• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Agropolitan

Dalam dokumen Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten P (Halaman 82-91)

BAB V KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH

5.1 Konsep Agropolitan

Penerapan model pusat-pusat pertumbuhan di negara-negara berkembang melalui strategi industrialisasi dan investasi ekonomi yang diarahkan pada perkotaan yang relatif memiliki petumbuhan cepat menyebabkan berbagai ketimpangan, termasuk antara wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan. Modernisasi baik secara sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh wilayah perkotaan tidak dapat dinikmati oleh penduduk perdesaan yang menyebabkan perdesaan semakin tertinggal dari wilayah perkotaan dan terdapat gejala kota mengeksploitasi sumberdaya alam perdesaan secara besar-besaran (urban bias).

Friedmann da Douglass (1975) menawarkan konsep agropolitan sebagai solusi atas terjadinya pembangunan yang tidak berimbang antara wilayah perkotaan dan perdesaa. Desa dan kota mempunyai peran yang sama dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah. Jika peran desa dan kota tersebut dapat berjalan dengan baik maka akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Haeruman, 2001). Pembangunan wilayah yang ideal adalah terjadinya interaksi wilayah yang sinergis dan saling memperkuat, sehingga nilai tambah yang diperoleh dari adanya interaksi tersebut dapat terbagi secara adil dan proporsional sesuai dengan peran dan potensi sumber daya yang dimiliki masing-masing wilayah.

Konsep pengembangan agropolitan merupakan pendekatan pengembangan suatu kawasan pertanian perdesaan yang mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan produksi pertanian sekitarnya, baik untuk pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi, maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya. Sehingga masyarakat yang bersangkutan tidak perlu lagi pergi ke kota. Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh, yang ebrdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir. Sjarifuddin Akil, 2002).

EKONOMI WILAYAH 2015 77 Gambar 5.1 Diagram Alir Sistem Kawasan Agropolitan

Sumber : Materi Perkuliahan, 2015

Menurut Dr. Ir. Soenarno, agropolitan perlu diposisikan secara sinergis dalam pengembangan wilayah. Impelmentasi konsep agropolitan dalam pengembangan wilayahdilakukan melalui penerapan sistem permukiman kota dan perdesaan serta rencana tata ruang wilayah yang terkait dengan kawasan budidaya dan transportasi. Kawasan agropolitan juga discirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Pada konsep ini, strategi pengembangan harus menciptakan perekonomian perdesaan yang mandiri dan hubungan yang minimal pada ekonomi metropolis. Setiap daerah harus memiliki otonomi dan sumber daya yang cukup untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri. Soleh (1998), besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).

EKONOMI WILAYAH 2015 78 Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 —150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda (Anwar, 1999).

Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi dalam pengembangan wilayah khususnya pedesaan. Kawasan agropolitan ini sebagai sistem fungsional desa-desa yan ditunjukkan dari hirarki keruangan desa yakni adanya pusat agropolitan dan desa-desa disekitarnya yang kemudian membentuk suatu kawasan agropolitan. Ciri dari konsep pengembangan agropolitan ini adalah konsep yang berbasiskan dengan pertumbuhan kawasan pertanian di daerah tersebut. Suatu kawasan agropolitan biasanya memiliki kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena adanya sistem dan usaha agribisnis. Pusat agropolitan ini diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

Gambar 5.2 Kawasan Agropolitan

EKONOMI WILAYAH 2015 79 Dalam suatu pengembangan kawasan agropolitan yang terintegrasi diperlukan suatu penyusunan master plan pengembangan kawasan agropolitan yang nantinya akan digunakan sebagai acuan penyusunan program pengembangan. Adapun isi dari master plan tersebut adalah:

1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai:

a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center) b. Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services).

c. Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market). d. Pusat industri pertanian (agro-based industry).

e. Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment).

f. Pusat agropolitan dan hinterlannya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten).

2. Penetapan unit-unit kawasa pengembangan yang berfungsi sebagai : a. Pusat produksi pertanian (agricultural production).

b. Intensifikasi pertanian (agricultural intensification).

c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services).

d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification).

3. Penetapan sektor unggulan:

a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya. b. Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar

EKONOMI WILAYAH 2015 80 c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi

ekspor.

4. Dukungan sistem infrastruktur

a. Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).

5. Dukungan sistem kelembagaan.

a. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat.

b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan agropolitan.

Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan perdesaan berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan.

5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan

a. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian (dalam arti luas) dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai dari :

• Subsistem usaha tani/ pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup usaha : tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

• Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup : mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain.

• Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi : industri-industri pengolahan dan pemasarannya termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor.

• Subsistem jasa jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.

b. Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan, di mana kawasan pertanian di

EKONOMI WILAYAH 2015 81 perdesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain : modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian, dan lain sebagainya.

c. Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor bila dimungkinkan), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.

Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan sama dengan suasana kehidupan di perkotaan, karena prasarana dan infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota

5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan

Suatu kawasan agropolitan ditetapkan oleh kriteria-kriteria sebagai berikut (Rustiadi dan Sugimin Pranoto, 2007):

a. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas dan produk olahan pertanian unggulan menjadi salah satu persyaratan penting bila akan mengembangkan kawasan agropolitan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan (jagung, padi), hortikultura, perkebunanm perikanan, dan peternakan.

b. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk pengembanagn agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan meliputi: kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan.

c. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar secara berkelanjutan perlu luas lahan yang memadai dalam mencapai skala ekonomi dan cakupan ekonomi.

d. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usaha tani dan pemasaran hasil produksi, antara lain jalan poros desa, pasar, irigasi, terminal, listrik, dsb.

EKONOMI WILAYAH 2015 82 pengembangan kawasan agropolitan, antara lain:

1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai: a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian b. Penyedia jasa pendukung pertanian

c. Pasar konsumen produk non-pertanian d. Penyedia pekerja non-pertanian

e. Pusat agropolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi dan kabupaten.

2. Penetapan unit-unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai: a. Pusat produksi pertanian

b. Intensifikasi pertanian

c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian

d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian 3. Penetapan sektor unggulan:

a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung sektor hilirnya.

b. Kegiatan agribisnis yang banayk melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai kearifan lokal)

c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.

4. Dukungan sistem infrastruktur

Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan akwasan agropolitan antaranya: jaringan jalan, irigasi, sumbersumber air, dan ajringan utilitas.

5. Dukungan Kelembagaan

a. Dukungan kelembagaan pendukung pengembangan kawasan agripolitan yang merupakan bagian dari Pemerintahan Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat seperti lembaga penyuluhan dan penelitian.

b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan agropolitan.

EKONOMI WILAYAH 2015 83 6 . Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan

kawasan agropolitan secara mandiri.

7 . Usaha agribisnis yang dimiliki masyarakat tani di kawasan mampu dikembangkan lebih baik lagi serta berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan dan daerah sekitarnya.

8 . Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup tercapai guna menjamin budidaya kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem yang berkelanjutan dalam RTRK/ RDTRK yang disepakati.

5.1.3 Konsep Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan

Menurut pedoman pengelolaan ruang kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) nasional dan daerah no. 15 tahun 2001, sistem kawasan agropolitan terdiri atas :

1. Kawasan lahan pertanian (hinterland)

2. Keterkaitan antara kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) dengan kawasan lainnya misalnya, kawasan permukiman, kawasan industri, dan kawasan konservasi alam.

Berupa kawasan pengolahan dan kegiatan pertanian mencakup kegiatan pembenihan, budidaya dan pengolahan pertanian. Penentuan hinterland berupa kecamatan/desa didasarkan atas jarak capai/radius keterkaitan dan ketergantungan kecamatan/desa tersebut pada kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) di bidang ekonomi dan pelayanan lainnya.

3. Kawasan permukiman

Merupakan kawasan tempat bermukimnya para petani dan penduduk kawasan sentra produksi pangan (agropolitan)

4. Kawasan pengolahan dan industri

Merupakan kawasan tempat penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan dan dikirim ke terminal agribisnis atau pasar, atau diperdagangkan. Dikawasan ini bisa berdiri pergudangan dan industri yang mengolah langsung hasil pertanian menjadi produk jadi.

5. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum yang terdiri dari pasar, kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis dan pusat pelayanan umum lainnya.

EKONOMI WILAYAH 2015 84 Pada konsep ini, pedesaan yang tadinya tertutup diusahakan supaya lebih terbuka dan dapat terbentuk kota di wilayah pertanian (agropolis), sehingga penduduk pedesaan dapat meningkatkan pendapatannya serta mendapatkan prasarana sosialekonomi dalam jangkauannya, dan dengan demikian perpindahan ke kota dapat dikendalikan (Johara, 1992:178).

Konsep agropolitan membagi wilayah-wilayah yang berhubungan: secara fungsional dalam satu sistem kegiatan yakni :

a. Agropolitan centre yaitu pusat pengumpul dan pemasaran dengan fungsi sebagai pusat

perdagangan, bursa komoditi, transportasi, industri, kegiatan manufaktur, pergudangan, jasa pendukung, pusat kegiatan tersier agribisnis, perbankan dan keuangan, serta pusat penelitian dan hasil percontohan komoditi.

b. Agropolitan district yaitu kawasan pusat pertumbuhan dan berfungsi sebagai pusat

perdagangan sub wilayah, kegiatan agroindustri, pusat pelayanan pendidikan, pelatihan, pemuliaan komoditi unggulan, produksi dan diversifikasi.

c. Hinterlandatau satuan kawasan pertanian berfungsi sebagai kawasan produksi dan

intensifikasi produk (Soenarno, 2003).

Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah (Ir. Sjarifuddin Akil, 2002).

5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Teori Agropolitan

Konsep agropolitan ini juga memiliki kelebihan diataranya sebagai berikut.  Bersifat demokratis dengan mengutamakan kepentingan rakyat

 Pembangunan dengan memperhatikan aspek lingkungan (sustainable development)  Wilayah pedesaan (rural) menjadi basis perkembangan dalam beberapa sektor,

khususnya pertanian

 Tujuan yang diinginkan oleh rakyat dapat tercapai karena adanya pembagunan didasarkan pada keinginan, kebutuhan dan permadalahan rakyat

EKONOMI WILAYAH 2015 85  Terbatasnya hubungan dengan wilayah luar

 Peran pusat menjadi semakin kecil karena wilayah dengan agropolitan bisa berkembang secara mandiri

 Belum berimbangnya tingkat kualitas sumber daya manusia, sumber daya sosial yang ada sehingga mempengaruhi produktivitas

 Adanya kerancuan informasi dan komunikasi dengan pusat

Dalam dokumen Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten P (Halaman 82-91)

Dokumen terkait