• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Diare pada Balita

2.6.3 Konsep Diare

Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2005 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare menyebutkan bahwa diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut Suharyono (2002). Diare merupakan kondisi buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.

Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah, 2002). Definisi lain menyebutkan diare merupakan salah satu

gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran

pencernaan. (Ngastiyah, 2003).

Menurut Sitorus (2008) secara umum diare dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Diare spesifik (jelas penyebabnya)

2. Diare non-spesifik (tidak jelas penyebabnya) a. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah : 1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitis usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

b. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)

2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah) 3. Hipoglikemia

4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003). c. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenai penyebab diare digambarkan dalam bagan sebagai berikut

Gambar 2.1. Penyebab Penyakit Diare

d. Epidemiologi

Menurut Kepmenkes RI No. 1216/Menkes/SK/IX/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dikemukakan epidemiologi diare dibagi menjadi tiga aspek yaitu :

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain :

a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. d. Menggunakan air minum yang tercemar

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003).

Gejala-Gejala Dehidrasi 1. Dehidrasi ringan

Meningkatnya rasa haus, kegelisahan atau rewel, menurunnya elastisitas kulit, mulut dan lidah yang kering, mata yang kering karena tidak adanya air mata, mata yang cekung

2. Dehidrasi berat

Tangan dan kaki yang dingin dan lembab, anak yang terlihat lemah, tidak sadar, atau lemas, ketidakmampuan untuk minum, hilangnya elastisitas kulit secara sepenuhnya, tidak ada air mata, lapisan lendir yang sangat kering pada mulut, pengurangan volume air seni yang parah atau tidak adanya air seni. (Ramaiah, 2002)

3. Komplikasi Diare

1. Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran listrik.

2. Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus). Ini adalah suatu kondisi dimana

terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya

3. Septi semia

Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.

4. Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi

Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah. (Ramaiah, 2002).

d. Faktor Penyebab Diare 1. Faktor infeksi

Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut : Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter, Yersinia,

Aeromonas dan sebagainya. Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie,

Poliomielitis). Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,

Strongyloides)

2. Faktor Malabsorsi

Malabsorsi karbohidrat disakarida

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah, 2003)

e. Faktor-Faktor yang Meningkatkan Risiko Diare 1. Faktor lingkungan

Pasokan air tidak memadai, air terkontaminasi tinja, fasilitas kebersihan kurang, kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air, kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anaak di WC. Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes. Misalnya makanan

dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.

2. Praktik penyapihan yang buruk

a) Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan dan melalui pemberian susu melalui botol

3. Faktor individu a) Kurang gizi

b) Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih sering terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami campak.

4. Produksi asam lambung berkurang

5. Gerakan pada usus berkurang yang memengaruhi aliran makanan yang normal (Savitri, 2002)

6. Pencegahan Diare

a) Beri ASI eksklusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun.

b) Hindari pemberian susu botol. Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, bersih dan aman untuk mulai menyapih.

c) Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak- anak.

d) Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari.

e) Jika tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.

f) Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya

g) Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak.

h) Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin. i) Segeralah cuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat.

j) Berikan imunisasi campak kepada akan pada usia sembilan bulan karena resiko diare parah dan malnutrisi yang mengikutinya lebih tinggi. Setelah infeksi campak.

k) Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.

Penanggulangan diare yang harus diperhatikan adalah masalah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi anak dan balita. Bagi penderita diare ringan dapat diberikan oralit dan bila dehidrasi yang berat perlu diberi cairan intravena atau infus. Usaha yang terpenting dalam penanggulangan diare adalah :

1. Ilmu dan teknologi tentang diare dari tenaga kesehatan (dokter, paramedik, dan masyarakat) usaha ini penting karena dengan meningkatknya pengatahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi diare akan banyak anak yang dapat diselamatkan.

2. Rehidrasi adalah usaha untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare dengan memberi cairan pengganti yaitu oralit atau cairan lain di rumah.

3. Memberi ASI dan memulihkan status gizi disamping pemberian oralit atau cairan lainnya. Pemberian ASI dapat mencegah dehidrasi dan memberikan zat kekebalan tubuh untuk menolak penyakit. Pemberian makanan akan

mencegah kekurangan gizi akibat diare yang telah menguras cadangan zat-zat gizi didalam tubuh anak.

4. Rujukan sebelum menjadi gawat. Bila diare dengan dehidrasi ringan dapat ditangani oleh ibu atau kader kesehatan. Diare dengan dehidrasi sedang sampai berat menunjukkan tanda-tanda bahaya segera dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas untuk dirawat.

5. Menjaga kebersihan adalah kunci keberhasilan pencegahan terjadinya diare, baik kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan, terutama sarana air minum dan jamban keluarga. (Pedoman perawatan kesehatan anak, Ronald H. Sitorus, 2008)

Dokumen terkait