BAYI USIA SAMPAI ENAM BULAN DI KELURAHAN
PISANGAN KECAMATAN CIPUTAT TIMUR
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : SRI LISDIANA NIM : 108101000045
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2013 M
iii
Skripsi, Juli 2012 – Juli 2013
Sri Lisdiana, NIM : 108101000045
Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
xxii + 135 halaman, 26 tabel, 28 gambar, 3 bagan, 6 lampiran
ABSTRAK
Kecenderungan posisi duduk ibu saat menyusui adalah tanpa sandaran, leher dan punggung membungkuk dengan membentuk posisi yang statis dan monoton. Hal ini tidak dibenarkan karena dapat menimbulkan sensasi ketidaknyamanan saat menyusui. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk meminimalisasi ketidaknyamanan dengan penggunaan kursi ergonomis saat menyusui dengan harapan ibu dapat melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk yang benar.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretest-posttest control group design dengan jumlah sampel 34 orang yang dibagi menjadi Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol, masing-masing sebanyak 17 responden. Pada Kelompok Eksperimen diberikan perlakuan berupa penggunaan kursi ergonomis saat menyusui sedangkan pada Kelompok Kontrol melakukan aktivitas menyusui seperti biasanya. Skor kenyamanan diperoleh dari skor ketidaknyamanan pada lembar Body Part Discomfort Scale. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test dan Mann-Whitney Test.
Hasil uji Wilcoxon Signed-Rank Test menyatakan bahwa pada p-value 0,015 diketahui terdapat perbedaan rata-rata secara signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Eksperimen. Sedangkan pada uji yang sama, dengan p-value 0,977 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor ketidaknyamanan antara sebelum dan setelah pada Kelompok Kontrol. Adapun uji Mann-Whitney menunjukkan dengan p-value 0,046, berarti terdapat beda rata-rata skor ketidaknyamanan antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
Simpulan diperoleh bahwa penerapan kursi ergonomis dapat meningkatkan skor kenyamanan posisi duduk ibu menyusui. Sehingga, diharapkan para ibu dapat menerapkan posisi duduk yang baik dan benar selama menyusui dengan menggunakan kursi ergonomis.
Kata Kunci: Kursi Ergonomis, Kenyamanan Posisi Duduk, Ibu Menyusui
iv
Undergraduate Thesis, July 2012 – July 2013
Sri Lisdiana, NIM : 108101000045
Influence the Use of Ergonomic Chair toward Comfort Seating Position to Breastfeeding Mothers of Infants Aged up to Six Months in Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 2013
xxii + 135 pages, 26 tables, 28 pictures, 3 charts, 6 appendicies
ABSTRACT
Tendency sitting position when breastfeeding mothers are without backrest, neck and back bent by forming a static position and monotonously. It is not justified because it can cause a sensation of discomfort while breastfeeding. Therefore, this study intends to minimize the discomfort to the use of ergonomic chairs while breastfeeding and the hope of breastfeeding mothers can do activities with proper seating.
This study used an experimental method with a pretest-posttest control group design with 34 samples, divided into experiment group and control group, respectively by 17 respondents. In the experiment group was given treatment by means of using ergonomic chair while breastfeeding, while in the control group with breastfeeding activities as usual. The comfort score was obtained from the discomfort score sheet of Body Part Discomfort Scale. Data were analyzed with the Wilcoxon Signed-Rank Test and Mann-Whitney Test.
The result of Wilcoxon Signed-Rank Test suggest that the p-value 0.015, it is evident that the average difference between the discomfort scores were significantly before and after in the experiment group. While at the same test, with p-value 0.977 showed no significant difference between the discomfort scores before and after in the control group. The Mann-Whitney test shows the p-value 0.046, means that there is an average difference of discomfort scores between the Experiment Group and Control Group.
The conclusion is obtained that the application of ergonomic chair can improve comfort score to breastfeeding mothers seating position. Thus, mothers are expected to apply of posture during breastfeeding properly and correctively by using an ergonomic chair.
Keyword: Comfort seating position, Ergonomic chair, Breastfeeding mothers
vii
Nama : Sri Lisdiana
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Brebes/
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jln. Lombok Gg. Kakak Tua RT. 01/02 Desa Kemurang
Kulon Kecamatan Tanjung 52254, Kabupaten Brebes Jawa Tengah
No. HP : +628-567-050-382
e-mail : sri.lisdiana@gmail.com
Pendidikan
1996 – 2002 : SD Negeri 01 Kemurang Kulon
2002 – 2005 : SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008 : SMA Negeri 01 Brebes
2008 – sekarang : S1 – Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2002 – 2003 & 2004 – 2005 : OSIS SMP Negeri 01 Tanjung
2002 – 2004 : Pramuka SMP Negeri 01 Tanjung
2005 – 2008 : ROHIS SMA Negeri 1 Brebes
2009 : Div. Konsumsi FKIK Gathering
2010 : IRMAFA (Ikatan Remaja Masjid Fathullah)
viii
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, puji syukur kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya dalam wujud Iman, Islam, dan Ihsan sehingga skripsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
saw, karena beliau telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah yang buta akan ilmu
menuju zaman cahaya yang bersinar dengan ilmu seperti sekarang ini.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
memberikan ungkapan terima kasih kepada:
1. Allah swt yang telah memberikan nikmat hidup tiada kira dan kekasih-Nya, Baginda
Rasulullah Muhammad saw yang senantiasa menginspirasi.
2. Yang tercinta, orang tua beserta keluarga atas dukungannya baik materi maupun
non-materi yang tak dapat dikalkulasi secara matematis. Terima kasih kakak2ku untuk
support yang luar biasa dan doa2 yang senantiasa terpanjatkan tiada hentinya.
3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Prof. Dr. (hc) dr. M.K.
Tadjudin, Sp. And.
4. Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ir. Febrianti, M.Si.
5. Yang terkasih, Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes. selaku Pembimbing I,
untuk saran serta nasihat yang membangun, dan Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku
ix
bermanfaat dan barokallah.
6. Tim penguji skripsi: Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA; Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid,
MKKK; Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D yang telah memberikan saran dan masukan
berarti dalam penelitian ini.
7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai salah satu dosen K3 yang telah berbagi ilmu
dan pengalaman serta saran yang membangun dalam penelitian ini.
8. Ibu Eni, salah satu dosen Prodi Keperawatan FKIK dengan keramahannya dalam
berdiskusi terkait Kenyamanan.
9. Pak Ghazali, staf Kesmas terrrrrrrbaik deh Pak. Terimaksih Pak, ‘tuk kemudahan2nya.
10.Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang telah membantu memberikan
informasi terkait ibu menyusui khususnya ibu menyusui bayi usia ≤6 bulan.
11.Para responden penelitian ini, ibu-ibu menyusui bayi yang usianya ≤6 bulan atas
keramahan dan keterbukaannya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini.
12.Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan
kemudahan yang telah diberikan tanpa pamrih.
13.Chingudeul Tim Penelitian Ergonomi: Nadya, Iqbal, Titi, Mba Lia, n Dhevy buat
kebersamaannya dalam pengerjaan penelitian ini. Gamsahamnida…..
14.Chingudeul Stoopelth 2008 yang kompak dan saling menyemangati. Sukses selalu.
x
buat kepolosan n kecerdasannya, Dhepy-ssi buat masukan2nya, Tiwi-ssi my roommate
buat rasa berbagi dan kebersamaan dalam menghabiskan semangat dan malas, n Nyai
Any-ssi ‘tuk ke-gajebo-an yang menceriakan sehari-hari. Yeoribbeun, gomaweoyo…
17.Kosan Mba2 yuuu yang menenangkan dengan personil: Kak Ayuuu, Memyuuuu, n
Dasyuuu (Li2z gag mo ikut marga yuu lho…!!!hhaha). Jinjja jinjja jinjja gomaweo…
18.Compass One Heart, dalam satu hati mengurai tulusnya doa untuk setiap anggotanya.
Sukses dan senantiasa sehat selalu kawan.
19.Semua pihak yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu dalam lembaran putih ini.
20.Spesial untuk yang tak diundang tapi hampir selalu ada menemani: sunyi, sepi, malas,
dan sakit. Dan, dari Love Rain hingga I Hear your Voice, geunyang areumdaun.
Banyak hikmah dari keberadaan kalian…!!!
Besar harapan penulis akan kemanfaatan skripsi ini untuk semua pembaca, khususnya
civitas akademika yang concern akan aplikasi ilmu K3. Kesempurnaan adalah mutlak
milik-Nya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun
demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya.
Akhirul kalam,
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, Juli 2013
xi Benar, setidaknya bagiku.
Bahwa hidup akan terus berputar meski kau menderita di tengah bahagianya yang lain. Hidup tak menuntunmu pada bahagia.
Bahwa hidup akan terus berputar meski kau merasakan sepi dan sunyi di tengah ramainya dunia yang lain. Hidup tak selalu menjadi temanmu.
Bahwa sejatinya hidup itu tak memihak siapapun. Ia punya cara sendiri ‘tuk menunjukkan keniscayaannya hingga Sang Penguasa menutupnya.
Karena itu, belajarlah percaya akan diri sendiri. Dan ingatlah, hanya ada satu manusia yang kepadanya kamu bisa bergantung dan setia menemanimu. Manusia itu adalah dirimu sendiri.
Jakarta, 02032013 @12:26 pm
xii
HALAMAN JUDUL ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... vii
LEMBAR KEYNOTE ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR BAGAN ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan ... 8
1. Tujuan Umum ... 8
xiii
2. Bagi Mahasiswa ... 10
3. Bagi Keilmuan K3 ... 10
D. Ruang Lingkup Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Konsep Ergonomi ... 12
1. Definisi Ergonomi ... 12
2. Tujuan Ergonomi ... 13
3. Program Ergonomi ... 14
B. Konsep Menyusui ... 17
1. Proses Laktasi dan Menyusui ... 17
2. Frekuensi dan Lama Menyusui ... 18
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui ... 18
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ... 20
5. Manfaat Menyusui ... 25
C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk ... 26
1. Definisi Kenyamanan (Comfort) ... 26
2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort) ... 29
3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi (Discomfort) ... 30
4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk ... 31
xiv
3. Karakteristik Pekerjaan ... 59
4. Persepsi Tempat Duduk ... 60
E. Konsep Kursi Ergonomis ... 62
F. Kerangka Teori ... 65
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 66
A. Kerangka Konsep ... 66
B. Definisi Operasional ... 70
BAB IV METODE PENELITIAN ... 73
A. Disain Penelitian ... 73
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 74
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 75
D. Pengumpulan Data ... 78
E. Instrumen Penelitian ... 79
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 80
G. Validitas Data ... 86
H. Etika Penelitian ... 87
BAB V HASIL PENELITIAN ... 88
A. Gambaran Profil dingkat Kelurahan Pisangan ... 88
xv
2. Gambaran Skor Pre-Post Ketidaknyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
pada Kelompok Kontrol ... 90
3. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen ... 91
4. Perubahan Skor Ketidaknyamanan Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Kontrol ... 91
5. Perubahan Skor Ketidaknyamanan (Skor Delta (Δ)) Posisi Duduk Menyusui Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 92
6. Gambaran Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 92
7. Hubungan Faktor-faktor selain Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui ... 97
C. Hasil Penelitian Pendukung ... 100
1. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 100
2. Gambaran Penggunaan Tempat Duduk pada Posisi Duduk ... 102
3. Gambaran Penggunaan Peralatan Bantu saat Menyusui ... 103
4. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Studi Kualitatif ... 103
BAB VI PEMBAHASAN ... 108
A. Keterbatasan Penelitian ... 108
B. Gambaran Kenyamanan sebelum (pre) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 109
C. Perubahan Kenyamanan setelah (post) Menggunakan Kursi Ergonomis ... 112
D. Faktor yang Diduga Confounder ... 117
1. Usia Ibu ... 117
xvi
5. Tingkat Kebisingan ... 120
6. Suhu Lingkungan ... 121
7. Tingkat Pencahayaan ... 122
E. Gambaran Evaluasi Kursi Ergonomis ... 123
1. Masa Penggunaan Kursi Ergonomis ... 123
2. Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 124
BAB VII PENUTUP ... 128
A. Simpulan ... 128
B. Saran ... 130
xvii
Tabel 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander & Zhang, 2007 dalam
Karwowski dan Marras, 2003) ... 29
Tabel 2.2 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) ... 46
Tabel 2.3 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47
Tabel 2.4 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48
Tabel 2.5 Skor Postur A ... 49
Tabel 2.6 Skor Aktifitas ... 49
Tabel 2.7 Skor Beban ... 50
Tabel 2.8 Skor Bagian Leher (Neck) ... 51
Tabel 2.9 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) ... 51
Tabel 2.10 Skor Bagian Kaki (Legs) ... 52
Tabel 2.11 Skor Postur B (Tabel B) ... 52
Tabel 2.12 Skor Aktifitas ... 53
Tabel 2.13 Skor beban ... 53
Tabel 2.14 Tabel C ... 53
Tabel 2.15 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari Hasil Analisis RULA ... 54
Tabel 2.16 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan ... 55
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 70
Tabel 5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan ... 89
xviii
Tabel 5.4 Gambaran dan Hubungan Faktor-faktor yang Diduga Confounder terhadap
Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 93
Tabel 5.5 Gambaran dan Hubungan Status IMT terhadap Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui ... 94
Tabel 5.6 Gambaran Frekuensi dan Durasi Penggunaan Kursi Ergonomis ... 99
Tabel 5.7 Kekurangan dan Kelebihan Kursi Ergonomis ... 101
Tabel 5.8 Distribusi Penggunaan Tempat Duduk pada Ibu Menyusui ... 102
xix
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui ... 19
Gambar 2.2 Posisi Menyusui Balita pada Posisi Normal ... 19
Gambar 2.3 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di Ruang Perawatan ... 19
Gambar 2.4 Posisi Menyusui Bayi bila ASI Penuh ... 19
Gambar 2.5 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan ... 19
Gambar 2.6 Cara Meletakkan Bayi ... 21
Gambar 2.7 Cara Memegang Payudara ... 21
Gambar 2.8 Cara Merangsang Mulut Bayi ... 21
Gambar 2.9 Teknik Menyusui yang Benar ... 21
Gambar 2.10 Perlekatan Benar ... 22
Gambar 2.11 Perlekatan Salah ... 22
Gambar 2.12 Transisi comfort menjadi discomfort ... 31
Gambar 2.13 Single Noun Scale ... 34
Gambar 2.14 Multiple Noun Scale ... 34
Gambar 2.15 Visual Analog Scale ... 35
Gambar 2.16 Numeric Rating Scale ... 36
Gambar 2.17 Graphic Rating Scale ... 37
Gambar 2.18 Body Map for Reporting Discomfort Location ... 38
Gambar 2.19 General Comfort Scale ... 39
xx
Gambar 2.23 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) ... 47
Gambar 2.24 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) ... 48
Gambar 2.25 Postur Leher (Neck) ... 50
Gambar 2.26 Postur Batang Tubuh (Trunk) ... 51
Gambar 5.1 Posisi Duduk Menyusui Kelompok Eksperimen ... 96
xxi
Bagan 2.1 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA ... 54
Bagan 2.2 Kerangka Teori ... 65
xxii
Lapmiran I : Form Pernyataan Persetujuan Responden
Lampiran II : Instrumen Penelitian
Lampiran III : Lembar Body Part Discomfort Scale
Lampiran IV : RULA
Lampiran V : Data Kursi Ergonomis
1 A. Latar Belakang
Menyusui merupakan salah satu aktivitas sehari-hari secara alami yang dilakukan
para ibu dan bersifat berulang selama masa menyusui, bisa enam bulan (eksklusif)
atau lebih, biasanya hingga usia anak dua tahun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada
bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak
dini. ASI menjadi makanan paling sempurna bagi bayi. Menurut Pusat Kesehatan
Kerja Departemen Kesehatan RI (2005), pemberian ASI berarti memberikan zat-zat
gizi bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf
dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit, dan
mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya.
Mengingat begitu pentingnya ASI bagi bayi, maka WHO (World Health
Organization) dan UNICEF (the United Nations Children’s Fund) sejak dasa warsa yang lalu telah menyerukan kepada ibu-ibu di seluruh dunia tentang perlunya
pemberian ASI secara eksklusif selama 4 – 6 bulan pertama setelah kelahiran (Grant,
1993 dalam Suyatno, 1997). Hal ini membuktikan bahwa perihal ASI telah mendapat
perhatian dan sorotan secara global.
Besarnya perhatian dunia terkait ASI, memicu para ahli untuk mencermati
keberhasilan para ibu dalam aktivitas menyusui. Faktor keberhasilan dalam
menyusui yaitu menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur, dan eksklusif
mengemukakan hal yang hampir senada tentang faktor keberhasilan dalam menyusui
yaitu (1) komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini, (3) posisi
menyusui yang benar untuk ibu dan bayi, (4) menyusui atas permintaan bayi, dan (5)
diberikan secara eksklusif. Sementara Perinasia (1994) dalam Listya (2008)
menambahkan teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada
bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Selanjutnya, Saleha
(2009) menambahkan bahwa salah satu faktor penyebab lecetnya puting ibu adalah
kesalahan dalam teknik menyusui karena bayi tidak menyusui sampai areola tertutup
oleh mulut bayi. Puting lecet ini menjadi salah satu penyebab timbulnya peradangan
pada payudara ibu. Dari faktor-faktor tersebut, terlihat bahwa posisi menyusui
memegang peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui.
Setiap ibu menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi
nyaman karena akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Fahma, dkk
(2010) mengemukakan kesalahan memposisikan ibu dan bayi dalam proses
menyusui dapat menyebabkan pegal-pegal pada ibu di berbagai bagian tubuh yang
harus menopang bayi saat menyusui. Menurutnya, pada saat menyusui biasanya ibu
harus duduk minimal 20 menit, karena rentang waktu tersebut cukup untuk bayi.
Artinya, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses
menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30
menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali
(sesering mungkin, sesuai permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan,
menyebabkan suatu sensasi ketidaknyamanan bagi ibu. Namun, naluri keibuannya
akan menahan rasa ketidaknyamanan tersebut.
Secara umum, banyak cedera muskuloskeletal berawal dari ketidaknyamanan.
Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan menjadi faktor risiko untuk
memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini
akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders/MSDs (Stanton, et.
al, 2005). Ia menambahkan bahwa sensasi ketidaknyamanan ini merupakan tanda
peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa faktor dari pekerjaan yang harus diubah.
Dalam ilmu ergonomi, ketidaknyamanan digunakan untuk menunjukkan suatu
masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski dan Marras, 2003).
Munculnya sensasi ketidaknyamanan pada posisi saat menyusui diperkirakan
karena prinsip ergonomi belum diterapkan. Salah satu penyelesaian masalah
ketidaknyamanan dalam menyusui yaitu dengan adanya peralatan ergonomis berupa
kursi menyusui. Banyak teori pendukung pernyataan tersebut yang tercantum dalam
penelitian Kalsum (2007). Pertama, Mark, et al (1985) menyatakan tempat kerja dan
peralatan yang ergonomis memperkecil banyaknya pergerakan tubuh dan membantu
penyesuaian postural untuk mempertahankan postur tubuh dengan tetap.
Selanjutnya, Oborne (1982) dan Pulat (1992) menyatakan tujuan ergonomi untuk
memaksimalkan kenyamanan dan Johson (1993) menyatakan desain yang ergonomis
dapat membantu mengurangi tekanan biomekanis pada tangan pekerja, bahu, dan
lengan yang dapat menyebabkan gangguan. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan
Menurut Suma’mur (1989), ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha
untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya
dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ia menambahkan
pengembangan penerapan ergonomi meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya
Ergonomi di Cibogo, Bogor pada tanggal 13 – 16 Juli 1978. Pengembangan
penerapan ergonomi dapat melingkupi berbagai bidang, dari sektor formal yang
meliputi instansi dan perusahaan hingga sektor informal termasuk di dalamnya
adalah penerapan ergonomi dalam aktivitas sehari-hari seperti kegiatan menyusui,
sehingga diharapkan terjadi peningkatan kenyamanan, keamanan, dan efisiensi kerja.
Dalam penelitiannya mengenai kenyamanan setelah penggunaan peralatan
ergonomis di sebuah perusahaan pembuat sapu ijuk, Kalsum (2007) menyatakan
terjadi penurunan rata-rata skor ketidaknyamanan dari sebelum penggunaan kursi
dan meja ergonomis (34,00) hingga setelah penggunaan kursi dan meja ergonomis
(13,60). Sementara untuk penelitian penerapan ergonomi pada ibu menyusui, Fahma,
dkk (2010) mengemukakan hasil penelitiannya berupa diperolehnya rancangan kursi
ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan antropometri penggunanya. Adanya
penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan kenyamanan penggunaan kursi
ergonomis pada ibu menyusui khususnya di Kelurahan Pisangan dan pada umumnya
untuk para ibu menyusui di tempat lainnya, karena posisi ibu menyusui cenderung
sama di semua tempat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui kurang
menggunakan posisi duduk saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan
duduk tanpa menggunakan kursi seperti duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa
alas duduk (75%). Dari hasil observasi ditemukan bahwa ibu yang duduk
menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan
sandaran tangan yang ada. Selain itu, ditemukan pula bahwa postur tubuh ibu saat
menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.
Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb
Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui berada
pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.
Adapun hasil kuesioner Body Part Discomfort Scale yang telah diisi oleh ibu
setelah menyusui, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu
yang duduk di sofa dan 5 ibu yang duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu
leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan
bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui terutama kaitannya dengan
aspek ergonomi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa aktivitas menyusui
dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa
menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses
Dari studi literatur yang telah dilakukan, belum ditemukan adanya penelitian
terdahulu mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan
posisi duduk pada ibu menyusui. Namun sebelumnya, penelitian lain hanya
membahas mengenai perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan pendekatan
antropometri di ruang laktasi rumah sakit dan hasilnya diperoleh rancangan kursi
yang ergonomis untuk ibu menyusui. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian mengenai pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap kenyamanan
posisi duduk pada ibu menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Aktivitas menyusui dilakukan dengan intensitas lebih sering (umumnya selama
10 – 15 menit per payudara berkali-kali setiap harinya) dan cenderung berulang
sampai masa menyusui berakhir. Selama menyusui, ibu harus memposisikan diri dan
bayinya secara tepat agar tercipta kenyamanan, sehingga ibu dipaksa berada pada
posisi tertentu yang akhirnya memicu sensasi ketidaknyamanan yang cenderung
dibiarkan karena naluri keibuannya. Jika ketidaknyamanan ini terus dipertahankan,
sangat dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko ergonomi seperti gangguan hingga
cedera musculoskeletal pada ibu. Selain itu, kesalahan teknik menyusui dapat
menyebabkan puting lecet pada ibu yang menjadi salah satu penyebab timbulnya
radang payudara. Pada akhirnya, hal ini dapat mengganggu bahkan menghambat
proses kelancaran dalam pemberian ASI. Oleh karena itu, para ibu menyusui
hendaknya mengetahui teknik posisi dan postur tubuh yang ergonomis dimana salah
Dari hasil studi pendahuluan, 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk
saat menyusui. Setelah dianalisis dengan metode RULA, diperoleh 75% postur
duduk ibu saat menyusui berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level
risiko sedang. Selanjutnya, ketika dinilai kenyamanan pada posisi duduknya ada
75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh. Sedangkan dari
hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat
menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada,
artinya ada ketidaksesuaian kursi dengan ibu menyusui. Hal ini mengindikasikan
bahwa prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan dalam aktivitas menyusui.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Eksperimen?
b. Bagaimana gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Kontrol?
c. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen?
d. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Kontrol?
e. Bagaimana perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol?
f. Bagaimana gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
menyusui, berat badan bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan
(kebisingan, suhu, dan pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam
bulan?
g. Apakah ada hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan?
h. Apakah ada hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi
menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?
i. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
sampai enam bulan?
j. Bagaimanakah peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara
penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan kursi ergonomis terhadap
kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan di
Kelurahan Pisangan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
b. Diketahuinya gambaran skor pre-post ketidaknyamanan posisi duduk saat
menyusui pada Kelompok Kontrol
c. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen.
d. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Kontrol.
e. Diketahuinya perubahan skor ketidaknyamanan posisi duduk menyusui pada
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol.
f. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT), karakteristik aktivitas menyusui (lama menyusui, berat badan
bayi, dan postur menyusui), dan faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) pada ibu menyusui bayi usia sampai enam bulan.
g. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (usia dan Indeks Massa
Tubuh/IMT) dari ibu yang menyusui bayi usia sampai enam bulan dengan
kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
h. Diketahuinya hubungan antara karakteristik aktivitas menyusui (frekuensi
menyusui, durasi/lama menyusui, berat badan bayi) pada ibu menyusui bayi
usia sampai enam bulan dengan kenyamanan posisi duduk saat menyusui.
i. Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan) dengan kenyamanan posisi duduk pada ibu menyusui bayi usia
j. Diketahuinya peran dari faktor confounder terhadap hubungan antara
penggunaan kursi ergonomis dengan kenyamanan posisi duduk saat
menyusui.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Menyusui
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk
menerapkan posisi duduk yang benar dan ergonomis demi terciptanya
kenyamanan saat menyusui, sehingga risiko kesehatan seperti kelelahan otot
dan MSDs dapat dikurangi bahkan dihindari.
b. Dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi ibu menyusui dari sisi
ilmu ergonomi.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat menerapkan ilmu K3 yang diperoleh selama perkuliahan, khususnya
terkait penerapan ergonomi dalam lingkungan masyarakat.
b. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti saat menyelesaikan
salah satu permasalahan ergonomi pada posisi duduk ibu menyusui.
3. Bagi Keilmuan K3
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi tentang lingkup
penerapan ilmu ergonomi di masyarakat umum (ibu menyusui).
b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain, khususnya yang
c. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi instansi yang menerapkan
ilmu K3, khususnya terkait kenyamanan ibu menyusui di tempat kerja.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang pengaruh penggunaan kursi
ergonomis terhadap kenyamanan posisi duduk yang dilakukan pada ibu menyusui
bayi yang usianya sampai enam bulan di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Waktu
penelitian dilakukan antara Juli 2012 – Juli 2013. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan disain eksperimen yang didukung oleh studi kualitatif
12
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Ergonomi 1. Definisi Ergonomi
Dalam ergonomi dikandung makna penyerasian lingkungan terhadap orang
atau sebaliknya. Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari ergo (Yunani lama,
yang berarti kerja), dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas termasuk
faktor lingkungan kerja dan metode kerja (Effendi, 2002).
Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu International Labour Organization (ILO)
antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya
dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan
kepuasan kerja yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya” (Pusat
Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004).
Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan
tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ia
menambahkan, ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup
Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat
bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah
penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk
menurunkan stress yang akan dihadapi.
2. Tujuan Ergonomi
Rijanto (2011) mengemukakan tujuan dari adanya program ergonomi adalah
untuk merancang suatu sistem di mana letak lokasi kerja, metoda kerja, peralatan
dan mesin-mesin, dan lingkungan kerja (seperti bunyi dan pencahayaan) sesuai
dengan keterbatasan fisik dan sifat-sifat pekerja. Ia menambahkan, semakin
sesuai akan semakin tinggi tingkat keamanan dan efisiensi kerjanya.
Sementara Sanders dan Mc Cormick (1992) dalam Sarimurni dan Murtopo
(2004), mengemukakan bahwa ergonomi memiliki dua tujuan utama, yaitu:
meningkatkan efektifitas dan efisiensi dengan mana pekerjaan dan aktivitas lain
dilakukan, seperti misalnya meningkatkan kemudahan penggunaan peralatan,
mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas, meningkatkan nilai-nilai
kemanusiaan yang diinginkan, termasuk didalamnya memperbaiki keselamatan
kerja, mengurangi kelelahan dan stres, meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan penerimaan pengguna, meningkatkan kepuasan kerja, dan
memperbaiki kualitas kehidupan.
Sundari (2010) mengemukakan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat
higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, di
dalam perkembangan dan prakteknya bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka
mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak
sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.
3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional
antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.
3. Program Ergonomi
Program ergonomi telah menjadi kegiatan nyata sejak akhir Pelita II, Repelita
III dan seterusnya, sedangkan pengembangan penerapan ergonomi sendiri mulai
meluas sejak diselenggarakannya Lokakarya Ergonomi di Cibogo, Bogor pada
tanggal 13-16 Juli 1978 (Suma’mur, 1989).
Untuk memperoleh manfaat dalam upaya pembangunan tersebut di atas,
diperlukan suatu program yang dapat menggerakkan, baik masyarakat industri
maupun masyarakat tradisional, sehingga ergonomi dapat diterapkan lebih luas.
Dalam hal ini, Suma’mur juga menyatakan bahwa program ergonomi tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
a. Kegiatan penyuluhan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang
penerapan ergonominya adalah khusus. Penyuluhan pada
kelompok-kelompok ini dilakukan dengan kursus-kursus jangka pendek yang
Untuk penyuluhan ini perlu dikembangkan brosur-brosur, poster-poster,
slaid, dan alat-alat audiovisual lainnya.
b. Evaluasi dan koreksi keadaan ergonomi di tempat-tempat kerja melalui
kunjungan-kunjungan perusahaan oleh Tim-tim Teknis. Tim ini melakukan
penilaian, menganalisis keadaan ergonomi dan mencarikan
alternatif-alternatif penerapan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Evaluasi dan
analisis dilakukan melalui pengujian-pengujian secara ergonomik. Tim-tim
yang bersangkutan harus lebih dahulu dipersiapkan melalui pelatihan,
diberikan kelengkapan formulir-formulir dan perengakapan pengujian. Perlu
didahulukan perusahaan-perusahaan yang kurang mampu dan keadaannya
rawan. Untuk kegiatan ini, diperlukan pula buku pedoman pelaksanaan.
c. Standarisasi dalam ergonomi atas dasar data-data yang diperoleh khususnya
dari evaluasi dan perbaikan. Untuk keperluan ini perlu kegiatan pengumpulan
dan analisis data yang ada secara statistik. Standar-standar selanjutnya dapat
dituangkan sebagai kelengkapan standar kesehatan kerja dalam rangka
mendukung produktivitas.
Kegiatan-kegiatan tersebut ditingkatkan dari tahun ke tahun secara bertahap
dalam program jangka pendek dan jangka menengah. Dengan terciptanya
program ini, bagian terpenting program jangka pendek telah terselesaikan.
Setelah program jangka menengah dilalui, pembudayaan ergonomi lebih lanjut
dapat diselenggarakan antara lain melalui pendidikan masyarakat dan pendidikan
formal. Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2004) menyatakan bahwa upaya yang
tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Menurut Effendi (2002), permasalahan yang berkaitan dengan faktor
ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dan
lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja.
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatif kuratif
Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang
berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan/modifikasi dari proses
yang sedang/sudah berjalan. Sasaran kegiatan ini adalah kondisi kerja dan
lingkungan kerja dan dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang
terkait dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
b. Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini akan sangat
efektif dan efisien bila dilakukan pada saat perencanaan. Bila berkaitan
dengan teknologi, maka sejak proses pemilihan dan alih teknologi,
prinsip-prinsip ergonomi sudah seyogyanya dimanfaatkan bersama-sama dengan
kajian lain yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan melestarikan lingkungan. Pendekatan holistik
ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna (Manuaba, 1997). Jika
dikaitkan dengan penyediaan lapangan kerja, pendekatan ergonomi secara
kemampuan adaptasi pekerja sehingga dalam proses kerja selanjutnya,
pekerja berada dalam batas kemampuan yang dimiliki.
B. Konsep Menyusui
1. Proses Laktasi dan Menyusui
Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita
dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Proses ini dikenal juga dengan istilah
inisiasi menyusui dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta
lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta)
yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta
tersebut tidak diproduksi lagi, sehingga susu pun keluar. Umumnya ASI keluar 2 – 3 hari setelah melahirkan. Namun, sebelumnya di payudara sudah terbentuk
kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan
antibodi pembunuh kuman (Saleha, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan otak manusia dimulai sejak dalam
kandungan sampai dengan periode yang dikenal sebagai golden periode atau “periode emas”, yaitu periode di dalam rahim sampai bayi berusia 2 tahun
(Perinasia, 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi
bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama
enam bulan pertama kehidupan bayi. Selanjutnya, ASI telah disepakati seluruh
ahli dan seluruh dunia merupakan nutrisi yang paling optimal dan paling baik
untuk bayi baru lahir sampai dengan 6 bulan sebagai makanan tunggal yang
menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk
membangun SDM yang berkualitas.
2. Frekuensi dan Lama Menyusui
Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin
sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan
akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Selain itu, dalam buku An
Easy Guide to Breastfeeding disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2
jam sekali, namun juga tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering
bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih
banyak ASI.
Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 – 30 menit pada beberapa
minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa
setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara
secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20
menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara,
sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Ia
menambahkan bahwa semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi
terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi
ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi.
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui
Terdapat berbagai macam posisi ketika ibu menyusui. Saleha (2009)
menyebutkan cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan
Gambar 2.1 Macam-macam Posisi Menyusui (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca
operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas.
Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila
disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala
bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak.
Gambar 2.3 Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan (Saleha, 2009)
Gambar 2.4 Posisi menyusui bayi bila ASI penuh (Saleha, 2009)
Gambar 2.5 Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan (Saleha, 2009)
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat
menyusui, yaitu:
a. Berbaring miring. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali
atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.
b. Duduk. Hal yang penting diperhatikan dalam posisi duduk yaitu dengan
memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu, dalam posisinya
tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Hal ini mungkin dapat dilakukan
dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi.
Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang)
memaksimalkan bentuk payudara dan memberi ruang untuk menggerakkan bayi
ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan
mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit
ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala
yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari
tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
Menurut Saleha (2009), langkah-langkah menyusui yang benar yaitu:
a. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di
sekitar puting, kemudian duduk dan berbaring dengan santai.
b. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh
bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja. Kepala dan tubuh bayi lurus,
susu. Dekatkan tubuh bayi ke tubuh ibu, sentuh bibir bayi ke puting susunya,
dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
c. Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah
bayi terletak di bawah puting susu. Cara melekatkan mulut bayi dengan benar
yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir
bawah bayi membuka lebar.
Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan
tanda-tanda sebagai berikut.
a. Bayi tampak tenang.
b. Badan bayi menempel pada perut ibu.
c. Mulut bayi terbuka lebar.
d. Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
Gambar 2.6 Cara meletakkan bayi (Saleha, 2009)
Gambar 2.7 Cara memegang payudara (Saleha, 2009)
Gambar 2.8 Cara merangsang mulut bayi (Saleha, 2009)
Gambar 2.9 Teknik menyusui yang benar
e. Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang
masuk.
f. Bayi tampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan.
g. Puting susu tidak terasa nyeri.
h. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
i. Kepala bayi agak menengadah
Gambar 2.10 Perlekatan benar (Saleha, 2009) Gambar 2.11 Perlekatan salah (Saleha, 2009)
Latch-On
Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses
menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara
ke tengah-tengah bibir bayi. Hal ini akan menstimulasi bayi untuk membuka
mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju
puting susu (ripple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu).
Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian dari areola akan
masuk di dalam mulut bayi. Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling
areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting
Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan memegang/menyangga
payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi
menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di bawah payudara dan letakkan ibu
jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara
dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang
areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi.
Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik
(tugging sensation). Jika menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses
latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara
memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi,
reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar:
a. Aliran ASI lebih lancar.
b. Mencegah lecet pada puting susu ibu.
c. Menjaga bayi agar puas dalam menyusui.
d. Menstimulasi produksi ASI yang kuat.
e. Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.
Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara.
Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan
mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap
yang baik ditandai dnegan ciri-ciri berikut:
a. Lidah bayi berada di bawah puting susu.
b. Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya proses
c. Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat
selama proses menyusui berlangsung.
Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan posisi yang
tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusui
berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula,
formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI
secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan.
Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting”
pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui.
Let-Down
Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita
lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan geli atau sedikit nyeri pada
payudara atau ASI keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui.
Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down.
Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena
hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI
juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui
membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses
kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses
menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya.
Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara:
a. Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong
b. Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).
c. Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk
ibu selama proses menyusui.
d. Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam
proses menyusui.
e. Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama
proses menyusui berlangsung.
5. Manfaat Menyusui
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI (2005), manfaat pemberian ASI
dapat meliputi:
a. Bagi Ibu
1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan
mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi anemia)
2) Memperpanjang kehamilan berikutnya
3) Menghemat waktu
b. Bagi bayi
1) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi
2) Imunitas (mengurangi risiko diare, infeksi jalan nafas, alergi dan infeksi
lainnya)
3) Aspek psikologis (mempererat hubungan ibu dan bayi, meningkatkan
status mental dan intelektual).
c. Bagi keluarga
2) Penghematan biaya
d. Bagi masyarakat
1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi
2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll)
3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan
4) Berkontribusi dalam penghematan devisa negara
C. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk 1. Definisi Kenyamanan (Comfort)
Kolcaba (2001) menyatakan kenyamanan (comfort) secara teoritis
didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam
kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human
needs for ease, relief, and transcendence). Sedangkan kenyamanan dalam bahasa
Inggris kontemporer memiliki empat makna, yaitu (Kolcaba, 1991):
a. Kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya
ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a cause of
relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort).
b. Kenyamanan adalah keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan
kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment).
c. Kenyamanan adalah terbebas dari ketidaknyamanan (comfort is relief from
discomfort).
d. Kenyamanan adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman
Adapun secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.
Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi
tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam
Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan
pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang
kompleks secara umum.
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan,
terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif
individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan
secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat
ketidaknyamanan (Oborne, 1995). Sementara Branton (1972) dalam Oborne
(1995) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan
tidak nyaman. Ia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu
kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, tetapi
kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman
sampai dengan penderitaan yang tak tertahankan.
Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) menggambarkan
konsep kenyamanan berupa suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada
orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan
observasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan
istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau
mengkhawatirkan.
Dalam penelitian Tan, et al. (2008), Hertzberg (1972) mendeskripsikan
comfort sebagai absence of discomfort. Kenyamanan adalah istilah yang sifatnya
umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan
berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis
(Shen dan Parsons, 1997). De Looze dan Kuijt (2003) menyatakan bahwa banyak
peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi
yang didefinikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a
subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari
faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort
is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological));
dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan (comfort is a
reaction to the environment).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan merupakan
suatu kondisi perasaan dimana lebih dari sekadar hilangnya rasa tidak nyaman
akibat dari variasi faktor fisik, fisiologi, dan psikologi manusia, merupakan
penilaian respondentif individu yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena
sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut, sehingga harus
menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui kenyamanan
yang dirasakan. Artinya, rasa nyaman yang dirasakan oleh individu yang satu
2. Definisi Ketidaknyamanan (Discomfort)
Menurut Karwowski dan Marras (2003), secara konseptual ketidaknyamanan
merupakan indikator risiko yang menjadi feedback dari sistem tubuh untuk
mendeteksi adanya kemungkinan masalah. Sumber ketidaknyamanan yang
mungkin antara lain berasal dari musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot,
saraf, pembuluh darah, ligamen, sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama,
perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan
kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia
parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan
peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi
dan sosial.
Menurut Karwowski dan Marras (2003), Perasaan ketidaknyamanan,
sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997), diakibatkan oleh
faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa
ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Karwowski dan Marras, 2003)
Karwowski dan Marras (2003) menambahkan ketidaknyamanan diduga
berakibat pada otot. Hal ini karena masalah kecil pada otot tidak dapat dideteksi
secara baik dengan metode penilaian risiko secara umum seperti biomechanical
modeling dan gross physiological indicators (denyut jantung dan suhu tubuh).
Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang
menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan
tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan.
Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak
langsung menghasilkan rasa nyaman (Zhang, 1996 dalam Tan et. al, 2008).
Menurut Pheasant (2003), keadaan kerja yang ketat yang membatasi kita
khususnya postur dan mencegah perubahan postural, akan membawa dampak
jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek, ketidaknyamanan
dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan
tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain.
Ketidaknyamanan ini akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas
atau pekerjaan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa
perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain.
Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu
singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan
lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit.
3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort)
Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort
Gambar 2.12 Transisi Comfort menjadi Discomfort
Menurut Tan et. al. (2008), Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti
setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama,
rasa nyaman akan berkurang. Artinya, biomekanik yang baik mungkin tidak akan
meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada biomekanik yang
kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman.
4. Pengukuran Kenyamanan Posisi Duduk a. Cara Mengukur Kenyamanan
Seperti yang telah diuraikan dalam definisi kenyamanan bahwa menurut
Oborne (1995), kenyamanan sangat sulit untuk didefinisikan karena penilaian
kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif individu dan
kenyamanan cenderung diukur berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu
juga menurut Sanders dan McCormick (1993) yang menyatakan bahwa
kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang
yang mengalami situasi tersebut. Dengan demikian, kita harus menanyakan
pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri
mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak
Karwowski dan Marras (2003) mendeskripsikan ketidaknyamanan secara
kuat dengan melihat empat aspek: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode
waktu. Misalnya, duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan
mengakibatkan ketidaknyamanan yang intensitasnya tergolong rendah hingga
menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat
selama satu jam pertama kemudian berada di level konstan, ketidaknyamanan
akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.
a. Intensitas
Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan dengan
menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan
melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif yang
digunakan yaitu: verbal rating scales, visual analog scales, numeric
rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya mempunyai
angka-angka yang lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan.
Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku
(menggunakan behaviour rating scales) atau perubahan hubungan
biomekanikal dan fisiologikal. Penjelasan lengkap tentang cara mengukur
intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:
1) Biomechanical and Physiological Correlates
Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik
(mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa
analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical
adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat
digunakan sebagai alat penialain objektif. Ukuran yang lain dapat
digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan,
hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh.
Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan
pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan
(discomfort). Sedangkan kekurangannya adalah indikator biomekanik
maupun fisiologis yang diukur tersebut belum tentu menunjukkan
adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab lain yang
memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan
fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan
pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan, seperti
kebudayaan barat yaitu memahami bahwa nyaman sama dengan
keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot.
2) Behaviour Rating Scales
Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas
ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku
yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya
ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Misalnya, Branton (1969)
menyebutkan bahwa ketidaknyamanan dalam posisi duduk dapat
dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi
Shackel et. al (1969) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu
perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif perlu dilakukan
untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Adapun sekarang ini
telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan
digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk.
Keuntungan dari metode behavioral scale assessment adalah tidak
tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan pekerja untuk
mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara verbal. Sedangkan
kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan
posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja.
Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya
mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi
statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi.
3) Verbal Rating Scales
Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple
noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang
menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.
Gambar 2.13 Single Noun Scale