• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Dhevy Eka Rusdiana NIM: 108101000061

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

ii

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2013

Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061

Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013

xxii + 190 Halaman + 42 Tabel + 39 Gambar + 5 Bagan + 9 Lampiran ABSTRAK

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu.. Kelancaran proses menyusui salah satunya ditentukan oleh kenyamanan posisi ibu selama menyusui dan posisi yang paling banyak digunakan ibu selama melakukan aktivitas menyusui adalah posisi duduk. Namun, masalah yang kemudian muncul adalah ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk yaitu karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui, karakteristik ibu yang menyusui dengan posisi duduk, dan karakteristik aktivitas menyusui yang dilakukan oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara mendalam, observasi, dan pengukuran langsung.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 80,8% ibu menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh pada kuesioner Body Part Discomfort Scale saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase terbesar pada bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan intensitasnya tidak nyaman. Berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu mengubah sikap duduknya selama menyusui dengan rata-rata jumlah perubahan sikap duduknya yaitu sebanyak 3 kali. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara mendalam, ibu mulai merasakan ketidaknyamanan setelah lima menit menyusui dan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu berupa kesemutan dan pegal-pegal. Oleh karena itu, bagi ibu menyusui sebaiknya menggunakan tempat duduk yang dapat memberikan kenyamanan dan kebebasan untuk bergerak selama menyusui.

Kata Kunci: menyusui, kenyamanan, posisi duduk.

(4)

iii HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT Undergraduate Thesis, July 2013

Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061

Overview Sitting Comfort While Breastfeeding in Pisangan 2013 xxii + 190 Pages + 42 Tables + 39 Figures + 5 Schemes + 9 Attachments

ABSTRACT

Breastfeeding is a natural activity breastfeed to baby or toddler from the mom’s breast.. The successfull of breastfeeding, one of them is determined by the comfort position of mothers while breastfeeding and the most position which widely used by mothers during breastfeeding activity was seated position. However, the problem that then arises is discomfort sitting position when breastfeeding.

The purpose of this study is to describe the comfort of sitting position when breastfeeding in Pisangan year 2013. Variables that’s measured in this study are the characteristic of seating, characteristic of mothers who breastfeed in sitting position, and characteristic breastfeeding activity. This study is a descriptive study with a total sample of 73 mothers who breastfeed in Pisangan year 2013. Data is collected by questionnaire, indepth interview, observation, and measurments.

The results of this study showed that 80.8% mothers indicate discomfort in some parts of the body at Body Part Discomfort Scale questionnaire while breastfeeding in sitting position with the largest percentage on the right shoulder, left elbow, lower back and left with the most frequency in each part of the body is sometimes and the intensity is uncomfortable. Based on the observation of changes in posture, all mothers change their sitting position during lactation with an average amount of change in their posture as many as 3 times. While based on in-depth interviews, the mother began to feel discomfort after feeding for five minutes and the discomfort felt by the mother in the form of tingling and sore. Therefore, the nursing mother should use a seat that can provide comfort and freedom of movement during breastfeeding.

Keywords: breastfeeding, comfort, sitting position.

(5)
(6)
(7)

vi

Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 29 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Dsn. Kendal, Ds. Bakung Pringgodani RT 23 RW 03 Kec. Balongbendo 61263, Kab. Sidoarjo,

Prop. Jawa Timur

Domisili : Komplek Batan No. 14 RT 006 RW 008 Kel. Pisangan Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah Nomor Handphone : +62 857 8266 206 7

Email : dhevyekarusdiana@yahoo.com

dhevyekarusdiana@gamil.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2008 – Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2005 – 2008 Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Krian Sidoarjo 2002 – 2005 SMP Negeri I Balongbendo

1996 – 2002 SD Negeri Bakung Pringgodani 02

PENGALAMAN MAGANG

Februari-Maret 2012 Fire Station-HSE (Health, Safety, and Environment) PT Pertamina EP Region Jawa Field Cepu

PENGALAMAN ORGANISASI

2003 – 2004 Ketua OSIS SMPN I Balongbendo

2006 – 2008 Sekretaris Umum OSIS Madrasah Aliyah (MA) Bilingual 2009 – 2010 Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Kesehatan Masyarakat

2009 – 2011 Sekretaris Depertemen Informasi dan Komunikasi Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 – 2011 Redaksi Buletin “DENTA” Community of Santri Scholars

(8)

vii Kesehatan Masyarakat

2010 – 2011 Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Penerbitan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2008 – Sekarang Anggota Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA)

(9)

viii Bismillahirrohmanirrohiim,

Alhamdulillahirobbil „alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Banyak proses telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung saya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih saya berikan kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta dan kedua adik saya yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi saya untuk tidak berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik.

2. Pondok Pesantren Modern Al-Amanah dan Madrasah Aliyah Bilingual Krian-Sidoarjo, dimana tempat saya berasal dan yang telah membekali saya banyak ilmu.

3. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi.

4. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Kaprodi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS yang juga sebagai pembimbing skripsi I saya.

6. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II saya yang juga sebagai peneliti utama ergonomi untuk ibu menyusui, yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada saya.

(10)

ix

9. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sebagai penguji III skripsi saya yang juga sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

10. Ibu Eni, dosen Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi terkait kenyamanan.

11. Bapak Dr. H. Arif Sumantri M.Kes dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.SN.Kes yang telah memberikan izin untuk meminjam peralatan laboratorium kesehatan lingkungan dan gizi yang dibutuhkan dalam pengukuran langsung pada penelitian ini.

12. Kak Anis, Kak Ami, Kak Septi laboran-laboran laboratorium kesmas yang senantiasa membantu terkait peminjaman alat dan selalu memberikan semangat. Untuk Kak Anis, yang selalu setia mendampingi dalam pengukuran kebisingan dan suhu di lapangan.

13. Bapak Ahmad Ghozali yang selalu membantu dalam proses administrasi.

14. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan. 15. Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

16. Teman-teman Kos 5A, Pratiwi, Risa, Eka, Ani yang selalu ada saat galau skripsi, saat dikejar deadline, dan saat-saat urgent yang lain. Thank you so much.

17. Teman-teman tim penelitian ergonomi untuk ibu menyusui: Iqbal, Liazul, Lilis, Titi, dan Nadya yang saling membantu dan men-support.

18. Someone Special yang selalu memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuannya selama mengerjakan skripsi ini.

19. Teman-teman Kesmas UIN Jakarta 2008 “Stoopelth” yang juga selalu memberikan semangat.

(11)

x

Saya sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan banyak koreksi dan masukan supaya penelitian ini dapat menghasilkan hasil penelitian yang terbaik. Harapan peneliti, semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat baik bagi penulis, ibu menyusui, peneliti lainnya, dan semua pembaca.

Jakarta, Juli 2013

(12)

xi

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar ... 25

B. Ergonomi ... 31

(13)

xii

3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi Tidak Nyaman

(Discomfort) ... 41

E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort and Discomfort) ... 78

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk ... 81

1. Karakteristik Tempat Duduk ... 82

2. Karakteristik Individu ... 84

3. Karakteristik Pekerjaan ... 86

4. Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk ... 89

G. Kerangka Teori ... 91

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 92

A. Kerangka Konsep ... 92

B. Definisi Operasional ... 95

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 105

A. Desain Penelitian ... 105

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 105

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 105

(14)

xiii

G. Analisis Data ... 120

BAB V HASIL ... 121

A. Gambaran Kelurahan Pisangan ... 121

B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 ... 122

C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 126

D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 133

1. Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui

dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 133

2. Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun

2013 ... 135

3. Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan ... 135

4. Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang

Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan

Pisangan Tahun 2013 ... 136

E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 137

1. Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk ... 137

2. Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 138

3. Gambaran Indeks Massa Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi

Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 139

F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui

(15)

xiv

2. Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) ... 140

3. Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 141

4. Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 142

5. Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 144

G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Tempat Duduk ... 145

H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Ibu ... 147

I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Karakteristik Aktivitas Menyusui ... 148

BAB VI PEMBAHASAN ... 152

A. Keterbatasan Penelitian ... 152

B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 153

C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 159

D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 167

E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ... 170

1. Dimensi Tubuh ... 170

2. Usia ... 170

(16)

xv

1. Durasi Menyusui ... 174

2. Ukuran Objek (Berat Bdan Bayi) ... 175

3. Postur ... 176

4. Kondisi Lingkungan ... 182

5. Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak Menyusui) ... 185

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 187

A. Simpulan ... 187

B. Saran ... 189

(17)

xvi

Nomor Tabel Halaman 2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan

Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008) 39

2.2 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort) 53

2.3 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) 68

2.4 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) 69

2.5 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) 70

2.6 Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A) 71

2.7 Skor Aktivitas 72

2.8 Skor Beban 72

2.9 Skor Bagian Leher (Neck) 73

2.10 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) 74

2.11 Skor Bagian Kaki (Legs) 75

2.12 Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B) 75

2.13 Skor Aktivitas 76

2.14 Skor Beban 76

2.15 Tabel C 77

2.16 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu

Dilakukan dari Hasil Analisis RULA 77

3.1 Definisi Operasional 95

5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan 122 5.2 Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 123

5.3 Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk

(18)

xvii

di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 128

5.5 Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat

Dilakukan Observasi 129

5.6 Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 (Berdasarkan Observasi) 130

5.7 Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 133

5.8 Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu 134 5.9 Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu

Berupa Bantal saat Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 136

5.10 Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan

Pisangan Tahun 2013 137

5.11 Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk

di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 138

5.12 Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi

Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 139 5.13 Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140

5.14 Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan

Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140 5.15 Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat

Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan

(19)

xviii

Tahun 2013 142

5.17 Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan

Tahun 2013 143

5.18 Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 143

5.19 Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui 144 5.20 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat

Menyusui Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan

Ibu 145

5.21 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat

Menyusui Berdasarkan Jenis Tempat Duduk dan Kursi

yang Digunakan Ibu 145

5.22 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu

Berupa Bantal 147

5.23 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun

2013 148

5.24 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di

Kelurahan Pisangan Tahun 2013 150

5.25 Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat

(20)

xix

Nomor Bagan Halaman

2.1 Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000) 35

2.2 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA 78 2.3 Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan

Duduk (De Looze et. al, 2003) 80

2.4 Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008;

dan Puswiartika, 2008) 91

3.1 Kerangka Konsep 94

(21)

xx

Nomor Gambar Halaman 2.1 Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19 2.2 Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19 2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 20

2.4 Posisi Cradle Hold 23

2.5 Posisi Cross Cradle 23

2.6 Posisi Football Hold 23

2.7 Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal

(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 24 2.8 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di

Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha,

2009) 24

2.9 Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring

Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) 25 2.10 Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia,

2004 dalam Saleha, 2009) 25

2.11 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan 25

2.12 Cara Meletakkan Bayi 27

2.13 Cara Memegang Payudara 27

2.14 Cara Merangsang Mulut Bayi 27

2.15 Perlekatan yang Benar 27

2.16 Perlekatan yang Salah 27

2.17 Transisi Comfort menjadi Discomfort 41

2.18 Single Noun Scale 45

(22)

xxi

2.22 Graphic Rating Scale 48

2.23 Body Map 50

2.24 General Comfort Scale 51

2.25 General Body Visual Analog Discomfort Scale 52 2.26 Body Part Discomfort for High and Low Carry

Tasks 52

2.27 Postur Lengan Atas (Upper Arm) 67

2.28 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) 68

2.29 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) 69

2.30 Postur Leher (Neck) 73

2.31 Postur Batang Tubuh (Trunk) 74

5.1 Sofa dan Sejenisnya 124

5.2 Kursi Makan 124

5.3 Kursi Kantor/Kerja yang Dapat

Berputar/Adjustment 124

5.4 Kursi Kecil 124

5.5 Kursi Plastik tanpa Sandaran Punggung dan Tangan 124 5.6 Kursi Plastik dengan Sandaran Punggung dan

Tangan 124

5.7 Contoh Salah Satu Kursi Lainnya 125

(23)

xxii

Lampiran 1 Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Lampiran 4 Contoh Analisis RULA

Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Analisis RULA Lampiran 6 Form Penilaian RULA

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Mendalam Lampiran 8 Data Pendukung Lainnya

(24)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah diketahui bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI mengandung protein, karbohidrat, dan lemak dengan proporsi yang tepat untuk kebutuhan bayi. ASI merupakan sumber terbaik dari zat-zat gizi tersebut dalam enam bulan pertama. ASI juga mengandung asam lemak khusus, enzim pencernaan, vitamin, dan hormon yang dibutuhkan bayi pada enam bulan pertama. ASI juga dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. (Moore dan De Costa, 2006)

(25)

tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Oleh karena itu, menyusui menjadi suatu aktivitas rutin ibu setelah melahirkan.

Setelah pemberian ASI eksklusif, yaitu selama enam bulan pertama, pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Hal ini sebagaimana yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United International Childrens Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding, bahwa salah satu hal penting yang

harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal selain memberikan ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia enam bulan adalah meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009). Selain itu, di dalam Al-Qur’an juga dianjurkan bahwa selambat-lambatnya waktu menyapih adalah setelah anak berumur dua tahun. Firman Allah SWT dalam Surat Luqman Ayat 14 sebagai berikut:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.”

(26)

Selain itu, menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi maupun bagi ibu. Manfaat bagi bayi antara lain mengurangi frekuensi penyakit infeksi, dapat melancarkan pencernaan, memperkecil kejadian kelumpuhan, mengurangi alergi, memperkecil risiko obesitas, dan memperkecil risiko kerusakan gigi. Sedangkan manfaat bagi ibu antara lain mempermudah penurunan berat badan, lebih dekat dan lebih akrab dengan bayi, serta mengurangi risiko kanker payudara (Moore dan De Costa, 2006).

Pada umumnya, menyusui merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh ibu pasca melahirkan. Kegiatan menyusui dilakukan selama berjam-jam dan berkali-kali setiap harinya selama masa menyusui. Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-12 kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2

jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health, 2006).

(27)

payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010).

Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan Sudarmiati (2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh kesalahan posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet, lalu ibu enggan untuk menyusui. Akibatnya, produksi ASI menurun dan bayi tidak puas menyusu. Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai dengan permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan selama masa pemberian ASI. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.

(28)

bahwa postur tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering dihubungkan dengan faktor risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada posisi ergonomis, maka akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher, sakit pinggang, rasa semutan, pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan kesehatan lainnya.

Sebelum masuk ke dalam keluhan-keluhan tersebut, maka pekerja yang bekerja tidak pada posisi ergonomis, akan terlebih dahulu merasakan ketidaknyamanan, karena menurut Stanton et. al (2005), ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh yang menunjukkan adanya masalah ketidaksesuaian pekerja dengan pekerjaan, artinya ada faktor pekerjaan yang harus diubah. Ketidaknyamanan ini mempunyai dampak jangka panjang yang berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit (Pheasant, 2003). Oleh karena itu, prinsip ergonomi juga harus diterapkan pada ibu menyusui.

(29)

Administration (OSHA), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana menyesuaikan kondisi tempat kerja dan tuntutan pekerjaan dengan kemampuan pekerja. The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kenyamanan dapat tercipta salah satunya dengan menerapkan prinsip ergonomi. Oleh karena itu, dalam banyak penelitian sering dikaitkan antara kenyamanan dengan ergonomi.

Kenyamanan adalah unsur perasaan manusia yang muncul sebagai akibat minimalnya atau tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba, 1993 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Dengan kondisi yang nyaman, membuat manusia merasa sehat, betah melakukan aktivitas, dan mampu berprestasi (Grandjean, 1993 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Namun yang kemudian menjadi masalah adalah munculnya ketidaknyamanan.

(30)

menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala, dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga

disebutkan bahwa Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) merupakan sesuatu yang kompleks dan etiologinya kurang jelas sehingga menyebabkan kesulitan dalam melakukan penilaian faktor risiko. Oleh karena itu, secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan indikator risiko terjadinya WMSDs. Stanton et. al (2005) juga menambahkan bahwa ketidaknyamanan juga akan mempengaruhi work performance, kuantitas dan kualitas kerja menurun bahkan dapat meningkatkan error rates.

Pada ibu menyusui, ketidaknyamanan posisi dapat menjadi salah satu hal yang mempengaruhi aktivitas proses pemberian ASI seperti berkurangnya durasi menyusui atau pemberian ASI menjadi tidak maksimal. Jika ibu sering mengalami ketidaknyamanan, selain akan mengganggu aktivitas pemberian ASI, juga akan memunculkan risiko terjadinya kesakitan pada ibu atau berkembang menjadi MSDs karena aktivitas menyusui dilakukan ibu berulang-ulang setiap hari.

(31)

sebagai akibat dari posisi menyusui ibu yang bertahan selama 20-30 menit berkali-kali setiap hari. Hal ini diperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap 10 ibu menyusui di Kelurahan Pisangan.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengobservasi posisi ibu saat menyusui, dimana 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale yang diisi oleh ibu setelah ibu selesai menyusui.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa ada dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%). Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui

berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.

(32)

bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%).

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut dengan meninjau juga faktor-faktor lain yang dimungkinkan berkontribusi mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, antara lain seperti karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik aktivitas menyusui. Kelurahan Pisangan dipilih karena terdapat relatif banyak ibu menyusui.

(33)

B. Rumusan Masalah

Pada umumnya, menyusui merupakan aktivitas rutin sehari-hari bagi ibu yang baru melahirkan hingga batas waktu tertentu (enam bulan atau lebih). Selama masa pemberian ASI tersebut, ibu akan melakukan aktivitas menyusui secara berulang-ulang selama beberapa jam setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi. Secara umum kegiatan menyusui berlangsung selama 20-30 menit sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi setiap harinya. Selama melakukan kegiatan menyusui tersebut, ibu harus memposisikan diri dan bayinya secara tepat agar proses laktasi berjalan lancar dan menciptakan kenyamanan bagi ibu. Pada saat menyusui tersebut, ibu berada pada posisi tertentu dan posisi yang paling banyak digunakan ibu pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk. Sedangkan prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan pada aktivitas menyusui, sehingga masalah yang kemudian muncul adalah adanya ketidaknyamanan posisi ibu selama kegiatan menyusui berlangsung dan ini akan mengganggu proses menyusui maupun proses laktasi.

(34)

Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik. Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui

berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang. Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh dengan frekuensi terbesar yaitu pada leher dan punggung bagian atas yang masing-masing sebesar 23%. Berdasarkan permasalahan ini, peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk?

(35)

3. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk. b. Diketahuinya gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut

dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan) yang biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui.

c. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks

(36)

d. Diketahuinya gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013.

E. Manfaat

1. Bagi Ibu Menyusui

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu menyusui bahwa posisi yang tepat dan nyaman bagi ibu saat menyusui dapat memperlancar proses pemberian ASI.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu menyusui tentang risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu karena ketidaknyamanan ibu akibat posisi menyusui yang kurang tepat.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk menerapkan posisi menyusui yang benar dan ergonomis sehingga ibu dapat menyusui dengan nyaman dan proses menyusui menjadi lancar. 2. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian terkait ergonomi dan kenyamanan kerja.

b. Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu K3 yang

(37)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012-Mei 2013 pada beberapa ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui dengan posisi duduk.

(38)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Menyusui

Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makanan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun SDM berkualitas. Seperti kita ketahui, ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. (Saleha, 2009)

Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Menurut Saleha (2009), dengan proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi, maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya.

World Health Oraganization (WHO) dan United International Childrens

Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child

Feeding, merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk

(39)

sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009).

Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Segera setelah terjadi kehamilan, maka korpus luteum berkembang terus dan mengeluarkan esterogen dan progesteron untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI.

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika bayi mengisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals) menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara (Saleha, 2009).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain sebagai berikut (Saleha, 2009):

1. Frekuensi pemberian ASI. 2. Berat bayi saat lahir.

3. Usia kehamilan saat melahirkan. 4. Usia ibu dan paritas.

(40)

6. Mengkonsumsi rokok. 7. Mengkonsumsi alkohol. 8. Penggunaan pil kontrasepsi.

1. Manfaat Menyusui

Di samping ASI yang memiliki banyak manfaat untuk bayi, kegiatan menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun negara. Berikut beberapa manfaat dari menyusui yaitu (Saleha, 2009):

a. Manfaat bagi bayi

1) Komposisi sesuai kebutuhan.

2) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. 3) ASI mengandung zat pelindung.

4) Perkembangan psikomotorik lebih cepat. 5) Menunjang perkembangan kognitif. 6) Menunjang perkembangan penglihatan. 7) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak. 8) Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat.

9) Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri. b. Manfaat bagi ibu

(41)

2) Mencegah anemia defisiensi zat besi.

3) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil. 4) Menunda kesuburan.

5) Menimbulkan perasaan dibutuhkan.

6) Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium. c. Manfaat bagi keluarga

1) Mudah dalam proses pemberiannya. 2) Mengurangi biaya rumah tangga.

3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat biaya untuk berobat.

d. Manfaat bagi negara

1) Penghematan untuk subsidi pemakaian obat-obatan untuk anak. 2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula.

3) Mengurangi polusi, salah satunya karena sampah bungkus susu formula.

4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

2. Frekuensi dan Lama Menyusui

(42)

juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on Woman’s Health, 2006).

Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010).

3. Posisi dan Perlekatan Menyusui

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.

Gambar 2.1

Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar (Perinasia, 1994

dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.2

Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar (Perinasia, 1994

(43)

Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu:

a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.

b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada

punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau duduk di kursi.

Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang) memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.

Gambar 2.3

(44)

Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk yang berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.

a. Cradle Hold

Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui. Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi caesar, bayi yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai penyangga).

Cara:

1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.

2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan).

3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku.

(45)

b. Cross Cradle

Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah melahirkan, ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat ibu berada pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi didekatkan pada payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk mendekatkan payudara ke bayi.

Cara:

1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.

2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan bila akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya).

3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada tangan yang sama.

4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara. c. Football Hold

(46)

Cara:

1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu,

dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan).

2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping

(seperti mengapit tas).

3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh bayi menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu.

4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh yang digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi.

Gambar 2.4 Posisi Cradle Hold

Gambar 2.5 Posisi Cross Cradle

(47)

Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik (Bahiyatun, 2009):

a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu. b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara. c. Areola tidak terlihat dengan jelas.

d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan ASI-nya.

e. Bayi terlihat tenang dan senang.

f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu.

Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha, 2009)

Gambar 2.7

Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal (Perinasia, 1994

dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.8

(48)

Gambar 2.9

Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)

4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar

Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009) adalah sebagai berikut:

1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada

puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu.

2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu.

3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.

Gambar 2.10

Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)

Gambar 2.11

Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam

(49)

4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan bokong bayi disokong dengan telapak tangan).

5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan. 6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap

payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi). 7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus. 8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.

10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan ke mulut bayi.

(50)

12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.

Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:

1) Bayi tampak tenang.

2) Badan bayi menempel pada perut ibu. 3) Mulut bayi terbuka lebar.

Gambar 2.12 Cara Meletakkan Bayi

Gambar 2.13

Cara Memegang Payudara

Gambar 2.14

Cara Merangsang Mulut Bayi

Gambar 2.15 Perlekatan yang Benar

(51)

4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.

5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak

yang masuk.

6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan. 7) Puting susu tidak terasa nyeri.

8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 9) Kepala bayi agak menengadah.

a. Latch-On

Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (nipple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian besar dari areola akan masuk di dalam mulut bayi.

Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara, tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.

(52)

bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu mulut bayi.

Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi. Hal ini dilakukan agar:

1) Aliran ASI lebih lancar.

2) Mencegah lecet pada puting susu ibu. 3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusu. 4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat.

5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.

Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling) tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut:

1) Lidah bayi berada di bawah puting susu.

(53)

3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat selama proses menyusui berlangsung.

Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. (Saleha, 2009)

b. Let-Down

Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli atau sedikit nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda dari refleks let-down.

(54)

salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan selanjutnya. (Saleha, 2009)

Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Saleha, 2009):

1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong punggung dan lengan ibu.

2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).

3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi untuk ibu selama proses menyusui.

4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu

dalam proses menyusui.

5) Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan

selama proses menyusui berlangsung.

B. Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari Bahasa Yunani “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Pada berbagai negara digunakan

istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman dan Human Factors Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah

(55)

of work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi di Indonesia digunakan pula

istilah tata karya atau tata kerja. (Suma’mur, 2009)

Menurut Tarwaka (2004) dalam Sutarna (2011) ergonomi adalah ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Kubangun (2010), ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada tempat kerja dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman.

Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, higiene, teknologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Di dalam perkembangan dan prakteknya, ergonomi bertujuan untuk (Sundari, 2010):

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka

mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak

(56)

3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.

The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan bahwa

tujuan akhir ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1993) dalam Widhyasari (2011) juga mengemukakan bahwa, ergonomi dapat menurunkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Manuaba (1998) dalam Widhyasari (2011), lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan lebih cepat selesai; risiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; dan rasa sakit berkurang atau tidak ada.

(57)
(58)

C. Kenyamanan (Comfort) 1. Pengertian

Kenyamanan dalam Bahasa Inggris kontemporer memiliki empat makna. Yang pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari suatu kondisi atau perasaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort). Makna yang kedua dari kenyamanan adalah

Bagan 2.1

(59)

keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari

ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman (comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991). Dalam Kolcaba (2001), kenyamanan (comfort) secara teoritis didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for ease, relief, and transcendence).

Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan. Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan yang kompleks secara umum.

(60)

Sementara itu, Branton (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak nyaman. Dia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, juga bukan merupakan perasaan yang bersifat sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan yang tidak tertahankan.

Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) juga menggambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama seperti Branton. Menurut keduanya, kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.

(61)

mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya.

The Cambridge Advanced Leamer’s Dictionary dalam Ardiana (2007)

mendefinisikan comfort sebagai perasaan senang, menjadi relaks, dan bebas dari sakit/nyeri. Shen dan Parsons (1997) dalam Ardiana (2007) menjelaskan bahwa kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis.

De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang didefinisikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari

faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi (comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological, psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan

(comfort is a reaction to the environment). 2. Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh

(62)

sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial. (Karwowski dan Marras, 2003)

Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh Helander dan Zhang (1997) dalam Tan et. al (2008), diakibatkan oleh faktor biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:

Tabel 2.1

Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008)

(63)

Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi ketidaknyamanan, namun hal ini tidak langsung menghasilkan rasa nyaman. (Zhang, 1996)

(64)

3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort) Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar:

Gambar 2.17

Transisi Comfort menjadi Discomfort

Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman akan berkurang. Hal ini berarti bahwa faktor biomekanik yang baik mungkin tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada pengertian bahwa faktor biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman. (Tan et. al, 2008)

4. Cara Mengukur Kenyamanan

(65)

secara pasti, kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka.

Karwowski dan Marras (2003) mencoba mengukur kenyamanan secara objektif melalui pengukuran ketidaknyamanan dengan melihat empat aspek yaitu: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Contohnya seperti duduk pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan ketidaknyamanan, dimana intensitasnya tergolong rendah hingga menengah dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu jam pertama kemudian berada pada level konstan, ketidaknyamanan akan mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.

a. Intensitas

(66)

mempunyai skala yang berusaha agar dapat lebih objektif dalam mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga dapat diukur melalui perubahan perilaku (yaitu menggunakan behaviuor rating scales) atau perubahan hubungan biomekanik dan fisiologis.

Penjelasan selengkapnya tentang cara mengukur intensitas ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:

1) Biomechanical and Physiological Correlates

Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik (mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling. Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena adanya peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan sebagai alat penilaian objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit, tingkat keringat, dan suhu tubuh.

(67)

pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan (comfort), seperti kebudayaan barat memahami bahwa nyaman sama dengan keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot. 2) Behaviour Rating Scales

Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi perilaku yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Branton (1969) dalam Karwowski dan Marras (2003) menyebutkan bahwa dalam posisi duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin ia merasa tidak nyaman.

Shackel et. al (1969) Karwowski dan Marras (2003) juga menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk sebagai pengukuran objektif juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya ketidaknyamanan. Hal ini sekarang telah didukung oleh adanya teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk menganalisis perubahan posisi duduk.

(68)

verbal. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi ergonomi.

3) Verbal Rating Scales

Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang

menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.

Gambar 2.18

Single Noun Scale

Gambar 2.19

Multiple Noun Scale

Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya diisi oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai dengan yang dirasakan oleh pekerja.

(69)

kekurangan dari metode ini adalah pilihan yang ditunjukkan terbatas dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan lainnya adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam

menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya, pekerja merasakan “mati rasa” yang diinterpretasikan memiliki intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan “kaku”, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikannya

sebaliknya.

4) Visual Analog Scales

Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan

dapat berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.20

Visual Analog Scale

Gambar

Gambar 2.1 Gambar 2.2
  Gambar 2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang
Gambar 2.4
Gambar 2.7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, distribusi jawaban responden tentang Pengetahuan Ibu menyusui mayoritas responden memberikan jawaban benar pada

sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “ Posisi Duduk Saat Defekasi dan Obesitas Sebagai Faktor Risiko terhadap Kejadian Hemorrhoid di Bagian Bedah

Tingkat pengetahuan ibu tentang cara menyusui di kelurahan paya pasir medan marelan adalah dengan pengetahuan baik sebanyak 13 orang (22,4%), pengetahuan sedang 45 orang

Tingkat pengetahuan ibu tentang cara menyusui di kelurahan paya pasir medan marelan adalah dengan pengetahuan baik sebanyak 13 orang (22,4%), pengetahuan sedang 45 orang

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul” Faktor-Faktor Ibu Menyusui Dalam Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Tahun

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka hasil penelitian akan menguraikan gambaran demografi responden dan keefektifan proses menyusui yang meliputi posisi ibu dan bayi yang

Hasil analisa Efektifitas pemberian posisi menyusui Cradle Hold terhadap penurunan nyeri episiotomi pada ibu post partum di Ruang Camar I RSUD Arifin Achmad

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang daun katuk sebagai pelancar ASI dalam kategori cukup sebanyak 13 orang