• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur

4. Konsep Dasar Perpajakan

a. Pengertian Pajak

Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian definisi tersebut mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa kutipan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain:

1). Menurut Feldman dalam Siti Resmi (2003)

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya konte-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

2). Menurut Soemitro dalam Burton dan Ilyas (2004) berpendapat: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

3). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah:

2) Sifatnya dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang, artinya pajak dipungut dengan kekuatan Undang-Undang dan aturan pelaksanaanya.

3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.

4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta). 5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (utin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

b.Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2003) fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam dua fungsi, yaitu:

1) fungsi budgetair (Sumber Dana bagi Pemerintah)

Fungsi ini bertujuan untuk memasukkan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-banyaknya antara lain mengisi APBN sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang (balance budget) tercapai.

2) Fungsi Regulered (Mengatur)

Fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakkan perkembangan sarana perekonomian nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka akan dapat menumbuhkan obyek pajak dan subyek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat lagi.

c. Jenis Pajak

Menurut Djunaedi (2004:11) jenis pajak dapat digolonglan sebagai berikut:

1) Berdasarkan sifat :

a) Pajak pribadi (perseorangan)

Dalam hal ini pengertian pajak lebih memperhatikan keadaan pribadi seseorang seperti: berapa anak.

b) Pajak kebendaan

Yang diperhatikan adalah obyek pajaknya, pribadi Wajib Pajak dikesampingkan.

c) Pajak atas kekayaan

Yang menjadi obyek pajak adalh kekayaan seseorang atau badan.

d) Pajak atas bertambahya kekayaan

Pengenaanya didasarkan atas seseorang atau badan yang mengalami pertambahan kekayaan, biasanya dikenakan hanya sekali.

e) Pajak atas konsumsi

Pajak atas kenikmatan wajib pajak. 2) Berdasarkan Ciri-ciri :

a) Pajak Subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang emperhatikan keadaan pribadi wajib pajak untuk menetapkan pajaknya dicari alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadan material (contoh: Pajak Penghasilan).

b) Pajak Objektif

Pertama melihat kepada obyeknya kemudian barulah dicari subyeknya (contoh: Pajak Pertambahan Nilai).

3) Berdasarkan Golongan :

a) Pajak langsung dalam arti pajak langsung disetor secara periodik berdasarkan kohir dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain (contoh :PPh).

b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain, bisa tidak periodik (contoh: Bea Materai, PPN).

4) Berdasarkan Lembaga Pemungut:

a) Pajak Pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan.

Contoh : PPh, PPN dan PPnBM, Bea Materai, PBB dan BPHTB.

b) Pajak Daerah adalah pajak yang pungutannya dilakukan pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun tingkat II.

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Pembagunan I, Pajak Reklame.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam Mardiasmo (2003:7) pada dasarnya terdapat 3 (tiga) sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu:

1) Oficial Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus (aparat pajak). Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang terletak pada fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pihak fiskus.

2) Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak harus menghitung, menyetor, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang terletak pada wajib pajak sendiri.

b) Wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) Witholding System adalah sistem pemungutan pajak yang mana besar pajak terutangnya dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud disini antara lain pemberi kerja, bendaharawan pemerintah. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.

e. Definisi Wajib Pajak

Undang-Undang No. 28 tahun 2007 Pasal I menyebutkan, definisi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, yang meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib pajak tersebut wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak.

1) Wajib Pajak Terdaftar

Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000), yang dimaksud dengan wajib pajak terdaftar adalah wajib pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.

2) Wajib Pajak Non Efektif

Dalam SE No. 14/PJ.9/1990 disebutkan, bahwa yang termasuk Wajib Pajak Non Efektif adalah:

a) Wajib pajak yang selama dua tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan, baik

berupa melakukan pembayaran pajak, memasukkan SPT Masa ataupun SPT Tahunan.

b) Wajib pajak meninggal atau bubar.

c) Wajib pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya walaupun sudah dilakukan pencarian oleh petugas verifikasi atau petugas yang ditunjuk untuk itu.

d) Wajib pajak yang secara nyata berdasarkan hasil penelitian atau pengamatan tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha lagi.

f. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, Undang-Undang juga mengatur dengan tegas hak-hak wajib pajak dalam satu Hukum Pajak Formal secara tegas. Dalam bukunya Siti Resmi (2004) dituliskan hak dan kewajiban wajib pajak diantaranya yaitu: 1) Kewajiban Wajib Pajak

a) Mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c) Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke KPP dalam bats waktu yang telah ditetapkan.

d) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 2) Hak Wajib Pajak

a) Mengajukan surat keberatan dan banding.

b) Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan (SPT).

c) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. d) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan

sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah.

e) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

g. Pajak Penghasilan

Setelah mengetahui pengertian pajak, definisi penghasilan menurut UU No. 36 tahun 2008 pasal 4 ayat 1 adalah:

“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.

Sehingga definisi Pajak Penghasilan menurut Siti Resmi (2004) adalah: “Pajak yang dikenakan terhadap subjek atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak”.

1) Subjek Pajak Penghasilan

Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.

Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 tahun 2008 mengelompokkan Subjek Pajak Penghasilan sebagi berikut:

a) Orang Pribadi;

b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

c) Badan; dan

d) Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,

Subjek Pajak luar negeri adalah:

a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

a) tempat kedudukan manajemen; b) cabang perusahaan; c) kantor perwakilan; d) gedung kantor; e) pabrik; f) bengkel; g) gudang;

h) ruang untuk promosi dan penjualan;

i) pertambangan dan penggalian sumber alam;

j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

l) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m) pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang

kedudukannya tidak bebas;

o) agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan

p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

2) Objek Pajak Penghasilan

Menurut Pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan, yang dimaksud objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c) Laba usaha;

d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,

satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n) Premi asuransi;

o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s) Surplus Bank Indonesia.

Dokumen terkait