EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN
DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
Oleh
ABDUL WAHED 087033011/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN
DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ABDUL WAHED 087033011/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul : EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA
TENTANG PENANGGULANGAN DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
Nama Mahasiswa : Abdul Wahed Nomor Induk Mahasiswa : 087033011
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Prof. Dr. Ritha F.Dalimunthe, M.Si) (dr. Taufik Ashar, M.K.M) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.Si)
Telah diuji pada
Tanggal: 2 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Ritha F.Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENANGGULANGAN
DIARE DI KECAMATAN LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diajukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Pebruari 2011
ABSTRAK
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Di Kecamatan Lhoksukon dijumpai kasus diare terbanyak dari kecamatan yang lain di wilayah Kabupaten Aceh Utara yaitu 115 kasus. Diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan segera. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan (sebelum dan sesudah) terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent control group. Populasi seluruh ibu yang memiliki balita dan berdomisili di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Sampel sebanyak 64 orang diambil dengan teknik simple random sampling kemudian dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 32 responden. Metode pengumpulan data melalui pre-test dan post-test yang diberikan kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat.
Pada kelompok intervensi terdapat perbedaan pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 52,18 menjadi 75,93 dengan hasil uji pair t-test diperoleh nilai p=0,001 (<0,05) dan terdapat perbedaan sikap ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 61,65 menjadi 76,21 dengan nilai p=0,001 (<0,05).
Disarankan kepada seluruh lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan kegiatan kebersihan lingkungan dengan gotong royong bersama. Kepada pemerintah daerah agar mencanangkan pendidikan kesehatan di masyarakat, khususnya tentang masalah penyakit diare. Peran serta dari kader-kader di desa ditingkatkan dalam penyuluhan tentang cara pencegahan dan pengobatan diare.
ABSTRACT
Diarrhea is the defecation of soft/liquefied feces or can be a water substance in a higher frequency within fewer than 14 days. Majority of the diarrhea cases was found in Lhoksukon sub-district and 115 cases were found in other sub-district of North Aceh District. A serious diarrhea can cause dehydration (shortage of liquid) and even can induce death if it is not immediately treated. The aim of this research was to analyze the influence of counseling (before and after) on knowledge and attitudes of mothers who had children under five years old regarding to manage the diarrhea in Lhoksukon sub-district, North Aceh District.
The type of the research was quasi experiment with non-equivalent control group design. The population were all of the mothers who had children under five and lived in Lhoksukon Sub-district, North Aceh District. The samples were comprised of 64 people which was taken by simple technique random sampling, they were divided into two : intervention group and the control group with 32 respondents respectively. The data were gathered by pre-test and post-test which were distributed to both groups. The data were analyzed in univariate and bivariate
The difference of the knowledge of mother before and after the counseling in the intervention group was from, 52.18 to 75.93 with the pair t-test of p=0.001 (<0.05). The difference of the mothers attitude before and after the counseling was from 61.65 to 76.21 with the value of p=0.001 (<0.05).
It is recommended that all members of non-government agencies should participate in keeping the clean neighborhood. It is also recommended that the regional government should inform health education, especially diarrhea, to the people, and the village cadres should participate in the counseling about the prevention and the cure of diarrhea.
Keywords: Diarrhea, Counseling, Mother of Children under Five Years Old
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini dengan judul “Efektivitas Penyuluhan terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Penanggulangan Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara”
Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sukses
dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada :
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan masukan
dan saran dalam penulisan tesis ini.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Sekretaris Program S3 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
6. Prof. Dr. Ritha Dalimunthe, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku
pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan
sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini
7. Drs. Alam Bakti Keloko, M. Kes. sebagai tim penguji yang telah memberikan
masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.
8. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai tim penguji yang telah
memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.
9. Buat Anak tersayang Jesica Humaira atas segala dukungan, kesabaran dan
pengertiannnya.
10.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara M. Nurdin, S.K.M, M.M
yang memberikan izin dalam pengambilan data.
11.Camat Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara H. Naikalias Sadakata,
S.Sos beserta stafnya yang telah memberikan data dan izin penelitian.
12.Kepala Puskesmas Lhoksukon dr. Lukman serta seluruh staf Kabupaten Aceh
Utara yang telah membantu terlaksananya penyuluhan .
13.Samsul Bahri S.K.M, sebagai fasilitator dalam Penyuluh tentang Diare.
14.Para Ibu-ibu yang mempunyai Balita di Kecamatan Lhoksukon yang telah
15.Para teman sejawat dari Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
2008 khususnya yang telah memberikan suport dalam menyelesaikan pasca
sarjana ini dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
16.Kepada Teman-teman ku yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
tesis ini Burhanudin, Arifah, Jule, Maryono, Mimi, Devi, Ita, Nanda, Ali
Yunus.
17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan
yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti sangat
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, Pebruari 2011
RIWAYAT HIDUP
Abdul Wahed, lahir di Tumpok Teungoh, Lhokseumawe pada tanggal 23 November 1969, anak ke-3 dari 5 bersaudara. Pada saat ini bertempat tinggal di Kota
Lhokseumawe.
Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1983 di SD Negeri Tumpok
Teungoh, selanjutnya di SMP Negeri 2 Lhokseumawe tamat tahun 1987. Kemudian
melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lhokseumawe tamat tahun 1989 dan
melanjutkan pendidikan S1 Kedokteran di UISU tamat tahun 2000.
Penulis menikah pada tahun 2000, dan dikaruniai 1 orang anak dan penulis
bekerja sebagai PNS pada Puskesmas Tanah Luas Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Utara hingga saat ini.
Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 10
2.1 Penyuluhan... 10
2.1.1 Konsep Dasar Penyuluhan ... 10
2.1.2 Pengertian Dasar ... 10
2.1.3 Penyuluhan Pengembangan ... 11
2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan ... 12
2.1.5 Lima Komponen Penyuluhan... 13
2.1.6 Evaluasi Penyuluhan ... 14
2.2 Konsep Dasar Pengetahuan... 15
2.2.1 Pengertian Pengetahuan ... 15
2.2.2 Tahapan Pengetahuan ... 16
2.2.3 Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan... 19
2.3 Sikap ... 23
2.3.1 Pengertian Sikap ... 23
2.3.2 Komponen Pokok Sikap... 25
2.3.3 Berbagai Tingkatan Sikap ... 25
2.3.4 Fungsi Sikap... 26
2.3.5 Pembentukan Sikap... 28
2.4 Tindakan ... 30
2.5 Standar Kompetensi Tenaga Penyuluh Keehatan ... 31
2.6 Diare pada Balita... 34
2.6.1 Definisi Balita... 34
2.6.2 Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan ... 34
2.6.3 Konsep Diare ... 35
2.7 Landasan Teori... 44
2.8 Kerangka Konsep... 45
BAB 3. METODE PENELITIAN... 46
3.1 Jenis Penelitian... 46
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
3.3 Populasi dan Sampel ... 47
3.4 Metode Pengumpulan Data... 48
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51
3.6 Metode Pengukuran ... 52
3.7 Metode Analisis Data ... 53
BAB 4. HASIL PENELITIAN... 54
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 54
4.2 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 54
4.3 Analisis Univariat ... 55
4.3.1 Karakteristik Ibu Balita Menurut Umum dan Pendidikan... 56
4.3.2 Gambaran Pengetahuan Sebelum Intervensi Penyuluhan.... 56
4.3.3 Gambaran Pengetahuan Setelah Penyuluhan ... 59
4.3.4 Gambaran Sikap Sebelum penyuluhan ... 61
4.3.5 Gambaran Sikap Setelah Penyuluhan ... 63
4.4 Analisis Bivariat... 65
4.4.1 Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan ... 65
4.4.2 Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Intervensi Penyuluhan ... 66
BAB 5. PEMBAHASAN... 69
5.1 Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan... 69
5.2 Gambaran Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 71
5.3 Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 72
5.4 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Penyuluhan ... 74
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 77
6.1 Kesimpulan ... 77
6.2 Saran... 77
DAFTAR PUSTAKA... 78
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 50
4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Balita di Wilayah Kecamatan
Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 56
4.3 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Pengetahuan Sebelum
Intervensi Penyuluhan tentang Penyuluhan tentang Diare di
Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 57
4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan pada Ibu
Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 58
4.5 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Pengetahuan sesudah Penyuluhan Tentang Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten
Aceh Utara... 59
4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan pada Ibu
Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 60
4.7 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Sikap sebelum
Intervensi Penyuluhan Tentang Diare di Kecamatan Lhoksukon ... 61
4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita sebelum Penyuluhan Diare
pada Ibu Balita di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara... 62
4.9 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator Sikap Sesudah
Penyuluhan Diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara . 63
4.10 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Balita Sesudah Penyuluhan Diare di
Kecamatan Lhoksukon... 64
4.11 Perbedaan Pengetahun Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Intervensi
Penyuluhan di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 65
4.12 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di
Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 66
4.13 Efektivitas Intervesi Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Penanggulangan Diare di Kecamatan Lhoksukon
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Penyebab Penyakit Diare ... 37
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 45
3.1 Disain Penelitian ... 46
4.1 Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 66
4.2 Perbedaan Sikap Ibu Balita Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 81
2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 87
3 Hasil Output Statistik ... 93
4 Materi Penyuluhan ... 103
5 Foto Kegiatan Penelitian... 107
6 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara... 112
7 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara ... 113
8 Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian ... 114
ABSTRAK
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari. Di Kecamatan Lhoksukon dijumpai kasus diare terbanyak dari kecamatan yang lain di wilayah Kabupaten Aceh Utara yaitu 115 kasus. Diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) dan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan segera. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan (sebelum dan sesudah) terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent control group. Populasi seluruh ibu yang memiliki balita dan berdomisili di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Sampel sebanyak 64 orang diambil dengan teknik simple random sampling kemudian dibagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing 32 responden. Metode pengumpulan data melalui pre-test dan post-test yang diberikan kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat.
Pada kelompok intervensi terdapat perbedaan pengetahuan ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 52,18 menjadi 75,93 dengan hasil uji pair t-test diperoleh nilai p=0,001 (<0,05) dan terdapat perbedaan sikap ibu balita sebelum dan sesudah penyuluhan yaitu dari 61,65 menjadi 76,21 dengan nilai p=0,001 (<0,05).
Disarankan kepada seluruh lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan kegiatan kebersihan lingkungan dengan gotong royong bersama. Kepada pemerintah daerah agar mencanangkan pendidikan kesehatan di masyarakat, khususnya tentang masalah penyakit diare. Peran serta dari kader-kader di desa ditingkatkan dalam penyuluhan tentang cara pencegahan dan pengobatan diare.
ABSTRACT
Diarrhea is the defecation of soft/liquefied feces or can be a water substance in a higher frequency within fewer than 14 days. Majority of the diarrhea cases was found in Lhoksukon sub-district and 115 cases were found in other sub-district of North Aceh District. A serious diarrhea can cause dehydration (shortage of liquid) and even can induce death if it is not immediately treated. The aim of this research was to analyze the influence of counseling (before and after) on knowledge and attitudes of mothers who had children under five years old regarding to manage the diarrhea in Lhoksukon sub-district, North Aceh District.
The type of the research was quasi experiment with non-equivalent control group design. The population were all of the mothers who had children under five and lived in Lhoksukon Sub-district, North Aceh District. The samples were comprised of 64 people which was taken by simple technique random sampling, they were divided into two : intervention group and the control group with 32 respondents respectively. The data were gathered by pre-test and post-test which were distributed to both groups. The data were analyzed in univariate and bivariate
The difference of the knowledge of mother before and after the counseling in the intervention group was from, 52.18 to 75.93 with the pair t-test of p=0.001 (<0.05). The difference of the mothers attitude before and after the counseling was from 61.65 to 76.21 with the value of p=0.001 (<0.05).
It is recommended that all members of non-government agencies should participate in keeping the clean neighborhood. It is also recommended that the regional government should inform health education, especially diarrhea, to the people, and the village cadres should participate in the counseling about the prevention and the cure of diarrhea.
Keywords: Diarrhea, Counseling, Mother of Children under Five Years Old
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan kesehatan dihadapkan pada berbagai permasalahan penting
antara lain disparitas status kesehatan; beban ganda penyakit; kualitas, pemerataan
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; pelindungan masyarakat di bidang obat dan
makanan; serta perilaku hidup bersih dan sehat. Beberapa masalah penting lainnya
yang perlu ditangani segera adalah peningkatan akses penduduk miskin terhadap
pelayanan kesehatan, penanganan masalah gizi buruk, penanggulangan wabah
penyakit menular, pelayanan kesehatan di daerah bencana, dan pemenuhan jumlah
dan penyebaran tenaga kesehatan (Depkes RI, 2006)
Salah satu aspek pelayanan kesehatan adalah aspek promotif atau promosi
kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam proses
pemberdayaan masyarakat. Yaitu melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, sesuai dengan lingkungan budaya setempat, agar masyarakat
dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan. Dalam proses peningkatan
kualitas tenaga kesehatan promosi kesehatan bertindak lebih responsif dan mampu
memberdayakan kliennya, sehingga akan tercapai pelayanan kesehatan yang bermutu,
adil serta merata (Depkes RI,2005).
Kebijakan nasional promosi kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
dan ketiga strategi tersebut diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana
komunikasi yang tepat. Kebijakan nasional promosi kesehatan sangat diperlukan di
era desentralisasi agar upaya promosi kesehatan di semua tingkatan administrasi
berjalan selaras dan sinergis. Kebijakan nasional promosi kesehatan ini dapat
dimanfaatkan sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan upaya promosi
kesehatan di pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Promosi kesehatan juga berperan
dalam proses peningkatan kualitas tenaga kesehatan agar lebih tercapai pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil dan merata.
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan
kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan
masyarakat (Public Health). Perubahan paradigma kesehatan masyarakat terjadi
antara lain akibat berubahnya pola penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan,
lingkungan dan demografi. Perkembangan kesehatan masyarakat difokuskan kepada
faktor-faktor yang menimbulkan resiko kesehatan seperti udara, air,
penyakit-penyakit bersumber makanan serta penyakit-penyakit-penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan
kemiskinan dan kondisi kehidupan yang buruk. Deklarasi Alma Ata pada tahun 1978
menghasilkan strategi utama dalam pencapaian kesehatan bagi semua (Health for All)
melalui pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care). Salah satu komponen
didalam pelayanan kesehatan dasar yaitu dengan penyuluhan kesehatan untuk
mewujudkan perilaku upaya perubahan lingkungan yang lebih baik. (Depkes RI,
Tenaga penyuluh kesehatan merupakan ujung tombak dalam kegiatan promosi
kegiatan. Penyediaan tenaga penyuluh kesehatan harusnya menjadi tugas dan target
utama pemerintah sebagai komitmen pelaksanaan pasal 28 UUD 1945. Jika kesehatan
menjadi hak asasi bagi tiap warganegara maka pemerintah harus memenuhi
kewajibannya termasuk penyediaan tenaga kesehatan. Kebutuhan mendesak tenaga
penyuluh kesehatan yang mempunyai kompetensi khusus sangat dibutuhkan.
Pusat promosi kesehatan perlu ditinjau kembali berdasarkan dengan tugas
pokok dan fungsi promosi kesehatan dan kebijakan promosi kesehatan baik di pusat
maupun didaerah, serta masalah-masalah yang menyangkut kesehatan yang sering
terjadi pada saat ini yang sangat terkait dengan promosi kesehatan. Masalah yang
penting dan perlu disikapi adalah 1) kurangnya tenaga penyuluh kesehatan yang
memiliki pengetahuan dibidangnya. 2) lemahnya dalam koordinasi, sinergisme dalam
penyusunan perencanaan antar program dan daerah 3) sukarnya merubah “mind-set”
paradigma sakit ke paradigma sehat. yang sudah tidak sesuai lagi dalam
pembangunan kesehatan, 4) lemahnya kemauan dan kemampuan dalam menyusun
rencana promosi kesehatan dan strateginya yang bersifat makro dan berjangka
panjang, dan 5) kurang kuatnya memahami konsep promosi kesehatan dan berbagai
metode promosi kesehatan. 6) koordinasi atar pusat dan provinsi serta antar provinsi
yang masih kurang 7) terbatasnya sumber daya yang dapat menunjang upaya promosi
kesehatan (Depkes RI, 2006).
Arah kebijakan pembangunan kesehatan dalam RPJPM 2004-2009
dan pemberdayaan masyarakat. Program ini ditujukan untuk memberdayakan
individu, keluarga, dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat
dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat. Kegiatan pokok yang
dilaksanakan dalam program ini antara lain meliputi pengembangan teknik promosi
kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap berbagai
masalah kesehatan termasuk di dalamya masalah penanggulangan diare (Depkes RI,
2006).
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih dering dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari (Kep.
Menkes RI Nomor:126/Menkes/SK/XI/2001). Diare dapat menjadi masalah berat.
Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat
menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Diare
seringkali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta
anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, diare merupakan salah satu
penyebab kematian kedua terbesar pada balita (Surkenas, 2001).
Diare mungkin bukan penyakit parah seperti penyakit jantung atau kanker.
Namun, diare pada bayi dan balita (bayi bawah lima tahun) sangat berbahaya karena
dapat menyebabkan kematian akibat kekurangan cairan. Bayi dan balita (bayi bawah
lima tahun) rentan sekali akan diare. Perkembangan sistem pencernaan dan kekebalan
tubuhnya yang belum optimal menyebabkan bayi mudah terserang diare akibat
karena bakteri, dapat disebabkan pola makan (makanan bersantan dan pedas) dan
stres. Untungnya, daya tahan orang dewasa lebih kuat dibandingkan anak-anak
(Suheimi, 2006).
Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia,karena
angka kesakitannya tinggi dan berpotensi untuk menyebabkan kematian,terutama
apabila pengelolaan penderitanya terlambat dilakukan,faktor penunjang terjadinya
diare antara lain sanitasi lingkungan yang buruk (Suhendra, 2005).
Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun,
dengan korban meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun
terdapat 20-35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita (Pickering et
al, 2007). Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2
juta setiap tahun. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta
penduduk Indonesia, duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar
600.000 jiwa (Pickering et al, 2007). Selanjutnya berdasarkan hasil survei Depkes RI
(2006) diketahui bahwa kejadian Diare pada semua usia Di Indonesia adalah 423 per
1000, dan frekuensi 1-2 kali per tahun pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pada tahun 2007 angka
kejadian diare di Provinsi Aceh sebanyak 41.344 kasus, sementara itu pada tahun
2008 terdapat 45.157 kasus diare, angka ini terus meningkat pada tahun 2009
menjadi 86.089 kasus (Profil Dinkes Provinsi Aceh, 2007, 2008, 2009).
Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat
negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama
kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang adalah diare. Sampai saat
ini diare tetap sebagai child killer peringkat pertama di Indonesia (Andrianto 1995,
Warouw, 2002).
Diare merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di
Indonesia maka Dinas Kesehatan mencanangkan beberapa program untuk
menanggulangi terjadinya peningkatan kasus diare yang didasari oleh aspek
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Aspek preventif seharus lebih diprioritaskan
karena secara signifikan mampu menurunkan angka kejadian diare. Bidang yang
sangat berperan dalam aspek preventif ini adalah bidang promosi kesehatan. Melalui
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh bidang promosi kesehatan diyakini dapat
mengakselerasi penurunan angka kejadian diare khususnya pada balita (Depkes RI,
2006).
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di
Provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.296,86 km2. Di Kabupaten Aceh Utara terdapat
27 kecamaan dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 515.974 jiwa. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara diketahui bahwa angka kejadian
diare pada tahun 2007 mencapai 5.455 kasus, pada tahun 2008 sebanyak 5323 kasus.
Secara statistik penurunan tersebut tidak signifikan dan masih belum dapat dikatakan
dapat ditanggulangi dengan baik. Masih terjadinya kasus diare yang dialami oleh
masyarakat mengindikasikan belum maksimalnya pencapaian kegiatan promosi
Kabupaten Aceh Utara. Kasus diare yang terbanyak terdapat di Kecamatan
Lhoksukon yaitu 115 kasus, Kecamatan Samudra sebanyak 14 kasus, Kecamatan
Merah Mulia sebanyak 80 kasus, Kecamatan Langkahan sebanyak 15 kasus,
Kecamatan Syamtalira Bayu sebanyak 27 kasus, Kecamatan Krueng Geukeuh
sebanyak 50 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Utara, 2010).
Tenaga penyuluh sampai saat ini masih melaksanakan tugasnya dengan baik
meskipun banyak terdapat kendala seperti salah satunya jauhnya lokasi yang harus
dikunjungi, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tenaga penyuluh
juga diketahui bahwa ditemui adanya kejenuhan dari tenaga penyuluh mengingat
banyaknya pembelajaran kesehatan yang harus disampaikan kepada masyarakat.
Namun demikian komitmen tenaga penyuluh merupakan sesuatu yang mutlak
mengingat masih banyaknya permsalahan kesehatan yang berhubungan dengan
rendahnya pengetahuan masyarakat dan perilaku yang tidak sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Tursiani (2005) menunjukkan bahwa ada
pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu dimana didapatkan nilai ρ (0,000) <
(0,05) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah
intervensi dan juga pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat setelah
pengolahan dengan Z-score pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan
sesudah intervensi didapat nilai ρ (0,000) < (0,05). Kesimpulan dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang dapat
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan (2001) didapatkan
bahwa adanya persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare. Menurut
ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak mengkonsumsi
cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI ibu yang buruk,
pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 bulan.
1.2Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan
dikaji lebih lanjut adalah bagaimana efektivitas (sebelum dan sesudah) penyuluhan
terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan penyakit diare di
Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas (sebelum dan sesudah)
penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita tentang penanggulangan
penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara.
1.4. Hipotesis
1. Ada perbedaan pengetahuan dan sikap (sebelum dan sesudah penyuluhan) ibu
balita tentang penanggulangan penyakit diare di Kecamatan Lhoksukon
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberi pengetahuan pada tenaga kesehatan khususnya Dinas
Kesehatan Aceh Utara dalam upaya peningkatan promosi kesehatan terkait
penanggulangan diare.
2. Memberi masukan kepada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan
Kabupaten Aceh Utara serta instansi-instansi terkait demi peningkatan
promosi kesehatan di sekolah.
3. Dapat mengaplikasikan teori berupa konsep ke dalam praktek nyata.
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis serta
melatih kemampuan untuk dapat mengembangkan diri dalam disiplin ilmu
kesehatan masyarakat.
4. Menambah pengetahuan terhadap ibu balita dalam penanganan penyakit
diare.
5. Sebagai referensi pada perpustakaan yang dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa, khususnya mahasiswa pascasarjana kesehatan masyarakat dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Penyuluhan
2.1.1 Konsep Dasar Penyuluhan
Penyuluhan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan
pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Seperti halnya tenaga kerja yang
diterima melalui program seleksi, pada umumnya belum siap pakai dan tenaga kerja
yang lama memerlukan pengetahuan, keahlian dan kecakapan yang baru sesuai
dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Suryana, 2006).
Menurut Suryana (2006) menyebutkan bahwa untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, setiap
organisasi harus membekali setiap anggotanya dengan pengetahuan, kemampuan
tuntutan bersikap dan berperilaku yang diharapkan. Salah satu upaya adalah
mengadakan penyuluhan bagi anggota organisasinya.
2.1.2. Pengertian Dasar
Menurut Sikula dalam Sumantri (2006), penyuluhan adalah proses pendidikan
jangka pendek yang menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisasi. Peserta
penyuluhan itu sendiri (biasanya non-manajerial) akan mendapatkan pengetahuan dan
pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur yang sistematis dan
terorganisasi, biasanya para pesertanya adalah tenaga manajerial, mereka akan
mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan yang sifatnya umum.
Akan tetapi batas antara keduanya tidak jelas.
Pengertian penyuluhan pada dasarnya adalah suatu proses mendidik
individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan
yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan
mempunyai unsur-unsur masukan-masukan yang setelah diolah dengan tehnik
tertentu akan mrenghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan
kegiatan tersebut (Sarwono, 2004).
Kegiatan penyuluhan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
masyarakat dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusianya. Kegiatan
penyuluhan yang efektif diharapkan dapat mengoptimalkan perubahan perilaku
masyarakat.
2.1.3 Penyuluhan dan Pengembangan
Menurut Suryana (2006) penyuluhan dan pengembangan merupakan dua
istilah yang saling berhubungan dan dimaksudkan untuk merencanakan suatu desain
untuk mempermudah peningkatan keahlian, pengetahuan, sikap dan perilaku
(1) Meningkatkan efisiensi
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari suatu penyuluhan, agar peserta
penyuluhan akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada
didalam organisasi.
(2) Meningkatkan kualitas kerja termasuk kualitas belajar
Kualitas kerja dan juga kualitas belajar akan semakin meningkat, karena
penyuluhan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para pesertanya, dan
diharapkan setiap peserta dapat menerapkannya dalam bidang pekerjaannya
masing-masing.
(3) Meningkatkan kepuasan bekerja
Kepuasan kerja para peserta akan semakin meningkat, apabila mereka akan
kembali pada pekerjaannya masing-masing, mengingat bahwa mereka mendapat
kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui program penyuluhan.
(4) Meningkatkan kemampuan-kemampuan lainnya
Selain kemampuan yang diharapkan melalui suatu penyuluhan akan meningkat,
kemampuan yang lain pun akan meningkat pula.
2.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penyuluhan
Langkah pertama dari suatu proses penyuluhan adalah menentukan kebutuhan
penyuluhan yang dirasakan oleh suatu organisasi. Apabila proses penentuan
kebutuhan penyuluhan dilakukan dengan cermat dan hati-hati, maka organisasi yang
Kebutuhan penyuluhan dalam suatu organisasi dapat diklasifikasikan dalam
dua kelompok (McCormick & Tiffin, 1979), yaitu:
(a) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan para pekerja untuk
mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan guna menghadapi tugas
khusus terutama bagi pegawai yang baru dan pegawai lama yang prestasi kerjanya
tergolong kurang.
(b) Kebutuhan penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan organisasi dalam
rangka peningkatan/pengembangan pegawai yang akan memberi sumbangan yang
lebih besar terhadap efektivitas kerja individu dalam jangka panjang.
2.1.5 Lima Komponen Penyuluhan
Program penyuluhan harus merumuskan lima komponen utama penyuluhan
agar penyuluhan mencapai sasaran seperti yang diharapkan. Kelima komponen
tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Tujuan Penyuluhan
Tujuan penyuluhan harus ditetapkan terlebih dahulu, secara tegas spesifik,
realistis, cukup menantang, dapat diukur, jelas batas waktunya. Dirumuskan
dengan kalimat singkat dan sederhana bahasanya agar mudah dicerna dan mudah
ditangkap maknanya. Dengan demikian seluruh kegiatan kelihatan selalu akan
(2) Peserta Penyuluhan
Peserta penyuluhan dipilih yang sesuai dengan tujuan pilihan, tidak terlalu
heterogen baik dalam hal usia, pendidikan, maupun pengalaman belajar.
(3) Penyuluh
Penyuluh (fasilitator) yang dipilih adalah seseorang yang sudah berpengalaman
dan memiliki keterampilan dalam memberikan penyuluhan, dalam arti kata para
pelatih mampu menggunakan metode yang ada dan menguasai materi penyuluhan
dengan baik, serta mampu menjaga situasi penyuluhan agar tetap dalam keadaan
yang menunjang pencapaian tujuan penyuluhan.
(4) Materi Penyuluhan
Materi penyuluhan, sesuai dengan tujuan penyuluhan. Bahan bacaan disusun
dengan bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti dan mudah dicerna oleh
peserta penyuluhan.
(5) Metode Penyuluhan
Metode penyuluhan, dipilih metode yang paling cocok untuk menyampaikan
materi kepada para peserta latihan oleh tim penyuluh yang bersangkutan.
Penggunaan metode yang paling cocok akan mempermudah peserta latihan
menerima materi yang diberikan.
2.1.6 Evaluasi Penyuluhan
Dampak spesifik yang muncul dari setiap program penyuluhan yang diberikan
(1) Memberi masukan kepada para pelatih yang harus dikerjakan dan yang tidak
perlu dilakukan.
(2) Proses evaluasi memberikan petunjuk kepada manajemen bahwa program
penyuluhan memberi dampak yang positif terhadap kebutuhan jangka panjang
(Suryana, 2006).
Evaluasi penyuluhan memiliki dua aspek, yaitu:
(1) Menentukan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh program penyuluhan
memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi.
(2) Membandingkan berbagai teknik penyuluhan untuk menentukan teknik
penyuluhan mana yang paling tepat dan dapat memberikan sumbangan pada
pencapaian tujuan organisasi.
2.2 Konsep Dasar Pengetahuan
Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia ada 3
(tiga) domain yaitu: a) pengetahuan (cognitive), b) sikap (affective), c) Tindakan
(psychomotor). Pada penelitian ini penulis hanya membatasi tentang pengetahuan dan
sikap.
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu
disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan
demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
2.2.2. Tahapan Pengetahuan
Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut:
a. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan
adanya sesuatu perubahan baru.
b. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap
terhadap perubahan tersebut.
c. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk
mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.
d. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam
e. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap
perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila
perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerima
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Bloom (1908) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan.
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau suatu
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukkan suatu tindakan.
Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan
dalam mengambil suatu keputusan. Orang yang berpengetahuan baik akan
mengupayakan kemampuan menerapkan pengetahuannya didalam kehidupan
sehari-hari (Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan seseorang (over behavior) dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan
non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan
menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek
positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif
terhadap obyek tersebut.
2. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang
akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individutersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama
bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia
madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan
banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua
semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak
hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Tidak dapat
mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami
kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum.
Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat
sejalan dengan bertambahnya usia.
2.3. Sikap
2.3.1. Pengertian Sikap
Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert
Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental
seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan
dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.Sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek.(Notoatmodjo, 2005)
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek memihak atau tidak
memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran
(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu objek di lingkungan
sekitar. Newcomb dalam Notoatmodjo, mengatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek
dan lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Diagram berikut dapat menjelaskan uraian tersebut:
Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi Sumber: Notoatmodjo (2003)
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus Reaksi
Tingkah Laku (terbuka)
2.3.2 Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok:
(1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
(2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
(3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting.
2.3.3 Berbagai Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
antara lain:
(1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
(2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
(3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
(4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif,
begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan bahwa
hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian lain
menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif.
Menurut Brecter dan Wiggins yang dikutip Azwar (2007) sikap seseorang
akan berpengaruh langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa,
waktu bagaimana dan situasi. Pengetahuan dan sikap perawat tentang dokumentasi
asuhan keperawatan akan membentuk dasar perilaku dari perawat tersebut karena
berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat akan dapat melaksanakan dokumentasi
asuhan keperawatan.
2.3.4 Fungsi Sikap
Teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz (1953) dalam Notoatmodjo
(2003) mengatakan bahwa untuk memahami sikap menerima dan menolak perubahan
Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang
bersangkutan.
Fungsi sikap bagi manusia telah dirumuskan menjadi empat macam yaitu:
(1) Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat.
Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk
memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak
diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap
hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap
negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.
(2) Fungsi pertahanan Ego
Sewaktu individu tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan
mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak
mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.
Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
(3) Fungsi pertahanan nilai
Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.
Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti
persamaan, kemerdekaan dan hak asasi. Nilai instrumental merupakan preferensi
atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran,
keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali
nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam
situasi masa seidologi atau sama nilai.
(4) Fungsi pengetahuan
Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk
mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya
unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui
oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga
tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu
cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap
digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan
mengorganisasikannya.
2.3.5 Pembentukan Sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan
hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial,
terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang
lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku
masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.
Interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
mempengaruhi pembentukan sikap adalah: (1) pengalaman pribadi; (2) pengaruh
orang lain yang dianggap penting; (3) pengaruh kebudayaan; (4) media massa; (5)
lembaga pendidikan; (6) pengaruh faktor emosional.
2.3.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap
Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap adalah:
(1) Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
(2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia
dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat
komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor keluarga, adat istiadat yang
berlaku, dan informasi dari media massa yang diterima olehnya. Sikap dalam bentuk
perilaku ini lebih sulit untuk diamati, oleh karena itu pengukurannya berupa
2.4 Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkat-tingkat tindakan adalah :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil
2. Respon Terpimpin (Guided Respons)
Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek
tingkat tiga.
4. Adaptasi (Adaptation)
Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu
sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan
yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau
2.5 Standar Kompetensi Tenaga Penyuluh Kesehatan
Tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat adalah pegawai negeri sipil yang
diberi tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat/promosi kesehatan secara
profesional. Promosi Kesehatan / Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah proses
pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar mereka mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan, dengan kegiatan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, sesuai kondisi dan potensi setempat, serta dengan cara mempengaruhi
lingkungan melalui advokasi, bina suasana dan cara-cara lain yang memungkinkan.
Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur apakah seseorang telah
memiliki kemampuan/keterampilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pengertian Kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta
penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan sesuai
dengan standar kinerja yang disyaratkan. Dalam pengertian itu standar kompetensi
tidak terbatas pada kemampuan menyelesaikan tugas/pekerjaan saja, namun harus
dipahami tentang esensi bagaimana dan mengapa tugas itu dikerjakan.
Standar Kompetensi dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang
mendukung, antara lain pengetahuan dan keterampilan untuk mengerjakan suatu
tugas dalam kondisi normal ditempat kerja serta kemampuan mentransfer dan
Sedangkan cara mengembangkan standar kompetensi dilakukan antara lain dengan
pendekatan Benchmark, adopt and adapt, Field research, serta pendekatan
kombinasi. Dengan bahasa lain dapat dinyatakan bahwa standar kompetensi
merupakan rumusan tentang kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan/tugas yang didasari atas pengetahuan, keterampilan, yang didukung
sikap kerja dan penerapannya sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan. Seseorang telah
dinyatakan “Berkompeten” bila telah mengetahui keterampilan, sikap dalam
melakukan :
1. Mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas.
2. Mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan.
3. Menyelesaikan masalah sesuai perkembangan rencana.
4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau
melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Setiap tenaga penyuluh kesehatan diharuskan mendapatkan pengakuan
terhadap kompetensinya melalui suatu proses yang dinamakan sertifikasi. Sertifikasi
merupakan suatu proses pengakuan terhadap kompetensi (pengetahuan, keterampilan,
Setelah seorang tenaga kesehatan berhasil memperoleh pengakuan (secara
formal) melaui uji kompetensi dengan prosedur sertifikasi ini, maka pengakuan
tersebut akan dicatat secara resmi melalui prosedur registrasi. Registrasi adalah
pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat penilaian
kompetensi inti dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara
hukum untuk melakukan tindakan profesinya.
Tenaga penyuluh kesehatan sebagai salah satu jenis profesi dan tenaga
kesehatan juga termasuk dalam kriteria peraturan wajib melakukan uji kompetensi
ini. Uji kompetensi ini dimaksudkan untuk memperoleh SIK (Surat Ijin Kerja). Uji
kompetensi bagi tenaga penyuluh kesehatan tentu akan mengacu pada beberapa dasar
hukum yang sudah ada, seperti Standard Profesi penyuluh kesehatan. Standar Profesi
adalah pedoman yang dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi
secara baik yang ditetapkan oleh Menkes.
Profesi penyuluh kesehatan dituangkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 374/Menkes/SK/III/2007 Tanggal : 27 Maret 2007 Tentang Standar Profesi
penyuluh kesehatan. Apabila mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan tersebut,
uji kompetensi bagi penyuluh kesehatan tentu akan sangat bersinggungan dengan
tugas keseharian.
Penyuluh kesehatan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, hak, dan
wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan
penyuluhan pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan
cara-cara hidup bersih dan sehat. Dengan mengacu pada batasan tersebut, untuk
melakukan uji kompetensi ini, seorang tenaga penyuluh kesehatan akan selalui siap
dengan berbagai jenis kemampuan/kompetensi sebagai berikut :
1. Memahami Peraturan dan produk hukum yang terkait dengan profesi penyuluh
kesehatan.
2. Studi kelayakan (pengumpulan, pengolahan, dan analisa data).
3. Kemampuan melakukan diagnosa (kesehatan lingkungan)
4. Perbaikan kualitas komunikasi.
5. Kemampuan melakukan intervensi yang ditemukan pada suatu obyek
6. Kemampuan melakukan konsultasi tentang masalah kesehatan
2.6 Diare Pada Balita 2.6.1 Definisi Balita
Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu
tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri
dengan usaha anak balita yang tumbuh.
2.6.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Masa neonatus : usia 0 – 28 hari
Masa neonatal dini : 0 – 7 hari, masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari, masa pasca
b. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
Masa bayi dini : 0 – 1 tahun, masa bayi akhir : 1 – 2 tahun, masa pra sekolah
(usia 2 – 6 tahun), pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun, pra
sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun
c. Masa neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta
mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi
yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, selama 10 hari pertama biasanya
terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan lahir, kemudian
berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan. (Soetjeningsih,
2003).
2.6.3 Konsep Diare
Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2005 tentang pedoman
pemberantasan penyakit diare menyebutkan bahwa diare akut adalah buang air besar
lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut Suharyono (2002). Diare merupakan
kondisi buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.
Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan
dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih
gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Menurut Sitorus (2008) secara umum diare dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Diare spesifik (jelas penyebabnya)
2. Diare non-spesifik (tidak jelas penyebabnya)
a. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitis usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul
b. Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).
c. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenai penyebab diare digambarkan dalam
[image:56.612.132.497.434.6