• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6 Landasan Teoritis

1.6.4 Konsep Akibat Hukum

Akibat hukum menurut R. Soeroso adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang

20Sudikno Mertokusomo, 2009, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertukusomo I), hal. 97.

21Wirjono Prodjodikoro, 2011, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Perseujuan

23

diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.22 Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.23

Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jual-beli maka telah lahir suatu akibat hukum dari perjanjian jual jual-beli tersebut yakni ada subyek hukum yang mempunyai hak untuk mendapatkan barang dan mempunyai kewajiban untuk membayar barang tersebut. Begitu sebaliknya subyek hukum yang lain mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum.24 Akibat hukum itu dapat berujud:

1. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum. Contoh:

a. Usia menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap hukum menjadi cakap hukum, atau

b. Dengan adanya pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan tindakan hukum.

22R. Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta, hal. 295. 23Ishaq, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta, hal. 53. 24Pipin Syarifin, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung, hal. 71

24

2. Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau lebih subyek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Contoh: A mengadakan perjanjian jual beli dengan B, maka lahirlah hubungan hukum antara A dan B. Setelah dibayar lunas, hubungan hukum tersebut menjadi lenyap.

3. Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum. Contoh: seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu akibat hukum dari perbuatan si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang lain tanpa hak dan secara melawan hukum.

4. Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian darurat oleh hukum yang bersangkutan telah diakui atau dianggap sebagai akibat hukum, meskipun dalam keadaan yang wajar tindakan-tindakan tersebut mungkin terlarang menurut hukum. Misalnya, dalam keadaan kebakaran dimana seseorang sudah terkepung api, orang tersebut merusak dan menjebol tembok, jendela, pintu dan lain-lain untuk jalan keluar menyelamatkan diri.

Perbuatan hukum itu merupakan perbuatan yang akibat diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja (bersegi satu) maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi dua). Apabila akibat hukumnya (rechtsgevolg) timbul karena satu pihak saja, misalnya membuat surat wasiat diatur dalam ketentuan Pasal 875 KUH Perdata, maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum satu pihak. Kemudian

25

apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak, seperti jual beli, tukar menukar maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum dua pihak.25

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, menurut peneliti perbuatan hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu perbuatan hukum bersegi satu dan perbuatan hukum bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi satu merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) orang saja dan akibat hukumnya hanya berlaku terhadap orang yang bersangkutan. Contoh perbuatan hukum bersegi satu antara lain membuat surat akte kelahiran, surat keterangan domisili, dan sebagainya. Sementara itu perbuatan hukum bersegi dua merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak yang akibat hukumnya juga berlaku untuk 2 (dua) pihak yang bersangkutan. Contohnya antara lain perbuatan hukum dalam perjanjian sewa menyewa, perjanjian perkawinan dan sebagainya. 1.6.5 Teori Perjanjian

Alasan digunakan teori perjanjian dalam penelitian ini untuk membahas rumusan masalah kedua yaitu akibat hukum perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan pasca putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015. Van Dunne sebagai pencetus teori perjanjian yang dikutip dari buku Salim H.S mengartikan perjanjian sebagai berikut:

Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori hukum baru, yaitu:

1) tahap pracontraktual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan,

2) tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak,

3) dan tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.26

26

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah hubungan hukum, hubungan hukum itu timbul karena adanya peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan dalam lingkup harta kekayaan.27 Mengenai pengertian perjanjian ini, J. Satrio mengemukakan pendapatnya bahwa, perjanjian adalah peristiwa yang menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan perkataan lain bahwa perjanjian berisi perikatan.28 Scanlon menyatakan bahwa perjanjian merupakan janji antara para pihak yang membuatnya yang mempunyai aspek moral dan aspek kekuatan memaksa sebagai kekuatan mengikatnya.29 Sudikno Mertokusumo berpendapat dalam bukunya bahwa perjanjian tidak merupakan suatu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.30

Berdasarkan pendapat para sarjana di atas, maka teori ini berfungsi untuk menganalisa perihal akibat hukum dari perjanjian perkawinan pasca putusan MK, yaitu adanya hak dan kewajiban para pihak yang ditimbulkan karena adanya suatu hubungan hukum dimana adanya kesepakatan para pihak yang mana dari kesepakatan tersebut akan menimbulkan akibat hukum. Begitu pula dengan perjanjian perkawinan yang memiliki akibat hukum bagi para pihak yang membuatnya.

26Salim H.S, 2011, Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, Cet. VIII, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim H.S I), hal. 26.

27Abdulkadir Muhammad, 2014, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 199.

28J. Satrio, 2005, Hukum Perjanjian, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 5.

29T. M. Scanlon, 2001, Promise and Contracts, dalam Peter Benson, (ed) The Theory of Contract Law, Cambridge University Press, New York, hal. 99.

30Sudikno Mertokusumo, 2005, Hukum Perjanjian. Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusumo II), hal. 110.

27

Dokumen terkait