• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS “ CEREBRO VASKULAR

ACCIDENT BLEEDING” DI RUANG KRISSAN RSUD BANGIL

PASURUAN

Oleh :

SHELY MUJIDAH DILIANA RAHMADHANI NIM. 1701030

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2020

(2)

ii

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS “ CEREBRO VASKULAR

ACCIDENT BLEEDING” DI RUANG KRISSAN RSUD BANGIL

PASURUAN

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Oleh :

SHELY MUJIDAH DILIANA RAHMADHANI NIM. 1701030

PROGRAM DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA SIDOARJO

2020

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

MOTTO

DUNIA MEMANGLAH SEGALANYA BAGI SELURUH

INSAN YANG FANATIK TERHADAP EUFORIANYA.

HINGGA MEREKA LUPA AKAN KESEHATAN YANG IA

MILIKI. MENCARI KEHIDUPAN DI DUNIA MEMANG PERLU, TAPI

MEMPERKUAT DAYA TAHAN TUBUHLAH YANG

NOMOR SATU.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan proposal dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien Cerebral Vaskular Acident Bleeding RSUD Bangil ini dengan tepat waktu.

Penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan proposal ini dengan tepat waktu.

2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material selama penulisan proposal ini.

3. Agus Sulistyowati S.Kep.,M.Kes, selaku Direktur Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

(8)

vii

4. Meli Diana, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing pertama dalam pembuatan proposal ini.

5. Marlita Dewi Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing kedua dalam pembuatan pembuatan proposal ini.

6. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan proposal ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis sadar bahwa proposal ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan proposal ini. Penulis berharap proposal ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Sidoarjo, 10 September 2019 Penulis

(9)

viii

Daftar Isi

Surat Pernyataan i

Lembar Persetujuan ii

Kata Pengantar iii

Daftar isi iv

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Metode Penulisan 5

1.6 Sistematika penulisan 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep Cerebral Vaskular Acident

2.1.1 Pengertian 8

2.1.2 Etiologi 9

2.1.3 Patofisiologi 10

2.1.4 Manifestasi Klinik 11

2.1.5 Klasifikasi 14

2.1.6 Diagnosa Banding 15

2.1.7 pemeriksaan Penunjang 15

2.1.8 Komplikasi 16

2.1.9 Penatalaksanaan...17 2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian 18

2.2.2 Diagnosa Keperawatan 29

2.2.3 Intervensi Keperawatan 30

2.2.4 Implementasi Keperawatan 43

2.2.5 Evaluasi Keperawatan 45

2.3 Pathway 46

BAB 3 Tinjauan Kasus

3.1 Pengkajian 47

3.2 Diagnosa Keperawatan 62

3.3 Intervensi Keperawatan 66

3.4 Implementasi Keperawatan 69

3.5 Evaluasi Keperawatan 74

BAB 4 Pembahasan

4.1 Pengkajian 80

4.2 Diagnosa Keperawatan 89

4.3 Intervensi Keperawatan 90

4.4 Implementasi Keperawatan 91

4.5 Evaluasi Keperawatan 93

BAB 5 Penutup

5.1 Simpulan 95

(10)

ix

5.2 Saran 96

Daftar Pustaka Lampiran

(11)

x Daftar Tabel

No.Tabel Judul Tabel Hal

Tabel 2.1 Intervensi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral 31

Tabel 2.2 Intervensi hambatan mobilisasi fisik 34

Tabel 2.3 Intervensi gangguan komunikasi verbal 37 Tabel 2.4 Intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas 40 Tabel 2.5 Intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 42 Tabel 2.6 Intervensi gangguan persepsi sensori 44 Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium ...61

Tabel 3.2 Analisa data ...64

Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan...68

Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan...71

Tabel 3.5 Catatan Perkembangan...76

Tabel 3.6 Evaluasi Keperawatan...80

(12)

xi

Daftar Gambar

No.Gambar Judul Gambar Hal

Gambar 2.1 Pathway cerebral vaskular accident 46

(13)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke atau CVA (Cerebro vaskular Accident) merupakan kerusakan pada otak yang terjadi ketika aliran darah atau suplai darah ke otak tersumbat, adanya perdarahan atau pecahnya pembuluh darah. Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah pada otak dapat menimbukan terhambatnya penyediaan oksigen dan nutrisi ke otak (Fransiska, 2012).Pada keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu sehingga mempengaruhi kinerja saraf di otak. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah diantaranya penurunan kesadaran dan kelemahan otot.

Penurunan kesadaran pada CVA (Cerebro vaskular Accident) dapat menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, penanganan dan perawatan yang tepat pada pasien CVA (Cerebro vaskular Accident) diharapkan dapat menekan serendah-rendahnya dampak negatif yang ditimbulkan (Hartikasari, 2015).

Masyarakat cenderung menilai stroke terjadi hanya yang memiliki riwayat hipertensi saja dan umumnya hanya dialami oleh lansia, sedangkan mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi tidak akan mengalami stroke (Maswar, 2012).

Ada beberapa mitos yang mengatakan bahwa pertolongan pertama pada penderita stroke adalah dengan mengeluarkan darah korban dengan menggunakan jarum yang telah dibakar atau disterilkan yang kemadian ditusukkan ke ujung setiap jari masing-masing sampai darahnya keluar 1-2 tetes. Jika darahnya tidak keluar dapat diurut sampai keluar, sesudah itu korban akan sadar setelah beberapa menit kemudian. Jika korban mulutnya miring, tariklah kedua daun telinganya sampai

(14)

merah dan kemudian tusuk bagian bawah daun telinga dengan jarum steril sampai darahnya keluar 2 tetes. Setelah korban sadar dan mulutnya sudah pulih kembali, dibawa kedokter atau rumah sakit (Nilawaty, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015, kasus stroke diseluruh dunia diperkirakan mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya menderita kecacatan berat yang lebih memprihatinkan lagi 10% diantaranya yang terserang stroke mengalami kematian (Fitriani, 2017). Setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Hampir 6 juta meninggal dan 5 juta yang tersisa cacat permanen (Mungal,2017). American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada 1 orang yang di Amerika yang terkena stroke. Stroke menduduki peringkat ke 3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin, 2013).Di Amerika Serikat hampir 700.000 orang mengalami stroke, dan hampir 150.000 berakhir dengan kematian (Medikastore, 2013). Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 di Indonesia stroke menjadi urutan yang paling utama, dengan menunjukkan bahwa pravelansi stroke di Indonesia sebesar 10,9% penduduk. Sedangkan di Jawa Timur prevalansi stroke masih cukup tinggi yaitu sebesar 11,2% (badan penelitian dan pengembangan kesehatan, 2018).

Stroke atau Cerebro Vaskular accident (CVA) dapat menyerang siapa saja terutama penderita penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, kadar kolestrol tinggi, penyempitan pembuluh darah, obesitas dan lain-lain. Tetapi pada umumya stroke rentan terjadi pada penderita tekanan darah tinggi, untuk itu penderita penyakit kronis haruslah mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya serangan stroke. Penyakit stroke berkaitan dengan tekanan darah tinggi yang

(15)

mempengaruhi munculnya kerusakan dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah tidak merata. Akibatnya, zat-zat yang terlarut seperti kolestrol, kalium dan lain sebagainya akan mengendap pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan istilah penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan pembuluh darah terjadi dalam waktu lama, akan mengakibatkan suplai darah ke otak berkurang, bahkan terhenti yang selanjutnya menmbulkan stroke (Pudiastuti, 2011).

Perawat berperan penting dalam pencegahan dan penanggulangan stroke baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pada peran promotif, perawat dapat membantu dengan mengadakan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan tentang penyakit stroke atau CVA (Cerebro Vaskular accident). Untuk preventif, perawat dapat memberikan penjelasan bagaimana upaya pencegahan penyakit stroke, misalnya diet rendah garam pada hipertensi, menganjurkan untuk olahraga agar dapat melatih dan melenturkan otot-otot yang kaku. Untuk kuratif, perawat juga dapat memberikan terapi maupun obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan maupun dokter. Untuk upaya rehabilitatif hal ini untuk mencegah stroke berulang, yang dapat memperburuk kondisi klien pasca stroke dan meminimalkan kecacatan. Pasca stroke biasanya klien memerlukan rehabilitasi seperti terapi fisik, wicara, okupasi. Rehabilitasi psikologi juga diperlukan, seperti berbagi rasa, motivasi, terapi wisata dan sebagainya. Karena pasien pasca stroke biasanya merasa kondisi tubuh yang cacat membuat penderita merasa tidak berguna dan membebani keluarga (Maulana, 2009).

(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diurangkan diatas dapat dirumuskan masalah penelitian “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA (Cerebro vaskular Accident) Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengkaji Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2.3 Merencanakan tindakan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2.4 Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2.5 Mengevaluasi tindakan keperawatan Ny. D dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

1.3.2.6 Mendokumentasikan tindakan keperawatan klien dengan diagnosa CVA Bleeding di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.

(17)

1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA Bleeding.

1.4.2 Bagi lahan penelitian/ Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai data dasar dan informasi untuk Rumah Sakit sebagai bahan perbaikan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan CVA Bleeding.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mencapai gelar Diploma Keperawatan. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai pembelajaran di Prodi Keperawatan dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA Bleeding.

1.4.4 Bagi penelitian selanjutnya

Hasil peneltian yang diperoleh ini dapat menjadi data dasar dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan CVA Bleeding.

1.5 Metode Penulisan 1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yaitu meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan laangkah-langkah pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

(18)

1.5.2 Teknik pengumpulan data 1.5.2.1 Wawancara

Data diambil melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim kesehatan lain.

1.5.2.2 Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan pada klien.

1.5.3 Sumber Data 1.5.3.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari klien.

1.5.3.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat klien, catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan tim kesehatan lain.

1.5.4 Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi kasus dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika Penulisan

Supayalebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi kasus ini secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

1.6.1 Bagian awal memuat halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar dan daftar isi.

1.6.2 Bagian inti terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab berikut ini :

(19)

Bab 1 : Pendahuluan, berisi latar beakang masalah, tujuan, manfaat penelitian, sistematika penulisan studi kasus.

Bab 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis dan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa CVA Bleeding serta kerangka masalah.

Bab 3 : Tinjauan kasus berisi tentang deskripsi data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan kenyataan yang ada dilapangan.

Bab 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.

1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari dafta pustaka dan lampiran.

(20)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab2 ini akan diuraikan secara teoritas mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa CVA Bleeding. Konsep penyakit akan diuraikan definisi, etiologi dan cara penanganan secara medis. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada CVA Bleeding dengan melakukan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi

Menurut WHO CVA (Cerebro Vaskular Accident) ialah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam (Muttaqin, 2008).

Stroke atau CVA (Cerebro Vaskular Accident) hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dan hipoksia dihilir. Penyebab CVA (Cerebro Vaskular Accident) hemoragik antara lain : hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa dan biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat (Ria Artiani 2009).

(21)

2.1.2 Etiologi

Penyebab CVA (Cerebro Vaskular Accident) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

2.1.2.1 Trombosis Serebri

Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral atau penyebab utama thrombosis serebral penyebab yang paling umum dari stroke. Thrombosis ditemukan 40% dari semua penyakit stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patoologi. Biasanya pada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembulih darah akibat ateroskleosis (Smeltzer, 2005).

2.1.2.2 Embolisme Serebri

Termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke, penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung (Price, 2009).

2.1.2.3 Hemoragik

Hemoragik dapat terjadi di luar durameter (hemoragik ekstra dural atau epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural) di ruang sub arachnoid (hemoragik subarachnoid) atau dalam substansial otak (hemoragik intra serebral) (Price, 2009).

(22)

2.1.3 Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terlambat karena thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gejala yang tidak dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudaian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat dari bekuan darah, udara, plaque, atheroma flakmen lemak. Jika etiologi stroke maka hemoragik dan faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi repture dan dapat menyebabakan hemoragik.

Pada CVA (Cerebro Vaskular Accident) thrombosis atau metabolik maka otak akan mengalami iskemia dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah serangan pertama hingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Tekanan intracranial normalnya adalah ≤15 mm Hg. Gejala dari peningkatan tekanan intrakranial ntara lain : tampak mengantuk, respon verbal melambat, sakit kepala, mual muntah, gelisah, perubahan tekanan darah meningkat. Dan kematian pada area yang luas. Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena.

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri yang membentuk sirkulasi Wilisi : arteri kerotis interna dan

(23)

system vestebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus, selama 15 sampai 20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu dilihat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut (Price 2005 dalam Wijaya, 2015).

Kondisi ini karena terdapat sirkulasi kolateral yang memadahi daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah atau dari berbagai proses yang terjadi didalam pembuluh darah yang mempengaruhi otak. Patologinya terdapat :

2.1.3.1 Keadaan penyakit dalam pembuluh darah itu sendiri, seperti arterosklerosis dan thrombosis robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.

2.1.3.2 Gangguan aliran darah terdapat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

2.1.3.3 Repture vaskular didalam jaringan atau ruang subarakhnoid.

2.1.4 Manifestasi Klinis

2.1.4.1 Hipertensi

Merupakan faktor resiko utama. Hipertensi dapat disebabkan anterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah atau menimbulkan pendarahan.

(24)

2.1.4.2 Penyakit kardiovaskuler

Misalnya embolisme serebral berasal dari jantung seperti penyakit arteri koronia, gagal jantung kongestif, hipertrofli ventrikel kiri. Pada febrilasi atrium menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke.

2.1.4.3 Diabetes Mellitus

Pada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskulerisasi dan terjadi aterosklerosis elastisitas pembuluh darah menurun sehingga perfusi ke otak menurun juga dan akhirnya terjadi stroke.

2.1.4.4 Merokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oeh nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke.

2.1.4.5 Alkoholik

Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral.

(25)

2.1.4.6 Peningkatan Kolesterol

Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis dan terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak, maka perfusi otak menurun.

2.1.4.7 Obesitas

Pada obesitas kadar kolesterol tinggi, terjadi gangguan pada pembuluh darah, keadaan ini berkontribusi ada stroke.

2.1.4.8 Arterosklerosis

Pada arterosklerosis elastis pembuluh darah menurun, sehingga perfusi otak menurun juga dan dapat menyebabkan stroke.

2.1.4.9 Kontrasepsi

2.1.4.10 Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya keturunan keluarga yang pernah menderita penyakit stroke.

2.1.4.11 Usia (insiden meningkat sejalan dengan bertambahnya usia)

2.1.4.12 Stress Emosional

(26)

2.1.5 Klasifikasi

2.1.5.1 Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Perdarahan intra serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intra serebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stres fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi (Junaidi, 2011).

2.1.5.2 Perdarahan ekstra serebral/ sub arachnoid (PSA)

Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi 2011). Penyebab yang paling sering dari PSA adalah robeknya aneurisma (51-5%) dan sekitar 90% berupa aneurisma sakuler congenital, angioma, gangguan koagulaasi dan kelainan hematologi, tumor, infeksi serta trauma kepala (junaidi, 2011). Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi, 2011).

(27)

2.1.6 Diagnosa Banding

Diagnosa banding menurut Setiono (2014) antara lain :

2.1.6.1 CVA Infark 2.1.6.2 Tumor otak 2.1.6.3 Abses otak 2.1.6.4 Meningitis 2.1.6.5 Enchepalitis

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.7.1 Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruktif arteri, oklusi/nuptur.

2.1.7.2 Elektro Encefalography

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

2.1.7.3 Sinar X Tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral. Klasifikasi persial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.

2.1.7.4 Itrasonography Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis/aliran darah/muncul plaque/arterosklerosis).

(28)

2.1.7.5 CT-Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.

2.1.7.6 MRI

Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada thrombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkan dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragi sub arachnoid/perdarahan intrakranial.

2.1.7.7 Pemeriksaan foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes 2000).

2.1.7.8 Pemeriksaan Laboratorium 1) Fungsi lumbal

2) Pemeriksaan darah rutin 3) Pemeriksaan kimia darah 2.1.8 Komplikasi

2.1.8.1 Berhubungan dengan imobilisasi pada stroke 1) Infeksi pernafasan

2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan 3) Konstipasi

4) Tromboflebitis

2.1.8.2 Berhubungan dengan mobilisasi 1) Nyeri pada daerah punggung 2) Dislokasi sendi

(29)

3) Berhubungan dengan kerusakan otak 4) Epilepsi

5) Sakit kepala 6) Kraniotomi 7) Hidrosifalus 2.1.9 Penatalaksanaan 2.1.9.1 Penatalaksanaan umum

1) Posisi kepala dan badan diatas 20-30 derajat, posisi laateral dekubitus bila disertai muntah.

2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.

4) Suhu tubuh harus dipertahankan.

5) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik, apabila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun dianjurkan menggunakan NGT.

6) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.

2.1.9.2 Penatalaksanaan Medis

Menurut Smeltzer C.Suzanne (2002) dalam buku Asuhan Keperawatan Neurologi (2017) :

1) Diuretic : manitol 20%

2) Hemorrhagea (pentoxifilyn)

3) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)

4) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)

(30)

2.1.9.3 Penatalaksanaan Khusus

1) Atasi kejang (antikonvulsan)

2) Atasi tekanan intracranial yang meninggi (manitol, gliserol, furosemide, intubasi, steroid, dll)

3) Atasi dekompresi (kraniotomi)

4) Untuk mengatasi penatalaksanaan faktor resiko (1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)

(2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia) (3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

(Mahdian, 2010)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

2.2.1.1 Pengumpula Data

Pengkajian fisik menurut Brunner- Suddarth (2015) meliputi :

1) Identitas

Pada penderita CVA Bleeding, umur menjadi pengaruh dalam munculnya serangan karena insiden meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, biasanya pada seseorang yang usia diatas 55 tahun, seorang yang obesitas biasanya mempunyai resiko lebih tinggi karena memiliki kolesterol tinggi dan hipertensi, gaya hidup yang buruk seperti merokok dan konsumsi alcohol juga berpengaruh dalam terbentuknya aterosklerosis yang akan mengakibatkan stroke. Biasanya

(31)

lebih banyak pria dari pada wanita yang terkena CVA Bleeding karena faktor hormonal.

2) Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus CVA Bleeding adalah nyeri kepala hebat disertai dengan penurunan kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien datang biasanya mengalami penurunan kesadaran gangguan persepsi, kehilangan komunikasi, kehilangan motoric, merasa kesulitan melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, merasa mduah lelah dan susah beristirahat.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah penderita mempunyai penyakit hipertensi, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat tinggi kolesterol dan diabetes melitus karena merupakan faktor resiko terjadi stroke.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarganya ada yang pernah menderita stroke, apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit hipertensi dan diabetes melitus karena merupakan faktor stroke.

6) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Perlu dikaji apakah penderita CVA Bleeding antara lain : (1) Merokok

(2) Konsumsi terlalu banyak alcohol

(32)

(3) Penggunaan obat-obat terlarang (Wijaya, 2013)

2.2.1.2 Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernafasan (Breath)

Pada dada terbentuk normal, inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan, auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien dengan penurunan tingkat kesadaran koma, pada klien yang kesadaran compos mentis sering kali tidak didapati kelainan pada system pernafasan.

2) Sistem kardiovaskuler (Blood)

Pada klien dengan CVA Bleeding tekanan darah cenderung meningkat, denyut nadi nornal , CRT <3 detik, akral hangat, S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara tambahan.

3) Sistem persyarafan (Brain)

Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil, unilateral, observasi tingkat kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologi, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran area perfusinya tidak adekuat, ada aliran darah koleteral (sekunder dan asesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat

(33)

membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pemeriksaan lain.

(1) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran pada klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian.

Tngkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem pernafasan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisaran dalam tingkat latargi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. Penilaian GCS : Penurunan kesadaran merupakan tanda utama trauma kapitis, saat ini penurunan kesadaran dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), dan merupakan keseharusan untu dikuasai oleh para

medik.

Nilai Normal Glasgow Scale

(1)) Menilai respon membuka mata (E)

4 : Spontan membuka mata

3 : Membuka mata dengan perintah

2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri

1 : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun

(34)

(2)) Menilai respon verbal/respon bicara (V)

5 : Berorientasi dengan baik

4 : Bingung berbicara mengacau, disorientasi tempat dan waktu 3 : Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk kalimat 2 : Bisa mengeluarkan suara tanpa hati (mengerang)

1 : Tidak bersuara

(3)) Menilai respon motorik

6 : Mengikuti perintah

5 : Melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberikan rangsangan nyeri)

4 : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh menjauh stimulus saat diberi rangsangan nyeri)

3 : Menjauhi rangsangan nyeri 2 : Okstensi spontan

1 : Tidak ada gerakan (2) Pengkajian Defisit Neurologis

(1)) Defisit Lapang Penglihatan

Pada pasien deficit penglihatan ditemukan manifestasi klinis berupa tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak, kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek, penglihatan ganda.

(2)) Deficit Motorik

(35)

Pada pasien deficit motorik ditemukan manifestasi klinis kelemahan wajah, lengan, kaki pada sisi yang sama, paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama, berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas, kesulitan dalam membentuk kata, kesulitan dalam menelan.

(3)) Defisit Sensori

Pada pasien deficit sensori ditemukan manifestasi klinis kebas dan kesemutan pada bagian tubuh, kesulitan dalam propriosepsi.

(4)) Defisit Verbal

Pada pasien deficit verbal ditemukan manifestasi klinis tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal, tidak mampu memahami kata yang dibicarakan mampu bicara tapi tidak masuk akal, kombinai baik afasia reseptif dan ekspresif.

(5)) Defisit Kognitif

Pada pasien deficit kognitif ditemukan manifestasi klinis kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

(6)) Defisit Emosional

Pada pasien deficit emosiaonal ditemukan manifestasi klinis kehilangan control diri, labilitas emosional, penurunan toleransi

(36)

pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan, dan marah, perasaan isolasi.

(Brunner&Suddarth, 2015) (3) Pengkajian Saraf Kranial

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial 1-12

(1)) Olfaktorius

Untuk mendeteksi adanya gangguan menghirup, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan :

Sebelunya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium aroma yang tidak merangsang.

Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan penutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.

(2)) Optikus

Membandingkan ketajaman penglihatan dengan menggunakan kartu snallen, pasien diminta untuk melihat huruf dan dengan jarak tertentu.

(37)

(3)) Okulomotorius

Merupakan nervus yang mempersarafi otot-otot bola mata externa, levator palpebral dan konstriktor pupil.

(4)) Trokhlearis

Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.

(5)) Trigemunus

Merupakan saraf yang mempersyarafi sensoris wajah dan otot pengunyah, alat yang digunakan seperti kapas, jarum, bojangka dan botol berisi air panas, kuliper dan garpu penala.

(6)) Abdusen

Fungsinya otot bola mata dengan keenam arah utama yaitu lateral.

(7)) Fasialis

Dengan memberikan sedikit zat makanan di 2/3 lidah bagian depan seperti gula, garam dan kina.

(8)) Vestibulokoklearis

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

(38)

(9)) Gloso faringius

Cara memeriksa dengan menyentuh tongspatel ke posterior faring pasien.

(10)) Vagus

Pasien disuruh membuka mulut lebar dan disuru berkata “aaa”

kemudian dilihat apakah terjadi regurgitasi ke hidung.

(11)) Aksesorius

Dengan menyuruh pasien menengok ke satu sisi melawan tangan pemeriksa, pemeriksa mempalpasi otot wajah.

(12)) Hipoglosus

Pasien disuruh menjalurkan lidah dan menarik lidak kembali, dilakukan berulang kali.

4) Sistem Perkemihan (Bladder)

Pada klien dengan CVA Bleeding didapatkan incontensia urine tetapi pada bladder terkadang penuh. Biasanya klien menggunakan selang kateter.

5) Sistem Pencernaan (Bowel)

Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan peristaltic usus, adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang menurun, mual muntah pada fase akut. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.

(39)

6) Sistem Integumen & Muskuloskeletal (Bone)

Adanya kelemahan, kelupuhan dan menurunnya persepsi/kognitif akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi/control otot. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, perabahan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. (Setiono, 2014)

(1)) Pengkajian Sistem Motorik

CVA (Cerebro Vaskuler Accident) adalah penyakit saraf motorik yang mengakibatkan kehilangan kontrol vounter terhadap gerakan motorik. Oleh karena itu gangguan kontrol vounter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada sisi perlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum

Didapatkan hemiplegi (pralisis pada satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, hemiperesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain.

2) Fasikulasi, didapatkan pada otot-otot ekstremitas 3) Tonus otot, didapatkan meningkat.

4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didapat tingkat 0.

Tingkat kekuatan otot pada sisi sakit :

(40)

Skala 0 : Otot tidak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika telapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti telapak tangan dan jari tetap saja ditempat walau sudah diperintah untuk bergerak.

Skala 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada pesendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.

Skala 2 : Dapat menggerakkan otot tau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau harus bengkok tetapi jika di tahan sedikit saja sudah tidak mampu bergerak.

Skala 3 : Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dengan jari.

Skala 4 : Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.

Skala 5 : Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal)

7) Sistem Penginderaan

Biasanya penglihatan klien terjadi gangguan penglihatan atau kekaburan, pada hidung klien biasanya simetris dan ketajaman penciuman normal, pada telinga klien biasanya simetris kanan kiri dan tes pendengaran normal, pada indra perasa terkadang tidak bisa merasakan atau membedakan pahit, manis, asin, asam. Pada indera peraba biasanya hanya terjadi kelumpuhan saja yang tdak teraba.

(41)

8) Sistem Endokrin

Biasanya klien tidak terjadi pembesaran kelenjar apapun dan biasanya tidak memiliki luka gangrene.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan 2.2.2.1 Analisa Data

Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan.

Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. (Nurhassanah, 2013)

2.2.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, basospasme serebral, edema serebral.

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid, atau paralisis hipotonik (awal).

3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasial/oral.

4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

(42)

5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.

6) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

(Doenges, 2009) 2.2.3 Perencanaan

2.2.3.1 Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral

Tabel 2.1 intervensi gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukkan perfusi jaringan serebral yang adekuat, dengan kriteria hasil :

1. Gelisah tidak ada 2. Tingkat kesadaran

membaik 3. Tidak ada

1.Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK

2.Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan

1.Mempengaruhi

penetapan intervensi apakah klien memerlukan tindakan pembedahan ataukah harus dipindah ke ruang ICU

2. Mengetahui

kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial

(43)

Tujuan/Kriteria Hasil peningkatan TIK 4. Orientasi baik 5. Perbaikan respon

sensorik/motoric 6. Nadi dalam batas

normal (60- 100x/menit) 7. Tekanan darah

dalam batas normal, sistolik (90-140 mmHg) diastolic (60-90 mmHg)

Intervensi

dengan nilai standar (GCS)

3. Pantau tanda-tanda vital seperti : adanya hipertensi/hipotensi , frekuensi dan irama nadi, pola dan irama pernafasan

4. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya

5. Catat perubahan dalam penglihatan,seperti

adanya kebutaan, gangguan lapang

pandang/kedalaman persepsi

6. Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika klien sadar

Rasional

peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas kerusakan SSP

3. variasi mungkin terjadi oleh tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.

Hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus

4. Berguna dalam menentukan apakah batang otak masih baik

5. Gangguan penglihatan

yang spesifik

mencerminkan daerah otak yang terkena

6. Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupupakan

(44)

Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi

7. Letakkan kepala dengan posisi agak tinggi dan dalam posisi anatomis (netral)

8. Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas klien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodic antara aktivitas dan perawatan 9. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus)

10. Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan

Rasional

7. Menurunkan tekanan

arteri dengan

meningktakan drainase dan sirkulasi

8. Aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan

9. Maneuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan

10. Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.

(45)

Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi

yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang

11. Berikan oksigen sesuai indikasi

12. Berikan obat sesuai

indikasi misal

antikoagulasi,

antifibrolitik, vasodilatasi perifer, fenitoin, pelunak veses

13. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

Rasional

Kejang dapat

mencerminkan adanya peningkatan TIK

11. Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral 12. Meningkatkan/

memperbaiki aliran darah

dan mencegah

pembekuan, mencegah lisis bekuan yang terbentuk dan perdarahan berulang

13. Memberikan

informasi tentang keefektifan pengobatan

(46)

2.2.3.2 Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik (awal)

Tabel 2.2 Intervensi hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : kelemahan, parastesia, flaksid atau paralisis hipotonik (awal)

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil :

1. Kebutuhan klien terhapat pergerakan terpenuhi

2. Klien dapat bermobilisasi

3. Kesadaran membaik 4. Mempertahankan

posisi dan fungsi optimal

5. Mempertahankan integritas kulit

1.Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal secara teratur

2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang atau miring) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu

3. Letakkan pada posisi telungkup 1x atau 2x sehari jika klien dapat mentolerir

4. Anjurkan melakukan

1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan memberi informasi tentang pemulihan

2. Menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan dan perburukan sirkulasi yang akan menumbulkan kerusakan pada kulit atau decubitus

3. Membantu

mempertahankan ekstensi pinggul fungsional tetapi kemungkinan akan meningkatkan ensietas 4. Meminimalkan atrofi

(47)

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk

5. Sokong ekstremitas pada posisi fungsional, gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid, pertahankan posisi kepala netral 6. Tempelkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan

7. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan atau bantalan trokanter

8. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan dan ambulasi klien

9. Berikan obat relaksasi

Rasional

otot, meningkatkan sirkulasi, menurunkan terjadinya osteoporosis

5. Mencegah kontra paralisis flaksid dapat mengganggu kemapuan untuk menyangga kepala

6. M/encegah adduksi bahu dan fleksi siku

7. Mencegah rotasi eksternal pada panggul

8. Untuk memenuhi kebutuhan mobilitas, koordinasi dan kekuatan pada ekstermitas

9. Menghilangkan

(48)

otot, antispasmodic sesuai indikasi

spastisitas ekstermitas yang terganggu

2.2.3.3 Diagnosa 3 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot fasial/oral, kelemahan umum

Tabel 2.3 Intervensi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus otot fasial/oral, kelemahan umum

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan kerusakan komunikasi verbal teratasi, dengan kriteria hasil :

1. Klien dapat

mengidentifikasi

pemahaman tentang masalah

2. Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan

3. Klien dapat

menggunakan sumber- sumber

1.Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan bicara

2. Bedakan antara afasia dengan disarteia

3. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik

1. Membantu

menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan klien dalam beberapa proses komunikasi

2. Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya

3. Klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak

menyadai bahwa

komunikasi yang diucap tidak nyata

(49)

Tujuan/KriteriaHasil Intervensi 4. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhanaseperti buka mata, ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana

5. Minta klien untuk menulis nama/kalimat yang pendek. Jika tidak bisa menulis mintalah klien untuk membaca kalimat yang pendek 6. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat

7. Anjurkan

pengunjung atau orang terdekat

mempetahankan

usahanya untuk berkomunikasi dengan klien

Rasional

4. Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

5. Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar

6. Mencegah marah pada klien dan frustasi klien

7. Mengurangi isolasi sosial klien dan meningkatkan

penciptaan komunikasi efektif

(50)

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

8. Diskusikan

mengenai hal-hal yang dikenal klien seperti pekerjaan, keluarga, hobi

9. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit dan hindari percakapan yang merendahkan pada klien

10. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara

Rasional

8. Meningkatkan percakapan yang bermakna

9. Menjaga kemampuan

klien untuk

mempertahankan harga diri

10. Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motoric, kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi

kekurangan dan

kebutuhan terapi (Doenges, 2009)

(51)

2.2.3.4 Diagnosa 4 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

Tabel 2.4 Intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret diparu, reflek batuk efektif.

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas klien efektif, dengan kriteria hasil :

1. Menunjukkan

bersihan jalan nafas yang efektif

2. Menunjukkan status pernafasan

kepatenan jalan

nafas yang

dibuktikan oleh indicator

3. Kemudahan bernafas 4. Frekuensi dan irama

pernafasan baik 5. Pergerakan sputum

1.Pemantauan

pernafasan pasien dan tanda-tanda vital

2. Manajemen jalan nafas

3. Berikan udara atau oksigen

4. Pengaturan posisi, mengubah posisi pasien

5. Lakukan dan bantu dalam terapi nebulizer

6. Intruksikan kepada pasien tentang batuk

1.Untuk memastikan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas yang adekuat

2. Memfasilitasi kepatenan jalan nafas 3. Membantu jalan nafas

4. Untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikososial serta memudahkan

mengeluarkan sekret 5. Mengencerkan secret untuk mempermudah pernafasan

6. Memudahkan untuk pengeluaran sekret

(52)

Tujuan/Kriteria Hasil keluar dari jalan nafas

6. Pergerakan

sumbatan keluar dari jalan nafas

Intervensi dan tekhnik napas dalam

7. Lakukan suction

8. Kolaborasi

pemberian obat

Rasional

7. Untuk menghilangkan sekret

8. Untuk perawatan paru

2.2.3.5 Diagnosa 5 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera serebrovaskuler.

Tabel 2.5 Intervensi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan atau tidak terdapatnya reflek menelan, kesulitan mastikasi atau penurunan sensasai sekunder akibat cedera seerbrovaskuler.

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nafsu makan pasien kembali normal, dengan kriteria hasil :

1.Kaji adanya alergi makanan

2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan

1. Untuk mengetahui kekurangan nutrisi pasien

2. Agar dapat diberikan intervensi dalam pemberian makanan atau

(53)

Tujuan/Kriteria Hasil 1. Adanya peningkatan

berat badan sesuai tujuan

2. BB idel sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu

mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda

malnutrisi 5. Menunjukkan

peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan BB

Intervensi vitamin C

3. Beriikan substansi gula

4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 5. monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

7. Kaji kemampuan

pasien untuk

mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

8. Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional

obat-obatan pada pasien 3. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan meningkatkan pemenuhan nutrisi 4. Untuk memudahkan proses makan

5. Untuk meningkatkan selera makan pasien

6. Untuk dapat meningkatkan nafsu makan

7. dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat

8. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

(54)

2.2.3.6 Diagnosa 6 : Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

Tabel 2.6 Intervensi gangguan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integritas (trauma neurologis atau deficit), stress psikologis (penyempitan lapang perseptual).

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Rasional Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan gangguan persepsi teratasi dengan kriteria hasil :

1. Menunjukkan tanda dan gejala persepsi dan sensori baik penglihatan,

pendengaran,

makan, dan minum baik.

2. Mampu

mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan tepat.

1.Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi penurunan penglihatan, pendengaran

2. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan

3. Pertahankan hubungan orientasi realita

1. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh

2. Meningkatkan masukan sensori,

membatasi atau

menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi

3. Menurunkan

kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah presepsi dan

(55)

Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi

4. Ajarkan strategi mengatasi stres

5. Libatkan dalam aktifitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke satu pengunjung

Rasional disorientasi

4. menurunkan

kebutuhan akan

halusinasi

5. Memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain

2.2.4 Implementasi

Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu (Sulisyowati, 2009).

Dalam menyelesaikan diagnosakeperawatan perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah maka tindakan perawat antara lain, memantau status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 2 jam sekali untuk mengetahui adanya peningkatan TIK, perawat meletakkan kepala dengan posisi agak tinggi 30 derajat untuk menurunkan tekanan arteri, kemudian perawat juga mencegah terjadinya mengejan agar mengurangi resiko perdarahan.

(56)

Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular maka tindakan perawat antara lain, merubah posisi klien setiap 2 jam sekali agar menurunkan resiko terjadinya luka decubitus, perawat membantu klien untuk melatih gerak aktif (jika pasien sadar) dan memberikan latihan gerak pasif (jika pasien tidak sadar) pada semua ektremitas klien agar meminimalkan terjadinya atrofi atau pengerutan otot, perawat juga mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang kebutuhan mobilitas klien.

Dalam menyelesaikan diagnosa keperawatan kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular maka tindakan perawat antara lain, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana, menunjukkan obyek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut, meminta klien menulis nama atau kalimat yang pendek untuk mengetahui penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik atau motorik klien, perawat akan memenuhi kebutuhan klien untu menurunkan frustasi klien, perawat juga menghargai kemampuan klien dan menghindari percakapan dengan nada tinggi untuk mempertahankan harga diri klien dan mencegah terjadinya frustasi pada klien.

(57)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.

Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lain. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Lismidar, 1990 dalam Padilah 2012).

(58)

2.3 Kerangka Masalah

Faktor-faktor atau penyebab

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi

Penimbunan lemak atau kolesterol yang meningkat dalam darah

Menjadi kapur/mengandung kolesterol dengan infiltasi limfosit

Suplai darah dan oksigen ke otak menurun

Proses metabolisme dalam otak terganggu Pembuluh darah menjadi

kaku dan kurang elastis

Stroke hemoragik

Kerusakan neurologis defisit N. I (Olfaktorius), N. II

(Optikus), N. III (Troklearis), N. XII

(Hipoglosus) Kerusakan neuro

serebrospinal N. VII (Fasialis) Disfusi N. XI

(Assesorius)

Penurunan fungsi N.

X (Vagus), N. IX (Glosofaringeus) Gangguan perfusi jaringan serebral

Penurunan fungsi motorik anggota gerak muskuloskeletal

Kontrol otot fasialis atau oral lemah

Kehilangan tonus otot fasial/oral

Ketidakmampuan berbicara dan menyebut kata Kelemahan

anggota gerak

Gangguan komunikasi

verbal Hambatan

mobilitas fisik

Gangguan perubahan persepsi

sensori Ketidakmampuan

melihat, pembau, mengecap Perubahan ketajaman

sensori, pembau, penglihatan, pengecap

Ketidakseimbanga n nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh Intake nutrisi tidak adekuat Anoreksia Proses menelan

tidak efektif

Immobilitas

Reflek batuk menurun

Auskultasi secret di paru Bersihan jalan nafas tidak efektif

Gambar 2.1 Kerangka Masalah Pada Klien dengan CVA Bleeding (Nurarif&Kusuma 2015)

(59)

47 3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Ny. D (64 tahun), sudah menikah, suku jawa, beragama islam, tidak sekolah, bekerja sebagai penjahit dirumah, alamat gedang klutuk pasuruan dan no. register 00413xxx. Klien dirawat dengan diagnosa medis CVA (Cerebro Vaskular Accident) Bleeding.

3.1.2 Keluhan Utama

Klien mengatakan badannya lemas.

3.1.3 Riwayat Kesehatan

3.1.3.1 Riwayat Keperawatan Sekarang

Anak klien mengatakan ibunya saat mencuci mukenah dibelakang tiba-tiba pingsan sebentar lalu siuman karena kecapekan, pada pukul 09:30 WIB. Lalu dibawa ke RS Masitoh dan dirujuk di RSUD Bangil sekitar pukul 11:00 WIB langsung dibawa ke IGD dan dipindahkan ke Ruang Krissan pukul 12:30 WIB. Pada saat pengkajian klien tampak lemas dan terpasang kateter.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan 3.1.3.2 Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Anak klien mengatakan ibunya memiliki riwayat penyakit darah tinggi (Hipertensi) sudah lama.

(60)

3.1.3.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Anak klien mengatakan keluarga memiliki riwayat penyakit hipertensi.

3.1.3.4 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan

Tidak ada perilaku yang mempengaruhi kesehatan.

3.1.3.5 Lingkungan rumah dan komunitas

Keluarga mengatakan lingkungan rumahnya bersih dan ada ventilasi depan, samping dan tempat pembuangan sampah jauh dari rumah.

3.1.3.5 Persepsi dan Pengetahuan tentang penyakit dan Penatalaksanaannya

Keluarga pasien mengatakan sudah paham apa yang dijelaskan oleh Dokter saraf dan bagaimana cara memperbaiki pola hidup dan makanannya.

Dengan cara, mengurangi makanan asin, santan dan berlemak dan melakukan olahraga ringan istirahat tidur yang cukup.

3.1.4 Status Cairan dan Nutrisi

Tabel 3.1 Status Cairan dan Nutrisi pada Ny. D dengan diagnosa medis CVA Bleeding

Status Cairan &

Nutrisi

Sebelum Sakit Saat Sakit

Nafsu makan Baik Baik

Pola makan 3x sehari porsi habis 3x sehari porsi habis Minum : Jenis :

Jumlah :

Air mineral, teh hangat

>1500 Cc/hari

Air mineral 1200 Cc/hari

Pantangan makan Santan, garam Makanan yang kasar Menu makanan Nasi, lauk pauk, sayur Bubur + lauk

Berat badan

Keluhan lain : tidak ada keluhan

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

(61)

3.1.5 Genogram

Keterangan : = Laki-Laki

= Perempuan

= Klien

= Meninggal

--- = Satu Rumah

Gambar 3.1 Genogram pada Ny. D

(62)

3.1.6 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : klien tampak lemah Tanda vital :

Tensi : 150/90 mmHg

Suhu : 36,2 oC (Lokasi pengukuran : temporalis) Nadi : 82x /menit (Lokasi perhitungan : radialis) Respirasi : 20x /menit

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.6.1 Sistem pernafasan :

1) Bentuk dada : Simetris

2) Susunan ruas tulang belakang : Normal 3) Irama nafas : Teratur

4) Jenis : Reguler

5) Retraksi otot bantu nafas : Tidak ada retraksi otot bantu nafas 6) Perkusi thorax : Sonor

7) Alat bantu nafas : Terpasang nasal kanul 3 lpm 8) Vocal vermitus : Kanan kiri sama

9) Suara nafas : Vesikuler

10) Nyeri dada saat bernafas : tidak ada 11) Batuk : Tidak

12) Produksi sputum : Tidak 13) Warna sputum : Tidak ada sputum 14) Lain-lain : Tidak ada

(63)

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.6.2 Sistem kardiovaskuler : 1) Nyeri dada : Tidak 2) Irama jantung : Teratur 3) Ictus cordis : Kuat

Posisi : ICS V midclavikula sinistra, Ukuran : 2 Cm 4) Bunyi jantung: S1 : Tunggal S2 : Tunggal

5) Cianosis : Tidak

6) Clubbing finger : Tidak

7) JVP : Tidak ada pembesaran vena jugularis 8) Lain- Lain : Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.6.3 Sistem persyarafan :

1) Kesadaran : Composmentis, E4V5M6

2) Orientasi : Baik, sadar waktu, tempat dan orang 3) Kejang : Tidak , Jenis : Tidak ada 4) Kaku kuduk : Tidak

5) Brudzinky : Tidak

6) Nyeri Kepala : Tidak , Pusing : Tidak ada

7) Istirahat/Tidur: Siang: 4jam /hari , Malam : 8-9jam /hari

8) Kelainan Nervus kranialis : Terdapat kelainan nervus ke VII & 12 yaitu Nervus Fasialis karena klien tampak tidak bisa atau sulit

(64)

membentuk kalimat dan bibir klien sedikit miring (pelo) dan Nervus Hipoglosus karena lidah klien sulit untuk digerakkan.

9) Pupil : Isokor Reflek cahaya : Normal 10) Lain-lain : Tidak ada

Masalah Keperawatan : 1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

2. Hambatan komunikasi verbal

3.1.6.4 Sistem perkemihan :

1) Bentuk alat kelamin : Normal 2) Kebersihan alat kelamin : Bersih

3) Frekuensi berkemih : Klien menggunakan kateter, Teratur Jumlah : 1000cc /24 jam

Bau : Khas

Warna : Kuning pekat

Tempat yang di gunakan : Urine bag 4) Alat bantu yang digunakan : Kateter 5) Lain-lain : Tidak ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.6.5 Sistem pencernaan :

1) Mulut : Simetris 2) Mukosa bibir : Lembab

3) Bentuk bibir : Normal

(65)

4) Gigi : Bersih

Kebiasaan gosok gigi : selama di rumah 3xsehari, Selama diRS tidak pernah gosok gigi

5) Tenggorokan : Baik

6) Abdomen : Tidak ada nyeri abdomen 7) Kebiasaan BAB : 4 hari sekali

Warna : Kuning

Bau : Khas

Tempat yang di gunakan : Pampers Peristaltik usus : 15x /menit

8) Masalah eliminasi alvi : Tidak ada 9) Pemakaian obat pencahar : Tidak ada

10) Lavement : Tidak ada

11) Lain-lain : Anak klien mengatakan ibunya selama diRS belum BAB sama sekali karena biasanya dirumah rutin 4-5 hari sekali.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.6.6 Sistem Muskuloskeletal & Integumen :

1) Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM) : Bebas 2) Kekuatan otot :

5 5 4 4

3) Fraktur : Tidak ada

(66)

4) Dislokasi : Tidak 5) Luka : Tidak ada

6) Akral : Hangat, kering, merah 7) Turgor : Baik , CRT : <3 detik 8) Oedema : tidak ada oedema

9) Kebersihan kulit : Bersih di seka 2 x/sehari oleh keluarganya 10) Kemampuan melakukan ADL : Total

Keterangan : Klien hanya tidur dan miring kanan kiri

Lain-lain : ADL klien dibantu sepenuhnya oleh keluarganya

Masalah Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur

3.1.6.7 Sistem penginderaan :

1) Mata :

Konjungtiva : Tidak Anemis Sklera : Tidak Ikterik Palpebra : Normal Strabismus : Tidak ada Ketajaman penglihatan : Baik

Alat bantu yang digunakan : Tidak ada alat bantu seperti kacamata Lain-lain : tidak ada

3) Hidung : Normal

Mukosa hidung : Lembab

Sekret : Tidak ada secret Ketajaman penciuman : Normal

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa H0 yang berbunyi “tidak ada pengaruh yang signifikan internalisasi nilai kewirausahaan terhadap minat berwirausaha mahasiswa

Bangunan 1 merupakan ruang publik dan museum. Bangunan ini terdiri dari 4 lantai. Lantai difungsikan sebagai ruang publik dan lantai 2 sampai 4 difungsikan sebagai

7 T07 Antarmuka Menu Materi Keselamatan Berkendara 8 T08 Antarmuka Misi Game Periksa Kendaraan 9 T09 Antarmuka Misi Game Tebak Arti Rambu 10 T10 Antarmuka Misi Game

Komposit hidroksi lapis ganda Ca-Al/biochar dengan perbandingan 1:0,1, 1:0,5 dan 1:1 yang telah disintesis diaplikasikan sebagai adsorben metilen biru serta diamati perubahan

2.2.2 Motor pembakaran dalam(internal combustion) Mesin pembakaran dalam adalah bahan bakarnya terjadi di dalam mesin itu sendiri sehingga panas dari hasil pembakaran

Perusahaan memperoleh Penghargaan Konstruksi Indonesia dari Menteri Pekerjaan umum (PU) di bulan Nopember 2011.. Penghargaan Kinerja Proyek di bulan Nopember 2011 juga

Pemberian bimbingan yang dilakukan oleh nenek sesuai dengan beberapa teori dalam buku serta hasil penelitian dalam jurnal, diantaranya (a) Gomma (2010:210) menyataka

Selain itu, lingkungan kerja menjadi faktor lain yang dapat meningkatkan kinerja di CV Bi-Ensi Fesyenindo di Bandung dengan memberikan kenyamanan pada ruang kerja