• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.4 Konsep Daya Saing

Globalisasi pada dasarnya adalah fenomena yang mendorong perusahaan di tingkat mikroekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi internasional meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua perusahaan baik kecil, menengah maupun besar. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan bersaing baik untuk produk ataupun jasa yang ditawarkan supaya perusahaan, industri, ataupun negara dapat mampu untuk bertahan dan bersaing dalam perdagangan internasional. Kemampuan bersaing ini dikenal dengan istilah daya saing.

Menurut Wolff (2007), daya saing (competitiveness) dapat didefenisikan pada tiga tingkatan, yakni pada level perusahaan, industri, dan juga level nasional atau negara. Pada level perusahaan, daya saing didefenisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk meghasilkan barang dan jasa lebih efisien dan efektif dibanding dengan perusahaan lain (pesaing) yang sejenis. Daya saing ini juga mencakup kepada keberhasilan perusahaan untuk sukses dan berhasil di pasar internasional dengan sedikit pengaruh (intervensi) pemerintah, ataupun subsidi. Pada prakteknya, daya saing pada tingkat perusahaan dapat dilihat dari sisi dalam perusahaan (internal), ataupun sisi luar perusahaan (eksternal). Daya saing

perusahaan dari sisi internal dapat dilihat dari keadaan finansial perusahaan, modal sumberdaya manusia dan fisik, pengeluaran untuk R & D (Research and Development), atau rasio saham terhadap perputaran modal. Pada sisi eksternal, daya saing perusahaan dapat dilihat dari profitabilitas pekerja, pangsa pasar, kegiatan ekspor, pertumbuhan perusahaan, produktivitas produksi baik dibandingkan secara lokal ataupun dengan perusahaan lain dari luar negeri. Daya saing perusahaan juga dapat dilihat dari kepemilikan hak paten terhadap salah satu produk.

Pada tingkat industri, daya saing merupakan kemampuan perusahaan- perusahaan nasional untuk berhasil atau sukses secara berkesinambungan dibanding dengan perusahaan-perusahaan dari luar (pesaing), tanpa adanya proteksi dan subsidi dari pemerintah. Mengukur daya saing pada tingkat industry mencakup profitabilitas dari keseluruhan perusahaan-perusahaan nasional yang ada dalam sektor industri yang bersangkutan, keseimbangan perdagangan industry, juga keseimbangan antara masuk dan keluar pada investasi asing langsung, serta ukuran langsung dari biaya dan kualitas yang dihasilkan pada level industry.

Sedang untuk batasan negara, daya saing dapat diartikan sebagai kemampuan warga negara untuk berhasil meraih keberhasilan yang lebih tinggi, dan juga mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya. Pada beberapa negara, taraf hidup dapat diukur melalui produktivitas warganya per tenaga kerja, atau juga dan sebaran modal yang dimiliki. Suatu negara dengan produktivitas masyarakat yang tinggi juga dapat menjadikan negara tersebut semakin memiliki daya saing.

Penelitian daya saing rumput laut yang dilakukan oleh penulis termasuk kedalam konsep daya saing industri. Oleh karena dalam penelitian ini dilakukan analisis mengenai kemampuan industri rumput laut Indonesia untuk dapat bersaing dalam ekspor rumput laut di pasar internasional. Konsep teori yang digunakan dalam analisis daya saing mencakup keunggulan absolut, komparatif, dan juga keunggulan kompetitif.

Konsep daya saing dalam perdagangan internasional suatu komoditas diawali dengan konsep keunggulan absolut (Absolute Advantage) dari Adam Smith yang menyatakan bahwa setiap negara hendaknya mengkhususkan diri

untuk memproduksi barang-barang yang paling efisien, yaitu barang yang diproduksi dengan biaya paling murah. Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) riil bukan moneter (misalnya tenaga kerja), sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory). Makin banyak tenaga kerja yang digunakan, maka nilai barang akan semakin tinggi (labor theory of value). Menurut Adam Smith, suatu negara akan memeperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang.

Selanjutnya, muncul konsep keunggulan komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo yang menyatakan bahwa apabila suatu negara dapat memproduksi masing-masing dari dua barang dengan lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya, dan dapat memproduksi satu dari dua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya mengkhususkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih efisien. Artinya memilih untuk memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut terbesar.

Berdasarkan teori proporsi faktor (factor-proportion theory) yang dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, keunggulan komparatif dipengaruhi secara timbal balik oleh perbedaan-perbedaan karunia sumberdaya diantara negara-negara atau variasi kelimpahan (abundance) relatif atas faktor- faktor produksi yang mempengaruhi intensitas relatif penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda tersebut dalam menghasilkan berbagai macam barang (Annisa, 2006).

Berikutnya muncul konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Porter (1998) yang mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan empat atribut yang dimilikinya. Atribut yang dimaksud adalah kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan penunjang, serta strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut ditambah dengan kesempatan serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunngulan dan kondisi antar atribut tersebut. Semua atribut akan mempengaruhi kemampuan daya saing suatu industri di suatu negara. Konsep ini dikenal dengan The Diamonds of Porter.

Konsep daya saing yang digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditi banyak digunakan dalam cara-cara yang berbeda. Pangsa pasar

adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing suatu komoditi ekspor di pasar internasional, disamping pendekatan- pendakatan lain seperti volume ekspor, nilai ekspor, dan sebagainya.

Menurut Chen dan Zuan (2000), meskipun konsep daya saing banyak digunakan dalam cara-cara berbeda, definisi daya saing yang diadopsi dari studi di Canadian pada “Task Force on Competitiveness in Agri-food Industries” (1991) oleh Agriculture Canada menyatakan bahwa daya saing didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang berkelanjutan untuk memperoleh keuntungan dan memelihara pangsa pasar, baik pada pasar domestik maupun pasar ekspor. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pangsa pasar akan digunakan sebagai ukuran daya saing, dimana hubungan keduanya positif.

Tingkat daya saing ekspor suatu komoditas ekspor suatu negara dapat dianalisis dengan berbagai metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Beberapa diantaranya adalah dengan Revealed Comparative Advantage (RCA), Real Effective Exchange Rate (REER), dan Constant Market Share (CMS). Menurut Tambunan, dalam Suprehatin (2006) menjelaskan bahwa kelemahan utama metode CMS adalah tidak dapat menganalisis perubahan yang terjadi pada tahun antara. Dalam arti lain, pendekatan CMS tidak dapat diketahui apakah ada produk baru yang muncul di pasar atau apakah muncul pasar baru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi data panel.

Dokumen terkait