• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ad-Daulah al-Islamiyah

Untuk melengkapi pengetahuan kita tentang ideologi Islam, kita coba paparkan paham dari konsep (aqidah) ad-Daulah al-Is-lamiyah (Disingkat dengan DI). Kon- sep ini secara tertulis telah ada dalam buku-buku yang diterbitkan PSII, yaitu cita- cita mendirikan Kerajaan Allah di bumi , yakni bumi Allah (Indonesia), yang ber- bentuk Negara Islam, dimana Ummat Islam dapat melaksanakan Syariah Islam

dengan sempurna.12

PSII dalam rapat-rapatnya dan juga brosur serta tulisan lainnya telah merumus- kan cara untuk merealisasikan konsep ad-Daulah al-Islamiyah tersebut. Hal ini dapat kita jumpai dalam artikel “Sikap Hijrah PSII” dan “ad-Daulah al-Islamiyah” sejak awal 1930-an. Banyak dari kalangan PSII yang menjadi pendukungnya. Bi- asanya mereka dipanggil atau digelari sebagai “orang-orang DI” dalam artian

10 Setelah kemerdekaan, nama Masyumi ini kembali dipakai sebagai partai politik untuk menyatukan umat Islam dalam bidang politik. Didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, di Yog- yakarta. Kemudian dibubarkan Presiden Soekarno tahun 1960 karena tokoh-tokoh-nya dinilai terlibat gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

11 lihat, Haluan Politik Islam, SM Kartosuwiryo, Dewan Penerangan Ma-syumi, Daerah Priangan, 1946. 12 Kerajaan Allah di bumi-Nya--tepatnya Indonesia--berbentuk Negara Islam (Dar al-Islam) dan Kerajaan Is- lam (Dar al-Islam) dan Kerajaan Allah di akhirat berupa Dar al-Salam, dalam artikel “al-Daulah al-Islamiyah”

orang-orang yang berpaham ad-Daulah-al-Islamiyah.

Konsep DI ini memang dari ajaran ad-Dein, selaras dengan maksud Wahyu-Ilahi (al-Quran), misalnya ayat 44, 45 dan 47 Surah al-Maidah. Demikian juga bahwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, merupakan usaha mere- alisasikan ad-Daulah al-Islamiyah (pemerintahan Islam). Oleh sebab itu, setiap Muslim dituntut agamanya untuk menerima dan membenarkan konsep ad-Daulah al-Islamiyah, walaupun kemudian dia lebih memilih untuk menetap dan tinggal di wilayah yang dikuasai kafir (Dar ul-Kuffar).

Disamping itu, ada juga istilah singkatan DI yang cukup popular digunakan di zaman itu, yang merujuk kepada arti Darul Islam. Istilah ini tepatnya bukan meru- pakan “konsep” tapi lebih menjurus kepada pembahasan dalam disiplin Ilmu-Fiqh

(Perundangan Islam), dalam bab “politis-teritori”, yaitu untuk membedakan anta- ra kawasan (wilayah) yang dikuasai Pemerintahan Islam, disebut Darul-Islam, dan kawasan yang dikuasai Pemerintahan Kafir disebut sebagai Darul-Kuffar. Sedang- kan kawasan yang diperebutkan kedua belah pihak dinyatakan sebagai Darul-Harb. Tampaknya kedua istilah DI tersebut biasa digunakan pada zaman pergerakan ke- merdekaan ketika itu.

Komunisme

Revolusi komunis Rusia, akhir perang Dunia pertama (1917), adalah salah satu patok (babakan sejarah) maha penting dalam sejarah dunia, terutama mengenai perkembangan komunisme Internasional. Segera setelah selesai Perang Dunia I (1919), agen-agen komunis internasional, dengan pimpinan langsung dari Rusia Internasionale III menyebar dan menyelusup ke hampir setiap negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Dalam penyebaran dan perkembangan komunisme di Indonesia antara lain perlu dicatat nama beberapa orang Belanda, seperti: Baars dan Sneevliet.13 Di antara mu-

rid-muridnya yang amat setia adalah: Sama’un, Darsono, Marco (Kartodikromo), Alimin, Muso, Aliarham, Tan Malaka dan lain-lain lagi.

Dengan cara menyusupkan komunisme ke dalam jiwa para pemimpin Sarekat Islam pada waktu itu, maka dengan segera perhimpunan tersebut terbelah menjadi dua aliran yang bertentangan satu dengan yang lainnya, sebagai musuh yang tak 13 Sejarah Nasional Indonesia V, hal. 203

kenal damai.

Keputusan membuat Partai-Disiplin dalam kongres SI tahun 1921, telah me- misahkan dua aliran dan anasir itu, sehingga masing-masing berdiri sendiri dengan bentuk partai politik SI Putih menjadi PSI HT (akhirnya: PSII) dan SI Merah seb- agai tempat “aliran merah” di dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sikap pemerintah jajahan pada waktu itu adalah “melihat dan menanti”, sedangkan dalam prakteknya menerapkan politik “adu-domba” (divede et impera) antara PSII dan PKI dengan diselingi tindakan yang secara “tidak langsung” (indirect):memukul kedua belah pihak. Yaitu dengan membentuk gerombolan dan perkumpulan pen- gacau, tukang pukul dan tukang tinju yang terhimpun dalam gerombolan Sarekat Hijo, Daf ’ ul-Sial, al-Hasanah al-Khairiyah dan lain-lain (di masa belakangan juga muncul gerembolan Cap Jangkar), sebagai alat atau media pengacau yang dibiayai dan dipimpin langsung atau tidak langsung oleh pemerintah jajahan Belanda.

Semangat komunis muda yang berkobar-kobar waktu itu yang berpusat di Sema- rang, dengan kiblat Moskow, dan dengan petunjuk langsung dari agen-agen Lenin, bertujuan untuk dengan segera dan secepatnya merampas kekuasaan dari tangan pemerintah jajahan Hindia-Belanda.

Peristiwa ini terjadi pada akhir tahun 1926, dan terkenal dengan nama: Pembe- rontakan Komunis. Dalam tarikh tercatat sebagai kudeta Komunis yang pertama.

Peristiwa itu sebenarnya terjadi karena provokasi (paksaan yang halus) dari pihak pemerintah jajahan Belanda, beserta agen-agen provokatornya, yang sudah agak lama sebelumnya sengaja diselundupkan ke dalam tubuh pergerakan komunisme Indonesia. Dengan peristiwa tersebut, maka pihak pemerintahan jajahan mempun- yai “alasan yang cukup kuat dan sah” untuk membasmi dan membinasakan komu- nisme di Indonesia.

Beribu-ribu orang, laki-laki perempuan, tua dan muda men-jadi korban perjuan- gan komunisme, dan ada yang dibuang (dia-singkan) ke Boven-Digoel. Diantara pemimpin yang ikut dibuang ialah Marco, yang beberapa tahun kemudian mening- gal di tanah pengasingan itu.

Adapun pemimpin-pemimpin lainnya, mereka cepat-cepat meninggalkan Indo- nesia, pergi ke luar negeri, menuju Moskow. Di antara mereka ada yang mendapat “angin baik” hingga bisa sampai di ibu kota komunis itu, sedang sebagian besar lain- nya terdampar di tengah jalan (Singapura, Bangkok, Rangoon, Shanghai, dan ne- gara lainnya). Di antara mereka yang melarikan diri itu adalah Tan Malaka, Alimin, Muso, Sama’un, Darsono, dan Subakat.

Kesetiaan mereka kepada organisasi PKI dan induk organisasinya (di Rusia), nya- ta sekali dan terang benderang di kala mulai berkobar revolusi nasional di Indone- sia (1945), terutama setelah revolusi tersebut agak reda. Mereka pulang kembali ke pangkalan semula, kecuali beberapa orang, dan tentunya dengan tugas khusus dari induk-organisasinya.

Sejak waktu itu, hingga berakhirnya pemerintah jajahan Belanda (awal 1942), tidak tampak tanda-tanda, bahwa komunis di Indonesia akan hidup dan bangkit kembali, seakan-akan pingsan kena pukulan yang amat hebat.14

Dokumen terkait