• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

B. Konformitas

1. Definisi Konformitas

Konformitas merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak sesuai dengan apa yang masyarakat atau kelompok harapkan (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006). Harapan dari masyarakat biasanya mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak di berbagai macam situasi (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).

Aronson, Wilson dan Akert (2005) berpendapat bahwa konformitas adalah perubahan suatu perilaku berdasarkan pengaruh dari orang lain atau bayangan mengenai harapan orang lain.

Sears, Freedman, dan Peplau (1991) mengatakan bahwa seseorang yang bertindak berdasarkan perilaku setiap orang lain disebut sebagai konformitas. Jika seseorang melakukan hal tersebut dengan terpaksa maka hal ini disebut kepatuhan (Sears, Freedman, & Peplau, 1991). Konformitas ini dapat dikatakan sebagai bentuk dari ketaatan seseorang (Sears, Freedman, & Peplau, 1991).

Myers (1999) mendefinisikan konformitas tidak hanya berperilaku seperti perilaku orang lain, melainkan menjadi terpengaruh oleh perilaku orang lain. Myers (2012) mengatakan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku dan kepercayaan seseorang sesuai dengan tindakan orang lain dan bagaimana seseorang bertindak. Perilaku yang muncul biasanya berbeda dari perilaku yang biasanya dilakukan orang tersebut (Myers, 2012).

Kiesler & Kiesler (dalam Myers, 1999) mengatakan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan sebagai hasil dari imajinasi terhadap tekanan kelompok.

Berdasarkan definisi yang telah disampaikan, peneliti menyimpulkan konformitas adalah perilaku seseorang yang dilakukan karena setiap orang lainnya melakukan hal tersebut (Sears, Freedman, & Peplau, 1991). Seseorang melakukan sesuatu berdasarkan bagaimana orang lain melakukannya, hal ini yang dikatakan konformitas. Konformitas juga dapat terjadi karena adanya tekanan dari suatu kelompok sosial (Sears, Freedman, & Peplau, 1991).

2. Aspek-aspek dalam Konformitas

Terdapat beberapa aspek dalam konformitas menurut Sears (dalam Meilinda, 2013), yaitu:

a) Kekompakan

Kekompakan merupakan kekuatan dari sebuah kelompok. Hal ini dapat memengaruhi seseorang untuk tetap berada dalam suatu kelompok. Hubungan remaja yang baik dengan kelompoknya menyebabkan perasaan suka terhadap anggota kelompoknya. Dengan demikian timbul harapan pada anggota kelompok tersebut.

b) Kesepakatan

Pendapat kelompok menimbulkan tekanan yang sangat besar bagi seorang individu, terutama dalam mengambil keputusan. Hal ini

menyebabkan seseorang menyesuaikan diri terhadap pendapat kelompok.

c) Ketaatan

Tekanan yang ada dalam kelompok menyebabkan seseorang mau melakukan hal tertentu, walaupun ia sendiri tidak menyukainya. Semakin taat seseorang, maka semakin konformis juga orang tersebut. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konformitas

Aronson, Wilson dan Akert (2005) mengatakan bahwa seseorang melakukan konformitas dapat dikarenakan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan pada situasi yang tidak biasa. Selain itu konformitas dapat disebabkan karena seseorang tidak ingin diejek atau dihukum karena tidak menjadi bagian dari yang lainnya (Aronson, Wilson, & Akert, 2005). Mereka memilih untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok terhadapnya untuk menghindari penolakan atau tidak diperhitungkan dari kelompok tersebut (Aronson, Wilson, & Akert, 2005; Baron & Byrne, 2005).

Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi konformitas dari beberapa ahli:

a) Kohesivitass

Baron & Byrne (2005) mengatakan bahwa kita biasanya meniru perilaku dari orang yang kita sukai dan memilih untuk tidak meniru dari orang yang tidak kita sukai atau tersingkir. Dengan demikian,

semakin tinggi ketertarikan seseorang pada orang lain maka semakin tinggi konformitas, dan sebaliknya.

Myers (2012) mengatakan, semakin kohesif suatu kelompok, maka kelompok tersebut memiliki kontrol terhadap anggota kelompoknya yang juga semakin besar. Seseorang biasanya memilih suatu kelompok yang menggambarkan diri mereka, misalnya ras/etnis. Kemudian orang tersebut akan menjadikan kelompok tersebut sebagai dasar dalam berperilaku atau pun berpikir.

b) Ukuran kelompok

Baron & Byrne (2005) mengatakan bahwa ukuran kelompok adalah faktor yang penting dalam konformitas seseorang. Baron dan Byrne (2005) mengatakan bahwa konformitas meningkat sejalan dengan jumlah anggota dalam suatu kelompok. Semakin besar ukuran kelompok, maka semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk bersikap konformis (Baron & Byrne, 2005; Myers, 2012), walaupun hal tersebut berarti harus berperilaku tidak sesuai dengan keinginan (Baron & Byrne, 2005).

c) Norma sosial deskriptif dan norma sosial injungtif

Norma deskri2ptif adalah norma yang memberitahu seseorang mengenai perilaku yang umumnya dilakukan orang-orang pada situasi tertentu (Myers, 2012). Norma ini berupa informasi perilaku, seperti perilak apa yang efektif dan adaptif untuk dilakukan seseorang pada situasi tertentu (Myers, 2012). Berbeda dengan deskriptif, norma

injungtif mengatakan apa yang sebaiknya (harus) dan yang tidak sebaiknya (tidak boleh) dilakukan seseorang pada situasi tertentu (Myers, 2012). Norma-norma tersebut adalah norma yang berperan dalam konformitas

d) Keseragaman suara

Beberapa penelitian mengatakan bahwa seseorang yang mengganggu keseragaman akan menurunkan tingkat sosial dalam suatu kelompok (Myers, 2012). Dalam kelompok biasanya mereka menginginkan suatu keseragaman. Untuk menjadi berbeda biasanya seseorang memerlukan orang lain juga untuk menjadi berbeda (Myers, 2012). Dengan demikian, orang-orang yang berbeda akan memiliki perasaan atau ikatan yang hangat karena merasa sama-sama berbeda. Walaupun demikian, mereka akan menolak jika dikatakan saling terpengaruh.

e) Status

Status dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan konformitas. Semakin tinggi status seseorang, maka ia memiliki pengaruh yang semakin tinggi (Myers, 2012). Dengan demikian, semakin rendah status seseorang, maka akan membuatnya mudah terpengaruh oleh orang lain (Myers, 2012). Contohnya, seseorang yang berstatus junior akan mudah terpengaruh dengan seseorang dengan status senior.

f) Respons umum

Seseorang lebih sulit untuk menunjukkan pendapat pribadinya di depan umum (Myers, 2012). Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tekanan untuk menjadi seragam (Myers, 2012). Berbeda saat seseorang memberikan pendapat dengan privasi yang terjaga. Hal tersebut membuat seseorang akan menyampaikan pendapat pribadinya dengan leluasa (Myers, 2012). Seperti dengan menuliskan pendapatnya dan hanya dibaca oleh orang tertentu.

g) Komitmen sebelumnya

Setelah seseorang memutuskan sesuatu di depan publik, jarang untuk mereka mengubah keputusan tersebut (Myers, 2012). Walaupun di bawah tekanan sosial, biasanya mereka akan tetap mempertahankan keputusan tersebut (Myers, 2012).

h) Keluarga

Keluarga adalah tempat pertama anak berkomunikasi dengan orang lain (Berns, 2013). Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang anak kenal (Berns, 2013). Dalam keluarga inilah anak mendapatkan status serta latar belakang budaya keluarga (Berns, 2013). Hal-hal tersebutlah yang nantinya akan memengaruhi anak dalam masa perkembangannya (Berns, 2013). Lingkungan keluarga ini lah yang nantinya memengaruhi perkembangan seseorang selanjutnya.

Bennett (dalam Berns, 2013) mengatakan bahwa anak dengan latar belakang Asia atau Latin menunjukkan kepatuhan, rasa hormat,

serta menerima pihak otoritas dibandingkan dengan anak dengan latar belakang Eropa Amerika. Penelitian lain juga mengatakan bahwa keluarga dengan cara pengasuhan yang berbeda akan menunjukkan anak dengan sifat dan kemampuan yang berbeda (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Anak yang diasuh dengan keluarga authoritarian menunjukkan perilaku yang cenderung patuh dan konformis terhadap tuntutan orangtua (Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991). Selain itu penelitian lain juga mengatakan bahwa keluarga dengan pengasuhan yang berbeda menunjukkan tingkat konformitas terhadap norma sosial yang berbeda pula (Efendi, 2013).

Dokumen terkait