• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Asuhan Keperawatan

Dalam dokumen KARYA TULIS ILMIAH (Halaman 30-62)

2.2.1 Pengkajian

2.2.1.1 Pengumpula Data

Pengkajian fisik menurut Brunner- Suddarth (2015) meliputi :

1) Identitas

Pada penderita CVA Bleeding, umur menjadi pengaruh dalam munculnya serangan karena insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, biasanya pada seseorang yang usia diatas 55 tahun, seorang yang obesitas biasanya mempunyai resiko lebih tinggi karena memiliki kolesterol tinggi dan hipertensi, gaya hidup yang buruk seperti merokok dan konsumsi alcohol juga berpengaruh dalam terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan stroke. Biasanya

lebih banyak pria dari pada wanita yang terkena CVA Bleeding karena faktor hormonal.

2) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus CVA Bleeding adalah nyeri kepala hebat disertai dengan penurunan kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien datang biasanya mengalami penurunan kesadaran gangguan persepsi, kehilangan komunikasi, kehilangan motoric, merasa kesulitan melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, merasa mduah lelah dan susah beristirahat.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah penderita mempunyai penyakit hipertensi, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol dan diabetes melitus karena merupakan faktor resiko terjadi stroke.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarganya ada yang pernah menderita stroke, apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit hipertensi dan diabetes melitus karena merupakan faktor stroke.

6) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Perlu dikaji apakah penderita CVA Bleeding antara lain : (1) Merokok

(2) Konsumsi terlalu banyak alcohol

(3) Penggunaan obat-obat terlarang (Wijaya, 2013)

2.2.1.2 Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernafasan (Breath)

Pada dada terbentuk normal, inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan, auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien dengan penurunan tingkat kesadaran koma, pada klien yang kesadaran compos mentis sering kali tidak didapati kelainan pada system pernafasan.

2) Sistem kardiovaskuler (Blood)

Pada klien dengan CVA Bleeding tekanan darah cenderung meningkat, denyut nadi nornal , CRT <3 detik, akral hangat, S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara tambahan.

3) Sistem persyarafan (Brain)

Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil, unilateral, observasi tingkat kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran area perfusinya tidak adekuat, ada aliran darah koleteral (sekunder dan asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat

membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pemeriksaan lain.

(1) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran pada klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.

Tngkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem pernafasan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisaran dalam tingkat latargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. Penilaian GCS : Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis, saat ini penurunan kesadaran dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), dan merupakan keseharusan untu dikuasai oleh para

medik.

Nilai Normal Glasgow Scale

(1)) Menilai respon membuka mata (E)

4 : Spontan membuka mata

3 : Membuka mata dengan perintah

2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri

1 : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun

(2)) Menilai respon verbal/respon bicara (V)

5 : Berorientasi dengan baik

4 : Bingung berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu 3 : Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk kalimat 2 : Bisa mengeluarkan suara tanpa hati (mengerang)

1 : Tidak bersuara

(3)) Menilai respon motorik

6 : Mengikuti perintah

5 : Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberikan rangsangan nyeri)

4 : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh menjauh stimulus saat diberi rangsangan nyeri)

3 : Menjauhi rangsangan nyeri 2 : Okstensi spontan

1 : Tidak ada gerakan (2) Pengkajian Defisit Neurologis

(1)) Defisit Lapang Penglihatan

Pada pasien deficit penglihatan ditemukan manifestasi klinis berupa tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak, kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek, penglihatan ganda.

(2)) Deficit Motorik

Pada pasien deficit motorik ditemukan manifestasi klinis kelemahan wajah, lengan, kaki pada sisi yang sama, paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama, berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas, kesulitan dalam membentuk kata, kesulitan dalam menelan.

(3)) Defisit Sensori

Pada pasien deficit sensori ditemukan manifestasi klinis kebas dan kesemutan pada bagian tubuh, kesulitan dalam propriosepsi.

(4)) Defisit Verbal

Pada pasien deficit verbal ditemukan manifestasi klinis tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal, tidak mampu memahami kata yang dibicarakan mampu bicara tapi tidak masuk akal, kombinai baik afasia reseptif dan ekspresif.

(5)) Defisit Kognitif

Pada pasien deficit kognitif ditemukan manifestasi klinis kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

(6)) Defisit Emosional

Pada pasien deficit emosiaonal ditemukan manifestasi klinis kehilangan control diri, labilitas emosional, penurunan toleransi

pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan, dan marah, perasaan isolasi.

(Brunner&Suddarth, 2015) (3) Pengkajian Saraf Kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial 1-12

(1)) Olfaktorius

Untuk mendeteksi adanya gangguan menghirup, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan :

Sebelunya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium aroma yang tidak merangsang.

Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan penutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.

(2)) Optikus

Membandingkan ketajaman penglihatan dengan menggunakan kartu snallen, pasien diminta untuk melihat huruf dan dengan jarak tertentu.

(3)) Okulomotorius

Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata externa, levator palpebral dan konstriktor pupil.

(4)) Trokhlearis

Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.

(5)) Trigemunus

Merupakan saraf yang mempersyarafi sensoris wajah dan otot pengunyah, alat yang digunakan seperti kapas, jarum, bojangka dan botol berisi air panas, kuliper dan garpu penala.

(6)) Abdusen

Fungsinya otot bola mata dengan keenam arah utama yaitu lateral.

(7)) Fasialis

Dengan memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula, garam dan kina.

(8)) Vestibulokoklearis

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

(9)) Gloso faringius

Cara memeriksa dengan menyentuh tongspatel ke posterior faring pasien.

(10)) Vagus

Pasien disuruh membuka mulut lebar dan disuru berkata “aaa”

kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi ke hidung.

(11)) Aksesorius

Dengan menyuruh pasien menengok ke satu sisi melawan tangan pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot wajah.

(12)) Hipoglosus

Pasien disuruh menjalurkan lidah dan menarik lidak kembali, dilakukan berulang kali.

4) Sistem Perkemihan (Bladder)

Pada klien dengan CVA Bleeding didapatkan incontensia urine tetapi pada bladder terkadang penuh. Biasanya klien menggunakan selang kateter.

5) Sistem Pencernaan (Bowel)

Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan peristaltic usus, adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun, mual muntah pada fase akut. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.

6) Sistem Integumen & Muskuloskeletal (Bone)

Adanya kelemahan, kelupuhan dan menurunnya persepsi/kognitif akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi/control otot. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. (Setiono, 2014)

(1)) Pengkajian Sistem Motorik

CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit saraf motorik yang mengakibatkan kehilangan kontrol vounter terhadap gerakan motorik. Oleh karena itu gangguan kontrol vounter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada sisi perlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum

Didapatkan hemiplegi (pralisis pada satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, hemiperesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain.

2) Fasikulasi, didapatkan pada otot-otot ekstremitas 3) Tonus otot, didapatkan meningkat.

4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapat tingkat 0.

Tingkat kekuatan otot pada sisi sakit :

Skala 0 : Otot tidak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika telapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti telapak tangan dan jari tetap saja ditempat walau sudah diperintah untuk bergerak.

Skala 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada pesendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

Skala 2 : Dapat menggerakkan otot tau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau harus bengkok tetapi jika di tahan sedikit saja sudah tidak mampu bergerak.

Skala 3 : Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dengan jari.

Skala 4 : Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.

Skala 5 : Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal)

7) Sistem Penginderaan

Biasanya penglihatan klien terjadi gangguan penglihatan atau kekaburan, pada hidung klien biasanya simetris dan ketajaman penciuman normal, pada telinga klien biasanya simetris kanan kiri dan tes pendengaran normal, pada indra perasa terkadang tidak bisa merasakan atau membedakan pahit, manis, asin, asam. Pada indera peraba biasanya hanya terjadi kelumpuhan saja yang tdak teraba.

8) Sistem Endokrin

Biasanya klien tidak terjadi pembesaran kelenjar apapun dan biasanya tidak memiliki luka gangrene.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2.2.2.1 Analisa Data

Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan.

Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nurhassanah, 2013)

2.2.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, basospasme serebral, edema serebral.

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid, atau paralisis hipotonik (awal).

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasial/oral.

4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.

6) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

(Doenges, 2009) 2.2.3 Perencanaan

2.2.3.1 Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral

Tabel 2.1 intervensi gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan perfusi jaringan serebral yang adekuat, dengan kriteria hasil :

1. Gelisah tidak ada 2. Tingkat kesadaran

membaik 3. Tidak ada

1.Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK

2.Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan

1.Mempengaruhi

penetapan intervensi apakah klien memerlukan tindakan pembedahan ataukah harus dipindah ke ruang ICU

2. Mengetahui

kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial

Tujuan/Kriteria Hasil peningkatan TIK 4. Orientasi baik 5. Perbaikan respon

sensorik/motoric 6. Nadi dalam batas

normal (60- 100x/menit) 7. Tekanan darah

dalam batas normal, sistolik (90-140 mmHg) diastolic (60-90 mmHg)

Intervensi

dengan nilai standar (GCS)

3. Pantau tanda-tanda vital seperti : adanya hipertensi/hipotensi , frekuensi dan irama nadi, pola dan irama pernafasan

4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya

5. Catat perubahan dalam penglihatan,seperti

adanya kebutaan, gangguan lapang

pandang/kedalaman persepsi

6. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika klien sadar

Rasional

peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas kerusakan SSP

3. variasi mungkin terjadi oleh tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.

Hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus

4. Berguna dalam menentukan apakah batang otak masih baik

5. Gangguan penglihatan

yang spesifik

mencerminkan daerah otak yang terkena

6. Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupupakan

Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi

7. Letakkan kepala dengan posisi agak tinggi dan dalam posisi anatomis (netral)

8. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas klien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodic antara aktivitas dan perawatan 9. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus)

10. Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan

Rasional

7. Menurunkan tekanan

arteri dengan

meningktakan drainase dan sirkulasi

8. Aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan

9. Maneuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan

10. Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.

Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi

yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang

11. Berikan oksigen sesuai indikasi

12. Berikan obat sesuai

indikasi misal

antikoagulasi,

antifibrolitik, vasodilatasi perifer, fenitoin, pelunak veses

13. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Rasional

Kejang dapat

mencerminkan adanya peningkatan TIK

11. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral 12. Meningkatkan/

memperbaiki aliran darah

dan mencegah

pembekuan, mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang

13. Memberikan

informasi tentang keefektifan pengobatan

2.2.3.2 Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik (awal)

Tabel 2.2 Intervensi hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik (awal)

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil :

1. Kebutuhan klien terhapat pergerakan terpenuhi

2. Klien dapat bermobilisasi

3. Kesadaran membaik 4. Mempertahankan

posisi dan fungsi optimal

5. Mempertahankan integritas kulit

1.Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal secara teratur

2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang atau miring) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu

3. Letakkan pada posisi telungkup 1x atau 2x sehari jika klien dapat mentolerir

4. Anjurkan melakukan

1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan

2. Menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan dan perburukan sirkulasi yang akan menumbulkan kerusakan pada kulit atau decubitus

3. Membantu

mempertahankan ekstensi pinggul fungsional tetapi kemungkinan akan meningkatkan ensietas 4. Meminimalkan atrofi

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk

5. Sokong ekstremitas pada posisi fungsional, gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid, pertahankan posisi kepala netral 6. Tempelkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan

7. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan atau bantalan trokanter

8. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan dan ambulasi klien

9. Berikan obat relaksasi

Rasional

otot, meningkatkan sirkulasi, menurunkan terjadinya osteoporosis

5. Mencegah kontra paralisis flaksid dapat mengganggu kemapuan untuk menyangga kepala

6. M/encegah adduksi bahu dan fleksi siku

7. Mencegah rotasi eksternal pada panggul

8. Untuk memenuhi kebutuhan mobilitas, koordinasi dan kekuatan pada ekstermitas

9. Menghilangkan

otot, antispasmodic sesuai indikasi

spastisitas ekstermitas yang terganggu

2.2.3.3 Diagnosa 3 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot fasial/oral, kelemahan umum

Tabel 2.3 Intervensi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot fasial/oral, kelemahan umum

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan kerusakan komunikasi verbal teratasi, dengan kriteria hasil :

1. Klien dapat

mengidentifikasi

pemahaman tentang masalah

2. Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan

3. Klien dapat

menggunakan sumber-sumber

1.Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan bicara

2. Bedakan antara afasia dengan disarteia

3. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

1. Membantu

menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan klien dalam beberapa proses komunikasi

2. Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya

3. Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak

menyadai bahwa

komunikasi yang diucap tidak nyata

Tujuan/KriteriaHasil Intervensi 4. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhanaseperti buka mata, ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana

5. Minta klien untuk menulis nama/kalimat yang pendek. Jika tidak bisa menulis mintalah klien untuk membaca kalimat yang pendek 6. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat

7. Anjurkan

pengunjung atau orang terdekat

mempetahankan

usahanya untuk berkomunikasi dengan klien

Rasional

4. Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

5. Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar

6. Mencegah marah pada klien dan frustasi klien

7. Mengurangi isolasi sosial klien dan meningkatkan

penciptaan komunikasi efektif

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

8. Diskusikan

mengenai hal-hal yang dikenal klien seperti pekerjaan, keluarga, hobi

9. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit dan hindari percakapan yang merendahkan pada klien

10. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara

Rasional

8. Meningkatkan percakapan yang bermakna

9. Menjaga kemampuan

klien untuk

mempertahankan harga diri

10. Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motoric, kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi

kekurangan dan

kebutuhan terapi (Doenges, 2009)

2.2.3.4 Diagnosa 4 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

Tabel 2.4 Intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas klien efektif, dengan kriteria hasil :

1. Menunjukkan

bersihan jalan nafas yang efektif

2. Menunjukkan status pernafasan

kepatenan jalan

nafas yang

dibuktikan oleh indicator

3. Kemudahan bernafas 4. Frekuensi dan irama

pernafasan baik 5. Pergerakan sputum

1.Pemantauan

pernafasan pasien dan tanda-tanda vital

2. Manajemen jalan nafas

3. Berikan udara atau oksigen

4. Pengaturan posisi, mengubah posisi pasien

5. Lakukan dan bantu dalam terapi nebulizer

6. Intruksikan kepada pasien tentang batuk

1.Untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat

2. Memfasilitasi kepatenan jalan nafas 3. Membantu jalan nafas

4. Untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikososial serta memudahkan

mengeluarkan sekret 5. Mengencerkan secret untuk mempermudah pernafasan

6. Memudahkan untuk pengeluaran sekret

Tujuan/Kriteria Hasil keluar dari jalan nafas

6. Pergerakan

sumbatan keluar dari jalan nafas

Intervensi dan tekhnik napas dalam

7. Lakukan suction

8. Kolaborasi

pemberian obat

Rasional

7. Untuk menghilangkan sekret

8. Untuk perawatan paru

2.2.3.5 Diagnosa 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera serebrovaskuler.

Tabel 2.5 Intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nafsu makan pasien kembali normal, dengan kriteria hasil :

1.Kaji adanya alergi makanan

2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan

1. Untuk mengetahui kekurangan nutrisi pasien

2. Agar dapat diberikan intervensi dalam pemberian makanan atau

Tujuan/Kriteria Hasil 1. Adanya peningkatan

berat badan sesuai tujuan

2. BB idel sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu

mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda

malnutrisi 5. Menunjukkan

peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan BB

Intervensi vitamin C

3. Beriikan substansi gula

4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

7. Kaji kemampuan

pasien untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

8. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional

obat-obatan pada pasien 3. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan meningkatkan pemenuhan nutrisi 4. Untuk memudahkan proses makan

5. Untuk meningkatkan selera makan pasien

6. Untuk dapat meningkatkan nafsu makan

7. dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat

8. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

2.2.3.6 Diagnosa 6 : Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

Tabel 2.6 Intervensi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan gangguan persepsi teratasi dengan kriteria hasil :

1. Menunjukkan tanda dan gejala persepsi dan sensori baik penglihatan,

pendengaran,

makan, dan minum baik.

2. Mampu

mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan tepat.

1.Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi penurunan penglihatan, pendengaran

2. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan

3. Pertahankan hubungan orientasi realita

1. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh

2. Meningkatkan masukan sensori,

membatasi atau

menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi

3. Menurunkan

kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah presepsi dan

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

4. Ajarkan strategi mengatasi stres

5. Libatkan dalam aktifitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu pengunjung

Rasional disorientasi

4. menurunkan

kebutuhan akan

halusinasi

5. Memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu (Sulisyowati, 2009).

Dalam menyelesaikan diagnosakeperawatan perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah maka tindakan perawat antara lain, memantau status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 2 jam sekali untuk mengetahui adanya peningkatan TIK, perawat meletakkan kepala dengan posisi agak tinggi 30 derajat untuk menurunkan tekanan arteri, kemudian perawat juga mencegah terjadinya mengejan agar mengurangi resiko perdarahan.

Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular maka tindakan perawat antara lain, merubah posisi klien setiap 2 jam sekali agar menurunkan resiko terjadinya luka decubitus, perawat membantu klien untuk melatih gerak aktif (jika pasien sadar) dan memberikan latihan gerak pasif (jika pasien tidak sadar) pada semua ektremitas klien agar meminimalkan terjadinya atrofi atau pengerutan otot, perawat juga mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang kebutuhan mobilitas klien.

Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular maka tindakan perawat antara lain, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana, menunjukkan obyek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut, meminta klien menulis nama atau kalimat yang pendek untuk mengetahui penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik atau motorik klien, perawat akan memenuhi kebutuhan klien untu menurunkan frustasi klien, perawat juga menghargai kemampuan klien dan menghindari percakapan dengan nada tinggi untuk mempertahankan harga diri klien dan mencegah terjadinya frustasi pada klien.

Dalam dokumen KARYA TULIS ILMIAH (Halaman 30-62)

Dokumen terkait