• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ergonomi

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ergonomi 1. Definisi Ergonomi

Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama, yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002).

Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO) antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal-balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja.

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.

2. Tujuan Ergonomi

Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya.

Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo (2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu: meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan, mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan, meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan memperbaiki kualitas kehidupan.

Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi,

higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.

3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.

3. Program Ergonomi

Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989).

Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas, diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas. Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut meliputi kegiatan-kegiatan berikut:

a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada kelompok-kelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang keberhasilannya diukur dari sejauh mana teknik-teknik ergonomi diterapkan.

Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster, slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya.

b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan alternatif-alternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan, diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan. c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya

dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka mendukung produktivitas.

Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan. Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang dilakukan dalam bidang ergonomi antara lain berupa menyesuaikan ukuran

tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.

Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: a. Pendekatif kuratif

Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara konseptual dilakukan sejak awal perencanaan dengan mengetahui

kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya, pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.

Dokumen terkait