BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.5. Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) Total dan Parsial
VFA memiliki peran dalam pertumbuhan, produksi susu, daging dan
energi pada ruminansia dan juga dalam memproduksi gas CH4. Berdasarkan hasil, setelah cairan rumen disuplementasi ekstrak limbah heksana (A) dan butanol (B)
menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan kontrol. Namun, setelah inkubasi
Perlakuan A, B pada jam ke 0 lebih tinggi dibandingkan kontrol. Setelah 24 jam,
perlakuan A & B terjadi penurunan dan memiliki VFA di bawah kontrol.
Perlakuan A terjadi penurunan signifikan dari 116,29 mmol/100 ml menjadi
77,57 mmol/100 ml. Perlakuan B mengalami sedikit penurunan pasca inkubasi
dari 112,01 mmol/100ml menjadi 110,23 mmol/100 ml. Namun, pada kontrol
terjadi peningkatan VFA dari 106,62 mmol/100 ml menjadi 132,79 mmol/100 ml.
menurut Mc Donald et al., (2002) VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroba rumen berkisar antara 60-160 mmol/100ml.
Gambar 8. Total Volatile fatty acids pada tiap perlakuan (A= ekstrak heksana limbah daun serai wangi, B =ekstrak butanol limbah serai wangi).
Konsentrasi VFA kontrol meningkat, dapat menunjukkan peningkatan
degradasi senyawa karbohidrat, protein atau lemak oleh mikroorganisme rumen.
Pada total VFA perlakuan A dan B mengalami penurunan, akan tetapi kedua pH
masih berada pada kisaran pH neutral (Gambar 6). Knapp et al. (2014),
menyatakan asam-asam yang dihasilkan oleh degradasi karbohidrat berupa asam
asetat, propionat dan butirat. Semakin banyak jumlah mikroba rumen, maka
proses fermentasi pakan di dalam rumen akan semakin meningkat yang
mengakibatkan produksi asam lemak terbang semakin tinggi (Widyanti, 2009).
Kandungan tanin yang terdapat pada perlakuan A dan B dapat menjadi
penyebab menurunnya konsentrasi total VFA (Gambar 9) karena tanin dapat
menekan pertumbuhan mikroba penghasil VFA melalui penghambatan aktivitas
enzim perombakan senyawa karbohidrat dan lemak, sehingga konsentrasi VFA
yang dihasilkan rendah (Mc Donald et al., 2002). Hal tersebut juga berkaitan
dengan El Waziry et al. (2017), yang menggunakan tanin murni ke dalam substrat
rumput dan dapat menurunkan produksi VFA total yakni 5,7-11,7%.
116,29 112,01 106,62 77,57 110,23 132,79 0 20 40 60 80 100 120 140 160 A B Kontrol to ta l V fa ( m m ol /1 00 m l) pe rl akuan Jam ke-0 Jam ke-24
Nilai VFA total sangat memengaruhi nilai VFA parsial. VFA tersebut
terdiri dari asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam
format, isobutirat, valerat, dan kaproat (Soliva et al., 2004). VFA parsial yang
ditampilkan pada penelitian ini terdiri dari asam asetat, propionat dan butirat
karena asam lemak tersebut berpengaruh terhadap emisi CH4.
Berdasarkan hasil penelitian, produksi asam asetat pada jam ke-0 dan jam
ke-24 lebih tinggi dibandingkan asam propionat dan butirat. Hal tersebut sesuai
pernyataan Leng & Nolan (1977), bahwa proporsi molar asetat, propionat, butirat
sekitar 95% dimana VFA paling dominan adalah asam asetat yakni sebesar
50-70% dari total konsentrasi VFA rumen, asam propionat (17-21% dari total
produksi VFA) dan asam butirat 14-20% (Pamungkas et al., 2008).
Tabel 8. Nilai Volatile Fatty Acids parsial jam ke-0 dan jam ke-24.
Perlakuan Waktu (jam) VFA (mmol/ 100 ml) Asam Asetat Asam Propionat Asam Butirat Rasio Asetat: Propionat A 0 62,85 28,27 14,39 2,22 24 71,47 23,78 10,69 3,01 B 0 63,99 30,36 15,18 2,11 24 57,51 12,78 3,59 4,50 Kontrol 0 60,57 25,55 14,28 2,37 24 80,14 29,81 16,09 2,69
Keterangan : A= ekstrak limbah daun serai wangi heksana; B= ekstrak limbah daun serai wangi butanol; Kontrol = tanpa penambahan ekstrak.
Nilai asetat terendah pada jam ke-0 diperoleh dari perlakuan kontrol yaitu
sebesar 60,57 mmol/100 ml, sedangkan asetat tertinggi dihasilkan oleh perlakuan
B (butanol) dengan nilai 63,99 mmol/100 ml. Namun setelah inkubasi 24 jam,
asam asetat kontrol menjadi nilai paling tinggi yakni sebesar 80,14 mmol/100 ml.
dengan kandungan serat karbohidrat yang tinggi, dapat menghasilkan asetat yang
tinggi pula.
Asam asetat terendah terdapat pada B sebesar 57,51 mmol/100 ml dan A
sebesar 71,47 mmol/100 ml. Hal ini karena senyawa tanin pada ekstrak limbah
butanol lebih tinggi dibandingkan dengan heksana (Tabel 4), yang menyebabkan
produksi asam asetat menjadi turun selama proses fermentasi pakan. Menurut
Jayanegara (2009), Penambahan tanin pada konsentrasi rendah 0,5 mg/ml cairan
rumen dapat menurunkan VFA total parsial, digesti bahan organik dan produksi
gas. Asam asetat pada ternak ruminansia sangat diperlukan untuk memproduksi
lemak susu. Apabila produksi asam asetat rendah, dapat menekan produksi atau
sintesis lemak susu pada ternak ruminansia (Ishler, 1996).
Asam propionat terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol sebesar 25,55
mmol/ 100 ml, diikuti dengan perlakuan A sebesar 28,27 mmol/100 ml dan
tertinggi B sebesar 30,36 mmol/100 ml. Namun setelah 24 jam, terjadi penurunan
pada perlakuan A menjadi 23,78 mmol/100 ml dan B sebesar 12,78 mmol/100 ml,
berlawanan dengan kontrol yang terjadi peningkatan yakni 29,81 mmol/100 ml.
Hal tersebut disebabkan oleh metabolisme pakan, setelah pakan tersebut masuk ke
rumen. Selain itu, tinggi rendahnya asam propionat sangat dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi dan energi konsentrat (Balai Penelitian Ternak, 2008).
Asam propionat terbentuk hasil degradasi asam piruvat. Semakin tinggi
kadar propionat, maka akan semakin banyak H2 yang dibutuhkan untuk rantai transfer elektron dan kemiosmosis, yang mengakibatkan ATP (Adenosin Tri
pertumbuhan yang berpengaruh pada bobot badan ternak. Selain itu, asam tersebut
juga berfungsi untuk memproduksi laktosa susu pada ternak.
Asam butirat pada VFA dihasilkan dari degradasi serat pakan. Konsentrasi
butirat tertinggi jam ke 0 adalah perlakuan B sebesar 15,18 mmol/ 100 ml. Setelah
inkubasi 24 jam, VFA perlakuan B menurun secara signifikan dan memiliki
butirat paling rendah sebesar 3,59 mmol/100 ml. Perlakuan A pun ikut menurun
dari jam ke-0 14,39 mmol/100 ml, setelah inkubasi 24 jam menjadi 10,69
mmol/100 ml, karena perlakuan A dan B positif memiliki kandungan tanin yang
dapat menghambat produksi butirat. Asam butirat sebagian besar langsung
digunakan untuk metabolisme jaringan dalam memproduksi energi, sehingga
asam butirat tergolong rendah dibandingkan dengan asam asetat maupun
propionat, serta juga berperan dalam memproduksi laktosa susu.
Produksi asam asetat dan propionat yang dihasilkan dari fermentasi pakan
sangat berpengaruh pada nilai rasio asetat : propionat. Berdasarkan hasil, rasio
asetat: propionat terjadi peningkatan setelah inkubasi pada tiap perlakuan. Rasio
asetat: propionat setelah 24 jam, perlakuan A dan B menghasilkan nilai di atas
kontrol. Rasio asetat: propionat tertinggi didapat pada perlakuan B sebesar 4,5
mmol/100 ml, Asetat tinggi karena jumlah VFA total pada perlakuan B pun juga
tinggi (gambar 9). Reaksi asidifikasi di dalam rumen mengubah asam propionat
menjadi asam asetat, CO2 dan H2.
Karbohidrat atau serat merupakan salah satu bahan yang akan difermentasi
menjadi VFA. Besarnya kandungan serat dan bahan organik dalam pakan dapat
mempengaruhi konsentrasi VFA (Alwi et al., 2013). Setelah inkubasi 24 jam,
asam propionat pada kontrol naik dari 25,55 mmol/100 ml menjadi 29,81
mmol/100 ml, yang menandakan bahwa serat atau karbohidrat nantinya akan
didegradasi lebih ke arah produksi asam propionat dibandingkan asetat. Asam
propionat menggunakan H2 dalam pembentukannya, berbeda dengan asam asetat yang melepaskan H2 (gambar 16). Menurut Sarah (2010), semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka sedikit pula karbohidrat yang mudah
tercerna. Serat pakan yang tinggi namun rendah energi dapat meningkatkan rasio
asetat: propionat. Akan tetapi, hubungan peningkatan konsentrasi asetat atau
propionat dengan gas CH4 tidak selalu berkorelasi, baik in vitro maupun in vivo. Hal ini karena adanya faktor metabolisme dan kandungan substrat yang
difermentasi di dalam rumen (Knapp et al., 2014).