• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN

PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR

KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH : SRI LISDIANA NIM : 108101000045

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2013 M

(2)
(3)

iii

Skripsi, Juli 2012 – Juli 2013

Sri Lisdiana, NIM : 108101000045

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

xxii + 135 halaman, 26 tabel, 28 gambar, 3 bagan, 6 lampiran

ABSTRAK

Kecenderungan posisi duduk ibu saat menyusui adalah tanpa sandaran, leher dan punggung membungkuk dengan membentuk posisi yang statis dan monoton. Hal ini tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk meminimalisasi ketidaknyamanan dengan penggunaan kursi ergonomis saat menyusui dengan harapan ibu dapat melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk yang benar.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretest-posttest control group design dengan jumlah sampel 34 orang yang dibagi menjadi Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing sebanyak 17 responden. Pada Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui sedangkan pada Kelompok Kontrol melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya. Skor kenyamanan diperoleh dari skor ketidaknyamanan pada lembar Body Part Discomfort Scale. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test dan Mann-Whitney Test.

Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menyatakan bahwa pada p-value 0,015 diketahui terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada uji yang sama, dengan p-value 0,977 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Adapun uji Mann-Whitney menunjukkan dengan p-value 0,046, berarti terdapat beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.

Simpulan diperoleh bahwa penerapan kursi ergonomis dapat meningkatkan skor kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sehingga, diharapkan para ibu dapat menerapkan posisi duduk yang baik dan benar selama menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis.

Kata Kunci: Kursi Ergonomis, Kenyamanan Posisi Duduk, Ibu Menyusui

(4)

iv

Undergraduate Thesis, July 2012 – July 2013

Sri Lisdiana, NIM : 108101000045

Influence the Use of Ergonomic Chair toward Comfort Seating Position to Breastfeeding Mothers of Infants Aged up to Six Months in Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 2013

xxii + 135 pages, 26 tables, 28 pictures, 3 charts, 6 appendicies

ABSTRACT

Tendency sitting position when breastfeeding mothers are without backrest, neck and back bent by forming a static position and monotonously. It is not justified because it can cause a sensation of discomfort while breastfeeding. Therefore, this study intends to minimize the discomfort to the use of ergonomic chairs while breastfeeding and the hope of breastfeeding mothers can do activities with proper seating.

This study used an experimental method with a pretest-posttest control group design with 34 samples, divided into experiment group and control group, respectively by 17 respondents. In the experiment group was given treatment by means of using ergonomic chair while breastfeeding, while in the control group with breastfeeding activities as usual. The comfort score was obtained from the discomfort score sheet of Body Part Discomfort Scale. Data were analyzed with the Wilcoxon Signed-Rank Test and Mann-Whitney Test.

The result of Wilcoxon Signed-Rank Test suggest that the p-value 0.015, it is evident that the average difference between the discomfort scores were significantly before and after in the experiment group. While at the same test, with p-value 0.977 showed no significant difference between the discomfort scores before and after in the control group. The Mann-Whitney test shows the p-value 0.046, means that there is an average difference of discomfort scores between the Experiment Group and Control Group.

The conclusion is obtained that the application of ergonomic chair can improve comfort score to breastfeeding mothers seating position. Thus, mothers are expected to apply of posture during breastfeeding properly and correctively by using an ergonomic chair.

Keyword: Comfort seating position, Ergonomic chair, Breastfeeding mothers

(5)
(6)
(7)

vii

Nama : Sri Lisdiana

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Brebes/

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jln. Lombok Gg. Kakak Tua RT. 01/02 Desa Kemurang

Kulon Kecamatan Tanjung 52254, Kabupaten Brebes Jawa Tengah

No. HP : +628-567-050-382

e-mail : sri.lisdiana@gmail.com

Pendidikan

1996 – 2002 : SD Negeri 01 Kemurang Kulon

2002 – 2005 : SMP Negeri 01 Tanjung

2005 – 2008 : SMA Negeri 01 Brebes

2008 – sekarang : S1 – Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

2002 – 2003 & 2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 01 Tanjung

2002 – 2004 : Pramuka SMP Negeri 01 Tanjung

2005 – 2008 : ROHIS SMA Negeri 1 Brebes

2009 : Div. Konsumsi FKIK Gathering

2010 : IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah)

(8)

viii

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya dalam wujud Iman, Islam, dan Ihsan sehingga skripsi ini akhirnya dapat

diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad

saw, karena beliau telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah yang buta akan ilmu

menuju zaman cahaya yang bersinar dengan ilmu seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

memberikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Allah swt yang telah memberikan nikmat hidup tiada kira dan kekasih-Nya, Baginda

Rasulullah Muhammad saw yang senantiasa menginspirasi.

2. Yang tercinta, orang tua beserta keluarga atas dukungannya baik materi maupun

non-materi yang tak dapat dikalkulasi secara matematis. Terima kasih kakak2ku untuk

support yang luar biasa dan doa2 yang senantiasa terpanjatkan tiada hentinya.

3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Prof. Dr. (hc) dr. M.K.

Tadjudin, Sp. And.

4. Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ir. Febrianti, M.Si.

5. Yang terkasih, Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. selaku Pembimbing I,

untuk saran serta nasihat yang membangun, dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku

(9)

ix

bermanfaat dan barokallah.

6. Tim penguji skripsi: Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA; Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid,

MKKK; Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D yang telah memberikan saran dan masukan

berarti dalam penelitian ini.

7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai salah satu dosen K3 yang telah berbagi ilmu

dan pengalaman serta saran yang membangun dalam penelitian ini.

8. Ibu Eni, salah satu dosen Prodi Keperawatan FKIK dengan keramahannya dalam

berdiskusi terkait Kenyamanan.

9. Pak Ghazali, staf Kesmas terrrrrrrbaik deh Pak. Terimaksih Pak, ‘tuk kemudahan2nya.

10.Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang telah membantu memberikan

informasi terkait ibu menyusui khususnya ibu menyusui bayi usia ≤6 bulan.

11.Para responden penelitian ini, ibu-ibu menyusui bayi yang usianya ≤6 bulan atas

keramahan dan keterbukaannya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.

12.Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan

kemudahan yang telah diberikan tanpa pamrih.

13.Chingudeul Tim Penelitian Ergonomi: Nadya, Iqbal, Titi, Mba Lia, n Dhevy buat

kebersamaannya dalam pengerjaan penelitian ini. Gamsahamnida….. 

14.Chingudeul Stoopelth 2008 yang kompak dan saling menyemangati. Sukses selalu.

(10)

x

buat kepolosan n kecerdasannya, Dhepy-ssi buat masukan2nya, Tiwi-ssi my roommate

buat rasa berbagi dan kebersamaan dalam menghabiskan semangat dan malas, n Nyai

Any-ssi ‘tuk ke-gajebo-an yang menceriakan sehari-hari. Yeoribbeun, gomaweoyo… 

17.Kosan Mba2 yuuu yang menenangkan dengan personil: Kak Ayuuu, Memyuuuu, n

Dasyuuu (Li2z gag mo ikut marga yuu lho…!!!hhaha). Jinjja jinjja jinjja gomaweo… 

18.Compass One Heart, dalam satu hati mengurai tulusnya doa untuk setiap anggotanya.

Sukses dan senantiasa sehat selalu kawan.

19.Semua pihak yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu dalam lembaran putih ini.

20.Spesial untuk yang tak diundang tapi hampir selalu ada menemani: sunyi, sepi, malas,

dan sakit. Dan, dari Love Rain hingga I Hear your Voice, geunyang areumdaun.

Banyak hikmah dari keberadaan kalian…!!! 

Besar harapan penulis akan kemanfaatan skripsi ini untuk semua pembaca, khususnya

civitas akademika yang concern akan aplikasi ilmu K3. Kesempurnaan adalah mutlak

milik-Nya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun

demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Akhirul kalam,

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jakarta, Juli 2013

(11)

xi Benar, setidaknya bagiku.

Bahwa hidup akan terus berputar meski kau menderita di tengah bahagianya yang lain. Hidup tak menuntunmu pada bahagia.

Bahwa hidup akan terus berputar meski kau merasakan sepi dan sunyi di tengah ramainya dunia yang lain. Hidup tak selalu menjadi temanmu.

Bahwa sejatinya hidup itu tak memihak siapapun. Ia punya cara sendiri ‘tuk menunjukkan keniscayaannya hingga Sang Penguasa menutupnya.

Karena itu, belajarlah percaya akan diri sendiri. Dan ingatlah, hanya ada satu manusia yang kepadanya kamu bisa bergantung dan setia menemanimu. Manusia itu adalah dirimu sendiri.

Jakarta, 02032013 @12:26 pm

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... vii

LEMBAR KEYNOTE ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR BAGAN ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 8

1. Tujuan Umum ... 8

(13)

xiii

2. Bagi Mahasiswa ... 10

3. Bagi Keilmuan K3 ... 10

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Ergonomi ... 12

1. Definisi Ergonomi ... 12

2. Tujuan Ergonomi ... 13

3. Program Ergonomi ... 14

B. Konsep Menyusui ... 17

1. Proses Laktasi dan Menyusui ... 17

2. Frekuensi dan Lama Menyusui ... 18

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui ... 18

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ... 20

5. Manfaat Menyusui ... 25

C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk ... 26

1. Definisi Kenyamanan (Comfort) ... 26

2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) ... 29

3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi (Discomfort) ... 30

4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk ... 31

(14)

xiv

3. Karakteristik Pekerjaan ... 59

4. Persepsi Tempat Duduk ... 60

E. Konsep Kursi Ergonomis ... 62

F. Kerangka Teori ... 65

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 66

A. Kerangka Konsep ... 66

B. Definisi Operasional ... 70

BAB IV METODE PENELITIAN ... 73

A. Disain Penelitian ... 73

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 74

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 75

D. Pengumpulan Data ... 78

E. Instrumen Penelitian ... 79

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 80

G. Validitas Data ... 86

H. Etika Penelitian ... 87

BAB V HASIL PENELITIAN ... 88

A. Gambaran Profil dingkat Kelurahan Pisangan ... 88

(15)

xv

2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui

pada Kelompok Kontrol ... 90

3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen ... 91

4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Kontrol ... 91

5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 92

6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 92

7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 97

C. Hasil Penelitian Pendukung ... 100

1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 100

2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk ... 102

3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui ... 103

4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Studi Kualitatif ... 103

BAB VI PEMBAHASAN ... 108

A. Keterbatasan Penelitian ... 108

B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 109

C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 112

D. Faktor yang Diduga Confounder ... 117

1. Usia Ibu ... 117

(16)

xvi

5. Tingkat Kebisingan ... 120

6. Suhu Lingkungan ... 121

7. Tingkat Pencahayaan ... 122

E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 123

1. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis ... 123

2. Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 124

BAB VII PENUTUP ... 128

A. Simpulan ... 128

B. Saran ... 130

(17)

xvii

Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander & Zhang, 2007 dalam

Karwowski dan Marras, 2003) ... 29

Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) ... 46

Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47

Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48

Tabel 2.5 Skor Postur A ... 49

Tabel 2.6 Skor Aktifitas ... 49

Tabel 2.7 Skor Beban ... 50

Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) ... 51

Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) ... 51

Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) ... 52

Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B) ... 52

Tabel 2.12 Skor Aktifitas ... 53

Tabel 2.13 Skor beban ... 53

Tabel 2.14 Tabel C ... 53

Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA ... 54

Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan ... 55

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 70

Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan ... 89

(18)

xviii

Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap

Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 93

Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 94

Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis ... 99

Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 101

Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui ... 102

(19)

xix

Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui ... 19

Gambar 2.2 Posisi Menyusui Balita pada Posisi Normal ... 19

Gambar 2.3 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan ... 19

Gambar 2.4 Posisi Menyusui Bayi bila ASI Penuh ... 19

Gambar 2.5 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan ... 19

Gambar 2.6 Cara Meletakkan Bayi ... 21

Gambar 2.7 Cara Memegang Payudara ... 21

Gambar 2.8 Cara Merangsang Mulut Bayi ... 21

Gambar 2.9 Teknik Menyusui yang Benar ... 21

Gambar 2.10 Perlekatan Benar ... 22

Gambar 2.11 Perlekatan Salah ... 22

Gambar 2.12 Transisi comfort menjadi discomfort ... 31

Gambar 2.13 Single Noun Scale ... 34

Gambar 2.14 Multiple Noun Scale ... 34

Gambar 2.15 Visual Analog Scale ... 35

Gambar 2.16 Numeric Rating Scale ... 36

Gambar 2.17 Graphic Rating Scale ... 37

Gambar 2.18 Body Map for Reporting Discomfort Location ... 38

Gambar 2.19 General Comfort Scale ... 39

(20)

xx

Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47

Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48

Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) ... 50

Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) ... 51

Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen ... 96

(21)

xxi

Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA ... 54

Bagan 2.2 Kerangka Teori ... 65

(22)

xxii

Lapmiran I : Form Pernyataan Persetujuan Responden

Lampiran II : Instrumen Penelitian

Lampiran III : Lembar Body Part Discomfort Scale

Lampiran IV : RULA

Lampiran V : Data Kursi Ergonomis

(23)

1 A. Latar Belakang

Menyusui merupakan salah satu aktivitas sehari-hari secara alami yang dilakukan

para ibu dan bersifat berulang selama masa menyusui, bisa enam bulan (eksklusif)

atau lebih, biasanya hingga usia anak dua tahun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada

bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak

dini. ASI menjadi makanan paling sempurna bagi bayi. Menurut Pusat Kesehatan

Kerja Departemen Kesehatan RI (2005), pemberian ASI berarti memberikan zat-zat

gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf

dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit, dan

mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.

Mengingat begitu pentingnya ASI bagi bayi, maka WHO (World Health

Organization) dan UNICEF (the United Nations Children’s Fund) sejak dasa warsa yang lalu telah menyerukan kepada ibu-ibu di seluruh dunia tentang perlunya

pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6 bulan pertama setelah kelahiran (Grant,

1993 dalam Suyatno, 1997). Hal ini membuktikan bahwa perihal ASI telah mendapat

perhatian dan sorotan secara global.

Besarnya perhatian dunia terkait ASI, memicu para ahli untuk mencermati

keberhasilan para ibu dalam aktivitas menyusui. Faktor keberhasilan dalam

menyusui yaitu menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif

(24)

mengemukakan hal yang hampir senada tentang faktor keberhasilan dalam menyusui

yaitu (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini, (3) posisi

menyusui yang benar untuk ibu dan bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi, dan (5)

diberikan secara eksklusif. Sementara Perinasia (1994) dalam Listya (2008)

menambahkan teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada

bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Selanjutnya, Saleha

(2009) menambahkan bahwa salah satu faktor penyebab lecetnya puting ibu adalah

kesalahan dalam teknik menyusui karena bayi tidak menyusui sampai areola tertutup

oleh mulut bayi. Puting lecet ini menjadi salah satu penyebab timbulnya peradangan

pada payudara ibu. Dari faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa posisi menyusui

memegang peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui.

Setiap ibu menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi

nyaman karena akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Fahma, dkk

(2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses

menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang

harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu

harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi.

Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses

menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30

menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali

(sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan,

(25)

menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya

akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut.

Secara umum, banyak cedera muskuloskeletal berawal dari ketidaknyamanan.

Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan menjadi faktor risiko untuk

memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini

akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders/MSDs (Stanton, et.

al, 2005). Ia menambahkan bahwa sensasi ketidaknyamanan ini merupakan tanda

peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah.

Dalam ilmu ergonomi, ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu

masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003).

Munculnya sensasi ketidaknyamanan pada posisi saat menyusui diperkirakan

karena prinsip ergonomi belum diterapkan. Salah satu penyelesaian masalah

ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa

kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam

penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan

peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu

penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap.

Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk

memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis

dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan

lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan

(26)

Menurut Suma’mur (1989), ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha

untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya

dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya

melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ia menambahkan

pengembangan penerapan ergonomi meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya

Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13 – 16 Juli 1978. Pengembangan

penerapan ergonomi dapat melingkupi berbagai bidang, dari sektor formal yang

meliputi instansi dan perusahaan hingga sektor informal termasuk di dalamnya

adalah penerapan ergonomi dalam aktivitas sehari-hari seperti kegiatan menyusui,

sehingga diharapkan terjadi peningkatan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi kerja.

Dalam penelitiannya mengenai kenyamanan setelah penggunaan peralatan

ergonomis di sebuah perusahaan pembuat sapu ijuk, Kalsum (2007) menyatakan

terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi

dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis

(13,60). Sementara untuk penelitian penerapan ergonomi pada ibu menyusui, Fahma,

dkk (2010) mengemukakan hasil penelitiannya berupa diperolehnya rancangan kursi

ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan antropometri penggunanya. Adanya

penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan kenyamanan penggunaan kursi

ergonomis pada ibu menyusui khususnya di Kelurahan Pisangan dan pada umumnya

untuk para ibu menyusui di tempat lainnya, karena posisi ibu menyusui cenderung

sama di semua tempat.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui kurang

(27)

menggunakan posisi duduk saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan

duduk tanpa menggunakan kursi seperti duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa

alas duduk (75%). Dari hasil observasi ditemukan bahwa ibu yang duduk

menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan

sandaran tangan yang ada. Selain itu, ditemukan pula bahwa postur tubuh ibu saat

menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.

Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb

Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada

pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.

Adapun hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale yang telah diisi oleh ibu

setelah menyusui, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu

yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami

ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu

leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan

bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui terutama kaitannya dengan

aspek ergonomi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aktivitas menyusui

dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa

menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses

(28)

Dari studi literatur yang telah dilakukan, belum ditemukan adanya penelitian

terdahulu mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan

posisi duduk pada ibu menyusui. Namun sebelumnya, penelitian lain hanya

membahas mengenai perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan

antropometri di ruang laktasi rumah sakit dan hasilnya diperoleh rancangan kursi

yang ergonomis untuk ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan

posisi duduk pada ibu menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Aktivitas menyusui dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama

10 – 15 menit per payudara berkali-kali setiap harinya) dan cenderung berulang

sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan

bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan, sehingga ibu dipaksa berada pada

posisi tertentu yang akhirnya memicu sensasi ketidaknyamanan yang cenderung

dibiarkan karena naluri keibuannya. Jika ketidaknyamanan ini terus dipertahankan,

sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ergonomi seperti gangguan hingga

cedera musculoskeletal pada ibu. Selain itu, kesalahan teknik menyusui dapat

menyebabkan puting lecet pada ibu yang menjadi salah satu penyebab timbulnya

radang payudara. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu bahkan menghambat

proses kelancaran dalam pemberian ASI. Oleh karena itu, para ibu menyusui

hendaknya mengetahui teknik posisi dan postur tubuh yang ergonomis dimana salah

(29)

Dari hasil studi pendahuluan, 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk

saat menyusui. Setelah dianalisis dengan metode RULA, diperoleh 75% postur

duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level

risiko sedang. Selanjutnya, ketika dinilai kenyamanan pada posisi duduknya ada

75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari

hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat

menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada,

artinya ada ketidaksesuaian kursi dengan ibu menyusui. Hal ini mengindikasikan

bahwa prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan dalam aktivitas menyusui.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat

menyusui pada Kelompok Eksperimen?

b. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat

menyusui pada Kelompok Kontrol?

c. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Eksperimen?

d. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Kontrol?

e. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol?

f. Bagaimana gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa

(30)

menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan

(kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam

bulan?

g. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa

Tubuh/IMT) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia

sampai enam bulan?

h. Apakah ada hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi

menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia

sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?

i. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan

pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia

sampai enam bulan?

j. Bagaimanakah peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara

penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap

kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di

Kelurahan Pisangan tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat

(31)

b. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat

menyusui pada Kelompok Kontrol

c. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Eksperimen.

d. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Kontrol.

e. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.

f. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa

Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (lama menyusui, berat badan

bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan

pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.

g. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa

Tubuh/IMT) dari ibu yang menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan

kenyamanan posisi duduk saat menyusui.

h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi

menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi

usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.

i. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan

pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia

(32)

j. Diketahuinya peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara

penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat

menyusui.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Menyusui

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk

menerapkan posisi duduk yang benar dan ergonomis demi terciptanya

kenyamanan saat menyusui, sehingga risiko kesehatan seperti kelelahan otot

dan MSDs dapat dikurangi bahkan dihindari.

b. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi ibu menyusui dari sisi

ilmu ergonomi.

2. Bagi Peneliti

a. Dapat menerapkan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya

terkait penerapan ergonomi dalam lingkungan masyarakat.

b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti saat menyelesaikan

salah satu permasalahan ergonomi pada posisi duduk ibu menyusui.

3. Bagi Keilmuan K3

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang lingkup

penerapan ilmu ergonomi di masyarakat umum (ibu menyusui).

b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain, khususnya yang

(33)

c. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi instansi yang menerapkan

ilmu K3, khususnya terkait kenyamanan ibu menyusui di tempat kerja.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang pengaruh penggunaan kursi

ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk yang dilakukan pada ibu menyusui

bayi yang usianya sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Waktu

penelitian dilakukan antara Juli 2012 – Juli 2013. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan disain eksperimen yang didukung oleh studi kualitatif

(34)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ergonomi 1. Definisi Ergonomi

Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang

atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama,

yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk

faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002).

Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO)

antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya

dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan

kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat

Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan

pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan

tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia

menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup

Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja

(35)

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya

dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat

bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah

penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk

menurunkan stress yang akan dihadapi.

2. Tujuan Ergonomi

Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah

untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan

dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai

dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin

sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya.

Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo

(2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu:

meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain

dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan,

mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai

kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan

kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan,

meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan

memperbaiki kualitas kehidupan.

Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat

(36)

higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di

dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka

mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak

sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.

3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional

antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.

3. Program Ergonomi

Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita

III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai

meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada

tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989).

Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas,

diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri

maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas.

Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut

meliputi kegiatan-kegiatan berikut:

a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang

penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada

kelompok-kelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang

(37)

Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster,

slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya.

b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui

kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan

penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan

alternatif-alternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan

analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim

yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan,

diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu

didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya

rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan.

c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya

dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan

dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat

dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka

mendukung produktivitas.

Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap

dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya

program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan.

Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut

dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan

formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang

(38)

tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,

cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor

ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan

lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.

Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatif kuratif

Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang

berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses

yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan

lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang

terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat

efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan

dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi,

prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan

kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial

budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik

ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika

dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara

(39)

kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya,

pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.

B. Konsep Menyusui

1. Proses Laktasi dan Menyusui

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita

dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Proses ini dikenal juga dengan istilah

inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta

lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta)

yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta

tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk

kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan

antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).

Pertumbuhan dan perkembangan otak manusia dimulai sejak dalam

kandungan sampai dengan periode yang dikenal sebagai golden periode atau “periode emas”, yaitu periode di dalam rahim sampai bayi berusia 2 tahun

(Perinasia, 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi

bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama

enam bulan pertama kehidupan bayi. Selanjutnya, ASI telah disepakati seluruh

ahli dan seluruh dunia merupakan nutrisi yang paling optimal dan paling baik

untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan sebagai makanan tunggal yang

(40)

menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk

membangun SDM yang berkualitas.

2. Frekuensi dan Lama Menyusui

Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin

sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan

akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Selain itu, dalam buku An

Easy Guide to Breastfeeding disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2

jam sekali, namun juga tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering

bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih

banyak ASI.

Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 – 30 menit pada beberapa

minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa

setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara

secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20

menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara,

sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Ia

menambahkan bahwa semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi

terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi

ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi.

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui

Terdapat berbagai macam posisi ketika ibu menyusui. Saleha (2009)

menyebutkan cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan

(41)

Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)

Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca

operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas.

Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila

disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar

(penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala

bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak.

Gambar 2.3 Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan (Saleha, 2009)

Gambar 2.4 Posisi menyusui bayi bila ASI penuh (Saleha, 2009)

Gambar 2.5 Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan (Saleha, 2009)

(42)

Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat

menyusui, yaitu:

a. Berbaring miring. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali

atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.

b. Duduk. Hal yang penting diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan

memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya

tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini mungkin dapat dilakukan

dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi.

Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang)

memaksimalkan bentuk payudara dan memberi ruang untuk menggerakkan bayi

ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan

mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit

ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala

yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari

tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar

Menurut Saleha (2009), langkah-langkah menyusui yang benar yaitu:

a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di

sekitar puting, kemudian duduk dan berbaring dengan santai.

b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh

bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja. Kepala dan tubuh bayi lurus,

(43)

susu. Dekatkan tubuh bayi ke tubuh ibu, sentuh bibir bayi ke puting susunya,

dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah

bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar

yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir

bawah bayi membuka lebar.

Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan

tanda-tanda sebagai berikut.

a. Bayi tampak tenang.

b. Badan bayi menempel pada perut ibu.

c. Mulut bayi terbuka lebar.

d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.

Gambar 2.6 Cara meletakkan bayi (Saleha, 2009)

Gambar 2.7 Cara memegang payudara (Saleha, 2009)

Gambar 2.8 Cara merangsang mulut bayi (Saleha, 2009)

Gambar 2.9 Teknik menyusui yang benar

(44)

e. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang

masuk.

f. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan.

g. Puting susu tidak terasa nyeri.

h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

i. Kepala bayi agak menengadah

Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009) Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)

Latch-On

Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses

menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara

ke tengah-tengah bibir bayi. Hal ini akan menstimulasi bayi untuk membuka

mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju

puting susu (ripple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu).

Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian dari areola akan

masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling

areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting

(45)

Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga

payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi

menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan letakkan ibu

jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara

dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang

areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi.

Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik

(tugging sensation). Jika menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses

latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara

memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi,

reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar:

a. Aliran ASI lebih lancar.

b. Mencegah lecet pada puting susu ibu.

c. Menjaga bayi agar puas dalam menyusui.

d. Menstimulasi produksi ASI yang kuat.

e. Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.

Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara.

Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan

mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap

yang baik ditandai dnegan ciri-ciri berikut:

a. Lidah bayi berada di bawah puting susu.

b. Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses

(46)

c. Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat

selama proses menyusui berlangsung.

Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan posisi yang

tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui

berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula,

formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI

secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan.

Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting”

pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui.

Let-Down

Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita

lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan geli atau sedikit nyeri pada

payudara atau ASI keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui.

Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down.

Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena

hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI

juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui

membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses

kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses

menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya.

Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara:

a. Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong

(47)

b. Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).

c. Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk

ibu selama proses menyusui.

d. Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam

proses menyusui.

e. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama

proses menyusui berlangsung.

5. Manfaat Menyusui

Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2005), manfaat pemberian ASI

dapat meliputi:

a. Bagi Ibu

1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan

mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia)

2) Memperpanjang kehamilan berikutnya

3) Menghemat waktu

b. Bagi bayi

1) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi

2) Imunitas (mengurangi risiko diare, infeksi jalan nafas, alergi dan infeksi

lainnya)

3) Aspek psikologis (mempererat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan

status mental dan intelektual).

c. Bagi keluarga

(48)

2) Penghematan biaya

d. Bagi masyarakat

1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi

2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll)

3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan

4) Berkontribusi dalam penghematan devisa negara

C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk 1. Definisi Kenyamanan (Comfort)

Kolcaba (2001) menyatakan kenyamanan (comfort) secara teoritis

didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam

kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human

needs for ease, relief, and transcendence). Sedangkan kenyamanan dalam bahasa

Inggris kontemporer memiliki empat makna, yaitu (Kolcaba, 1991):

a. Kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya

ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of

relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort).

b. Kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan

kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment).

c. Kenyamanan adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from

discomfort).

d. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman

(49)

Adapun secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.

Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi

tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam

Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan

pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang

kompleks secara umum.

Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan,

terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif

individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan

secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat

ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Sementara Branton (1972) dalam Oborne

(1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan

tidak nyaman. Ia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu

kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, tetapi

kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman

sampai dengan penderitaan yang tak tertahankan.

Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) menggambarkan

konsep kenyamanan berupa suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada

orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat

kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan

observasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan

(50)

istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau

mengkhawatirkan.

Dalam penelitian Tan, et al. (2008), Hertzberg (1972) mendeskripsikan

comfort sebagai absence of discomfort. Kenyamanan adalah istilah yang sifatnya

umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan

berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis

(Shen dan Parsons, 1997). De Looze dan Kuijt (2003) menyatakan bahwa banyak

peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi

yang didefinikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a

subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari

faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort

is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological));

dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a

reaction to the environment).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan

suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman

akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan

penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena

sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus

menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan

yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu

(51)

2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort)

Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan

merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk

mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang

mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot,

saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama,

perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan

kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia

parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan

peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi

dan sosial.

Menurut Karwowski dan Marras (2003), Perasaan ketidaknyamanan,

sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997), diakibatkan oleh

faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa

ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Karwowski dan Marras, 2003)

Karwowski dan Marras (2003) menambahkan ketidaknyamanan diduga

(52)

berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi

secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical

modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh).

Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang

menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan

tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan.

Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak

langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008).

Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita

khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak

jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan

dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan

tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain.

Ketidaknyamanan ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas

atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa

perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain.

Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu

singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan

lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit.

3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort)

Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort

(53)

Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort

Menurut Tan et. al. (2008), Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti

setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama,

rasa nyaman akan berkurang. Artinya, biomekanik yang baik mungkin tidak akan

meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada biomekanik yang

kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman.

4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk a. Cara Mengukur Kenyamanan

Seperti yang telah diuraikan dalam definisi kenyamanan bahwa menurut

Oborne (1995), kenyamanan sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian

kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif individu dan

kenyamanan cenderung diukur berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu

juga menurut Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa

kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang

yang mengalami situasi tersebut. Dengan demikian, kita harus menanyakan

pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri

mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak

(54)

Karwowski dan Marras (2003) mendeskripsikan ketidaknyamanan secara

kuat dengan melihat empat aspek: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode

waktu. Misalnya, duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan

mengakibatkan ketidaknyamanan yang intensitasnya tergolong rendah hingga

menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat

selama satu jam pertama kemudian berada di level konstan, ketidaknyamanan

akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.

a. Intensitas

Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan

menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan

melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang

digunakan yaitu: verbal rating scales, visual analog scales, numeric

rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya mempunyai

angka-angka yang lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan.

Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku

(menggunakan behaviour rating scales) atau perubahan hubungan

biomekanikal dan fisiologikal. Penjelasan lengkap tentang cara mengukur

intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:

1) Biomechanical and Physiological Correlates

Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik

(mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa

analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical

(55)

adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat

digunakan sebagai alat penialain objektif. Ukuran yang lain dapat

digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan,

hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh.

Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan

pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan

(discomfort). Sedangkan kekurangannya adalah indikator biomekanik

maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan

adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab lain yang

memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan

fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan

pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan, seperti

kebudayaan barat yaitu memahami bahwa nyaman sama dengan

keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot.

2) Behaviour Rating Scales

Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas

ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku

yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya

ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Misalnya, Branton (1969)

menyebutkan bahwa ketidaknyamanan dalam posisi duduk dapat

dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi

(56)

Shackel et. al (1969) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu

perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan

untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Adapun sekarang ini

telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan

digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk.

Keuntungan dari metode behavioral scale assessment adalah tidak

tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk

mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. Sedangkan

kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan

posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja.

Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya

mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi

statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi.

3) Verbal Rating Scales

Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple

noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang

menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.

Gambar 2.13 Single Noun Scale

Gambar

Gambar 2.7 Cara  memegang payudara
Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009)      Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)
Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort
Gambar 2.14
+7

Referensi

Dokumen terkait