METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data
4.1 Jenis-Jenis Konflik Batin yang Dialami Tokoh Utama Dalam Novel
4.1.3 Konflik Menghindar ke Menghindar
Konflik menghindar ke menghindar merupakan konflik yang terjadi karena harus memilih dua hal yang sebenarnya tidak menguntungkan dan harus dihindari. Sebagai contoh, seseorang harus memilih apakah harus menjual rumah untuk sekolah, atau tidak menjual rumah, tetapi tidak bisa melanjutkan sekolah. Pada novel Saman karya Ayu Utami ditemukan beberapa jenis konflik batin menghindar ke menghindar yang dialami Saman.
Id lebih dominan memengaruhi kejiwaannya. Hal tersebut digambarkan melalui tangisan dan rengekan Saman seperti ketika Saman pernah menjerit ketika dilahirkan dari rahim ibunya. Hal tersebut dilakukan Saman agar ibunya merasa bersalah dan ayahnya merasa lega, sebab keinginan ayahnya untuk mendapat momongan lagi tidak terwujud. Keinginan id tersebut direalisasikan menjadi ego. Hal itu terlihat ketika ego mewujudkan keinginan id dengan memukul ibunya,
yang mengharapkan rasa kasihan kepada ayahnya untuk kesekian kalinya rela menunda kelahiran adik Saman. Sedangkan superego tidak mampu mencegah ego dalam mengambil tindakan. Menurut agama dan norma di masyarakat, memukul orang yang lebih tua, terlebih itu ibu maupun ayah kandungnya adalah perbuatan dosa dan durhaka kepada mereka karena dianggap telah menyakiti hatinya. Hal ini terlihat ketika Saman yang merupakan seorang anak kandung, memukul ibunya yang secara agama tidak dibenarkan. Jenis konflik batin yang dialami oleh Saman pada kutipan tersebut yaitu menghindar ke menghindar. Sebab, dengan memukul ataupun tidak memukul ibunya tetap tidak akan mengurangi rasa belas kasih dan beban ayahnya.
“Wis tercenung, sebab ia tetap mendengar sedu bayi dari belakang tengkuknya. Dan ia menjadi begitu gelisah. Sebab adik masih hidup meskipun sudah mati. Sebab ibunya membiarkan itu terjadi ....tiba-tiba ia merasa begitu kasihan pada ayahnya. Dihampirinya ibunya. Dipukulnya wanita itu dengan tangis kemarahan, sampai bapak membopongnya dari belakang. Itulah tangis Wis yang paling keras sejak ia menjerit saat dilahirkan (S, 2013:58).
Saman mengalami rasa yang meresahkan bagi kejiwaannya. Sebab dengan kehadiran wanita tua yang hamil di rumah yang dianggapnya sangat misterius itu, membuat batin Saman terlihat sedikit gundah. Saman takut kejadian itu terulang seperti kehamilan ibunya dahulu. Akan tetapi, id Saman menginginkan agar wanita itu tidak mengalami trauma dan ketakutan yang luar biasa dalam hidupnya. Untuk menghindari ketakutan dan tidak bermaksud menyinggung hati wanita yang sedang hamil tua tersebut, Saman lebih baik menutupi rahasia masa kecilnya kepada wanita tersebut. Superego beroperasi dominan dengan tutup mulut tanpa
bercerita agar wanita itu tidak merasa tersinggung dengan pengucapan dan pengakuan darinya. Jadi, dalam hal ini superego mampu mengendalikan ego untuk tidak melakukan tindakan yang berakibat buruk. Jenis konflik batin pada kutipan di bawah yaitu menghindar ke menghindar. Sebab, jika Saman bercerita tentang kejadian masa lalunya akan membuat wanita itu menjadi panik, sebaliknya jika Saman tidak bercerita, dapat menyebabkan hatinya terus menerus resah dan gelisah.
“Ketika berpamitan, ia meminta izin untuk kembali, jika suami perempuan itu sedang di rumah. Asti, atau Astuti namanya, ia tak terlalu memperhatikan. Sebab kehamilan perempuan itu meresahkan dia, meski ia tak berani bertanya (S, 2013: 61).
Pada kutipan di bawah, id beroperasi ditandai dengan mengejangnya kulit ari Saman sebagai tanda bawaan lahir seseorang ketika melihat sesuatu yang misterius dan aneh sebagai bentuk rasa kekhawatirannya. Hal tersebut dilakukan Saman untuk melawan rasa ketakutan yang dialaminya. Saman juga sempat berkomunikasi dengan makhluk tersebut dengan bertanya pada batinnya yang terdalam tentang makhluk tersebut apakah benar-benar merupakan adiknya atau orang lain. Ego telah memenuhi keinginan superego ketika Saman percaya dan yakin bahwa dibalik ketakutan itu Saman akan merasa aman sebab Tuhan adalah gembala (yang mengatur segala sesuatu) dan penguasa sesungguhnya, sehingga ketakutan untuk di serang kembali dapat teratasi dari keyakinan Saman kepada Tuhan. Konflik batin yang dialami Saman merupakan jenis konflik batin menghindar ke menghindar. Sebab, cara apapun yang dilakukannya untuk
“Dari arah belakang ia mulai mendengar suara, perempuan, terkadang lelaki, lebih sering perempuan, berbicara bukan dalam bahasa apapun yang ia kenal, namun ia merasa orang itu menyapanya. Wis menoleh ke belakang cepat-cepat seperti hendak menyergap suara itu dengan matanya. Ia tak melihat apapun. Suara itu tetap dibalik tengkuknya, hangat menghembus leher dan bahunya, membuat kulit arinya mengejang. “kamu adikku...?” Wis berkata dengan intonasi kabur, antara menanyakan dan menyatakan, meminta jawaban atau memohon jangan di serang. Tuhanlah gembalaku, takkan ketakutan aku (S, 2013:64).
Perasaaan khawatir akan pandangan negatif terhadap diri Saman memengaruhi batinnya ketika Saman mencoba menenangkan wanita cacat (Upi) yang telah meronta-ronta karena tangan perempuan tersebut digenggam oleh Saman. Saman tidak ingin masyarakat berpandangan negatif kepadanya, apabila Saman dipergok secara langsung berada di kamar berdua dengan seorang wanita yang tidak ia kenal sama sekali. Sebab, Saman adalah seorang pastor yang sangat taat agama dan mengerti benar baik dosa atau tidaknya sebuah perilaku. Ketika id Saman menginginkan agar Saman harus mendekati suara dan langkah wanita tersebut, maka ego bekerja dengan menenangkan si gadis dengan cara menggenggam tangan Upi dengan erat-erat untuk mengetahui paras wajah Upi. Akan tetapi, Upi semakin meronta-ronta seperti seseorang yang ingin diperkosa. Oleh karena, dorongan superego kembali menguasai batinnya. Perempuan itu kembali dilepaskannya, sebab seseorang laki-laki dan perempuan yang berada dalam satu ruangan yang belum memiliki ikatan menikah adalah haram, apalagi suara wanita itu mengundang seseorang jika tidak sengaja mendengarnya. Jadi, untuk menghindari kejadian itu Saman melepas genggamannya kepada Upi. Jenis konflik batin yang dialami Saman adalah jenis konflik batin menghindar ke
menghindar. Sebab, keberadaan mereka berdua di satu ruangan akan menimbulkan prasangka negatif dari orang lain.
“Wis berhasil menangkap lengan anak itu. Tapi gadis-gadis itu meronta-ronta dengan hebat. Ruangannya semakin keras sehingga Wis melepaskan genggamannya sebab ia khawatir mengundang orang-orang yang menyangka ia hendak memperkosa seorang wanita muda yang cacat dan tidak berdaya...apa yang baru terjadi padaku? Tidakkah iblis yang baru saja menggoda dengan halusinasi? (S, 2013:67).
Saman memiliki niat untuk menolong Upi dari kesengsaraannya melawan nasib. Di satu sisi Saman tidak memiliki kuasa dan hak untuk melepaskan penyiksaan yang didapat oleh Upi. Akan tetapi, Saman yang diajarkan di gereja Katolik, diwajibkan untuk bisa menyayangi dan mengasihi antar sesama manusia yang mengalami kesusahan. Saman merasa iba melihat kondisi Upi, walaupun Saman juga tidak punya wewenang untuk membantu wanita yang baru dikenalnya. Itulah konflik batin yang dialami Saman. Id menginginkan ego bagaimana cara yang dilakukan agar Saman bisa membantu Upi dan hatinya merasa tenang dan tidak cemas. Akan tetapi, superego menuntut ego untuk tidak berbuat ceroboh yang dapat membahayakan dirinya. Sebab, orang akan berpandangan negatif jika ada seseorang yang baru dikenal bersedia membantu dengan ikhlas tanpa imbalan jasa. Itulah yang membuat tekanan pada diri Saman, sehingga Saman hanya bisa termenung saja melihat kondisi tersebut. Walaupun di satu sisi bahwa penyiksaan yang dilayangkan kepada orang yang tidak bersalah adalah perbuatan yang melanggar norma. Namun, superego dapat menahan kerja
memiliki keterbelakangan mental (gila). Selain itu, melarang orang gila untuk melampiaskan nafsunya adalah dosa. Sebab hak untuk memperoleh kenikmatan dan kesenangan tidak dilarang oleh siapa pun. Jenis konflik batin yang dialami oleh Saman adalah menghindar ke menghindar. Sebab, cara yang dilakukan Saman tidak memberikan pengaruh yang positif bagi wanita gila itu.
“Wis pun tercenung. Dia Cuma bisa termenung mendengarnya. Ia menatap perempuan muda dalam kandang itu, namun segera membuang muka karena tak tahan melihat penyiksaan. Tapi dunia yang hadir mengepung mereka di sana membuatnya tersadar. (S, 2013:74).
Saman merasa bersalah. Sebab, sesampai di pastoran Saman masih mengingat kejadian yang menyebabkan kegelisahan pada diri Saman atas kenyataan hidup yang tidak pernah dilihat dan dirasakan Saman sebelumnya di kota–kota besar. Perasaan itu merupakan rasa sayang dan kasihan melihat penyiksaan yang dialami Upi dalam hidupnya. Saman merasa berdosa jika membiarkan Upi hidup sendiri dalam keadaan gila, serta kekhawatiran Saman dengan kondisi Desa Lubukrantau yang memiliki keterbelakangan pendidikan. Id beroperasi dengan raga gelisahnya membolak-balikkan badan dan tidak bisa tidur dengan nyaman. Hal itu terlihat bahwa kebiasaan seseorang yang merasa gelisah melakukan gerakan yang risau dan cemas dan seakan-akan tidak ada rasa tenangnya dan berusaha untuk menenangkan pikirannya. Jenis konflik batin yang dialami Saman yaitu jenis menghindar ke menghindar. Sebab, dengan hanya memikirkan saja, tidak akan mengurangi penyiksaan seksual yang dialami oleh
perempuan gila tersebut, melainkan akan menyebabkan Saman mengalami trauma dan merasa cemas secara terus-menerus.
“Malam harinya, di kamar tidur pastoran, kegelisahan membolak-balik tubuhnya di ranjang seperti orang mematangkan ikan di penggorengan. Ia telah melihat kesengsaraan di balik kota-kota maju, tetapi belum pernah ia saksikan keterbelakangan seperti tadi siang (S, 2013:75).
Pada kutipan di bawah ini, terlihat betapa bingungnya batin Saman untuk menghadapi kenyataan bahwa baru pertama kalinya wanita selain ibunya yang berani menyentuh jari-jari tangannya. Saman adalah seorang pastor yang tidak berani menyentuh tubuh seorang wanita, sebab hal tersebut dilarang keras oleh agama, karena dapat menimbulkan hawa nafsu terhadap sesama lawan jenis dan merupakan perbuatan dosa. Namun, di satu sisi Saman tidak ingin membuat perasaan Upi tersinggung. Id Saman akhirnya bereaksi dengan menunjukkan rasa diam, sebab baru pertama kali seumur hidup Saman merasakan sentuhan seorang wanita kecuali ibunya. walaupun Saman juga sempat menikmati sentuhan jari tangan Upi. Akan tetapi, superego menentang id dengan menuntut ego agar menghindari peristiwa tersebut. Ketakutan superego akan menimbulkan perzinaan diantara mereka. Sebab, jika sudah nafsu yang mengendalikan tubuh manusia, maka bukan hatinya yang berkata, tetapi hasutan iblis. Sehingga ego menjadi penyalur superego ketika Saman harus berteriak kaget dan melompat untuk menghindari perzinahan Upi. Awalnya, Saman tidak berani melakukan hal itu, sebab akan menyebabkan perasaan Upi tersinggung. Namun, karena Saman adalah seorang pastor, maka secara langsung ia memberontak dan meninggalkan
adalah konflik menghindar ke menghindar. Hal itu terbukti dengan pilihan Saman untuk menghindari sentuhan jari tangan Upi terhadap anggota tubuh Saman. Jika Saman tetap menikmati sentuhan tersebut, maka Saman akan dituduh memerkosa Upi, namun jika Saman memberontak juga akan menyinggung perasaan Upi.
“Wis terdiam sebab belum pernah ada perempuan yang mengelus jarinya, sehingga ia tak tahu bagaimana harus bereaksi. Ia ingin menarik tangannya, tetapi khawatir itu menyinggung perasaan Upi. Dengan ragu dibiarkannya perempuan itu meraba, menjulurkan tangan keluar untuk menyentuh lengannya yang berlumur tanah dan peluh....pastor muda itu berteriak kaget dan melompat ke belakang. Wis meninggalkan tempat itu dan si gadis memanggil-manggil (S, 2013:78).
Atas dasar keinginan Saman untuk mempertemukan Upi dengan seorang pria pendamping dalam hidupnya, dengan tekad yang kuat Saman menciptakan orang-orangan atau patung seperti Sigale-gale sebagai objek pelampiasan hasrat biologis serta demi memenuhi keinginan seks Upi. Masalah yang dihadapi Upi tersebut menimbulkan kegelisahan bagi batin Saman, sebab id Saman beroperasi agar nafsu seks Upi dapat dilampiaskan dan dinikmati Upi tanpa menyebabkan rasa sakit. Id menginginkan bahwa Upi harus mempunyai kekasih yang sesuai impiannya, dalam arti seorang kekasih yang bisa membuatnya senang, yakni kekasih yang wujudnya seperti manusia agar Upi merasakan kenikmatan nafsu yang dialaminya. Di lingkungannya, gadis berusia belasan tahun sudah memasuki masa haid sehingga sewajarnya berhak memperoleh hasrat seks, walaupun dengan berbagai macam cara. Di satu sisi, ego Saman beroperasi untuk segera mewujudkan cita-cita Upi senyaman mungkin demi melampiaskan nafsunya dengan cara mencoba menirukan bentuk kayu
seperti sama halnya dengan bentuk manusia yang akhirnya berfungsi sebagai alat pemuas dan objek yang yang bakal terus ada di sisi Upi ketika suatu saat Upi menginginkan masturbasi. Sebab, seorang gadis akan merasa kesepian apabila tidak memiliki pendamping ataupun pasangan, dan orang lain akan mengira bahwa Saman tidak memiliki pengalaman apa-apa tentang kemesraan dengan seorang laki-laki seperti berciuman, berpelukan, kawin dan masturbasi. Superego Saman tidak beroperasi, sebab dalam aturan (norma) di masyarakat tindakan yang dilakukan Saman telah melanggar kaedah di masyarakat.
Jenis konflik batin yang dialami tokoh Saman merupakan jenis konflik menghindar ke menghindar. Sebab konflik yang dialaminya merugikan Upi dan dirinya. Saman harus terpaksa berbohong kepada Upi bahwa mainan Sigale-gale merupakan manusia yang memiliki nafsu untuk melampiaskan seks Upi, walaupun Sigale-gale merupakan benda mati yang tidak dapat bereaksi. Akan tetapi, jika hal tersebut tidak dilakukan Saman, maka Saman merasa bersalah akibat tidak dapat menyenangkan keinginan Upi yang secara logika divonis tidak dapat berhubungan seks secara normal dengan lelaki yang waras. Akibat konflik yang dialami Saman, maka Saman mengambil solusi dengan menciptakan Sigale-gale guna memuaskan nafsu Upi agar terhindar dari rasa sakit.
“Lalu ia mondar-mandir sepeti hewan menyesuaikan diri dengan kandang baru di taman safari. Dari sisa kerangkeng lama, dikeratnya juga sepasang mata dan sebuah mulut disekitar hidung limas itu, mencoba meniru patung kayu Sigale-gale yang gagah...ia juga membuat sepasang tangan dari dahan-dahan kokoh yang diikat dengan ijuk sehingga bisa berayun-ayun. Lalu ia tegakkan dengan patri semen. “Upi. Kenalkan ini pacarmu! Namanya Totem. Totem Pallus. Kau boleh maturbasi dengan dia. Dia lelaki yang baik dan setia (S, 2013:80).
Rasa kekhawatiran Saman akhirnya memuncak. ketika Anson menceritakan kepada Saman tentang seseorang yang telah memerkosa Upi dalam kandang atau bilik Upi. Saman takut jika dikemudian hari Upi hamil dan tidak ada yang berani bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang memerkosa Upi. Id Saman beroperasi ketika Saman melakukan gerakan kesal dengan menggigit bibir dan menelan ludah sebagai rasa kemarahannya kepada orang yang telah memerkosa Upi. Id juga menginginkan cara apa yang dilakukan agar Upi tidak mengalami gangguan pada jiwanya atas kejadian pemerkosaan tersebut. Akan tetapi, Saman mengira Upi sebaliknya menikmati dan senang dengan adanya pemerkosaan pada diri Upi. Sebab, tidak ada seseorang yang bersedia berhubungan seks dengan orang yang tidak waras, kecuali orang tersebut juga memiliki kelainan jiwa. Saman merasa khawatir jika nantinya Upi mengandung anak tanpa seorang suami disampingnya. Superego pun mendominasi dengan rasa takut jika hal itu benar-benar terjadi. Seandainya memang Upi benar-benar hamil. Superego juga menahan ego untuk tidak berbuat kebaikan pada diri Upi dan bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Saman takut jika dituduh menghamili Upi, karena akhir-akhir ini Saman sangat dekat sekali dengan Upi. Konflik batin yang dialami oleh Saman adalah jenis konflik menghindar ke menghindar. Konflik yang dialami oleh Saman tidak menguntungkan bagi dirinya. Sebab, kejadian itu akan menjadi pertanyaan dan menyebabkan Saman trauma lebih lama, serta kesengsaraan bagi kandungan Upi jika kemudian hamil bahkan melahirkan.
“Wis menelan ludah dan menggigit bibirnya hingga hampir berdarah. “bagaimana keadaannya?” tanyanya sambil bergegas ke tempat perempuan muda itu, meninggalkan ibunya yang belum selesai cerita. Ia merasa lemas sebab tidak tahu harus berbuat apa, sebab barangkali si gadis malah menyukai pemerkosaan itu. Dan ia tak pernah tahu bagaimana menyelesaikan persoalan ini” .Upi baik-baik saja,” sahut Anson yang mengiringi. Wis memang menemukan gadis itu tertawa-tawa saja di dalam kandang, menyapa dengan riang melihat dia kembali. “bagaimana kalau dia hamil?” kata Wis dengan getir pada Anson kemudian (S, 2013:90).
Seperti halnya ketika kebiasaan manusia sejak lahir, bahwa sebagai tanda rasa sedih dan perasaan terpukul yang dialami seseorang ditandai dengan air mata yang menetes dan suara tangisan yang tersendat di tenggorokan untuk melampiaskan kemarahan. Itulah yang dialami Saman. Menurut Saman tangisan dengan suara keras tidak akan menyelesaikan masalah. Turbin yang telah dibangunnya dengan susah payah sejak enam bulan terakhir telah dihancurkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Rumah kincir yang membantu banyak warga Lubukrantau dirobohkan begitu saja oleh orang yang merasa iri dan tidak senang melihat Saman. Terlihat memang id sangat mendominasi batinnya. Sebab, sesuatu yang telah lama dimiliki oleh seseorang dan suatu saat menhilang, mengakibatkan tekanan batin dan hancur pada diri seseorang. Saman telah merasa kehilangan cita-citanya untuk membangun kincir untuk membantu kebutuhan listrik Desa Lubukrantau. Akan tetapi superego menjaga ego agar tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan keributan dan masalah dengan menerang orang yang diduga kuat sebagai kaki hitam dari peristiwa tersebut yaitu pihak perkebunan ALM. Konflik batin yang dialami Saman termasuk jenis konflik batin menghindar ke menghindar. Sebab, Saman hanya bisa menangisi,
dengan membalas balik sama saja menambah masalah baru. Sebaliknya juga dengan menangis juga tidak akan memecahkan masalah. Namun, hanya sebatas melampiaskan kekecewaan dan amarahnya.
“Saat lelaki itu telah menghilang,ia masuk ke rumah kincir itu, yang dulu ia bangun dengan bersemangat. Turbin telah dihancurkan orang, sepertinya menggunakan kapak. Untuk memperbaikinya, ia mesti membeli generator baru. Ia menghela nafas, menyandarkan dahinya pada tembok yang lembab. Sesuatu seperti tertahan di pangkal tenggoroknya. Ia membiarkan airmatanya menitik, lalu mengalir tanpa suara (S, 2013:91).
Id terlihat ketika Saman menangis dengan meneteskan dua butir airmatanya hingga membentuk bekas dua lingkaran di bajunya sebagai tanda kesedihan seseorang terhadap masalah yang dihadapi Saman. Id menginginkan ego untuk melampiaskan kemarahan Saman agar membuat batinnya merasa lega. Id Saman mendeskripsikan bahwa Saman merasa tidak percaya terhadap kuasa Tuhan dengan mencoba menentang Tuhan sebagai rasa tidak terima terhadap cobaan dan tantangan yang dilayangkan kepadanya serta warga Desa Lubukrantau. Superego tidak mampu mengendalikan ego yang menyalahkan Tuhan karena membiarkan nasib Upi dan warga desa Lubukrantau dalam kesusahan, meskipun menentang Tuhan adalah perbuatan dosa besar dan tidak diampuni, karena Tuhan merupakan Maha Kuasa dan apa saja yang dikehendaki Nya pasti terjadi dan tidak dapat ditandingi oleh kekuatan apapun. Konflik batin yang dialami Saman termasuk jenis konflik batin menghindar ke menghindar. Kemarahan pada Tuhan tidak akan mengubah keadaan, karena Tuhan memiliki kuasa sepenuhnya.
“Wis menyadari airmatanya telah mencetak dua lingkaran di dada bajunya. Ia sungguh gentar pada nasib desa ini, yang juga berarti nasib Upi. Ia seperti kota gurun yang terkepung, mata airnya telah dikuasai musuh. Tuhan kau biarkan ini terjadi? (S, 2013:96).
Dengan suara yang sepenuhnya dikuasai amarah, Saman mencoba untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya. Pada kutipan di bawah terlihat bahwa konflik yang dialami Saman begitu sulit, karena keputusan yang dipilihnya sama-sama merugikan diri Saman. Id menginginkan ego untuk membela orang Cina yang memberikan keuntungan bagi pembangunan rumah kincir yang tidak sepenuhnya bersalah. Ego beroperasi ketika Saman mengacungkan tangannya sebagai simbol untuk melawan pendapat Anson yang mengejek serta menghina orang Cina. Kemudian Saman mencoba membalikkan pendapat Anson dengan menghina warga pribumi seperti binatang babi dan anjing yang memiliki nafsu yang tamak, dan rakus. Ego Saman memuncak ketika Saman mengingatkan bahwa tidak selamanya warga Cina itu memeras dan memaksa warga Lubukrantau untuk mengganti tanaman karet menjadi tanaman kelapa sawit, bahkan pembangunan kincir angin di Desa Lubukrantau mendapat perhatian serta bantuan yang besar dari pedagang Cina. Dalam hal ini superego tidak mampu menahan amarah ego. Superego menginginkan agar pendapat yang dikeluarkan Saman juga tidak menyakiti perasaan Anson dan warga, sebab akan mengubah anggapan masyarakat terhadap Saman sebagai orang yang tidak konsisten dalam mengambil sikap dan keputusan dalam memegang teguh tujuan awal yang dibangun lebih dari setengah tahun. Jenis konflik batin yang dialami Saman
tersebut, masyarakat menilai negatif pada diri Saman, dan seolah-olah ia mendukung perkebunan ALM untuk menjalankan tujuan mereka. jika hal itu tidak diucapkannya, juga tidak akan mengubah tekad masyarakat melawan perkebunan Anugrah Lahan Makmur.
“Wis merasa terpaksa menyela. “Tolong Anson!” ia mengacungkan tangan. “saya Cuma mau mengingatkan bahwa material untuk rumah asap ini kita dapat dengan harga murah sekali dari pedagang Cina dari Perabumulih.