• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

ASSESMENT KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

Nadya Hanifa Burmawi

108101000049

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3)

iii Skripsi, Juni 2015

Nadya Hanifa, NIM: 108101000049

Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Halaman + 14 Tabel + 19 Gambar + 2 Bagan + 10 Lampiran

ABSTRAK

Penerapan ergonomi yang tidak tepat sering terjadi pada ibu menyusui saat duduk. Ibu menyusui lebih sering mengabaikan kenyamanan mereka yang dapat menimbulkan postur janggal mengakibatkan keluhan rasa sakit. Gejala yang umum terjadi akibat penerapan ergonomi yang tidak tepat adalah timbulnya risiko ergonomi akibat kerja berupa MSDs. Namun masalah muncul adalah postur tubuh ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk apa yang meminalisasi timbulnya risiko ergonomi.

Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk melihat gambaran analisis posisi duduk ibu menyusui menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan observasional terhadap postur tubuh pada ibu menyusui menggunakan metode ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk mendapatkan gambaran postur kerja dari aktivitas ibu menyusui dalam posisi duduk menggunakan kursi ergonomis, kursi biasa dan tidak menggunakan kursi.

Hasil yang diperoleh pada ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis menggunakan metode RULA skornya 6 level risiko sedang, sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 30,8% (4 orang) dan siku kiri 31,2% (5 orang). Pada ibu menyusui menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan siku kanan (3orang). Pada ibu menyusui tidak menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 53,8% (7 orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah kiri sebanyak 44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang). Sedangkan berdasarkan hasil observasi yang ditemukan postur janggal pada posisi duduk ibu yang kursi/sofa dan yang tidak menggunakan kursi terdapat postur janggal pada bagian tubuh seperti leher, lengan, punggung, kaki kecuali menggunakan kursi ergonomis yang menggalami postur janggal pada bagian leher dan lengan. Oleh karena itu disarankan ibu menyusui untuk untuk duduk secara benar baik menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak mengunakan kursi dengan duduk membentuk huruf S apabila dilihat dari samping, adanya bantalan pada punggung.

(4)

iv Undergraduate Thesis, Juli 2015

Nadya Hanifa, NIM: 108101000049

Analysis Posture of Breast Mother in Sitting Position using Rapid Upper Limb Assesment in Kelurahan Pisangan

xvii + 106 Pages + 14 Tables + 19 Figures + 2 Schemes + 10 Attachments

ABSTRAK

Improper application of ergonomics often occurs in breastfeeding mothers when sitting. Breastfeeding mother sometime abandon their convenience which can result in awkward postures and pain. The common symptoms to improper application of ergonomics is the emergence of ergonomic is the occupational risk in form of MSDs. But the problem came with breastfeeding sit position and the equiptment that can minimize ergonomic risk.

Because of that, this research tried to study about representation analysis sitting position of breastfeeding mother with RULA in Kelurahan Pisangan 2014. This study used descriptive method with quantitative approachment and observational approachment toward posture of breastfeeding mother with ergonomic risk assesment RULA (Rapid Upper Limb Assesment) method. To get an overview of the activities of breastfeeding mothers in sitting position, we use ergonomic chairs, regular chairs and no chair.

The results are in breastfeeding mothers using ergonomic chairs with RULA methods the score is 6 levels moderate risk, whereas most risky posture is neck as much as 30.8% (4 people) and left elbow 31.2% (5 people). In breastfeeding mothers using the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the back of 23.1% (3 people), left elbow 37.5% (3 people) and right elbow (3 people). In nursing mothers did not use the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the neck as much as 53.8% (7 people), back as much as 61.5% (8 people), left forearm as much as 44, 4% (4 people), and the left elbow as much as 50% (8 people). While based on the observation, women found awkward postures in the sitting position who used chairs / sofas and women found comfort at the part of body such as neck, arms, wrists, back, legs except when used ergonomic chairs they felt comfort at back. Therefore advisable for breastfeeding mothers to sit correctly either use an ergonomic chair, chair/sofa, and no chair to sit down to form the letter S when viewed from the side, the pads on the back.

Keywords: Breastfeeding, Sitting Position, Posture.

(5)
(6)
(7)

vi Data Diri

Nama Lengkap : Nadya Hanifa Burmawi

Tempat Tanggal Lahir : Padang, 05 November 1990

Alamat : Jl.Kantil II Blok H2 No.25 Harapan Kita,

Karawaci-Tangerang.

Telepon : 085697549711

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Email : hanifanadya@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1996 – 2002 : SD Islam Al-Isqitomah Tangerang

2002 – 2005 : SMP Negeri 19 Tangerang

2005 – 2008 : SMA Negeri 5 Karawang

2008 – sekarang : S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN MAGANG

Januari-Februari 2012 : Divisi Health Safety and Environment (HSE) PT

Krakatau Steel (Persero) Tbk.

PENGALAMAN ORGANISASI

 Paskibra SMP Negeri 19 Tangerang

(8)

vii Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas Berkat dan

Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar

Muhammad Shallallahu‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut

mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam

memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM). Penyelesaian skripsi ini melalui banyak proses yang

telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah

mendidik dan membesarkan saya hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal

tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan. Selalu mendoakan dan memberikan

motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi untuk tidak berhenti

berusaha dan melakukan yang terbaik.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(9)

viii skripsi ini.

5. Ibu Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II yang telah

memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan

skripsi ini.

6. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D sebagai sebagai penguji I skripsi saya yang

sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

7. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM sebagai penguji II skripsi saya yang

sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

8. Ibu Meilani M Anwar, SKM, M.T sebagai penguji III skripsi saya yang sudah

memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.

9. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu

pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi.

10.Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu

dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan.

11.Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

12.Adik penulis dan keluarga besar untuk semangat dan motivasinya supaya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.

13.Saudari-saudariku Risma Budiyanti, Maratush Sholilah, Ade Rahmi, dan Ade

Fithrotinnadhiroh

14.Sahabat penulis Sinthi Ayesha yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk

(10)

ix

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat

banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis

berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2015

(11)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat ... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Ergonomi ... 11

B. Faktor Risiko Ergonomi ... 12

(12)

xi

D. Anatomi Tulang Belakang ... 27

E. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ... 29

1. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ... 29

2. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... 39

3. QEC (Quick Exposure Checklist) ... 41

4. OWAS (Ovako Working Posture Analysing System) ... 42

5. BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors) 43 6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH ... 45

7. JSI (Job Strain Index) ... 45

8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards ... 45

9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA Checklist……….46

F. Desain Kursi ... 47

1. Kursi Ergonomis ... 49

2. Kursi Non Ergonomis ... 51

G. Kerangka Teori ... 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 54

A. Kerangka Konsep ... 54

B. Definisi Operasional ... 56

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Desain Penelitian ... 59

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 59

D. Instrumen Penelitian ... 59

E. Pengumpulan Data ... 61

F. Pengolahan Data ... 65

G. Analisis Data ... 70

BAB V HASIL ... 71

(13)

xii

Kursi Ergonomis ... 73

2. Gambaran Postur Duduk Menggunakan Kursi/Sofa ... 76

3. Gambaran Postur Duduk Tidak Menggunakan Kursi ... 82

B. Gambaran Analisis Postur Tubuh di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 86

C. Gambaran Posisi Janggal Ibu Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 88

BAB VI PEMBAHASAN... 90

A. Keterbatasan Penelitian ... 90

B. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 90

C. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 96

(14)

xiii

Nomor Tabel Halaman

2.1 Postur janggal dan kemungkinan terjadinya

sakit atau gejala lainnya 17

2.2 Skor Grup A 33

2.3 Berat Beban 34

2.4 Grand Total Score Table 34

2.5 Skor Grup B 37

2.6 Berat Beban 37

2.6 Neck, trunk and leg score 38

3.1 Definisi Operasional 56

5.1 Distribusi Posisi Duduk Ibu saat Menyusui

di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 71

5.2 Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun

Menggunakan Kursi Egonomis di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 73

5.3 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 76

5.4 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur

0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan

(15)

xiv

0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 86

5.6 Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis,

Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui

Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan

Tahun 2014 89

(16)

xv

Nomor Bagan Halaman

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja 13

(17)

xvi

Nomor Gambar Halaman

5.2 Posisi duduk yang benar saat menyusui 23

5.3 Posisi berdiri yang benar saat menyusui 24

5.4 Posisi rebahan yang benar saat menyusui 25

5.5 Posisi cradle hold yang benar saat menyusui 25

5.6 Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui 26

5.7 Posisi football hold yang benar saat menyusui 27

5.8 Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui 27

5.9 Postur Bagian Lengan Atas 31

5.10 Postur Bagian Lengan Bawah 32

5.11 Postur Pergelangan Tangan 32

5.12 Postur Putaran Pergelangan Tangan 33

5.13 Postur Leher 35

5.14 Postur Punggung 36

5.15 Postur Kaki 36

3.1 Kerangka Konsep 55

4.1 Timbangan Digital 60

4.2 Samsung ST65 60

4.3 Busur Derajat 61

(18)

xvii

Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Form Pengukuran RULA

Lampiran 4 Contoh Analisis RULA

Lampiran 5 Form Nordic Body Map

Lampiran 6 Data Kursi Ergonomis

Lampiran 7: Contoh Gambar Sofa yang Digunakan Ibu Menyusui

Lampiran 8: Contoh Gambar Kursi yang Digunakan Ibu Menyusui

Lampiran 9 Foto IbuMenyusui

Lampiran 10 Hasil Pengukuran RULA

(19)

1 A. Latar Belakang

Menurut Soedarjatmi (2003) sikap duduk yang salah (tidak ergonomis)

akan meningkatkan risiko terpajan nyeri punggung bawah. Menurut Chang

(2006), 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah

duduk yang terjadi pada saat mereka bekerja atau yang aktivitasnya lebih banyak

dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan posisi yang salah dapat

menyebabkan otot-otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak

jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan

penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia

nukleus pulposus (Idyan dalam Harnoto, 2009).

Saat duduk juga dilakukan aktivitas mengangkat dan membungkuk, maka

pembebanan pada tulang belakang juga semakin besar. Hal itu dapat

menyebabkan nyeri punggung bawah. Gangguan fungsi itu timbul akibat tidak

seimbangnya otot perut dan otot pinggang yang menyangga tulang belakang

(Tarwaka, 2004). Wawancara yang dilakukan Klinpikul (2010) untuk penelitian

yang berjudul Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of Thai

Women ditemukan bahwa duduk untuk jangka waktu yang panjang pada ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dapat menyebabkan sakit, nyeri di

(20)

Posisi nyaman yang dilakukan ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun belum sesuai dengan posisi menyusui yang benar dalam keadaan duduk

seperti terlalu membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal

(Suradi, 2004). Sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu

kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis

tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidaksesuaian antara

ibu dan lingkungan setempat. Maka sebaiknya ibu dapat mengambil posisi duduk

lebih baik menggunakan kursi, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan

agar kaki tidak bergantung maka harus diberi penyangga (Suradi, 2004).

Kalau diperhatikan pada lingkungan sekitar, maka akan ditemukan

obyek-obyek fisik buatan manusia seperti: kursi, meja, tempat tidur, ball point

dan sebagainya. Kursi untuk tempat duduk misalnya, mempunyai kegunaan yang

istimewa bagi manusia, apabila perancangannya memperhatikan sistem

manusia-kursi. Artinya ukuran dari kursi tersebut harus memperhatikan

ukuran-ukuran manusia yang menggunakannya, dan bentuk atau tipe dari kursi harus

memperhatikan tujuan pemakaiannya. Jelas disini, bahwa untuk bisa merancang

suatu sistem kerja yang baik, harus menyeimbangkan fungsi manusia sebagai

pihak yang aktif dengan fungsi obyek yang dibuat sebagai pihak yang pasif.

Menurut penelitian yang dilakukan Fahma, dkk (2010) dengan judul

Perancangan Kursi untuk Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun

berdasarkan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah

(21)

bayi yang berumur 0-2 tahun berdasarkan antropometri penggunanya. Penelitian

lain yang dilakukan Iqbal (2013) dengan judul Pengembangan Model Kursi Bagi

Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran

Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) menemukan

ukuran-ukuran untuk dimensi rancangan kursi ergonomis melalui data

antropometri wanita di Indonesia (Chuan dkk, 2010) dengan data antropometri

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan. Oleh karena

adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan penggunaan kursi

ergonomis pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun khususnya di

Kelurahan Pisangan. Umumnya posisi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun cenderung sama di semua tempat.

Postur tubuh menjadi suatu bahan yang menarik untuk dikaji, hal ini

terbukti dengan munculnya berbagai metode analisis postur. Berbagai

metode-metode itu ialah Ovako Working Posture Analysing System (OWAS), Quick

Exposure Checklist (QEC), Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors

(BRIEF), Rapid Entire Body Assesment (REBA), Rapid Upper Limb Assesment

(RULA), Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH, Job Strain Index,

PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards, The

Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA

Checklist.

Metode-metode tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi postur kerja,

(22)

memberikan rekomendasi perbaikan postur kerja. Rekomendasi ditunjukkan

dengan menentukan klasifikasi postur, sudah termasuk aman atau belum

kemudian tindakan apa yang perlu dilakukan.

Metode RULA yang dikembangkan untuk menginvestigasi secara

ergonomi keadaan di tempat kerja dimana terdapat adanya keluhan-keluhan

cedera yang disebabkan oleh beban kerja pada tubuh bagian atas (McAtamney&

Corlett, 1993). Sehingga analisis postur tubuh menggunakan posisi duduk pada

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun lebih efektif bila menggunakan

metode RULA. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan atas,

lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang dipakai

(statis/dinamis), jumlah pekerjaan.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk

menggunakan kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Hasil

kuesioner Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan

sakit, nyeri, kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher

(23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan

bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Oleh

karena itu, pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun permasalahan

ergonomi terutama sangat terkait dengan postur tubuh yang tidak baik dan harus

melakukan pekerjaan yang berulang-ulang yaitu menyusui pada posisi duduk

(23)

Gerakan postur janggal adalah salah satu faktor risiko terjadinya gangguan,

penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka (Cohen dkk, 1997).

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, maka peneliti ingin mengetahui

mengenai analisis postur tubuh yang berhubungan dengan posisi duduk ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan metode RULA. Penelitian

ini merupakan penelitian bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang

diterapkan pada postur tubuh ibu yang dapat terjadi postur janggal dan posisi

duduk ibu yang diukur menggunakan metode RULA melalui aktivitas menyusui

yang dilakukan ibu-ibu pasca melahirkan pada umumnya. Aktivitas menyusui

dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa

menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses

bekerja. Adanya penelitian ini, menunjukkan bahwa K3 dapat diterapkan dimana

saja yang terdapat aktivitas.

B. Rumusan Masalah

Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun harus mempunyai

keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi

pada payudara yang tepat (IDAI, 2008). Menurut Kristiyanasari (2009), posisi

yang nyaman untuk menyusui sangat penting dan banyak cara untuk

memposisikan ibu dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Ibu menyusui

bayi yang berumur 0-2 tahun lebih sering mengabaikan memposisikan dirinya

selama aktivitas menyusui berlangsung sehingga menimbulkan postur janggal

(24)

posisi yang salah sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengurangi kenyamanan.

Akibatnya sering terjadi keluhan pada bagian punggung bagian bawah

dikarenakan sikap duduk yang kurang ergonomis dan duduk dalam posisi statis

seperti posisi membungkuk (kurang dari 90 derajat) dapat memicu kerja otot

yang yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan dan aliran darah ke otot

terhambat. Ibu yang menyusui sering mengalami posisi duduk yang terlalu

membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal mengakibatkan

timbulnya kelelahan, sakit dan rasa nyeri.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari

2013 di Kelurahan Pisangan terhadap 10 ibu menyusui bayi yang berumur 0-2

tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk menggunakan

kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Adapun hasil kuesioner

Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan sakit,nyeri,

kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher (23%),

punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah

(12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.

Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin mengetahui gambaran analisis posisi

duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun (menggunakan kursi/sofa,

kursi ergonomis, dan tidak menggunakan kursi) di Kelurahan Pisangan lebih

(25)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan kursi

ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi

yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui maksud dilakukannya

penelitian melalui tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan RULA di Kelurahan

Pisangan tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun

(26)

b. Diketahuinya gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,

kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang

berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014.

c. Diketahuinya gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan

kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun

2014.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian untuk mengetahui manfaat dilakukannya penelitian ini

bagi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dan masyarakat yang

membutuhkan referensi penelitian ini.

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti

lain yang akan atau sedang meneliti terkait tentang analisis postur tubuh ibu

menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan

metode RULA.

2. Bagi Ibu Menyusui

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun akan pentingnya posisi duduk

(27)

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi

mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai

gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun

dalam posisi duduk menggunakan metode RULA sebelum dan sesudah

menggunakan kursi ergonomis di Kelurahan Pisangan.

F. Ruang LingkupPenelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Kesehatan

Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui gambaran analisis postur

tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk

menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2014.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan

Februari-Juli 2013 pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang

menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak

menggunakan kursi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan pendekatan

kuantitatif dan pendekatan observasional dengan menggunakan metode

ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

.

Populasi

(28)

menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak

menggunakan kursi yang berjumlah 83 orang.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner nordic body map,

wawancara, observasi, dan pengukuran langsung lembar RULA. Pengumpulan

data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di

Kelurahan Pisangan Ciputat Timur melalui posyandu. Analisis data yang

(29)

11 A. Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu yang memiliki perhatian pada desain dari sistem

di mana manusia melakukan sebuah aktifitas pekerjaan. Asal kata ergonomi berasal

dari bahasa yunani, yaitu ergon yang berarti bekerja dan nomos yang berarti hukum.

Ergonomi bertujuan untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan dan

efisiensi pekerjaan selama mereka berada didalam lingkungan kerjannya (Bridger

dalam Aryanto, 2008).

Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan

pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan

tercapainya produktifitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen

kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian

pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan

kerja (Suma’mur dalam Aryanto, 2008).

Untuk kebanyakan orang, ergonomi adalah suatu konsep atau sebuah ide.

Ergonomi adalah cara pandang terhadap dunia, bagaimana manusia berpikir dan

bagaimana mereka berinteraksi dengan semua aspek dari lingkungan, peralatan

(30)

B.Faktor Resiko Ergonomi

Faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berpotensi

menimbulkan kerugian atau efek terhadap kesehatan sehubungan dengan

ergonomi. Menurut Bridger (2003) ada beberapa faktor risiko ergonomi yaitu

faktor fisik pekerjaan, faktor organisasi kerja dan faktor psikososial dalam Astuti

(2009).

a) Postur Tubuh

Menurut Pheasant (1991) postur adalah orientasi relatif dari posisi

rata-rata setiap bagian tubuh hampir pada setiap waktu dan postur tubuh

seseorang dipengaruhi oleh gerakan yang diakukan. Postur seseorang

dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang

dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan

(Pheasant, 1986). Menurut Pulat (1991) postur kerja sebagai posisi tubuh

pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan

desain area kerja dan task requirements.

Peranan penting dalam ergonomi yaitu postur dan pergerakan

memegang. Postur janggal (awkwark posture) salah satu penyebab utama

gangguan otot rangka. Menurut Bridger (1995) postur tubuh ketika bekerja

dapat dipengaruhi oleh faktor personal, karakteristik pekerjaan, dan desain

(31)

Bagan 2.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja (Bridger, 2003)

Task requirements

Working posture

Workspace Personal factor

1. Workspace design seperti dimensi tempat duduk, dimensi permukaan

kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan

kualitas pencahayaan.

2. Task Requirements seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk

pekerjaan manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat,

pekerjaan statis atau dinamis.

3. Karakteristik pekerja/personal factor seperti umur, antropometri, berat

badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal

sebelumnya, injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya,

penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas (Bridger, 2003).

Postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi

tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian

penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat

keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem

(32)

dua jenis postur yang sering terjadi ketika bekerja dengan pusat pendukung

yang berbeda yaitu:

a) Postur duduk

Menurut Pheasant (1991) postur duduk melibatkan fleksi pada lutut

dan fleksi punggung terhadap paha dan saat posisi duduk pusat pendukung

tubuh adalah tulang pungung terhadap pelvis. Postur duduk lebih disenangi

secara psikologis karena kelebihannya untuk mendukung postur yang stabil

pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, dan sesuai dengan

pekerjaan yang dilakukan (Pheasant, 1986).

Menurut Bridger (1995) umumnya seseorang tidak mampu untuk

duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka

akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang

agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara

anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan.

b) Postur berdiri

Saat posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Menurut

Bridger (2003) ada beberapa manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan

berdiri yaitu jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi

duduk, berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/force, pekerja

yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja yang

duduk dan kaki sangat efektif pada damping vibration. Beban statis,

penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena dapat

(33)

berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat

sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger dalam

Astuti, 2009).

Menurut ILO (1998) secara alamiah postur terbagi menjadi dua yaitu:

a. Postur Statis :

Postur statis merupakan postur yang tetap atau sama hampir

disepanjang waktu. Pada postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot

dan sendi, sehingga beban yang ada adalah beban statis. Dalam kondisi ini

suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga

akan menggangu proses metabolism tubuh. Permasalahan dalam pekerjaan

statis adalah postur yang sama dalam jangka waktu yang lama sehingga

dapat menyebabkan stress atau tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam

Astuti (2009).

b. Postur Dinamis :

Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan

panjang dan peregangan pada otot serta adanya perpindahan beban. Postur

dinamis melibatkan adanya gerakan. Posisi yang paling nyaman bagi tubuh

adalah posisi netral dengan pergerakan. Akan tetapi jika pergerakan

tersebut terjadi terus menerus dan kelanjutan maka dapat membahayakan

kesehatan.

Hal ini dapat terjadi karena pergerakan yang berkepanjangan akan

(34)

pergerakan yang ekstrim atau ketika menangani beban yang berat.

Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot,

aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur

tersebut.Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko

menimbulkan cidera adalah postur janggal.

Postur janggal merupakan posisi tubuh/segmen tubuh yang

menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal pada saat

melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh

manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal

akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian

sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka.

Postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada

beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru

untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal,

maka semakin banyak energy yang dibutuhkan untuk memepertahankan

kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan

semakin kuat (Bridger dalam Kurniawati, 2009). Berikut beberapa postur

janggal yang berisiko menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu (Van

(35)

Tabel 2.1 : Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya

Sumber: Van Wely dalam ILO, 1998.

Postur Janggal Alokasi kemungkinan sakit atau gejala lainnya.

Berdiri Pada kaki, region lumbal

Duduk tanpa dukungan lumbar Pada region lumbal

Duduk tanpa dukungan punggung Pada otot-otot punggung

Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai

Pada lutut, kaki dan region lumbar

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi

Pada bahu dan otot-otot leher

Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertical

Pada bahu dan lengan bagian atas

Tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh atau tinggi)

Pada bahu dan lengan bagian atas

Kepala mendongkak Pada region leher

Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan

Pada region lumbal, otot-otot punggung

Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul

Pada region lumbal, otot-otot punggung

Semua posisi tegang Pada semua otot (karena semua otot-otot

terlibat)

Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi

(36)

Semakin sering dan lama terjadinya postur janggal maka akan semakin

perbesar kemungkinan risiko yang ditimbulkan. Selain itu derajat kejanggalan

yang terjadi juga menentukan risiko yang ditimbulkan (Astuti, 2009).

b) Frekuensi

Banyaknya frekuensi aktivitas (mengangkat atau memindahkan) dalam

satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi

gerakan postur janggal ≥ 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap

pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa

lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa

berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan

berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya

edema atau pembentukan jaringan perut. Akibat adanya jaringan parut maka

akan terjadi penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi syaraf.

Terganggunya fungsi syaraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang

menyebabkan berkurangnya respon syaraf dapat menyebabkan kelemahan pada

otot (Humantech, 1995).

c) Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat

sebagai menit-menit dari jam kerja atau hari pekerja perpajan risiko. Durasi juga

dapat dilihat sebagai pajanan atau tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan

berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada

(37)

Durasi dibagi sebagai berikut :

a) Durasi singkat : < 1 jam/hari

b) Durasi sedang : 1-2 jam/hari

c) Durasi lama : > 2 jam

Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan

berulang-ulang adalah keletihan atau kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami

kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi

dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat

untuk memberikan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau memberikan

uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Germain dalam Munir, 2008).

d) Force/ gaya

Force/ gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk

melakukan gerakan atau peregangan (American Dental Association, 2004).

force/ gaya juga dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan

sesuatu force/ gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang

ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar force/ gaya yang

harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan

untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga

akan semakin besar dalam Astuti (2009)

e) Faktor Objek

1. Berat objek

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat

(38)

mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas

discus). Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordosis

berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan tekanan pada jaringan

lunak. Selain itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena

dipicu peningkatan tekanan pada discus intervertebra (Bridger, 1995).

2. Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan

otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit

mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak

atau bahu lebih 300-400mm, panjang lebih dari 350mm dengan ketinggian

lebih 450mm. sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan,

tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat

objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena

kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 1999).

C. Menyusui

Menurut Roesli (2000), menyusui adalah proses pemberian ASI kepada bayi,

dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI.

Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan

alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan

pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama

suami. Lawrence dalam Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah

(39)

keadaan miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat

menyelamatkan kehidupan bayi.

1. Definisi ASI

Air Susu Ibu adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak

dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh

kelenjar-kelenjar mamari pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan

alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bayi sejak lahir hingga berusia 2

tahun lebih (Siregar, 2004).

ASI diproduksi atau dibuat oleh kelenjar susu atau pabrik ASI. Kemudian

disalurkan melalui saluran susu ke gudang susu yang terdapat dibawah daerah

yang berwarna gelap atau cokelat tua disekitar putting susu. Gudang susu ini

sangat penting artinya, karena merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu

mengandung banyak saraf sensoris sehingga sangat peka. ASI diproduksi atas

hasil kerja gabungaan antara hormon dan refleks. Selama hamil, terjadilah

perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu

untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang

mulai kehamilan 6 bulan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan

payudara mulai memproduksi ASI (Roesli, 2000).

2. Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,

diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih sampai

bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan

(40)

Menurt Roesli (2000) yang berpendapat bahwa yang dimaksud ASI

eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya

diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lainnya seperti susu formula, jeruk,

madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan tambahan padat seperti

pisang,papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Pemberian asi secara

eksklusif ini dianjurkan unutk jangka waktu setidaknya 4 bulan, tetapi bila

mungkin 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus dikenalkan dengan

makanan padat, sedangkan asi dapat diberikan sampai umur 2 tahun atau bahkan

lebih dari 2 tahun. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health

Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu

pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dalam (Inayatillah, 2010).

3. Posisi Menyusui

Ada banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayinya selama proses

menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam posisi berbaring

miring sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukannya sambil duduk di

kursi dengan punggung diganjal bantal dan kaki diatas bangku kecil. Setiap ibu

memiliki kebiasaan yang berbeda dan tidak ada satu posisi pun yang paling benar

dalam menyusui.

Ada beberapa posisi menyusui yaitu posisi duduk, posisi berdiri, posisi

rebahan, posisi cradle hold, posisi cross cradle hold, posisi football hold dan

(41)

a. Posisi Duduk

Posisi menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai

dengan menggunakan kursi atau sofa, punggung ibu bersandar pada

sandaran kursi, dan kaki tidak boleh mengantung. Adapun cara menyusui

dengan posisi duduk yaitu: 1) gunakan bantal untuk menopang bayi, bayi

ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2) bayi dipegang satu lengan, kepala bayi

diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan

dan kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan

telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu

dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi

menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis

lurus (Kristiyanasari, 2009).

Gambar 2.1: Posisi duduk yang benar saat menyusui (Kristiyanasari, 2009)

b. Posisi Berdiri

Menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman

saat menyusui. Cara menyusui dengan posisi berdiri : 1) bayi digendong

dengan kain atau alat penggendong bayi; 2) saat menyusui sebaiknya tetap

disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat

(42)

bayi di belakang atau samping ibu agar tubuh ibu tidak terganjal saat

menyusui.

Gambar 2.2 : Posisi berdiri yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

c. Posisi Rebahan

Menyusui dengan posisi rebahan dapat dilakukan dengan : 1) ibu

dapat duduk di atas tempat tidur dan punggung bersandar pada sandaran

tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal; 2) kedua kaki ibu berada

lurus di atas tempat tidur; 3) bayi diletakkan menghadap perut ibu; 4) ibu

menyangga bayi secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya; 5)

posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau

(43)

Gambar 2.3: Posisi rebahan yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

d. Posisi Madona/Cradle Hold

Menyusui dalam posisi madona ini sangat baik untuk bayi yang

baru lahir secara persalinan normal. Adapun cara menyusui bayi dengan

posisi madona (menggendong) : 1) bayi berbaring menghadap ke arah ibu,

2) letakkan kepala bayi pada siku ibu, 3) leher dan punggung atas bayi

diletakan pada lengan bawah leteral payudara, 4) jaga bayi di perut ibu,

sampai kulitnya dan kulit ibu saling bersentuhan, 5) ibu menggunakan

tangan lainnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Depkes, 2002)

(44)

e. Posisi Cross Cradle Hold

Menyusui dalam posisi cross cradle hold bagus untuk bayi

prematur dan ibu dengan puting payudara kecil. Cara menyusui dalam

posisi cross cradle hold : 1) tubuh bayi diletakkan di salah satu lengan ibu,

2) telapak tangan ibu menyangga kepala bayi, 3) peluk bayi sehingga dada,

kepala dan perut menghadap kearah ibu, 4) jika diperlukan ibu

menggunakan tangan sebelahnya memegang payudara.

Gambar 2.5 : Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

f. Posisi Football Hold

Menyusui dalam posisi football hold (mengepit) baik bagi ibu yang

melahirkan dengan operasi sesar atau untuk ibu-ibu dengan payudara besar.

Cara dalam menyusui dalam posisi football hold : 1) pegang bayi di

samping ibu dengan kaki di belakang ibu, 2) bayi berbaring atau punggung

melingkar antara lengan dan samping dada ibu, 3) lengan bawah dan tangan

ibu menyangga bayi, 4) ibu harus menggunakan bantal untuk menopang

bayi, 5) ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara

(45)

Gambar 2.6 : Posisi football hold yang benar saat menyusui

g. Posisi Berbaring Miring

Menyusui dengan posisi berbaring miring baik untuk ibu yang

merasakan lelah atau nyeri. Harus diwaspadai dari posisi ini adalah

pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu.

Menyusui berbaring miring juga berguna pada ibu ingin tidur sehingga ia

dapat menyusui tanpa bangun (WHO, 1993).

Gambar 2.7 : Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)

C. Anatomi Tulang Belakang

Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena

merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan panggul

untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat

pada pangkal paha. Bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya

(46)

Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu:

a. Vertebra Cervical (tulang leher): terdiri dari 7 tulang yang memiliki

bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian

seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan

ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.

b. Vertebra Thoracic (tulang punggung): terdiri dari 12 ruas di mana

masing-masing ruas tersebut tersemat pada dua tulang rusuk sehingga

terbentuk rongga yang berfungsi melindungi organ-organ vital yaitu

jantung dan paru-paru.

c. Vertebra Lumbalis (tulang pinggang): terdiri dari 5 ruas yang membentuk

daerah lumbal atau pinggang. Vertebra ini memungkinkan kita untuk

membungkuk ke depan atau berkuluk ke belakang.

d. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung

dan tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya.

Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian

panggul.

e. Vertebra Coccyaglis (tulang ekor): terdiri atas 4 tulang yang juga

tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan

sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang

kuat.

Ruas-ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah dan di antara

masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut cakram antara

(47)

depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang

memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Fungsi pergerakan dari tulang

belakang sendiri sangat tergantung pada intervertebral discus yang terpisah dari

bagian vertebra dan berfungsi sebagai peredam kejutan dalam Selvianti (2009).

D. Metode Penilaian Risiko Ergonomi

Metode penilaian risiko ergonomi digunakan untuk mengidentifikasi

gangguan otot rangka pada postur tubuh .terbukti dengan adanya berbagai metode

analisis postur. Berikut metode penlaian risiko ergonomi:

1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

a. Definisi RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr.Lynn

Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonomi dari universitas

di Nottingham (University’s NottinghamInstitute of Occupational ergonomics).

Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993

(Lueder, 1996).

Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam

bidang ergonomi yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang

dialakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus

dalam memberikan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas

sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh.

Penilaian dengan menggunakan metode RULA membutuhkkan waktu sedikit

untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang

(48)

pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan dan dipakai

pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).

Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan

dan aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive

starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan

yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi

menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk

dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan

menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu

metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan

dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).

RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko

pada muskuloskeletal saat pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut

memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap, kekuatan dan aktivitas

yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa

tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper

Linb Disorders (WRULD) (Mardiyanto, 2008).

Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi

secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas

untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan

skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari

postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah

(49)

skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi

itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk

mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton dkk dalam

Ikrimah 2010).

Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut:

1.Langkah pertama:

a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion

b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion

c. +3 Untuk 45° - 90° flexion

d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih

Keterangan:

a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan

b. + 1 jika lengan atas abducted

c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang

Gambar 2.9: Postur Bagian Lengan Atas (Staton, 2005).

2. Langkah kedua :

Skor tersebut yaitu:

a. + 1 untuk 60° - 100° flexion

(50)

Keterangan:

a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi

Gambar 2.10 : Postur Bagian Lengan Bawah(Staton, 2005)

3. Langkah ketiga :

Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and

Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:

a. + 1 untuk berada pada posisi netral

b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension

c. + 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension

Keterangan:

a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar

Gambar 2.11: Postur Pergelangan Tangan (Staton, 2005)

(51)

Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh

Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut

adalah:

b. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran

c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang

putaran.

Gambar 2.12: Postur Putaran Pergelangan Tangan (Staton, 2005)

5. Langkah kelima :

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi

lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati

dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan

dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Tabel 2.2 Skor Grup A

(52)

6. Langkah keenam :

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.

b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

7. Langkah ketujuh :

Skor untuk penggunaan tenaga atau beban

Tabel 2.3 Berat Beban

Sumber: Staton, 2005 8. Langkah kedelapan :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.4 Grand Total Score Table

Sumber: Staton, 2005 9. Langkah kesembilan :

Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan

(53)

a. +1 untuk 0 - 10° flexion

b. +2 untuk 10 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° atau lebih flexion

d. +4 jika dalam extention

Apabila leher diputar atau dibengkokkan

Keterangan :

a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.

Gambar 2.13 : Postur Leher (Staton, 2005)

10. Langkah kesepuluh :

Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al :

a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau

lebih

b. +2 untuk 0 - 20° flexion

c. +3 untuk 20° - 60° flexion

d. +4 untuk 60° atau lebih flexion

Punggung diputar atau dibengkokkan

(54)

a. +1 jika tubuh diputar

b. +1 jika tubuh miring kesamping

Gambar 2.14: Postur Punggung (Staton, 2005)

11. Langkah kesebelas :

Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:

a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana

terdapat ruang untuk berubah posisi.

a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.

Gambar 2.15 : Postur Kaki (Staton, 2005)

(55)

Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher,

punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.

Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 2.5 Skor Grup B

Sumber: Staton, 2005

13. Langkah ketiga belas :

Skor penggunaan otot

Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :

a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.

b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.

14. Langkah keempat belas :

Skor untuk penggunan tenaga atau beban.

Tabel 2.6: Berat Beban

(56)

15. Langkah kelima belas :

Tetapkan lajur pada table C

Tabel 2.5 Neck, trunk and leg score

Sumber: Staton, 2005

Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm

and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur

kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah

diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action

level) sebagai berikut:

a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima

selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh

dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan

perubahan dibutuhkan segera.

d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan

(57)

Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya

(Corlett, 1998) :

a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam,

meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan.

b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang

dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.

c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan

akibat dimensi fisik tempat kerja.

Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah

digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat

dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan

perbaikan dalam Maijunidah (2010).

2. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Rapid Entire Body Assesment (REBA) adalah cara penilaian tingkat

risiko dari repetitive motion dengan melihat pergerakan atau postur yang

dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan menggunakan task analysis

(tahapan-tahapan kegiatan dari awal sampai akhir) (Stanton dkk, 2005).

Sistem penilaian REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang

dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs

dengan menampilkan serangkaian table-tabel untuk melakukan penilaian

berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat

beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya. Perubahan nilai-nilai

(58)

perubahan atau pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur yang

dilakukan.

Cara perhitungannya adalah dengan memberi nilai pada setiap postur

yang terjadi, yang terdiri dari tiga grup yaitu pertama bagian leher, punggung dan

kaki; kedua bagian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan; ketiga

penggabungan antara bagian pertama dan kedua. Bagian pertama dijumlahka

dengan berat beban sedangkan bagian kedua dijumlahkan dengan coupling dan

ketiga dijumlahkan dengan aktifitas yang dilakukan. Setelah didapatkan hasilnya

maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan pengendalian berdasarkan

atas tingkat risiko yang terjadi (Stanton, 2005).

Kelebihan dari REBA yaitu :

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombionasi efek dari

otot dan usaha, postur tubuh dalan pekerjaan, genggaman peralatan kerja,

pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh stabil maupun yang tidak stabil.

d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk

menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang diperlukan

dilakukan.

e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari

analisa yang telah yang telah dilakukan.

(59)

a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama

yang berkaitan dengan faktor psikososial.

c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan

dengan vibrasi, temperatur dan jarak pandang.

3. Quick Exposure Checklist (QEC)

Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode yang dapat dipakai

utuk menilai secara cepat risiko pajanan terhadap Work Related Musculoskeletal

Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang berhubungan dengan

pekerjaan (Li and Buckle dalam Stanton dkk, 2005). QEC fokus pada penilaian

pajanan dan perubahannya yang bermanfaat untuk intervensi di tempat kerja

yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini menilai gangguan risiko

yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu atau lengan, pergelangan

tangan dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi, repetisi,

pekerjaan statis atau dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan kebutuhan visual.

Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaaruh getaran dan

tekanan psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian metode ini

adalah melihat skor pajanan ergonomi untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan

dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko

ergonomi yang hadir secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam penilaian

QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dari kuesioner untuk pekerja,

dimana hasil penilaiannya akan dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan QEC.

Gambar

Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun
Tabel 2.1 : Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya
Gambar 2.4 : Posisi                       cradle hold
Gambar 2.5 : Posisi                   cross cradle hold
+7

Referensi

Dokumen terkait

yaitu memberikan gambaran seutuhnya tentang postur tubuh dari para mitra kerja PT.SII pada aktivitas angkat-angkut (Material Manual Handling) yang dilakukan pada area PVC Ware

Posisi tubuh pekerja yang sedang melakukan pengelasan dengan posisi duduk tersebut dapat menimbulkan kelelahan otot dibagian otot punggung dan juga pada kaki.. Hal ini

Pada saat mengangkut dan memindahkan keranjang buah, lengan atas membentuk sudut 600-1000 dan ada responden yang lengan bawahnya melewati garis tengah dari posisi

Tubuh dalam posisi duduk dan kaki ditumpu dengan baik, diberi skor +1 Nilai tersebut disesuaikan dengan nilai pada RULA yang dapat dilihat pada gambar 3..