum-like (B3) kecuali pada dosis 100 kg N ha-1, sedangkan terendah juga terdapat pada perlakuan Azotobacter-like (B1). Bobot gabah per rumpun dan petak terendah terdapat pada perlakuan dosis 0 kg N ha-1 dan Azotobacter-like. Hal tersebut berarti pemberian bakteri tunggal Azotobacter-like belum mampu meningkatkan bobot gabah per rumpun dan bobot gabah per petak. Bakteri tunggal tersebut berpotensi meningkatkan bobot gabah jika dikonsorsiumkan dengan Azospirillum-like.

(42)

Gambar 7 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot gabah per petak

Kehijauan Daun, Kandungan N, Serapan Jaringan Tanaman

Perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap peubah kehijauan daun baik pada fase vegetatif maupun generatif dan peubah serapan nitrogen tanaman baik tajuk maupun gabah. Perlakuan dosis pemupukan nitrogen tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen tanaman, tetapi jenis bakteri berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen tanaman baik tajuk maupun gabah. Interaksi antara perlakuan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga peubah tersebut. Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap kehijauan daun (SPAD), kandungan nitrogen, dan serapan N tanaman

Perlakuan Kehijauan daun

Kandungan N (%)

Serapan N (g per rumpun) Vegetatif Generatif Tajuk Gabah Tajuk Gabah Dosis pemupukan N (kg N ha-1)

Azospirillum-like 40.44a 39.41ab 1.97b 2.35b 0.41b 0.47bc

Konsorsium 41.62a 40.69a 2.61a 2.70a 0.62a 0.62a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf kesalahan 5%.

Peningkatan pemupukan nitrogen menyebabkan peningkatan kehijauan daun secara nyata baik pada fase vegetatif maupun generatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soemedi (1982); De Datta dan Broudbent (1988) bahwa peranan unsur nitrogen bagi tanaman padi salah satunya adalah membuat bagian-bagian tanaman

Gambar

Tabel 1 Metode isolasi dan media tumbuh mikrob
Tabel 4 Hasil uji antagonistik antar isolat bakteri
Tabel 8  Pengaruh dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri terhadap bobot
Gambar 3 Hubungan dosis pemupukan nitrogen dan jenis bakteri pada bobot
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi ini didukung dengan pagu anggaran sebesar Rp38.089.333.390 pada akhir tahun 2015 terealisasi sebesar

Berbagai pendapat dan fatwa yang berani tersebut dalam upaya menghalalkan riba dalam bentuk bunga bank telah melibatkan jutaan kaum Muslimin ke dalam kegiatan perbankan..

mempengaruhi efektivitas suatu sistem informasi cukup lengkap.Variabel pemakai ( use ) tidak digunakan dalam penelitian ini, tetapi peneliti menggunakan variabel

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, serta 4. Menciptakan tata kelola keperintahan yang baik. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat

Dapat diilustrasikan bahwa provinsi-provinsi pada kuadran IV, dengan kondisi angka persentase pemenuhan pemberian ASI yang besar memang dapat menurunkan prevalensi baduta

.HWHUJDQWXQJDQ PHODNXNDQ FKDWWLQJ GL LQWHUQHW EHUSHQJDUXK WHUKDGDS SHUVDKDEDWDQ PDK DVLVZD GL GXQ LD PD\D 8PXPQ\D PDKDVLVZD \DQJ PHQMDGL UHVSRQGHQ PHPLOLNL WLQJNDW NHWHUJDQWXQJDQ

Berdasarkan hasil analisis korelasi dapat dilihat bahwa dari keenam faktor yang telah diidentifikasi, hanya terdapat dua faktor yang memiliki hubungan yang nyata terhadap

Salah satu bentuk program CSR PT Pertamina EP Asset 3 Field Jatibarang di bidang ekonomi ialah pendampingan masyarakat kelom- pok peternak domba, sedangkan untuk program