• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten P"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Ekonomi Wilayah

2015

Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten Ponorogo

Berbasis Agropolitan

Disusun Oleh:

Wahyu Septiana 3612100011

Nuri Iswoyo Ramadhani 3612100046

Septiar Cahyo Purnomo 3612100053

Farida Kusuma Wardhani 3612100061

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

(2)

EKONOMI WILAYAH 2015 I

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Wilayah

yang berjudul “Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten Ponorogo Berbasis

Agropolitan” dengan baik dan tepat pada waktunya.

Laporan ini tidak akan terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini tim penyusun menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. sebagai dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

2. Mbak Vely Kukinul Siswanto, ST, MT, MSc. sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

3. Orang tua kami yang tak henti-hentinya memberi semangat dan mendoakan keberhasilan kami.

4. Pemerintah Kabupaten Ponorogo atas bantuan informasi dan data yang sangat bermanfaat bagi penelitian ini.

5. Teman-teman mahasiswa PWK ITS yang telah membantu kelancaran penyelesaian penelitian ini.

6. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian laporan ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya terutama kami sebagai penulis.

Surabaya, 24 Mei 2015

(3)

EKONOMI WILAYAH 2015 II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Sasaran Penulisan ... 2

1.3 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN ... 3

2.1 RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015 ... 3

2.1.1 Visi dan Misi ... 3

2.1.2 Strategi dan Arah Kebijakan... 7

2.1.3 Kebijakan dan Program ... 9

2.2 RTRW Kabupaten Ponorogo ... 15

2.2.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi ... 15

2.2.2 Rencana Struktur Ruang Agropolitan... 16

2.2.3 Rencana Pola Ruang ... 21

2.2.4 Penetapan Kawasan Strategis ... 26

2.2.5 Arahan Pemanfaatan Ruang ... 28

BAB III GAMBARAN UMUM ... 31

3.1 Gambaran Umum Perekonomian ... 31

3.1.1 Struktur Ekonomi ... 33

3.1.2 Pertumbuhan Ekonomi ... 36

(4)

EKONOMI WILAYAH 2015 III

3.3 Permasalahan Perekonomian ... 39

BAB IV HASIL ANALISIS ... 42

4.1 Analisis Location Quotient ... 42

4.1.1 Analisis LQ Sektor ... 42

4.1.2 Analisis LQ Sub Sektor ... 43

4.2 Analisis Shift Share ... 46

4.2.1 Analisis Shift Share Sektor ... 50

4.2.2 Analisis Shift Share Sub Sektor ... 54

4.3 Hasil Analisis Keunggulan Komparatif ... 66

4.4 Analisis Multi Sektor ... 67

4.4.1 Analisis Matriks ... 67

4.4.2 Analisis Struktural ... 71

4.4.3 Analisis SWOT ... 73

BAB V KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH ... 76

5.1 Konsep Agropolitan ... 76

5.1.1 Ciri-Ciri Kawasan Agropolitan ... 80

5.1.2 Kriteria Penetapan Kawasan Agropolitan ... 81

5.1.3 Konsep Struktur Tata Ruang Kawasan Agropolitan ... 83

5.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Konsep Teori Agropolitan ... 84

5.2 Pengembangan Kabupaten Ponorogo dengan Konsep Agropolitan ... 85

BAB VI PENUTUP ... 88

6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Lesson Learned ... 88

(5)

EKONOMI WILAYAH 2015 IV

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%) ... 35

Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%) ... 38

Tabel 4.1 Hasil Analisis LQ Kabupaten Ponorogo ... 43

Tabel 4.2 Hasil Analisis LQ Sub Sektor Pada Sektor Basis ... 44

Tabel 4.3 Hasil Analisis LQ Sub Sektor Non Basis ... 44

Tabel 4.4 PDRB Kabupaten Ponorogo dan Jawa Timur 2009 dan 2013 ... 46

Tabel 4.5 Hasil Analisis KPP Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ... 50

Tabel 4.6 Hasil Analisis KPPW Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ... 51

Tabel 4.7 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ... 51

Tabel 4.8 Hasil AnalisisPerhitungan Bersih Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ... 52

Tabel 4.9 Interpretasi Nilai LQ dan PB Pada Sektor-Sektor Kabupaten Ponorogo ... 53

Tabel 4.10 Hasil Analisis KPP Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ... 54

Tabel 4.11 Hasil Analisis KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ... 57

Tabel 4.12 Interpretasi Nilai KPP dan KPPW Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ... 59

Tabel 4.13 Hasil AnalisisPerhitungan Bersih Sub Sektor Kabupaten Ponorogo ... 61

Tabel 4.14 Interpretasi Nilai LQ dan PB Pada Sub Sektor Kabupaten Ponorogo... 63

Tabel 4.15 Pertumbuhan konomi Kabupaten Ponorogo ... 66

Tabel 4.16 Matriks tingkat kepentingan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo ... 68

Tabel 4.17 Urutan tingkat kepentingan kriteria dan sub sektor ... 68

Tabel 4.18 Matriks tingkat kekuatan kriteria terhadap sektor pertanian Kabupaten Ponorogo 70 Tabel 4.19 Urutan tingkat kekuatan kriteria dan sub sektor ... 71

Tabel 4.20 Matriks keterkaitan antar sub sektor ... 71

Tabel 4.21 Matriks SWOT sektor pertanian Kabupaten Ponorogo ... 74

(6)

EKONOMI WILAYAH 2015 V

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan pendukungnya ... 18

Gambar 2.2 Diagram model agribisnis kawasan agropolitan ... 19

Gambar 2.3 Lokasi strategis pengembangan komoditi jagung ... 19

Gambar 2.4 Kebutuhan Sarana Prasarana Pendukung Kegiatan Agropolitan... 20

Gambar 2.5 Rencana pengembangan sistim perdesaan ... 20

Gambar 2.6 Linkage System Wisata Alam dan Wisata Pertanian ... 26

Gambar 2.7 Pengembangan Kawasan Agropolitan Dan Kawasan Pendukungnya ... 27

Gambar 3.1 PDRB Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 ... 32

Gambar 3.2 Struktur Ekonomi Kab. Ponorogo Tahun 2012 (%) ... 34

Gambar3.3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Tahun 2008-2012... 37

Gambar 4.1 Interpretasi Nilai LQ dan PB Sektor-Sektor di Kabupaten Ponorogo ... 54

Gambar 4.2 Interpretasi Nilai LQ dan PB Sub Sektor di Kabupaten Ponorogo ... 65

Gambar 5.1 Diagram Alir Sistem Kawasan Agropolitan ... 77

Gambar 5.2 Kawasan Agropolitan ... 78

(7)

EKONOMI WILAYAH 2015 1 1. BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam otonomi daerah, pemerintah daerah menuntut pemerintah kota atau kabupaten untuk aktif dan kreatif dalam membangun daerahnya masing-masing. Pembangunan daerah tersebut sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab pemerintah Kabupaten dan Kota sesuai dengan potensi, kondisi, masalah, kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah. Agar pembangunan daerah dapat tercapi dengan optimal maka sudah menjadi kesepakatan perlunya perencanaan pembangunan daerah.

Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan dan juga untuk meningkatkan pelayanan kesempatan kerja serta kestabilan ekonomi untuk kemakmuran wilayah maupun masyarakatnya. Pembangunan tersebut dapat berupa pembangunan fisik maupun pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Masalah yang sering terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah pada kebijakan pemerintah daerah yang sering kali tidak sesuai dengan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki oleh daerah. Suatu daerah memiliki potensi yang berbeda-beda karena adanya perbedaan karakteristik sumber daya di masing-masing daerah. Perbedaan yang ada dapat menyebabkan tidak meratanya pembangunan antar daerah pada masing-masing sektor. Perbedaan ini dapat berdampak terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehingga pembangunan daerah yang ada harus sesuai dengan potensi dan karakteristik sumber daya yang ada pada daerah tersebut.

(8)

EKONOMI WILAYAH 2015 2 agropolitan sehingga dapat diketahui sektor dan sub sektor yang bisa dikembangkan untuk mendukung program agropolitan di Kabupaten Ponorogo.

1.2 Tujuan dan Sasaran Penulisan

Berdsarakan Latar Betujuan dari penulisan makalah ini adalah menganalisis persoalan ekonomi Kabupaten Ponorogo dan kemudian menyusun upaya dan rekomendasi untuk menangani persoalan tersebut. Adapun sasaran dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya persoalan ekonomi wilayah. 2. Menganalisis sektor-sektor potensial yang terdapat pada Kabupaten Ponorogo. 3. Menyusun upaya dan rekomendasi untuk mengatasi persoalan perekonomian

Kabupaten Ponorogo.

4. Menyusun lesson learned terkait dengan upaya untuk mengatasi persoalan ekonomi wilayah yang telah dirumuskannya.

1.3 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang telah disusun untuk mempermudah pembaca memahami isi makalah adalah sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, tujuan dan sasaran penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Kebijakan, berisi tentang tinjauan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan

perekonomian Kabupaten Ponorogo.

BAB III Gambaran Umum, berisi mengenai gambaran umum perekonomian dan potensi

serta permasalahan perekonomian Kabupaten Ponorogo.

BAB IV Hasil Analisis, berisi mengenai hasil analisis yang digunakan, yaitu analisis Location Quotient, analisisShift Share dan analisis multisektor.

BAB V Konsep Pengembangan Wilayah, berisi tentang konsep pengembangan wilayah

berbasis ekonomi yang dapat diterapkan di Kabupaten Ponorogo berdasarkan hasil analisis, yaitu konsep Agropolitan.

(9)

EKONOMI WILAYAH 2015 3 2. BAB II

TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1 RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015 2.1.1 Visi dan Misi

Berdasarkan visi dan misi yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015,

terdapat misi dalam bidang perekonomian. Yaitu dalam misi no.2 “Memacu pertumbuhan

ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka pengentasan kemiskinan dan

mewujudkan kesejahteraan masyarakat” dengan tujuanmeningkatnya daya saing dan struktur ekonomi daerah. Berikut adalah indikator kerja dalam mewujudkan tujuan tersebut:

A. Pertumbuhan ekonomi atau Pertumbuhan PDRB B. Pendapatan perkapita

C. PDRB per Kapita

D. Persentase penduduk miskin

E. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

Meningkatnya daya saing dan struktur perekonomian daerah akan mendorong stabilitas perekonomian daerah. Pada sisi lainnya akan terjadi ekonomi biaya tinggi, yang akan memberikan efek terhadap tingginya pengangguran dan kemampuan daya beli masyarakat, apabila perekonomian daerah mengalami ketidakstabilan. Adalah sebagai suatu keberhasilan memanfaatkan peluang, atas tantangan terbesar yaitu terciptanya kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang diikuti dengan pemerataan pendapatan di masyarakat.

(10)

EKONOMI WILAYAH 2015 4 Tujuan ini selanjutnya akan dijabarkan dalam sasaran-sasaran, yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan Urusan Tenaga Kerja; Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; Penanaman Modal; Ketahanan Pangan; Pertanian; Kehutanan; Energi dan Sumber Daya Mineral; Kelautan dan Perikanan; Perdagangan; Industri; dan Transmigrasi. Berikut ini adalah 11 sasaran dalam mewujudkan tujuan tersebut.

1. Meningkatnya kesempatan kerja dan kualitas calon tenaga kerja yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan tenaga kerja, dan diukur dengan

indikator:

 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja  Pencari Kerja yang Ditempatkan

Kebijakan: Perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan kualitas dan produktivitas

tenaga kerja

Program Pemerintah Daerah: Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga

Kerja

2. Meningkatnya kualitas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah(UKM) yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan diukur denganindikator:

 Koperasi aktif

 Usaha Mikro dan Kecil

Kebijakan: Revitalisasi kelembagaan dan usaha koperasi melalui pembinaan intensif Program Pemerintah Daerah: Program penciptaan iklim Usaha Kecil Menengah yang

kondusif

3. Meningkatnya investasi di daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan

urusan penanaman modal, dandiukur dengan indikator:  Kenaikan / penurunan Nilai Realisasi PMDN (milyar rupiah)

Kebijakan:Meningkatkan investasi di daerah melalui instrumentasi prosedur pelayanan

investasi serta pengembangan kawasan industri dan infrastruktur

Program Pemerintah Daerah:Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi

(11)

EKONOMI WILAYAH 2015 5

4. Meningkatnya ketersediaan pangan utama masyarakat yang menggambarkan

keberhasilan penyelenggaraan urusan ketahanan pangan, dan diukur dengan indikator:  Regulasi ketahanan pangan

 ketersediaan pangan utama

Kebijakan: Meningkatkan produksi dan ketersediaan pangan secara berkelanjutan melalui

penganekaragaman pangan lokal, optimalisasi kelembagaan ekonomi pedesaan, dan fasilitasi modal usaha kelompok tani maupun UKM

Program Pemerintah Daerah: Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/perkebunan

5. Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman pangan yang menggambarkan

keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan pertanian, dan diukur dengan indikator:  Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per

hektar

 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB

Kebijakan: Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian melalui penyediaan dan

pengembangan alat mesin pertanian (alsistan), peningkatan fasilitas kredit program bagi petani, dan perbaikan infrastruktur pertanian, Mengembangkan jaringan pemasaran produk pertanian melalui pola kemitraan dengan pihak III dan standarisasi mutu produk pertanian serta Optimalisasi sumberdaya pertanian baik penyuluh maupun petani, dan peningkatan gerakan budidaya pertanian organik

Program Pemerintah Daerah: Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan 6. Meningkatnya fungsi pelestarian hutan yang menggambarkan keberhasilan

penyelenggaraan urusan pilihan kehutanan, dandiukur dengan indikator:  Rehabilitasi hutan dan lahan kritis

 Kerusakan Kawasan Hutan

Kebijakan: Optimalisasi pemanfaatan hutan dan lahan serta pengembangan hutan tanaman

secara berkelanjutan

(12)

EKONOMI WILAYAH 2015 6

7. Meningkatnya pengelolaan energi dan sumber daya mineraldaerah yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan energi dan sumber daya mineral, yang diukur denganindikator:

 Pertambangan tanpa ijin

 Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB

Kebijakan: Meningkatkan pembinaan, pengawasan dan pendapatan di bidang

pertambangan dan sumber daya mineral daerah

Program Pemerintah Daerah: Program pembinaan dan pengawasan bidang

pertambangan

8. Meningkatnya produksi perikanan dan konsumsi ikan dimasyarakat yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan kelautan dan perikanan,

yang diukur denganindikator:

 Produksi perikanan  Konsumsi ikan

Kebijakan: Meningkatkan produksi perikanan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi

terhadap perairan umum, kolam, laut dan tambak

Program Pemerintah Daerah: Program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan

dan pengendalian sumberdaya kelautan

9. Meningkatnya volume perdagangan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan perdagangan, yangdiukur dengan indikator:

 Kontribusi sektor Perdagangan terhadap PDRB  Ekspor Bersih Perdagangan

Kebijakan: Mengembangkan sistem pemasaran produk unggulan/andalan

Program Pemerintah Daerah: Program Perlindungan Konsumen dan pengamanan

perdagangan

10.Meningkatnya kuatitas dan kualitas hasil Industri unggulandaerah yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan industri, yang diukur

dengan indikator:

(13)

EKONOMI WILAYAH 2015 7

Kebijakan: Mengembangkan industri kecil dan menengah

Program Pemerintah Daerah: Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah 11.Meningkatnya pelayanan transmigrasi dan kerjasama antardaerah bidang

transmigrasi yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan

transmigrasi, yang diukur denganindikator:  Transmigran Swakarsa

Kebijakan: Meningkatkan kerjasama antar daerah tujuan transmigrasi dan pemberangkatan calon transmigran yang sudah dilatih

Program Pemerintah Daerah: Peningkatan kerjasama antar daerah tujuan transmigrasi

dan pemberangkatan calon transmigran yang sudah dilatih

2.1.2 Strategi dan Arah Kebijakan

Selain menjelaskan tujuan Kabupaten Ponorogo di bidang ekonomi tersebut dan sasarannya, terdapat pula strategi dan arah pembangunan Kabupaten Ponorogoyang berhubungan dengan perekonomian, akan dijelaskan sebagai berikut.

Pada strategi pembangunan no.3 dijelaskan bahwa titik berat pembangunan

mengarah ke wilayah perdesaan. Kondisi ini semakin dirasakan sebagai hal yang mendesak karena adanya ketimpangan dan kesenjangan yang nyata antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan tersebut pada Pemerintahan Tahun 2010-2015 titik berat pembangunan di Ponorogo berada di perdesaan. Hal ini bukan berarti pembangunan wilayah perkotaan akan diabaikan, akan tetapi prosentase pembangunan wilayah pedesaan akan lebih besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan.

Sedangkan pada strategi pembangunan no.5 dijelaskan pembangunan ekonomi melalui

(14)

EKONOMI WILAYAH 2015 8 pembangunan yang benar, menyeluruh, berkeadilan dan berkelanjutan. Dan strategi pembangunan no.7 dijelaskan bahwa keseimbangan pemerataan pembangunan dan

pertumbuhanekonomi, melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengantetap memperhatikan kelestarian lingkungan (pro enviroment).

Untuk mewujudkan strategi-strategi pembangunan ekonomi , hal yang akan dilakukan adalah pemberdayaan rakyat. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat people-centered, participatory, empowering, dan sustainable. Konsep ini lebih luas dari semata memenuhi kebutuhan dasar (basicneeds) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Konsep ini berkembang dari upaya mencari strategi pembangunan alternatif, yang menghendaki adanya inclusive democracy,appropriate economic growth, kesetaraan gender, dan intergenerational equity.Upaya pemberdayaan masyarakat paling pokok adalah melalui peningkatan taraf

pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke sumber-sumber kemajuan ekonomi,

seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar

Strategi pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo 2010-2015 yang bertumpu pada pemberdayaan rakyat ini dijalankan melalui model dual trackstrategy, di mana di satu sisi berupaya mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti hak atas pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, pekerjaan, secara merata, berkualitas, dan berkeadilan, melalui keberpihakan kepada rakyat miskin (pro-poor) untuk menuju masyarakat Ponorogo sejahtera, makmur dan berakhlak, aman, berbudaya dan berkeadalian.

Di sisi lain, Kabupaten Ponorogo juga berupaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas dan berkelanjutan, terutama melalui pengembangan agroindustri/ agrobisnis dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Pemerataan pendapatan, melalui revitalisasi pertanian dan ekonomi pedesaan,

revitalisasi kelautan dan masyarakat pesisir, reformasi agraria, dan pengembangan

infrastruktur pedesaan, akan meningkatkan penciptaan lapangan kerja, sehingga pada

gilirannya dapat mengentas penduduk miskin. Dengan adanya pemerataan, maka akan tercipta landasan lebih luas bagi pertumbuhan,dan akan menjamin pertumbuhan berkelanjutan.

(15)

EKONOMI WILAYAH 2015 9 Krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan akibat masalah fundamental dan keadaan khusus (shock). Masalah fundamental itu adalah tantangan internal --berupa kesenjangan yang ditandai pengangguran, ketertinggalan, dan kemiskinan-- serta tantangan eksternal yakni upaya meningkatkan daya saing menghadapi era perdagangan bebas.

Pembangunan adalah milik rakyat, karenanya agenda pemulihan ekonomi harus berpihak kepada rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Strategi pemberdayaan rakyat harus dipahami dan menjadi komitmen dalam penyelenggaraan kebijakan ekonomi melalui sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan, maupun melalui upaya pemihakan pada ekonomi rakyat yang masih tertinggal dan rawan kondisi krisis.

Suatu konsep pembangunan yang berpihak pada rakyat, pro-poor, dengan memberi penekanan prioritas pada program pendidikan yang murah dan bermutu untuk semua demi peningkatan kualitas sumber daya manusia; program pembangunan kesehatan yang murah

dan berkualitas demi meningkatkan produktivitas sumber daya manusia; dan perluasan lapangan kerja, terutama di sektor pertanian (agroindustri/agrobisnis), di mana sebagian

terbesar masyarakat miskin Kabupaten Ponorogo berada, serta pemeliharaan lingkungan hidup untuk mencegah kerugian-kerugian sosial-ekonomi rakyat.

2.1.3 Kebijakan dan Program

Di dalam RPJMD Kabupaten Ponorogo 2010-2015 ini juga dijelaskan Agenda Utama Pembangunan Daerah Ponorogo 2011-2015. Terdapat 1 poin yang berhubungan dengan perekonomian, yaitu pada no. 2 “Memacu produk unggulan pertanian, yang menjadikanKabupaten Ponorogo sebagai ikon Wilayah Agropolitan,Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan,Pengembangan Iklim dan Perluasan Kesempatan Kerja

danPengentasan Kemiskinan” . Program Prioritas Pembangunan yang berpihak kepada

masyarakat disemua lapisan yaitu:

A. Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan

(16)

EKONOMI WILAYAH 2015 10 selanjutnya akan berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat dilakukan dengan cara peningkatan sektor-sektor

yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Ponorogo.

Sektor Pembangunan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Ponorogo sesuai dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu: Sektor Pertanian dalam arti luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan). Sektor ini mepunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi hampir 27.96 % dari total PDRB Kabupaten Ponorogo. Selain mempunyai kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo, sektor pertanian juga menjadi

sumber penghasilan dan mata pencaharian utama masyarakat Ponorogo.

Problem utama sektor ini mulai dari pembiayaan produksi sampai dengan pasca produksi, yaitu dari problem pengadaan pupuk, pengadaan benih sampai dengan tata niaga pasca panen. Pada sektor pertanian, kenaikan BBM merangsang kenaikan harga pupuk dan alat-alat pertanian serta bibit tanaman pertanian sehingga berdampak terhadap tingkat produksi.Meskipun produk pertanian sangat tergantung dari kebijakan atau regulasi dari Pemerintah Pusat, akan tetapi konsep ke depan Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi regulasi-regulasi tersebut dengan cara memberikan kemudahan melalui pengamanan

serta kontribusi APBD yang cukup, sehingga dari sistem distribusi pupuk sampai dengan

sistem penyangga harga panen, akan meringankan beban petani serta meningkatkan pendapatan petani.

Untuk sektor peternakan dan perikanan, ditekankan pada pola produksi potensi peternakan dan perikanan, dengan cara pemberian kemudahan serta pemerataan

pengembangannya tidak hanya di daerah tertentu saja. Selain telaga Ngebel, sektor

perikanan dapat dikembangkan di daerah yang mempunyai air cukup, waduk, embung dan aliran sungai yang berpotensi. Pengembangan peternakan juga masih dimungkinkan pengembangannya di daerah yang belum tersentuh untuk produksi peternakan sapi, kambing dan ternak lainnya, sehingga ke depan daerah Ponorogo menjadi sentra ternak

yang cukup besar.

(17)

EKONOMI WILAYAH 2015 11 perlu dibenahi adalah pola pelatihan ketrampilan, peningkatan pengetahuan

manajemen, membuat jaringan pasar yang kuat, akses perolehan modal yang mudah,

serta yang paling pokok adalah menumbuhkan jiwa wirausaha yang tinggi bagi masyarakatnya. Penyediaan anggaran lebih diarahkan pada pemberian subsidi dan optimalisasi tempat-tempat yang dapat menciptakan wira usaha baru seperti Balai Latihan Kerja (BLK), kursus pendidikan ketrampilan, sekolah sekolah kejuruan yang di tingkatkan untuk dapat membuka chanelling kepada pusat usaha di luar daerah.

Penciptaan iklim investasi yang kondusif dan pembenahan tahapan perizinan dengan memotong proses yang menghambat alur investasi atau penyederhanaan prosedur perizinan, dapat menjadi dayarangsang meningkatnya iklim investasi di Kabupaten Ponorogo. Pembenahan Infrastruktur yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, di mana infrastruktur untuk akses ekonomi yang tinggi perluditingkatkan baik akses jalan, maupun fasilitas umum lainnya.

B. Penyediaan Lapangan Kerja

Salah satu sasaran pembangunan ketenaga kerjaan adalah peningkatan Sumber Daya

Manusia (SDM). Penempatan dan penggunaan SDM serta peningkatan hasil-hasilnya

apabila dikembangkan secara efektif akan sangat mendukung proses gerak langkah pembangunan. Dengan demikian keberhasilan pembangunan tidak semata terlihat pada tercapainya hasil-hasil pembangunan, akan tetapi juga banyaknya SDM yang terlibat di dalamnya. Pada kenyataannya tidak mudah mengadakan penyediaan lapangan kerja bagi golongan penduduk usia angkatan kerja yang setiap tahunnya semakin bertambah.

(18)

EKONOMI WILAYAH 2015 12 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan proporsi Angkatan Kerja yang dinyatakan dalam persen, dengan demikian TPAK dapat menggambarkan berpa persen penduduk umur 10 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja pada waktu tertentu. Indikator lainnya dalam bidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di kalangan angkatan kerja. Terlihat bahwa angka TPT di Kabupaten Ponorogo tahun 2009 sekitar 3.45 persen, yang berarti dari 100 angkatan kerja secara rata-rata terdapat antara 3 sampai 4 orang yang sedang mencari pekerjaan. Kondisi lapangan kerja di Ponorogo dalam lima tahun ini masih besar jumlah pengganggurannya, hal ini dapat dilihat dari angka angkatan kerja terbuka yang mencapai sekitar 4,087 persen, karena usia angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan jumlah pengangguran semakin meningkat. Dengan angka pengangguran yang tinggi, maka tingkat kerawanan sosial juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu kebijakan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam lima tahun ke depan adalah

mengurangi tingkat pengangguran dengan tindakan yang nyata terhadap simpul-simpul

pengangguran. Pengurangan penggangguran akan dapat mendorong terjadinya kondisi yang cukup kondusif di Ponorogo, serta bisa menumbuhkan peluang usaha dan membuka lapangan kerja. Oleh sebab itu diperlukan penciptaan dunia usaha di tingkat mikro dan

menengah melalui pembenahan pada bidang peningkatan sumber daya dan ketrampilan, menciptakan sentra usaha potensial di setiap kecamatan serta pembukaan pangsa pasar yang kompetitif di semua jalur tingkatan.

Hal yang perlu juga dibenahi adalah konsep pertumbuhan ekonomi bidang perdagangan dan jasa. Selain ituperlu juga adanya pembenahan pola-pola pelatihan ketrampilan,

peningkatan pengetahuan manajemen, membuat jaringan pasar yang kuat, akses perolehan modal yang mudah, serta yang paling pokok adalah menumbuhkan jiwa

entrepreneurshipyang tinggi bagi masyarakat. Penyediaan anggaran lebih diarahkan pada

pemberian subsidi dan optimalisasi tempat-tempat yang dapat menciptakan

(19)

EKONOMI WILAYAH 2015 13 Dengan demikian maka akan muncul dunia usaha baru, dan tentunya akan membuka peluang usaha yang berpengaruh pada menurunnya angka pengangguran, serta dapat meningkatkankesejahteraan masyarakat Kabupaten Ponorogo. Untuk pembukaan lapangan kerja baru juga dapat direalisasikan melalui optimalisasi hasil pendapatan TKI yang

sangat besar untuk mengerakkan pembangunan, dimana hasil devisa TKI di Ponorogo

diperkirakan kurang lebih Rp.900.000.000.000,00 (sembilan ratus milyard) pertahun. Ini merupakan potensi yang cukup besar dan dapat dinjadikan investasi guna dikembangkan menjadi modal usaha bagi TKI pasca kepulangannya. Pemerintah Daerah akan memberikan fasilitas dengan pemberian pengetahuan manajemen usaha dan

ketrampilan.

C. Pengentasan Kemiskinan

Dari sisi kuantitas, angka kemiskinan yang ada di Ponorogo dalam kurun lima tahun terakhir ini (tahun 2005-2010) masih cukup besar. Kondisi ini menjadi permasalahan yang mendasar bagi pemerintah Kabupaten Ponorogo. Program lima tahun ke depan pada tahun 2010- 2015 diharapkan dapat berkurang sehingga pada tahun 2015 dibawah sebesar 10 %, yaitu melalui program pendekatan secara lintas bidang dan sektor, karena dengan kebijakan yang parsial tentunya tidak akanefektif bahkan cenderung sia-sia. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan yang terkoordinasi di segala bidang, baik itu pembangunan

pelayanan dasar, pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, pembangunan politik dan pembangunan budaya serta pembangunan hukum, hal ini dilakukan untuk

(20)

EKONOMI WILAYAH 2015 14  Pembangunan pelayanan dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, sandang, pangan,

dan sebagainya. Bidang ini harus terpenuhi dan ditingkatkan dalam rangka membentuk pembangunan manusia yang baik.

 Pembangunan ekonomi ditingkatkan melalui bidang infrastruktur, iklim investasi yang kondusif, peningkatan perdagangan dan jasa, pertanian yang menyeluruh, pariwisata, ketahanan fiscal atau ketahanan anggaran, pembangunan bidang ini akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.

 Pembangunan Sosial, pembangunan bidang ini di tingkatkan melalui penguatan masyarakat dengan pola pemberdayaan masyarakat yang mandiri, perlindungan sosial (akses pendidikan, kesehatan yang cukup terjangkau), bantuan sosial, pelayanan sosial /publik. Pembangunan ini untuk memenuhi rasa keadilan sosial di masyarakat. Pembangunan Budaya, pembangunan ini merupakan salah satu bagian yang penting meliputi pencapaian good governace, anti korupsi, budaya kearifan lokal. Semua ini ditingkatkan dalam rangka membentuk nation and character building atau pembentukan karakter bangsa yang berbudaya.

 Pembangunan Politik, di tingkatkan pembangunan politik yang bermartabat, beretika guna mencapai kondisi demokrasi yang berbudaya.

(21)

EKONOMI WILAYAH 2015 15

2.2 RTRW Kabupaten Ponorogo 2.2.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi

Kebijakan Penataan Ruang terkait dengan agropolitan adalah sebagai berikut:

1. pengembangan produk unggulan Kabupaten Ponorogo dalam mendorong perwujudan sistem agropolitan;

2. pengembangan industri pengolah hasil pertanian dalam mendukung percepatan perwujudan agropolitan;

3. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada wilayah Kecamatan Ponorogo Barat dan Timur serta Kecamatan Ngebel;

Strategi untuk mengembangkan produk unggulan kabupaten Ponorogo dalam mendorong perwujudan sistem agropolitan meliputi:

a. mengembangkan pertanian unggulan daerah; b. membentuk sentra produksi pertanian unggulan;

c. meningkatkan infrastruktur pertanian dalam mendorong agropolitan; d. menetapkan lahan pangan berkelanjutan di Kabupaten Ponorogo; serta

e. mempertahankan fungsi kawasan penghasil produk unggulan dan pendukung agropolitan di Kabupaten Ponorogo.

Strategi untuk mengembangkan kawasan perdesaan dalam menunjang pengembangan wilayah sekaligus untuk mengurangi kesenjangan yang ada melalui:

a. menetapkan prioritas pengembangan kawasan agropolitan dengan mengarahkan pada wilayah Kecamatan Ponorogo Barat dan Timur serta Kecamatan Ngebel

Strategi untuk mengembangkan infrastruktur wilayah dalam bidang agropolitan adalah mengembangkan sistem jaringan prasarana sumber daya air:

a. mengoptimalisasikan Sumber Air baku untuk kegiatan permukiman;

b. melindungi sumber-sumber mata air dan daerah resapan air, Pengembangan waduk baru, bendung, dan cek dam pada kawasan potensial;

(22)

EKONOMI WILAYAH 2015 16 d. meningkatkan sistim jaringan Sumber Daya Air melalui peningkatan jaringan irigasi

sederhana dan irigasi setengah teknis, serta peningkatan sarana dan prasarana pendukung; serta

e. membangun embung dan sudetan untuk mengurangi banjir akibat luapan air sungai. Strategi untuk mengembangkan kawasan pertanian yang didukung industri pengolahan hasil pertanian

a. mengembangkan potensi lahan basah dan lahan kering dalam menunjang penyediaan lahan pertanian,

b. mengembangkan produk unggulan daerah melalui komoditas yang dapat diolah menjadi agroindustri; serta

c. memperluas jaringan pemasaran hasil agroindustri

Strategi untuk mengembangkan kawasan strategis dalam mendorong pengembangan wilayah meliputi mengembangkan kawasan agropolitan di Kabupaten Ponorogo yang terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel sebagai kawasan strategi ekonomi.

2.2.2 Rencana Struktur Ruang Agropolitan

(23)

EKONOMI WILAYAH 2015 17 padi. Sedangkan pusat pengembangan kegiatan Kecamatan Ngebel dengan wilayah pendukung di Kecamatan Sawoo, Sukoo, Pulung, Jenangan, Pudak dengan komoditas unggulan seperti padi dan ubi kayu, komoditas unggulan untuk perkebunan adalah kopi, cengkeh, kakao dan panili. Sedangkan untuk sektor pertanian adalah sapi, kambing dan ayam buras. Komoditas unggulan untuk sektor perikanan adalah hasil dari kolam dan perairan umum utamanya adalah nila dan lele. Komoditas buah dan sayuran unggulannya adalah manggis, durian, jeruk, mangga, cabe dan kacang panjang, dimana Kebutuhan sarana prasarana sehubungan dengan beberapa pengembangan kegiatan yang akan menjadi kawasan strategis di Kabupaten Ponorogo meliputi :

1. Pengembangan terminal agribisnis di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel untuk mendukung pengembangan kegiatan agropolitan, yang terdiri dari:

 Terminal agribisbis di Kecamatan Ponorogo

 Sarana penunjang kegiatan wisata alam dan agrowisata di Desa Ngebel  Pasar penunjang kegiatan perikanan di Telaga Ngebel

 Jaringan jalan dari kawasan pertanian menuju pusat agropolitan  Sarana pendidikan pertanian

2. pengembangan jaringan jalan lokal primer yang akan menghubungkan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya serta wilayah kabupaten yang bersebelahan

 Babadan-Kabupaten Madiun

 Jalan Lingkar Babdan-Ngebel-Pulung-Mlarak-Ponorogo  Ponorogo-Badegan-Wonogiri

 Sawoo-Tulungagung

3. Pembangunan jalan sirip & tembus serta Pembangunan Jalan Lingkar Wilis(Pulung – Ngebel – Pudak)

4. Teknologi pengolahan produk hasil pertanian, seperti teknologi pengemasan, pengolahan ikan, pengolahan jagung, pengolahan coklat, buah dll.

(24)

EKONOMI WILAYAH 2015 18

Gambar 2.1 Konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan pendukungnya Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032

(25)

EKONOMI WILAYAH 2015 19

Gambar 2.2 Diagram model agribisnis kawasan agropolitan Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032

(26)

EKONOMI WILAYAH 2015 20

Gambar 2.4 Kebutuhan Sarana Prasarana Pendukung Kegiatan Agropolitan Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032

(27)

EKONOMI WILAYAH 2015 21

Rencana Fungsi Pusat Pelayanan

A. Pusat Kegiatan Lokal Promosi(PKLp) Perkotaan Pulung

Pusat Pelayanan Lokal Promosi (PKLp) Perkotaan Pulung ini meliputi Kecamatan Sooko, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Ngebel dan Kecamatan Pudak, dengan Kecamatan Pulung sebagai pusat pelayanannya. Fungsi pusat pelayanan ini adalah sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa skala lokal,pusat agropolitan dan pusat kesehatan skala lokal.

Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di PKLp Pulung ini salah satunya adalah pusat Industri / Pemasaran hasil pertanian ( Industri hasil Pertanian, pusat pemasaran pertanian ).

B. Pusat Kegiatan Lokal Promosi(PKLp) Perkotaan Slahung

Pusat Pelayanan Lokal Promosi (PKLp) Perkotaan Slahung ini meliputi Kecamatan Balong, Kecamatan Slahung dan Kecamatan Ngrayun, dengan Kecamatan Slahung sebagai pusatnya. Fungsi pusat ini adalah sebagai sub pusat pengembangan kawasan agropolitan

untuk kegiatan off farm dan pusat perdagangan dan jasa skala lokal / kecamatan.

Adapun kegiatan utama yang diarahkan untuk dikembangkan di PKLp Slahung salah satunya adalah pemasaran hasil pertanian ( Industri hasil Pertanian, pusat pemasaran pertanian ).

C. Pengembangan Fasilitas Kawasan Perkotaan

Pusat Pelayanan PKL Perkotaan Ponorogo dengan kecamatan pendukung Ponorogo (sebagai Pusat Pelayanan dan Ibukota Kabupaten) membutuhkan fasilitas untuk pusat pengelolaan hasil produksi pertanian (Pusat Agropolitan) atau sub terminal agrobisnis.

Pusat Pelayanan PKLp Perkotaan Pulung dengan Kecamatan Pulung sebagai pusat pelayanan membutuhkan Pasar agro dan fasilitas untuk Pusat Indusri/Pemasaran Hasil Pertanian (Industri Hasil Pertanian, Pusat Pemasaran Pertanian (zona Agropolitan).

2.2.3 Rencana Pola Ruang A. Kawasan Hortikultura

(28)

EKONOMI WILAYAH 2015 22 puti, buncis, tomat, bayam, cabe rawit, dan terong. Untuk pengembangannya disesuaikan dengan kondisi kawasan masing-masing.

Pengembangan kawasan dilakukan dengan:

1. Pada zona pengenbangan agropolitan dikembangkan sarana dan prasarana pengelolahan hasil produksi

2. Pengembangan sistem agropolitan khusus sentra akomodasi pertanian diletakan pada zona pengembangan agro;

3. pengembangan sektor pertanian untuk kegiatan agrobis dari bahan pertanian mencadi bahan jadi yang siap untuk dipasarkan;

4. pengelolahan komoditas unggulan dengan pemasaran nasional . Adapun arahan pengelolaannya kawasan hortikultura adalah:

1. kawasan hortikultura sebagai penunjang komoditas unggulan di Kabupaten Ponorogo dengan memperhatikan supply dan permintaan pasar untuk penstabilan harga produk.

2. Lebih mengutamakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki kemampuan pemasaran yang luas.

3. kawasan ini sebaiknya tidak dialih fungsikan kecuali untuk kegiatan pertanian dengan catatan mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memiliki kemampuan penyerapan tenaga kerja yang lebih luas;

4. beberapa bagian hortikultura khususnya sayuran terletak pada ketinggian 1000m dpl; dan banyak memiliki kelerengan 40%. Kawasan ini harus ditingkatkan konservasinya secara teknis dan vegetatip.

5. kawasan hortikultura buah-buahan harus ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan mengembalikan komoditas yang sudah mulai hilang misalnya durian dan manggis yang sebagian besar di Kecamatan Ngebel.

B. Kawasan Peruntukan Perkebunan

(29)

EKONOMI WILAYAH 2015 23 Secara keseluruhan luas lahan perkebunan di Kabupaten Ponorogo mencapai 21,74 % dari luas wilayah Kabupaten Ponorogo atau sebesar 28.22.5 Ha dengan rincian perkebunan kelapa 2.086,62 Ha, cengkeh 1.621,03 Ha, kopi arabika 53,64 Ha, kopi robusta 213,04 Ha, jambu mente 737,66 Ha, kapuk randu 1.405,48 Ha,tembakau virginia 35 Ha, tembakau jawa 40 Ha. Janggelan 185 Ha, tebu 2.184,92 Ha, panili 11,78 Ha, lada 4,59 Ha, kakao 55,49, dan cabe jamu 15 Ha.

Kabupaten Ponorogo merupakan bagian dari Kimbun Lawu bersama dengan Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ngawi, dimana sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Timur dengan rencana Pengembangan pertanian dan perkebunan serta home

industry yang merupakan bagian dari Kimbun Lawu dengan komoditi yang dikembangkan

antara lain kopi, tebu, kakao, kelapa dan cengkeh, serta bagian dari Kimbun Wilis bersama Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten dengan komoditas yang dikembangkan meliputi kopi, tebu, kakao dan kelapa

Pada beberapa lokasi perkebunan yang saat ini digunakan untuk pertanian tanaman semusim akan dilakukan pengembalian kepada fungsi perkebunan dengan pengelolaan bersama masyarakat. Berbagai cara dalam pemanfaatan perkebunan antara lain adalah :

1. Pengembangan perkebunan dilakukan dengan mengembangkan industri pengolahan hasil komoditi diarahkan pada Kecamatan Sambit, Sawoo, Pulung, Mlarak, Siman, Jetis dan Kecamatan Bedegan;

2. Pengembangan fasilitas sentra produksi dan pemasaran pada pusat kegiatan ekonomi di Kecamatan Ponorogo sebagai pusat dari kegiatan agropolitan di Kabupaten Ponorogo; 3. Pengembangan perkebunan, misalnya merehabilitasi tanaman perkebunan yang rusak

atau pada area yang telah mengalami kerusakan yaitu mengembalikan fungsi perkebunan yang telah berubah menjadi peruntukan lainnya, khususnya yang telah berubah menjadi area pertanian tanaman pangan;

4. Pengembangan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk tanaman perkebunan sesuai dengan rencana, seperti kelapa, cengkeh, tembakau, kopi, jahe, panili, teh, dan cokelat; 5. Pengembangan kawasan-kawasan potensi untuk pertanian pangan lahan kering;

6. Pengembangan pasar produksi perkebunan; serta

(30)

EKONOMI WILAYAH 2015 24 Adapun arahan pengelolaan perkebunan di Kabupaten Ponorogo diarahkan sebagai berikut :

1. Kawasan perkebunan yang dikembangkan di Kecamatan Sambit, Sawoo, Pulung, Mlarak, Siman, Jetis dan Kecamatan Bedegan tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan yang lain, dan dapat ditingkatkan perannya sebagai penunjang pariwisata dan penelitian;

2. Perkebunan yang juga memiliki fungsi perlindungan kawasan seperti di Kecamatan Pudak, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Ngebel, sebagian merupakan kawasan yang telah dialihfungsikan menjadi tanaman semusim. Lokasi ini harus dikembalikan menjadi perkebunan kembali dengan melibatkan masyarakat;

3. Peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan masing-masing; serta

Penetapan komoditi tanaman tahunan selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air, juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.

C. Kawasan PeruntukanPeternakan

Ternak besar (sapi potong dan sapi perah) terdapat di Kecamatan beberapa kecamatan diantaranya adalah di Kecamatan Kauman, Kecamatan Ngebel, Kecamatan Pulung, Kecamatan Sooko, Kecamatan Slahung dan Kecamatan Pudak. Sedangkan untuk pengembangan ternak kecil (ayam ras, ayam buras/kampung) pendistribusian sudah cukup merata pada masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo dan setiap penduduk rata-rata memiliki ternak ini meskipun dalam jumlah kecil.

Pengembangan komoditas ternak yang dapat berfungsi sebagai lokomotif benggerak pertumbuhan dan perkembangan di bidang peternakan. Pengembangan kawasan peternakan di Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut :

Pengembangan sentra ternak sapi perah dikaitkan dengan konsep agropolitan keterkaitannya dengan pengembangan komoditas jagung sebagai produk unggulan.  Pengembangan kawasan ternak unggulan

(31)

EKONOMI WILAYAH 2015 25  Kawasan ternak unggas banyak tersebut di permukiman penduduk harus dipisahkan dari

permukiman penduduk untuk mencegah penyebaran penyakit ternak seperti flu burung; serta

 Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan industri lainnya.

Adapun arahan ngengelolahan peternakan di Kabupaten Ponorogo adalah:

1. Meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan dan pada beberapa bagian dapat menyatu dengan kawasan perkebunan atau kelautan

2. Kawasan peternakan dalam skala besar dikembangkan pada lokasi tersendiri jauh dari permukiman diharapkan mempunyai keterkaitan dengan kawasan pengembangan agropolitan pada kawasan pendukung kecamatan penghasil hasil pertanian

3. mengolah hasil ternak sehingga memiliki nilai ekonomis tinggi, pengembangan ternak unggulan, ternak sapi jawa dan kambing etawa

Rencana pengelolaaan kawasan industri yang berhubungan dengan agropolitan adalah industri yang dikembangkan harus mempunyai keterkaitan proses dengaN komoditas yang ada di Kabupaten Ponorogo konsep agropolitan.

(32)

EKONOMI WILAYAH 2015 26

Gambar 2.6 Linkage System Wisata Alam dan Wisata Pertanian Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032

2.2.4 Penetapan Kawasan Strategis

Untuk mewujudkan Kabupaten Ponorogo sebagai Kabupaten yang produktif yang bertumpu pada Agropolitan maka kawasan Ponorogo Barat dan Ponorogo Utara dipusatkan sebagai lokasi pengembangan Agropolitan dengan asumsi tersedianya lahan untuk pengembangan dan lokasinya yang strategis. Adapun produk unggulan dari kawasan agropolitan di Kabupaten Ponorogo antara lain adalah jeruk keprok, durian, manggis, jagung dan padi. Sedangkan untuk industri rumah tangga, buah – buahan hasil perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kripik, dodol dan manisan yang biasanya disebut juga Off Farm (kegiatan pertanian diluar kegiatan produksi)

Kawasan Strategis Ekonomi

Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo antara lain meliputi :

A. Pengembangan Kawasan Agropolitan Ponorogo

(33)

EKONOMI WILAYAH 2015 27 pengolahan dan perluasan jaringan di kecamatan Kauman, Kecamatan Sukorejo dan Kecamatan Babadan. Selain kegiatan on farm dikembangkan pula kegiatan off farm yaitu kegiatan pertanian di luar kegiatan produksi seperti misalnya industri rumah tangga yang mengelola hasil buah – buahan untuk dijadikan keripik, dodol dan manisan.

Gambar 2.7 Pengembangan Kawasan Agropolitan Dan Kawasan Pendukungnya Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032

Zona pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo adalah di Kecamatan Babadan, Kecamatan Sukorejo, dan Kecamatan badegan. Sedangkan wilayah pendukung sebagai penghasil komoditi adalah di Kecamatan Pulung, Kecamatan Kenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Balaong dengan komoditi Jagung. Kecamatan Pulung, Kecamatan Jenangan, Kecamatan Babatan, Kecamatan Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Kauman, Kecamatan Balong dan Kecamatan Slahung adalah komoditi padi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan pendukungnya.

Pengembangan Kawasan Agropolitan Ngebel

(34)

EKONOMI WILAYAH 2015 28 dan ayam buras. Komoditas unggulan untuk sektor perikanan adalah hasil dari kolam dan perairan umum utamanya adalah nila dan lele. Komoditas buah dan sayuran unggulannya adalah manggis, durian, jeruk, mangga, cabe dan kacang panjang.

Komoditas tersebut dibudidayakan secara meluas dan bersifat dominan di Kecamatan Ngebel, sehingga Kecamatan Ngebel sebegai salah satu pilihan lokasi pengembangan agropolitan di Kabupaten Ponorogo. Konsep pengembangan kawasan agropolitan Ngebel adalah pembentukan subsistem agroindustri sebagai penggerak yang akan mewadai

kegiatan agrobisnis dengan penningkatan nilai tambah (Added Value) produk dalam agrobisnis. Misalnya dalam pengembangan produk kakao yang sangat potensial di Agropolitan

Ngebel dapat dikembangkan menjadi serbuk kakao, permen coklat, susu coklat dan semua produk makanan dari coklat.

2.2.5 Arahan Pemanfaatan Ruang

Priotitas Pembangunan dalam bidang agropolitan

1. Membuka dan mengembangkan potensi kawasan strategis Kabupaten Ponorogo yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah seperti pengembangan pertambangan panas bumi, pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan kawasan agro

industi, pariwisata dan pertanian tanaman pangan. Mendorong bergeraknya roda

perekonomian daerah. Sektor-sektor kegiatan ekonomi utama: pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, agro industri dan pariwisata, dijadikan motor penggerak tumbuhnya kegiatan pada sector lainnya. Mata rantai pengolahan hasil pertanian dan

pertambangan di Kabupaten Ponorogo harus dapat diperpanjang sehingga nilai tambah yang dapat diciptakan dari pengolahan hasil-hasil pertanian dan pertambangan tersebut dapat dinikmati oleh penduduk setempat dalam bentuk lapangan pekerjaan dan kenaikan pendapatan per kapita. Dapat dinikmati

(35)

EKONOMI WILAYAH 2015 29 diversifikasi kegiatan, dan backward-forwardlingkage yang meluas di antara kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut.

2. Dukungan pembangunan sarana dasar wilayah seperti jaringa listrik, telepon dan air bersih, agribisnis hulu dan hilir, promosi yang dapat menunjang perkembangan pusat-pusat pelayanan wilayah, industri, pertanian dan pariwisata.

Berikut adalah program-program Kabupaten Ponorogo yang terkait dengan agropolitan

A. PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG

1. Perwujudan Pusat Kegiatan

Pengembangan pusat kegiatan klaster agroindustri meliputi industri pengolahan, produk olahan pertanian dan pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel yang ditetapkan sebagai Pusat pengembangan agropolitan di Kecamatan Ponorogo dan Kecamatan Ngebel.

2. Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah Bidang Transportasi

a. Terminal Agropolitan di Kecamatan Ngebel.

b. Penambahan Rute Angkutan Umum Kawasan Agropolitan di Kecamatan Babadan, Sukorejo, dan badegan, Pulung, Balong, Kauman dan Kecamatan Slahung

c. Penambahan Armada Angkutan Kawasan Agropolitan di Kecamatan Ngebel dan Kecamatan Ponorogo.

B. PERWUJUDAN POLA RUANG

1. Perwujudan Kawasan Budidaya

Peruntukan Pertanian

a. Mengoptimalkan konsep agrowisata di Kecamatan Ngebel

b. Pengembangan agroindustri di Kecamatan Kauman, Sukorejo, Babadan, Ponorogo dan Kecamatan Ngebel

c. Pengembangan agropolitan-Pengembangan sentra-sentra pertanian dan pariwisata agribisnis di Kecamatan Ponorogo dan Ngebel

Peruntukan Perkebunan

a. Mengoptimalkan konsep agrowisata di Kecamatan Ngebel

b. Pengembangan agropolitan perkebunan di Kecamatan Ngebel yaitu :

(36)

EKONOMI WILAYAH 2015 30

- meningkatkan usaha agroindustri skala kecil - penyediaan terminal agribisnis

- pengembangan outlet pemasaran komoditi unggulan Peruntukan Industri

a. Pembangunan Prasarana dan Sarana Agribisnis/Agro Industri di Kecamatan Kauman, Sukorejo, Babadan, Ponorogo dan Kecamatan Ngebel

Peruntukan Pariwisata

a. Kawasan prioritas pengembangan wisata rekreasi pada Wisata Belanja Kecamatan Ponorogo, Agrowisata Ngebel, Ecotourism Pudak

(37)

EKONOMI WILAYAH 2015 31 3. BAB III

GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Perekonomian

(38)

EKONOMI WILAYAH 2015 32

Gambar 3.1 PDRB Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo

(39)

EKONOMI WILAYAH 2015 33 Hal yang perlu dikaji bahwa dari tahun ke tahun PDRB untuk sektor pertanian peranannya semakin menurun. Ini menunjukkan bahwa Sektor Pertanian di Kabupaten Ponorogo perlu mendapatkan penanganan dan pengelolaan sumber daya alam yang selaras dengan perkembangan teknologi guna meningkatkan produktivitas pertanian. Pada tabel pokok dapat dilihat bahwa selama tahun 2012 sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 2,98 persen. Produktivitas di sektor ini mulai membaik setelah tahun sebelumnya sempat turun disebabkan oleh merosotnya produksi padi akibat gagal panen karena serangan hama yang merajalela.

Kabupaten Ponorogo terkenal sebagai daerah pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang cukup besar di Jawa Timur. Meski nilai remitansi TKI pada tahun 2012 yang mencapai 230,195 milyar rupiah menurun 9,12 persen dibanding tahun 2011 namun sedikit banyak mereka telah turut andil dalam menggerakkan pertumbuhan berbagai sektor seperti PHR, bangunan, angkutan dan komunikasi serta keuangan.

Sektor bangunan yang masih tumbuh tinggi pada tahun 2012 yaitu sekitar 8,87 persen juga turut menggerakkan pertumbuhan di sektor lain seperti perdagangan, pengangkutan dan juga keuangan.

Dari pergerakan ekonomi di seluruh lini sektor ekonomi, pada tahun 2012 ekonomi Kabupaten Ponorogo tumbuh sebesar 6,52 persen, lebih cepat dibanding dengan tahun sebelumnya yang berada pada angka 6,21 persen. Di lihat dari sisi pertumbuhan sektoral, sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,17 persen, hal ini dipengaruhi oleh membaiknya pertumbuhan sektor pertanian, bangunan, industri dan jasa di Kabupaten Ponorogo yang membawa dampak pada tumbuhnya sektor angkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, jasa persewaan dan jasa perusahaan.

3.1.1 Struktur Ekonomi

Dengan mengamati struktur ekonomi dari tahun ke tahun akan terlihat pola dan perkembangan kegiatan pembangunan yang dilakukan baik secara umum maupun secara lintas sektoral.

Untuk mengetahui perkembangan struktur ekonomi dari peranan tiga sektor pendukung PDRB yang dibedakan seperti berikut ini:

(40)

EKONOMI WILAYAH 2015 34 2. Sektor Sekunder; terdiri dari Sektor Industri Pengolahan, Sektor LGA, dan Sektor

Konstruksi;

3. Sektor Tersier, terdiri dari Sektor PHR, Sektor Angkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan sektor Jasa-jasa.

Biasanya besaran peranan PDRB dari ketiga sektor tersebut disajikan atas dasar harga berlaku (ADHB). Dengan memantau nilai ketiga sektor besar dalam suatu periode waktu tertentu, selain akan diketahui struktur ekonomi juga diketahui pergeserannya.

Gambar 3.2 Struktur Ekonomi Kab. Ponorogo Tahun 2012 (%)

(41)

EKONOMI WILAYAH 2015 35

Tabel 3.1 Struktur Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%)

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo

Sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi jangka panjang, struktur ekonomi Kabupaten Ponorogo selama lima tahun terakhir menunjukkan kondisi yang cukup dinamis. Apabila diikuti perkembangannya selama lima tahun terakhir peranan sektor primer, utamanya sektor pertanian kontribusinya cenderung menurun, hal ini lebih disebabkan karena sektor pertanian sangat tergantung dari ketersediaan luas lahan pertanian yang semakin menurun, akibat adanya alih fungsi lahan pertanian yang berubah menjadi kawasan pemukiman, kegiatan ekonomi dan sebagainya.

Sedangkan peranan sektor sekunder, utamanya industri pengolahan dan listrik, gas dan air bersih cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena tingkat pertumbuhannya kalah cepat dibanding sektor tersier.

(42)

EKONOMI WILAYAH 2015 36 Dapat disimpulkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten Ponorogo didominasi oleh sektor primer dan sektor tersier. Dan dalam perkembangannya, peranan sektor tersier semakin meningkat seiring dengan kejenuhan peranan yang terjadi pada sektor primer, sehingga dampak dari pembangunan infrastruktur di bidang pertanian belum menunjukkan percepatan akselerasi pada sektor pertanian, sehingga belum mampu menguatkan kembali peran sektor primer tersebut.

3.1.2 Pertumbuhan Ekonomi

Satu hal yang penting dalam memperbincangkan ekonomi adalah mengetahui percepatan kegiatan ekonomi suatu wilayah. Tentunya percepatan itu akan diketahui jika terdapat alat ukurnya.

Alat ukur yang dipakai untuk menghitung percepatan kegiatan ekonomi dan yang direkomendasikan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah GDP (Gross Domestic Product), dalam hal ini adalah PDRB atas dasar harga konstan (ADHK). Menggunakan ADHK

karena yang dihitung adalah “percepatan kegiatan” ekonominya, dengan maksud bahwa yang

dihitung adalah pertumbuhan yang disebabkan oleh riil perubahan produksi tanpa terpengaruh oleh perubahan harga. Semakin banyak kegiatan ekonomi, berarti ada pertumbuhan ekonomi, atau sebaliknya.

(43)

EKONOMI WILAYAH 2015 37

Gambar3.3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Tahun 2008-2012 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo tahun 2012 sebesar 6,52 persen. Sektor Pertanian dan Sektor PHR yang mendominasi dalam pembentukan PDRB mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 2,98 persen dan 10,17 persen.

(44)

EKONOMI WILAYAH 2015 38

Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2008-2012 (%)

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo

Sedangkan lapangan usaha sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada 2012 mampu tumbuh 8,43 persen dan menyumbang pertumbuhan sebesar 0,49 persen. Diikuti sektor angkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 9,45 persen dan menyumbang pertumbuhan 0,37 persen.

Sementara itu, PDRB sektor industri pengolahan pada 2012 mampu tumbuh 5,98 persen dan menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,29 persen. Sektor bangunan tumbuh 8,87 persen dan menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,15 persen, demikian pula sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh sebesar 5,98 persen dengan menyumbang pertumbuhan 0,14 persen. Dan yang terendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan pertumbuhan 5,7 persen dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 0,11 persen.

3.2 Potensi Perekonomian

(45)

EKONOMI WILAYAH 2015 39 9,03%, perdagangan 8,67%, industri 7,49%, konstruksi 5,92% transportasi 3,62%, keuangan 1,57%, pertambangan 0,61% dan sektor listrik, gas dan air sebesar 024%. Untuk penduduk perempuan lapangan usaha yang paling banyak dilakukan adalah pertanian sebesar 54,65%. Diikuti dengan sektor perdagangan , jasa, industri, pertambangan dan galian, keuangan, konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air. Sedangkan jenis pekerjaan utama yang paling

banyak dilakukan oleh penduduk baik laki-laki maupun perempuan adalah bidang pertanian. Hal ini dipengaruhi oleh potensi wilayah kabupaten Ponorogo merupakan daerah persawahan. Disamping itu tingkat pendidikan, kemampua/ skill yang dimiliki oleh

penduduk dan kondisi perekonomian daerah juga berpengaruh terhadap jenis lapangan usaha yang dilakukan oleh masyarakat.

Selain itu, banyaknya TKI/TKW dari Kabupaten Ponorogo yang bekerja di luar negeri juga memberikan pendapatan bagi Kabupaten Ponorogo. Hasil pendapatan TKI yang sangat

besar dapat digunakan untuk mengerakkan pembangunan, dimana hasil devisa TKI di Ponorogo diperkirakan kurang lebih Rp. 900.000.000.000,00 (sembilan ratus milyard) pertahun. Ini merupakan potensi yang cukup besar dan dapat dinjadikan investasi guna

dikembangkan menjadi modal usaha bagi TKI pasca kepulangannya. Pemerintah Daerah akan memberikan fasilitasi dengan pemberian pengetahuan manajemen usaha dan ketrampilan.

3.3 Permasalahan Perekonomian

Permasalahan perekonomian terjadi di berbagai bidang. Pada bidang pertanian pada saat ini yang menjadi distributor terbesar terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo,belum

mendapatkan perhatian yang cukup serius. Langkanya pupuk pada saat musim tanam serta

minimnya infrastruktur irigasi menyebabkan lambatnya perkembangan pada sektor pertanian. Selain itu, kurang adanya upaya pemerintah untuk memberikan berbagai pengetahuan kepada masyarakat petani menjadikan para petani di Kabupaten Ponorogo banyak yang masih berpola tradisional. Begitu juga dengan harga hasil bumi yang terkadang dimonopoli oleh tengkulak menjadikan para petani semakin terjepit.

(46)

EKONOMI WILAYAH 2015 40 yang serius dalam mengintensifkan berbagai regulasi daerah yang telah dibuat sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi (pro growth).

Pada bidang sosial, angka kemiskinan yang ada di Ponorogo dalam kurun lima tahun (tahun 2005-2010) masih cukup besar. Kondisi ini menjadi permasalahan yang mendasar bagi pemerintah Kabupaten Ponorogo. Selain itu, masalah padatingginya angka pengangguran yang dapat dilihat dari TPAK dan TPT. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK merupakan perbandingan jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Melalui indikator TPAK dapat ditunjukkan persentase penduduk yang telah siap terlibat dalam kegiatan ekonomi (aktif secara ekonomis). Secara umum TPAK Kabupaten Ponorogo selama 5 (lima tahun) terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan. TPAK tahun 2008 sebesar 69,89 persen, yang menunjukkan sekitar 70 persen penduduk usia kerja aktif secara ekonomis mengalami penurunan dari tahun 2007 sebesar 75,70% .Perubahan besaran TPAK tersebut menggambarkan adanya fluktuasi jumlah angkatan kerja yang antara lain dipengaruhi oleh usia penduduk, status perkawinan dan tentunya kesempatan kerja yang ada. Indikator lainnya dalam bidang ketenagakerjaan adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengangguran terbuka di kalangan angkatan kerja. Terlihat bahwa angka TPT di Kabupaten Ponorogo tahun 2009 sekitar 3.45 persen, yang berarti dari 100 angkatan kerja secara rata-rata terdapat antara 3 sampai 4 orang yang sedang mencari pekerjaan. Kondisi lapangan kerja di Ponorogo dalam lima tahun ini masih besar jumlah pengganggurannya, hal ini dapat dilihat dari angka angkatan kerja terbuka yang mencapai sekitar 4,087 persen, karena usia angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan

kerja yang ada. Kondisi ini tentunya akan menyebabkan jumlah pengangguran semakin

meningkat. Dengan angka pengangguran yang tinggi, maka tingkat kerawanan sosial juga

akan semakin meningkat.

Permasalahan perekonomian di Kabupaten Ponorogo yang dihadapi dan akan menjadi perhatian serius antara lain:

1. Elemen pemberdayaan ditingkat masyarakat miskin masih rendah

(47)

EKONOMI WILAYAH 2015 41 3. Belum optimalnya harmonisasi pengelolaan program-program penanggulangan

kemiskinan, baik yang didanai oleh APBN, APBD maupun sumber yang lain.

4. Masih rendahnya pengawasan (Monev) dan sangsi ketat terhadap implementasi program kemiskinan.

5. Belum maksimalnya upaya-upaya Percepatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo melalui pengembangan sektor unggulan berbasis sumber daya lokal melalui agro industri

6. Belum optimalnya pelaksanaan program penguatan akses UMKM dan Koperasi terhadap sumber daya produktif.

7. Masih terbatasnya informasi pasar kerja dan pemberdayaan bursa kerja.

8. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur di perdesaan maupun perkotaan.

9. Masih rendahnya pemanfaatan pembangunan kehutanan yang diarahkan pada optimalisasi manfaat ekologi dan ekonomi; Rehabilitasi hutan dan lahan yang diperlukan untuk mengurangi laju degradasi hutan dan lahan; Penanggulangan pencemaran dan pengembangan sumber energi baru yang ramah.

10.Masih terbatasnya sumberdaya manusia yang kompeten dan profesional sebagai instrumen pembangunan

11.Masih rendahnya kemampuan fiskal daerah dalam penyediaan sumber sumber pembiayaan yang memadai untuk mendukung program dan kegiatan pembangunan dan pelayanan publik baik yang berasal dari kemampuan daerah (internal) maupun sumber dana dari luar (eksternal).

12.Masih rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dalam mendorong percepatan pembangunan disegala bidang.

13.Masih rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan dasar pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur (Air bersih, perumahan, sanitasi dll).

14.Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi (pro Growth)

15.Masih rendahnya penciptaan lapangan kerja dalam menguragi pengangguran.

(48)

EKONOMI WILAYAH 2015 42 4. BAB IV

HASIL ANALISIS

4.1 Analisis Location Quotient

Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh eksport wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapatdigunakan metode LQ (Location Question), yaitu perbandingan antara pangsa relatif pendapatan sektor I pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor I pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan provinsi. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

= ���⁄ � �� ⁄

Dimana:

Ri = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Kabupaten Ponorogo Rt = Pendapatan (tenaga kerja) total Kabupaten Ponorogo

Ni = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada Provonsi Jawa Timur Nt = Pendapatan (tenaga kerja) total Provinsi Jawa Timur

 Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebihtinggi daripada tingkat kota.

 Jika LQ < 1, disebut sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinyalebih rendah daripada tingkat kota.

 Jika LQ = 1, tingkat spesialisasi wilayah perencanaan sama dengan tingkatkota.

4.1.1 Analisis LQ Sektor

(49)

EKONOMI WILAYAH 2015 43

Tabel 4.1 Hasil Analisis LQ Kabupaten Ponorogo

SEKTOR KAB.

PONOROGO

JAWA

TIMUR LQ KETERANGAN

1. PERTANIAN 1.236.700,93 55.330,11 2,354968941 BASIS

2. PERTAMBANGAN &

PENGGALIAN 82.474,80 8.697,63 0,999084848 NONBASIS 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 179.906,56 103.497,23 0,183147208 NONBASIS 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 66.235,70 5.486,50 1,27197559 BASIS

5. BANGUNAN 92.136,12 14.006,02 0,693102088 NONBASIS 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 1.237.257,15 139.431,31 0,934935595 NONBASIS 7. PENGANGKUTAN &

KOMUNIKASI 233.666,78 33.837,74 0,72757481 NONBASIS 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA

PERUSAHAAN 304.881,62 23.455,84 1,369500777 BASIS 9. JASA-JASA 547.590,82 35.686,08 1,616736876 BASIS

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Berdasarkan hasil analisis LQ Sektor, dapat diketahui sektor basis di Kapupaten Ponorogo berturut-turut adalah pertanian (2,35), jasa-jasa (1,61), keuangan persewaan & jasa komunikasi (1,39), dan listrik, gas, & air bersih (1,27). Jika sektor-sektor tersebut dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan dukungan kebijakan dan mendapat prioritas program maka sektor-sektor tersebut akan menambah keuntungan bagi Kabupaten Ponorogo dimasa yang akan datang

4.1.2 Analisis LQ Sub Sektor

Gambar

Gambar 2.1 Konsep pengembangan kawasan agropolitan dan kawasan pendukungnya Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032
Gambar 2.3 Lokasi strategis pengembangan komoditi jagung Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032
Gambar 2.5 Rencana pengembangan sistim perdesaan Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032
Gambar 2.6 Linkage System Wisata Alam dan Wisata Pertanian Sumber: RTRW Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari aplikasi ini berupa informasi mengenai jumlah penjualan yang mungkin terjadi pada periode akan datang sehingga pegawai dapat mempersiapkan jumlah suatu barang

Salah satu aspek teknis lain dari olah vokal klasik yang diterapkan dan mempunyai suatu jenis perbandingan yang cukup signifikan pada kedua jenis musik vokal klasik dan populer

Tujuan dari pengelolaan lira bentuk padat radiasi tinggi tidak dapat bakar adalah untuk memudahkan pekerja dalam pengelolaan limbah radioaktif padat, sehingga

Suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pimpinan untuk melatih para bawahannya guna meraih kinerja yang optimum dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta bagaimana

1) Pengembangan perangkat lunak ajar persamaan non linier dengan metode newton raphson telah dilakukan melalui enam tahap, yaitu: (1) melakukan analisis kebutuhan, (2)

sistem atau kontrol untuk menghentikan/memutuskan pengeluaran arus yang terus menerus apabila baterai telah mencapai kondisi minimum (kosong), hal ini dapat

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum

exiqua berdasarkan hasil tangkapan imago &gt;10 individu/hari dapat mengurangi jumlah penyemprotan pestisida sebanyak 8 kali dibanding dengan perlakuan B, ambang