• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI WILAYAH PERBATASAN

Dalam dokumen 259064795 Majalah Pum Edisi Juni (Halaman 30-33)

A. Kondisi Umum Perbatasan

Negara kepulauan Indonesia berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh negara). Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu: (1) Malaysia; (2) Papua New Guinea; dan (3) Timor Leste. Sedangkan di wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu: (1) India, (2) Malaysia, (3) Singapura, (4) Thailand, (5) Vietnam, (6) Filipina, (7) Republik Palau, (8) Australia, (9) Timor Leste dan (10) Papua Nugini. Perbatasan laut ditandai oleh keberadaan 92 pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan titik dasar yang menentukan penentuan garis batas laut wilayah.

Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Kondisi umum kawasan perbatasan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

1. Aspek

Kurangnya akses pemerintah, baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

2. Aspek Sosial Ekonomi

Merupakan daerah yang kurang berkembang (terbelakang)

yang disebabkan antara lain oleh:

a. Lokasinya yang relatif terisolir/terpencil dengan tingkat aksesibilitas yang rendah,

b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat,

c. Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal),

d. Langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan yang diterima oleh masyarakat di daerah perbatasan (blank spots).

3. Aspek Sosial Budaya

Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan, dan dapat merusak ketahanan nasional, karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada aspek sosial budaya yang lain, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan belum mengenyam pendidikan karena tiadanya sekolah dan belum tersedianya sarana kesehatan dan terbatasnya sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi. Situasi yang demikian dapat menghambat terwujudnya Stabilitas Nasional dan Pertahanan Keamanan Negara.

4. Aspek Pertahanan Keamanan

Kawasan perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.

5. Aspek Politis

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang kerawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, namun dimungkinkan adanya kecenderungan untuk bergeser ke soal politik, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun, selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa.

B. Kondisi Perbatasan Wilayah Kalimantan

Kawasan perbatasan dengan negara tetangga di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur merupakan perbatasan wilayah darat dan laut yang mempunyai pola keterkaitan pada daerah perbatasan darat antara wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan

2 8

Negeri Sarawak dan antara Provinsi Kalimantan Timur dengan Negeri Sabah. Kedua kawasan tersebut relatif berhubungan langsung satu sama lain karena merupakan perbatasan darat. Kondisi yang berbeda satu sama lain, dimana wilayah Malaysia relatif lebih maju dibandingkan dengan wilayah Indonesia, maka terjadi kecenderungan perubahan orientasi kegiatan sosial ekonomi penduduk di wilayah Indonesia ke wilayah Malaysia.

Secara administratif, kawasan perbatasan darat Indonesia-Malaysia meliputi 2 (dua) Provinsi yaitu: Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, dan terdiri dari 8 (delapan) Kabupaten, yaitu: Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat (Kalimantan Timur). Garis perbatasan darat di Pulau Kalimantan yang berbatasan dengan negara bagian Sabah dan Sarawak Malaysia secara keseluruhan memiliki panjang 1.885,3 km. Jumlah pilar batas yang ada hingga tahun 2007 secara keseluruhan berjumlah 9.685 buah, terdiri dari pilar batas tipe A sebanyak 4 unit, tipe B sebanyak 18 unit, tipe C sebanyak 225 unit dan tipe D sebanyak 9438 unit.

Berdasarkan perjanjian Lintas Batas antara Indonesia dan Malaysia tahun 2006, secara keseluruhan telah disepakati sebanyak 18 pintu batas (exit and entry point) di kawasan ini. Hingga tahun 2007, baru terdapat 2 (dua) pintu batas resmi yaitu di Entikong, Kabupaten Sanggau dan Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu).

Wilayah Kalimantan berbatasan dengan negara Malaysia, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur (Nunukan, Malinau, Kutai Barat) dengan garis batas sepanjang 1.200 km dan Provinsi Kalimantan Barat (Sambas, Sanggau, Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu) berbatasan dengan bagian Serawak Malaysia dengan kawasan perbatasan yang memanjang dengan garis batas sepanjang 870 km Disisi lain, pembangunan pos pengamanan perbatasan belum secara signifikan mampu memperpendek jarak antara satu pos dengan pos yang lainnya. Jarak antar pos perbatasan rata-rata masih 50 km dan pembangunan pos pulau terdepan (terluar) baru difokuskan di 12 pulau. Oleh karenanya, tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) lainnya masih relatif tinggi.

C. Kondisi Perbatasan Wilayah Papua

Secara administratif, kawasan perbatasan darat di Papua berada di Provinsi Papua, terdiri dari lima Kabupaten/Kota yaitu: (1) Kota Jayapura, (2) Kabupaten Keerom, (3) Kabupaten Pegunungan Bintang, (4) Kabupaten Boven Digoel dan (5) Kabupaten Marauke.

Garis Perbatasan darat di Papua yang berbatasan dengan PNG secara keseluruhan memiliki panjang 760 kilometer, memanjang dari Skouw, Jayapura di sebelah utara sampai muara sungai Bensbach, Merauke di sebelah Selatan. Garis batas ini ditetapkan melalui perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Inggris pada pada tanggal 16 Mei 1895. Jumlah pilar batas di wilayah perbatasan Papua yang terbentang dari utara di Jayapura sampai ke bagian selatan di wilayah Marauke sangat terbatas dan dengan kondisinya sangat memprihatinkan. Jumlah tugu utama (MM) yang tersedia hanya 52 buah, sedangkan tugu perapatan sejumlah 1792 buah.

Pos lintas batas darat di Provinsi Papua belum ada yang telah diresmikan. Lintas batas melalui laut ataupun udara mempunyai permasalahan yang berbeda dengan lintas batas darat. Pelabuhan laut yang dapat dimanfaatkan untuk sarana lintas batas di Provinsi Papua untuk mendukung kerjasama regional BIMP – EAGA meliputi 3 pelabuhan, yaitu: (1) pelabuhan Jayapura, (2) Sorong, dan (3) Biak. Sedangkan, bandar udara yang dapat dimanfaatkan untuk sarana lintas batas di Provinsi Papua belum tersedia.

Wilayah Papua memiliki kawasan perbatasan, baik berupa perbatasan laut maupun perbatasan darat. Pada tahun 2010 telah terbangun sebanyak 5 pos pertahanan di wilayah Kodam XVII/Cendrawasih. Dengan demikian, sampai saat ini totalnya mencapai 206 pos pertahanan dari total kebutuhan minimal sebanyak 395 pos pertahanan di seluruh wilayah perbatasan. Pembangunan pos pengamanan perbatasan belum secara signifikan mampu memperpendek jarak antara satu pos dengan pos yang lainnya. Jarak antar pos perbatasan rata-rata masih 50 km. Sementara itu dari 92 pulau kecil terluar baru 12 pulau yang terbangun pos pengamanan pulau kecil terluar. Di kawasan perbatasan Papua selama ini terjadi migrasi penduduk secara tradisional berkaitan dengan ikatan

2 9

kekerabatan yang sudah lama terjalin. Kondisi tersebut dapat menyebabkan wilayah perbatasan berpotensi pula menjadi jalan bagi penurunan keamanan dalam negeri. Oleh karenanya, tingkat kerawanan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) di wilayah Papua masih relatif tinggi.

D. Kondisi Perbatasan Wilayah Maluku

Wilayah perairan Kepulauan Maluku di bagian selatan berbatasan dengan negara Timor Leste dan Australia. sedangkan di bagian utara Kepulauan Maluku berbatasan dengan Filipina. Kesepakatan garis batas maritim antara Pemerintah RI dengan Filipina serta dengan Timor Leste menjadi hal yang perlu segera dilakukan. Selain itu, terdapat mobilitas penduduk tradisional dari Timor Leste ke Pulau Wetar, Pulau Kisar (Kabupaten Maluku Barat Daya) dan Pulau Larat (Kabupaten Maluku Tenggara Barat).

E. Kondisi Perbatasan Wilayah Nusa Tenggara Kawasan Perbatasan Negara dengan Negara Timor Leste di NTT merupakan wilayah Perbatasan Negara yang terbaru mengingat Timor Leste merupakan negara yang baru terbentuk dan sebelumnya adalah merupakan salah satu dari Provinsi di Indonesia. Panjang garis perbatasan darat Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste adalah 268,8 kilometer.

Khusus perbatasan pada wilayah enclave Oekusi dimana sesuai dengan perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Portugis tanggal 1 Oktober 1904 perbatasan antara Oekusi – Ambeno wilayah Timor-Timur dengan Timor Barat dimulai dari Noel Besi sampai muara sungai (Thalueg) dengan panjang 119,7 kilometer. Perbatasan dengan Australia terletak di dua kabupaten yaitu Kupang dan Rote Ndao yang umumnya adalah wilayah perairan laut Timor dan khususnya di Pulau Sabu.

Tapal batas darat antara Indonesia dan Timor Leste membentang sepanjang 150 km meliputi Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan tiga disrik: Maliana, Kovalima, dan Oecusse. Wilayah Timor Leste, yakni distrik Oecusse, menjadi daerah enclave yang terjepit antara Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara di Indonesia.

Pembahasan transportasi darat dari Oecusse ke Dilli masih belum dicapai kesepakatan, nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 26 Februari 2002 di Nusa Dua, Bali hanya menyepakati untuk mengatur masalah transportasi komersial antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menyangkut lintas perbatasan antara Oecusse dan Timor Leste dan mengatur lintas batas secara tradisional tanpa menggunakan paspor dan visa. Saat ini, ada dua pintu perbatasan resmi, lengkap dengan petugas bea cukai dan imigrasi, yaitu di Matoain dan Metamau. Kedua pintu itu menghubungkan daerah Kabupaten Belu di NTT dengan sektor timur negara Timor Leste. Selain itu sedang diupayakan penambahan satu pintu lagi di Napan yang merupakan pintu masuk dari Kabupaten Timor Timur Utara (TTU) dengan enklave Oecusse.

Sementara itu, kesepakatan antar kedua negara untuk membuka lima pasar tradisional secara resmi, yaitu: di Memo (Bobobnaro), Salele (Kovalima), Wini (NTT), Turiskai (NTT), dan Haikesak (NTT), perlu segera diantisipasi terutama oleh Indonesia mengingat mata uang yang digunakan oleh Tiomor Leste adalah Dolar Amerika. Perbedaan harga jual beberapa komoditas akan dapat menarik masyarakat Indonesia untuk bertransaksi di Timor Leste.

Masalah utama yang dihadapi oleh wilayah Nusa Tenggara adalah pengamanan dan pengembangan daerah perbatasan dan konflik horizontal meskipun kedua masalah ini tidak terjadi di semua provinsi di wilayah Nusa Tenggara. Di wilayah Nusa Tenggara sempat terjadi eskalasi konflik yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik, sosial budaya, hingga keagamaan. Khusus untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur potensi konflik juga muncul di perairan yang berbatasan dengan Timor Leste. Konflik semacam ini berbahaya karena dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara, khususnya karena belum ada kesepakatan tentang garis batas laut kedua negara, serta masih adanya eksodus pengungsi dari Timor Leste. Selain itu, masih belum diberlakukan pos lintas batas, sehingga terjadi permasalahan pada arus barang dan arus migrasi. Hal ini menjadi salah satu pendorong terjadinya perdagangan ilegal dan kunjungan illegal oleh masyarakat negeri tetangga.

3 0

F. Kondisi Perbatasan Wilayah Sulawesi

Pulau Sulawesi tidak mempunyai kawasan perbatasan darat, namun hanya mempunyai kawasan perbatasan laut. Lintas batas laut dilakukan melalui pelabuhan laut ataupun bandar udara. Terdapat empat pelabuhan laut di Pulau Sulawesi yang dapat memberikan fasilitas lintas batas terutama dalam mendukung kerjasama regional BIMP – EAGA, yaitu:

a. Pelabuhan Bitung di Provinsi Sulawesi Utara; b. Pelabuhan Pantoloan di Provinsi Sulawesi Tengah;

c. Pelabuhan Makasar di Provinsi Sulawesi Selatan; dan

d. Pelabuhan Kendari di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan, lintas batas melalui Bandar udara di Pulau Sulawesi hanya dilayani oleh dua bandar udara, yaitu: bandar udara Hasanuddin – Makasar di Provinsi Sulawesi Selatan dan bandar udara Sam Ratulangi – Manado di Provinsi Sulawesi Utara.

Wilayah Sulawesi bagian utara yang berdekatan dengan Filipina sangat rawan dengan tingginya konflik separatisme di Pulau Mindanao bagian Selatan. Risiko gangguan keamanan yang muncul adalah penyusupan jaringan sistemik teroris dan penyelundupan senjata api dan barang-barang berbahaya lainnya. Selain itu, wilayah Sulawesi juga pernah terjadi konflik horizontal. Permasalahan tersebut tidak mudah untuk ditanggulangi mengingat upaya deteksi dan pencegahan dini secara lebih cepat, tepat, dan berkelanjutan menghadapi tantangan terbatasnya prasarana dan sarana perhubungan khususnya pelabuhan laut dan komunikasi, terutama di pulau- pulau terpencil.

G. Kondisi Perbatasan Wilayah Sumatera

Kawasan perbatasan negara di Pulau Sumatera seluruhnya terletak di laut. Kegiatan lintas batas melalui laut lebih intensif terjadi di Provinsi Riau, hal ini dapat diperhatikan dari jumlah pelabuhan laut yang dapat memfasilitasi lintas batas.

Wilayah perbatasan di wilayah Sumatera tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau, sedangkan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Sumatera adalah India, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Wilayah perbatasan laut pada

umumnya berupa pulau-pulau terdepan, termasuk pulau-pulau kecil, Beberapa di antaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.

BAB IV

Dalam dokumen 259064795 Majalah Pum Edisi Juni (Halaman 30-33)

Dokumen terkait