ASSESMENT KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH:
Nadya Hanifa Burmawi
108101000049
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesahatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii Skripsi, Juni 2015
Nadya Hanifa, NIM: 108101000049
Analisis Postur Tubuh Ibu Menyusui dalam Posisi Duduk Menggunakan Rapid Upper Limb Assesment Kelurahan Pisangan
xvii + 106 Halaman + 14 Tabel + 19 Gambar + 2 Bagan + 10 Lampiran
ABSTRAK
Penerapan ergonomi yang tidak tepat sering terjadi pada ibu menyusui saat duduk. Ibu menyusui lebih sering mengabaikan kenyamanan mereka yang dapat menimbulkan postur janggal mengakibatkan keluhan rasa sakit. Gejala yang umum terjadi akibat penerapan ergonomi yang tidak tepat adalah timbulnya risiko ergonomi akibat kerja berupa MSDs. Namun masalah muncul adalah postur tubuh ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk apa yang meminalisasi timbulnya risiko ergonomi.
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk melihat gambaran analisis posisi duduk ibu menyusui menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan observasional terhadap postur tubuh pada ibu menyusui menggunakan metode ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment). Untuk mendapatkan gambaran postur kerja dari aktivitas ibu menyusui dalam posisi duduk menggunakan kursi ergonomis, kursi biasa dan tidak menggunakan kursi.
Hasil yang diperoleh pada ibu menyusui menggunakan kursi ergonomis menggunakan metode RULA skornya 6 level risiko sedang, sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 30,8% (4 orang) dan siku kiri 31,2% (5 orang). Pada ibu menyusui menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu punggung sebesar 23,1% (3 orang), siku kiri 37,5% (3 orang) dan siku kanan (3orang). Pada ibu menyusui tidak menggunakan kursi/sofa menggunakan metode RULA skornya 7 level risiko tinggi sedangkan postur tubuhnya paling berisiko yaitu leher sebanyak 53,8% (7 orang), punggung sebanyak 61,5% (8 orang), lengan bawah kiri sebanyak 44,4% (4 orang), dan siku kiri sebanyak 50% (8 orang). Sedangkan berdasarkan hasil observasi yang ditemukan postur janggal pada posisi duduk ibu yang kursi/sofa dan yang tidak menggunakan kursi terdapat postur janggal pada bagian tubuh seperti leher, lengan, punggung, kaki kecuali menggunakan kursi ergonomis yang menggalami postur janggal pada bagian leher dan lengan. Oleh karena itu disarankan ibu menyusui untuk untuk duduk secara benar baik menggunakan kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak mengunakan kursi dengan duduk membentuk huruf S apabila dilihat dari samping, adanya bantalan pada punggung.
iv Undergraduate Thesis, Juli 2015
Nadya Hanifa, NIM: 108101000049
Analysis Posture of Breast Mother in Sitting Position using Rapid Upper Limb Assesment in Kelurahan Pisangan
xvii + 106 Pages + 14 Tables + 19 Figures + 2 Schemes + 10 Attachments
ABSTRAK
Improper application of ergonomics often occurs in breastfeeding mothers when sitting. Breastfeeding mother sometime abandon their convenience which can result in awkward postures and pain. The common symptoms to improper application of ergonomics is the emergence of ergonomic is the occupational risk in form of MSDs. But the problem came with breastfeeding sit position and the equiptment that can minimize ergonomic risk.
Because of that, this research tried to study about representation analysis sitting position of breastfeeding mother with RULA in Kelurahan Pisangan 2014. This study used descriptive method with quantitative approachment and observational approachment toward posture of breastfeeding mother with ergonomic risk assesment RULA (Rapid Upper Limb Assesment) method. To get an overview of the activities of breastfeeding mothers in sitting position, we use ergonomic chairs, regular chairs and no chair.
The results are in breastfeeding mothers using ergonomic chairs with RULA methods the score is 6 levels moderate risk, whereas most risky posture is neck as much as 30.8% (4 people) and left elbow 31.2% (5 people). In breastfeeding mothers using the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the back of 23.1% (3 people), left elbow 37.5% (3 people) and right elbow (3 people). In nursing mothers did not use the chair / sofa with RULA methods the score is 7 levels high risk posture while most at risk, namely the neck as much as 53.8% (7 people), back as much as 61.5% (8 people), left forearm as much as 44, 4% (4 people), and the left elbow as much as 50% (8 people). While based on the observation, women found awkward postures in the sitting position who used chairs / sofas and women found comfort at the part of body such as neck, arms, wrists, back, legs except when used ergonomic chairs they felt comfort at back. Therefore advisable for breastfeeding mothers to sit correctly either use an ergonomic chair, chair/sofa, and no chair to sit down to form the letter S when viewed from the side, the pads on the back.
Keywords: Breastfeeding, Sitting Position, Posture.
vi Data Diri
Nama Lengkap : Nadya Hanifa Burmawi
Tempat Tanggal Lahir : Padang, 05 November 1990
Alamat : Jl.Kantil II Blok H2 No.25 Harapan Kita,
Karawaci-Tangerang.
Telepon : 085697549711
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : hanifanadya@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 – 2002 : SD Islam Al-Isqitomah Tangerang
2002 – 2005 : SMP Negeri 19 Tangerang
2005 – 2008 : SMA Negeri 5 Karawang
2008 – sekarang : S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN MAGANG
Januari-Februari 2012 : Divisi Health Safety and Environment (HSE) PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk.
PENGALAMAN ORGANISASI
Paskibra SMP Negeri 19 Tangerang
vii Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas Berkat dan
Rahmat-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar
Muhammad Shallallahu‘alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut
mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam
memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM). Penyelesaian skripsi ini melalui banyak proses yang
telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya tercinta atas kasih sayang yang tidak terhingga yang telah
mendidik dan membesarkan saya hingga saat ini, mengajarkan begitu banyak hal
tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan. Selalu mendoakan dan memberikan
motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi untuk tidak berhenti
berusaha dan melakukan yang terbaik.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
viii skripsi ini.
5. Ibu Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II yang telah
memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan
skripsi ini.
6. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D sebagai sebagai penguji I skripsi saya yang
sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.
7. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM sebagai penguji II skripsi saya yang
sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.
8. Ibu Meilani M Anwar, SKM, M.T sebagai penguji III skripsi saya yang sudah
memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.
9. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu
pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi.
10.Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu
dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan.
11.Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
12.Adik penulis dan keluarga besar untuk semangat dan motivasinya supaya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi keluarga.
13.Saudari-saudariku Risma Budiyanti, Maratush Sholilah, Ade Rahmi, dan Ade
Fithrotinnadhiroh
14.Sahabat penulis Sinthi Ayesha yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk
ix
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu, penulis
berharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2015
x
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat ... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Ergonomi ... 11
B. Faktor Risiko Ergonomi ... 12
xi
D. Anatomi Tulang Belakang ... 27
E. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ... 29
1. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ... 29
2. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... 39
3. QEC (Quick Exposure Checklist) ... 41
4. OWAS (Ovako Working Posture Analysing System) ... 42
5. BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors) 43 6. Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH ... 45
7. JSI (Job Strain Index) ... 45
8. PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards ... 45
9. The Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA Checklist……….46
F. Desain Kursi ... 47
1. Kursi Ergonomis ... 49
2. Kursi Non Ergonomis ... 51
G. Kerangka Teori ... 51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 54
A. Kerangka Konsep ... 54
B. Definisi Operasional ... 56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 59
A. Desain Penelitian ... 59
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 59
D. Instrumen Penelitian ... 59
E. Pengumpulan Data ... 61
F. Pengolahan Data ... 65
G. Analisis Data ... 70
BAB V HASIL ... 71
xii
Kursi Ergonomis ... 73
2. Gambaran Postur Duduk Menggunakan Kursi/Sofa ... 76
3. Gambaran Postur Duduk Tidak Menggunakan Kursi ... 82
B. Gambaran Analisis Postur Tubuh di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 86
C. Gambaran Posisi Janggal Ibu Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 88
BAB VI PEMBAHASAN... 90
A. Keterbatasan Penelitian ... 90
B. Gambaran Posisi Duduk Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun Menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 90
C. Gambaran Postur Tubuh Menggunakan Kursi Ergonomis, Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 ... 96
xiii
Nomor Tabel Halaman
2.1 Postur janggal dan kemungkinan terjadinya
sakit atau gejala lainnya 17
2.2 Skor Grup A 33
2.3 Berat Beban 34
2.4 Grand Total Score Table 34
2.5 Skor Grup B 37
2.6 Berat Beban 37
2.6 Neck, trunk and leg score 38
3.1 Definisi Operasional 56
5.1 Distribusi Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 71
5.2 Gambaran Postur Tubuh Ibu Bayi yang Berumur 0-2 Tahun
Menggunakan Kursi Egonomis di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014 73
5.3 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur
0-2 Tahun Menggunakan Kursi/Sofa di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014 76
5.4 Gambaran Postur Tubuh Ibu Menyusui Bayi yang Berumur
0-2 Tahun Tidak Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan
xiv
0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan Tahun 2014 86
5.6 Gambaran Postur Janggal Menggunakan Kursi Ergonomis,
Kursi/Sofa, dan Tidak Menggunakan Kursi pada Ibu Menyusui
Bayi yang Berumur 0-2 Tahun di Kelurahan Pisangan
Tahun 2014 89
xv
Nomor Bagan Halaman
2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja 13
xvi
Nomor Gambar Halaman
5.2 Posisi duduk yang benar saat menyusui 23
5.3 Posisi berdiri yang benar saat menyusui 24
5.4 Posisi rebahan yang benar saat menyusui 25
5.5 Posisi cradle hold yang benar saat menyusui 25
5.6 Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui 26
5.7 Posisi football hold yang benar saat menyusui 27
5.8 Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui 27
5.9 Postur Bagian Lengan Atas 31
5.10 Postur Bagian Lengan Bawah 32
5.11 Postur Pergelangan Tangan 32
5.12 Postur Putaran Pergelangan Tangan 33
5.13 Postur Leher 35
5.14 Postur Punggung 36
5.15 Postur Kaki 36
3.1 Kerangka Konsep 55
4.1 Timbangan Digital 60
4.2 Samsung ST65 60
4.3 Busur Derajat 61
xvii
Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden
Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Form Pengukuran RULA
Lampiran 4 Contoh Analisis RULA
Lampiran 5 Form Nordic Body Map
Lampiran 6 Data Kursi Ergonomis
Lampiran 7: Contoh Gambar Sofa yang Digunakan Ibu Menyusui
Lampiran 8: Contoh Gambar Kursi yang Digunakan Ibu Menyusui
Lampiran 9 Foto IbuMenyusui
Lampiran 10 Hasil Pengukuran RULA
1 A. Latar Belakang
Menurut Soedarjatmi (2003) sikap duduk yang salah (tidak ergonomis)
akan meningkatkan risiko terpajan nyeri punggung bawah. Menurut Chang
(2006), 60 % orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah
duduk yang terjadi pada saat mereka bekerja atau yang aktivitasnya lebih banyak
dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan posisi yang salah dapat
menyebabkan otot-otot punggung bawah menjadi tegang dan dapat merusak
jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan
penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia
nukleus pulposus (Idyan dalam Harnoto, 2009).
Saat duduk juga dilakukan aktivitas mengangkat dan membungkuk, maka
pembebanan pada tulang belakang juga semakin besar. Hal itu dapat
menyebabkan nyeri punggung bawah. Gangguan fungsi itu timbul akibat tidak
seimbangnya otot perut dan otot pinggang yang menyangga tulang belakang
(Tarwaka, 2004). Wawancara yang dilakukan Klinpikul (2010) untuk penelitian
yang berjudul Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of Thai
Women ditemukan bahwa duduk untuk jangka waktu yang panjang pada ibu
menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dapat menyebabkan sakit, nyeri di
Posisi nyaman yang dilakukan ibu menyusui bayi yang berumur 0-2
tahun belum sesuai dengan posisi menyusui yang benar dalam keadaan duduk
seperti terlalu membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal
(Suradi, 2004). Sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu
kelelahan dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis
tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidaksesuaian antara
ibu dan lingkungan setempat. Maka sebaiknya ibu dapat mengambil posisi duduk
lebih baik menggunakan kursi, punggung ibu bersandar pada sandaran kursi, dan
agar kaki tidak bergantung maka harus diberi penyangga (Suradi, 2004).
Kalau diperhatikan pada lingkungan sekitar, maka akan ditemukan
obyek-obyek fisik buatan manusia seperti: kursi, meja, tempat tidur, ball point
dan sebagainya. Kursi untuk tempat duduk misalnya, mempunyai kegunaan yang
istimewa bagi manusia, apabila perancangannya memperhatikan sistem
manusia-kursi. Artinya ukuran dari kursi tersebut harus memperhatikan
ukuran-ukuran manusia yang menggunakannya, dan bentuk atau tipe dari kursi harus
memperhatikan tujuan pemakaiannya. Jelas disini, bahwa untuk bisa merancang
suatu sistem kerja yang baik, harus menyeimbangkan fungsi manusia sebagai
pihak yang aktif dengan fungsi obyek yang dibuat sebagai pihak yang pasif.
Menurut penelitian yang dilakukan Fahma, dkk (2010) dengan judul
Perancangan Kursi untuk Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun
berdasarkan Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Di Ruang Laktasi Rumah
bayi yang berumur 0-2 tahun berdasarkan antropometri penggunanya. Penelitian
lain yang dilakukan Iqbal (2013) dengan judul Pengembangan Model Kursi Bagi
Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang Ergonomis Berdasarkan Ukuran
Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) menemukan
ukuran-ukuran untuk dimensi rancangan kursi ergonomis melalui data
antropometri wanita di Indonesia (Chuan dkk, 2010) dengan data antropometri
ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan. Oleh karena
adanya penelitian tersebut diharapkan dapat diaplikasikan penggunaan kursi
ergonomis pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun khususnya di
Kelurahan Pisangan. Umumnya posisi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2
tahun cenderung sama di semua tempat.
Postur tubuh menjadi suatu bahan yang menarik untuk dikaji, hal ini
terbukti dengan munculnya berbagai metode analisis postur. Berbagai
metode-metode itu ialah Ovako Working Posture Analysing System (OWAS), Quick
Exposure Checklist (QEC), Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors
(BRIEF), Rapid Entire Body Assesment (REBA), Rapid Upper Limb Assesment
(RULA), Musculoskeletal Discomfort Survey Used at NIOSH, Job Strain Index,
PLIBEL-The Method Assigned for Identification of Ergonomic Hazards, The
Occupational Repetitive Action (OCRA) Methods: OCRA Index and OCRA
Checklist.
Metode-metode tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi postur kerja,
memberikan rekomendasi perbaikan postur kerja. Rekomendasi ditunjukkan
dengan menentukan klasifikasi postur, sudah termasuk aman atau belum
kemudian tindakan apa yang perlu dilakukan.
Metode RULA yang dikembangkan untuk menginvestigasi secara
ergonomi keadaan di tempat kerja dimana terdapat adanya keluhan-keluhan
cedera yang disebabkan oleh beban kerja pada tubuh bagian atas (McAtamney&
Corlett, 1993). Sehingga analisis postur tubuh menggunakan posisi duduk pada
ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun lebih efektif bila menggunakan
metode RULA. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan atas,
lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang dipakai
(statis/dinamis), jumlah pekerjaan.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk
menggunakan kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Hasil
kuesioner Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan
sakit, nyeri, kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher
(23%), punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan
bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Oleh
karena itu, pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun permasalahan
ergonomi terutama sangat terkait dengan postur tubuh yang tidak baik dan harus
melakukan pekerjaan yang berulang-ulang yaitu menyusui pada posisi duduk
Gerakan postur janggal adalah salah satu faktor risiko terjadinya gangguan,
penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka (Cohen dkk, 1997).
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, maka peneliti ingin mengetahui
mengenai analisis postur tubuh yang berhubungan dengan posisi duduk ibu
menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun menggunakan metode RULA. Penelitian
ini merupakan penelitian bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
diterapkan pada postur tubuh ibu yang dapat terjadi postur janggal dan posisi
duduk ibu yang diukur menggunakan metode RULA melalui aktivitas menyusui
yang dilakukan ibu-ibu pasca melahirkan pada umumnya. Aktivitas menyusui
dilakukan secara berulang-ulang dan berkali-kali setiap harinya hingga masa
menyusui berhenti, artinya aktivitas menyusui dapat diasumsikan sebagai proses
bekerja. Adanya penelitian ini, menunjukkan bahwa K3 dapat diterapkan dimana
saja yang terdapat aktivitas.
B. Rumusan Masalah
Ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun harus mempunyai
keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi
pada payudara yang tepat (IDAI, 2008). Menurut Kristiyanasari (2009), posisi
yang nyaman untuk menyusui sangat penting dan banyak cara untuk
memposisikan ibu dan bayi selama proses menyusui berlangsung. Ibu menyusui
bayi yang berumur 0-2 tahun lebih sering mengabaikan memposisikan dirinya
selama aktivitas menyusui berlangsung sehingga menimbulkan postur janggal
posisi yang salah sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengurangi kenyamanan.
Akibatnya sering terjadi keluhan pada bagian punggung bagian bawah
dikarenakan sikap duduk yang kurang ergonomis dan duduk dalam posisi statis
seperti posisi membungkuk (kurang dari 90 derajat) dapat memicu kerja otot
yang yang kuat dan lama tanpa cukup pemulihan dan aliran darah ke otot
terhambat. Ibu yang menyusui sering mengalami posisi duduk yang terlalu
membungkuk, jangkauan tangan dan kaki yang tidak normal mengakibatkan
timbulnya kelelahan, sakit dan rasa nyeri.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari
2013 di Kelurahan Pisangan terhadap 10 ibu menyusui bayi yang berumur 0-2
tahun menggunakan posisi duduk, ditemukan 25% ibu duduk menggunakan
kursi/sofa dan 75% ibu tidak duduk menggunakan kursi. Adapun hasil kuesioner
Nordic Body Map yang telah diisi oleh ibu yang mengalami keluhan sakit,nyeri,
kesemutan, dan lain-lain pada beberapa bagian tubuh yaitu leher (23%),
punggung bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah
(12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas menyusui berisiko terutama dari aspek ergonomi.
Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin mengetahui gambaran analisis posisi
duduk ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun (menggunakan kursi/sofa,
kursi ergonomis, dan tidak menggunakan kursi) di Kelurahan Pisangan lebih
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,
kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,
kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan kursi
ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi
yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui maksud dilakukannya
penelitian melalui tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan RULA di Kelurahan
Pisangan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran posisi duduk menggunakan kursi ergonomis,
kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan tahun
b. Diketahuinya gambaran postur tubuh menggunakan kursi ergonomis,
kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu menyusui bayi yang
berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun 2014.
c. Diketahuinya gambaran postur janggal yang ditemukan menggunakan
kursi ergonomis, kursi/sofa, dan tidak menggunakan kursi pada ibu
menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun di Kelurahan Pisangan tahun
2014.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian untuk mengetahui manfaat dilakukannya penelitian ini
bagi ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dan masyarakat yang
membutuhkan referensi penelitian ini.
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi peneliti
lain yang akan atau sedang meneliti terkait tentang analisis postur tubuh ibu
menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk menggunakan
metode RULA.
2. Bagi Ibu Menyusui
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun akan pentingnya posisi duduk
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau referensi bagi
mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai
gambaran analisis postur tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun
dalam posisi duduk menggunakan metode RULA sebelum dan sesudah
menggunakan kursi ergonomis di Kelurahan Pisangan.
F. Ruang LingkupPenelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Kesehatan
Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mengetahui gambaran analisis postur
tubuh ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun dalam posisi duduk
menggunakan RULA di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2014.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan
Februari-Juli 2013 pada ibu menyusui bayi yang berumur 0-2 tahun yang
menggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak
menggunakan kursi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan pendekatan
kuantitatif dan pendekatan observasional dengan menggunakan metode
ergonomic risk assessment RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
.
Populasimenggunakan posisi duduk pada kursi ergonomis, menggunakan kursi dan tidak
menggunakan kursi yang berjumlah 83 orang.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner nordic body map,
wawancara, observasi, dan pengukuran langsung lembar RULA. Pengumpulan
data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur melalui posyandu. Analisis data yang
11 A. Ergonomi
Ergonomi merupakan ilmu yang memiliki perhatian pada desain dari sistem
di mana manusia melakukan sebuah aktifitas pekerjaan. Asal kata ergonomi berasal
dari bahasa yunani, yaitu ergon yang berarti bekerja dan nomos yang berarti hukum.
Ergonomi bertujuan untuk memastikan kebutuhan manusia akan keselamatan dan
efisiensi pekerjaan selama mereka berada didalam lingkungan kerjannya (Bridger
dalam Aryanto, 2008).
Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan
pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan
tercapainya produktifitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen
kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian
pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan
kerja (Suma’mur dalam Aryanto, 2008).
Untuk kebanyakan orang, ergonomi adalah suatu konsep atau sebuah ide.
Ergonomi adalah cara pandang terhadap dunia, bagaimana manusia berpikir dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan semua aspek dari lingkungan, peralatan
B.Faktor Resiko Ergonomi
Faktor risiko ergonomi merupakan faktor-faktor yang berpotensi
menimbulkan kerugian atau efek terhadap kesehatan sehubungan dengan
ergonomi. Menurut Bridger (2003) ada beberapa faktor risiko ergonomi yaitu
faktor fisik pekerjaan, faktor organisasi kerja dan faktor psikososial dalam Astuti
(2009).
a) Postur Tubuh
Menurut Pheasant (1991) postur adalah orientasi relatif dari posisi
rata-rata setiap bagian tubuh hampir pada setiap waktu dan postur tubuh
seseorang dipengaruhi oleh gerakan yang diakukan. Postur seseorang
dalam bekerja merupakan hubungan antara dimensi tubuh seseorang
dengan dimensi berbagai benda yang dihadapinya dalam pekerjaan
(Pheasant, 1986). Menurut Pulat (1991) postur kerja sebagai posisi tubuh
pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja yang biasanya terkait dengan
desain area kerja dan task requirements.
Peranan penting dalam ergonomi yaitu postur dan pergerakan
memegang. Postur janggal (awkwark posture) salah satu penyebab utama
gangguan otot rangka. Menurut Bridger (1995) postur tubuh ketika bekerja
dapat dipengaruhi oleh faktor personal, karakteristik pekerjaan, dan desain
Bagan 2.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi postur kerja (Bridger, 2003)
Task requirements
Working posture
Workspace Personal factor
1. Workspace design seperti dimensi tempat duduk, dimensi permukaan
kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan
kualitas pencahayaan.
2. Task Requirements seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk
pekerjaan manual (posisi, force/gaya), pergantian shift, waktu istirahat,
pekerjaan statis atau dinamis.
3. Karakteristik pekerja/personal factor seperti umur, antropometri, berat
badan, fitnes, pergerakan sendi, gangguan musculoskeletal
sebelumnya, injuri/ operasi yang pernah dialami sebelumnya,
penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas (Bridger, 2003).
Postur netral yaitu postur dalam proses yang sesuai dengan anatomi
tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian
penting tubuh, seperti organ tubuh, saraf, tendon, otot, dan tulang membuat
keadaan menjadi rileks dan menyebabkan kelelahan sistem
dua jenis postur yang sering terjadi ketika bekerja dengan pusat pendukung
yang berbeda yaitu:
a) Postur duduk
Menurut Pheasant (1991) postur duduk melibatkan fleksi pada lutut
dan fleksi punggung terhadap paha dan saat posisi duduk pusat pendukung
tubuh adalah tulang pungung terhadap pelvis. Postur duduk lebih disenangi
secara psikologis karena kelebihannya untuk mendukung postur yang stabil
pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, dan sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan (Pheasant, 1986).
Menurut Bridger (1995) umumnya seseorang tidak mampu untuk
duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka
akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang
agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara
anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan.
b) Postur berdiri
Saat posisi berdiri pusat pendukung tubuh adalah kaki. Menurut
Bridger (2003) ada beberapa manfaat posisi kerja yang dilakukan dengan
berdiri yaitu jangkauan lebih luas dalam posisi berdiri daripada posisi
duduk, berat badan dapat digunakan untuk menekan beban/force, pekerja
yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil daripada pekerja yang
duduk dan kaki sangat efektif pada damping vibration. Beban statis,
penekanan pada jaringan lunak dan pembekuan pada vena dapat
berdiri seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu yang singkat
sebagai relaksasi agar aliran darah ke kaki tetap aktif (Bridger dalam
Astuti, 2009).
Menurut ILO (1998) secara alamiah postur terbagi menjadi dua yaitu:
a. Postur Statis :
Postur statis merupakan postur yang tetap atau sama hampir
disepanjang waktu. Pada postur statis hampir tidak terjadi pergerakan otot
dan sendi, sehingga beban yang ada adalah beban statis. Dalam kondisi ini
suplai darah yang membawa nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga
akan menggangu proses metabolism tubuh. Permasalahan dalam pekerjaan
statis adalah postur yang sama dalam jangka waktu yang lama sehingga
dapat menyebabkan stress atau tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam
Astuti (2009).
b. Postur Dinamis :
Postur dinamis adalah postur yang terjadi dengan adanya perubahan
panjang dan peregangan pada otot serta adanya perpindahan beban. Postur
dinamis melibatkan adanya gerakan. Posisi yang paling nyaman bagi tubuh
adalah posisi netral dengan pergerakan. Akan tetapi jika pergerakan
tersebut terjadi terus menerus dan kelanjutan maka dapat membahayakan
kesehatan.
Hal ini dapat terjadi karena pergerakan yang berkepanjangan akan
pergerakan yang ekstrim atau ketika menangani beban yang berat.
Perbedaan antara postur statis dan dinamis juga dapat dilihat dari kerja otot,
aliran darah, oksigen dan energi yang dikeluarkan pada kedua jenis postur
tersebut.Postur kerja yang berbahaya bagi kesehatan dan paling berisiko
menimbulkan cidera adalah postur janggal.
Postur janggal merupakan posisi tubuh/segmen tubuh yang
menyimpang secara signifikan dari posisi range yang normal pada saat
melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh
manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur janggal
akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian
sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka.
Postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada
beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru
untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal,
maka semakin banyak energy yang dibutuhkan untuk memepertahankan
kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan
semakin kuat (Bridger dalam Kurniawati, 2009). Berikut beberapa postur
janggal yang berisiko menimbulkan sakit pada bagian tubuh tertentu (Van
Tabel 2.1 : Postur janggal dan kemungkinan terjadinya sakit atau gejala lainnya
Sumber: Van Wely dalam ILO, 1998.
Postur Janggal Alokasi kemungkinan sakit atau gejala lainnya.
Berdiri Pada kaki, region lumbal
Duduk tanpa dukungan lumbar Pada region lumbal
Duduk tanpa dukungan punggung Pada otot-otot punggung
Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai
Pada lutut, kaki dan region lumbar
Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi
Pada bahu dan otot-otot leher
Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertical
Pada bahu dan lengan bagian atas
Tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh atau tinggi)
Pada bahu dan lengan bagian atas
Kepala mendongkak Pada region leher
Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan
Pada region lumbal, otot-otot punggung
Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul
Pada region lumbal, otot-otot punggung
Semua posisi tegang Pada semua otot (karena semua otot-otot
terlibat)
Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi
Semakin sering dan lama terjadinya postur janggal maka akan semakin
perbesar kemungkinan risiko yang ditimbulkan. Selain itu derajat kejanggalan
yang terjadi juga menentukan risiko yang ditimbulkan (Astuti, 2009).
b) Frekuensi
Banyaknya frekuensi aktivitas (mengangkat atau memindahkan) dalam
satuan waktu (menit) yang dilakukan oleh pekerja dalam satu hari. Frekuensi
gerakan postur janggal ≥ 2 kali/menit merupakan faktor risiko terhadap
pinggang. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan rasa
lelah bahkan nyeri/sakit pada otot, oleh karena adanya akumulasi produk sisa
berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pekerjaan yang dilakukan
berulang-ulang akan menyebabkan tekanan pada otot dengan akibat terjadinya
edema atau pembentukan jaringan perut. Akibat adanya jaringan parut maka
akan terjadi penekanan di otot yang akan mengganggu fungsi syaraf.
Terganggunya fungsi syaraf, destruksi serabut saraf atau kerusakan yang
menyebabkan berkurangnya respon syaraf dapat menyebabkan kelemahan pada
otot (Humantech, 1995).
c) Durasi
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi dapat dilihat
sebagai menit-menit dari jam kerja atau hari pekerja perpajan risiko. Durasi juga
dapat dilihat sebagai pajanan atau tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan
berdasarkan faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada
Durasi dibagi sebagai berikut :
a) Durasi singkat : < 1 jam/hari
b) Durasi sedang : 1-2 jam/hari
c) Durasi lama : > 2 jam
Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan
berulang-ulang adalah keletihan atau kelelahan otot. Sepanjang otot mengalami
kontraksi, otot tersebut harus menerima pasokan tetap oksigen dan bahan gizi
dari aliran darah. Jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat
untuk memberikan oksigen yang memadai mencapai jaringan atau memberikan
uptake kalsium, terjadilah kelelahan otot (Germain dalam Munir, 2008).
d) Force/ gaya
Force/ gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk
melakukan gerakan atau peregangan (American Dental Association, 2004).
force/ gaya juga dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan
sesuatu force/ gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang
ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar force/ gaya yang
harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan
untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga
akan semakin besar dalam Astuti (2009)
e) Faktor Objek
1. Berat objek
Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat
mengakibatkan tekanan pada discus pada tulang belakang (deformitas
discus). Deformitas discus menyebabkan derajat kurvatur lumbar lordosis
berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan tekanan pada jaringan
lunak. Selain itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena
dipicu peningkatan tekanan pada discus intervertebra (Bridger, 1995).
2. Besar dan bentuk objek
Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan
otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedikit
mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot pundak
atau bahu lebih 300-400mm, panjang lebih dari 350mm dengan ketinggian
lebih 450mm. sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan,
tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat
objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena
kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 1999).
C. Menyusui
Menurut Roesli (2000), menyusui adalah proses pemberian ASI kepada bayi,
dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI.
Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan
alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan kesabaran, waktu, dan
pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga terutama
suami. Lawrence dalam Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah
keadaan miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat
menyelamatkan kehidupan bayi.
1. Definisi ASI
Air Susu Ibu adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak
dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh
kelenjar-kelenjar mamari pada manusia. ASI merupakan satu-satunya makanan
alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bayi sejak lahir hingga berusia 2
tahun lebih (Siregar, 2004).
ASI diproduksi atau dibuat oleh kelenjar susu atau pabrik ASI. Kemudian
disalurkan melalui saluran susu ke gudang susu yang terdapat dibawah daerah
yang berwarna gelap atau cokelat tua disekitar putting susu. Gudang susu ini
sangat penting artinya, karena merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu
mengandung banyak saraf sensoris sehingga sangat peka. ASI diproduksi atas
hasil kerja gabungaan antara hormon dan refleks. Selama hamil, terjadilah
perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu
untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang
mulai kehamilan 6 bulan terjadi perubahan hormonal yang menyebabkan
payudara mulai memproduksi ASI (Roesli, 2000).
2. Pemberian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,
diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun air putih sampai
bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan
Menurt Roesli (2000) yang berpendapat bahwa yang dimaksud ASI
eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lainnya seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih, dan tanpa makanan tambahan padat seperti
pisang,papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. Pemberian asi secara
eksklusif ini dianjurkan unutk jangka waktu setidaknya 4 bulan, tetapi bila
mungkin 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus dikenalkan dengan
makanan padat, sedangkan asi dapat diberikan sampai umur 2 tahun atau bahkan
lebih dari 2 tahun. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health
Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dalam (Inayatillah, 2010).
3. Posisi Menyusui
Ada banyak cara untuk memposisikan ibu dan bayinya selama proses
menyusui berlangsung. Sebagian ibu memilih menyusui dalam posisi berbaring
miring sambil merangkul bayinya. Sebagian lagi melakukannya sambil duduk di
kursi dengan punggung diganjal bantal dan kaki diatas bangku kecil. Setiap ibu
memiliki kebiasaan yang berbeda dan tidak ada satu posisi pun yang paling benar
dalam menyusui.
Ada beberapa posisi menyusui yaitu posisi duduk, posisi berdiri, posisi
rebahan, posisi cradle hold, posisi cross cradle hold, posisi football hold dan
a. Posisi Duduk
Posisi menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai
dengan menggunakan kursi atau sofa, punggung ibu bersandar pada
sandaran kursi, dan kaki tidak boleh mengantung. Adapun cara menyusui
dengan posisi duduk yaitu: 1) gunakan bantal untuk menopang bayi, bayi
ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2) bayi dipegang satu lengan, kepala bayi
diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan
dan kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan
telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu
dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi
menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus (Kristiyanasari, 2009).
Gambar 2.1: Posisi duduk yang benar saat menyusui (Kristiyanasari, 2009)
b. Posisi Berdiri
Menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman
saat menyusui. Cara menyusui dengan posisi berdiri : 1) bayi digendong
dengan kain atau alat penggendong bayi; 2) saat menyusui sebaiknya tetap
disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat
bayi di belakang atau samping ibu agar tubuh ibu tidak terganjal saat
menyusui.
Gambar 2.2 : Posisi berdiri yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)
c. Posisi Rebahan
Menyusui dengan posisi rebahan dapat dilakukan dengan : 1) ibu
dapat duduk di atas tempat tidur dan punggung bersandar pada sandaran
tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal; 2) kedua kaki ibu berada
lurus di atas tempat tidur; 3) bayi diletakkan menghadap perut ibu; 4) ibu
menyangga bayi secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya; 5)
posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau
Gambar 2.3: Posisi rebahan yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)
d. Posisi Madona/Cradle Hold
Menyusui dalam posisi madona ini sangat baik untuk bayi yang
baru lahir secara persalinan normal. Adapun cara menyusui bayi dengan
posisi madona (menggendong) : 1) bayi berbaring menghadap ke arah ibu,
2) letakkan kepala bayi pada siku ibu, 3) leher dan punggung atas bayi
diletakan pada lengan bawah leteral payudara, 4) jaga bayi di perut ibu,
sampai kulitnya dan kulit ibu saling bersentuhan, 5) ibu menggunakan
tangan lainnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Depkes, 2002)
e. Posisi Cross Cradle Hold
Menyusui dalam posisi cross cradle hold bagus untuk bayi
prematur dan ibu dengan puting payudara kecil. Cara menyusui dalam
posisi cross cradle hold : 1) tubuh bayi diletakkan di salah satu lengan ibu,
2) telapak tangan ibu menyangga kepala bayi, 3) peluk bayi sehingga dada,
kepala dan perut menghadap kearah ibu, 4) jika diperlukan ibu
menggunakan tangan sebelahnya memegang payudara.
Gambar 2.5 : Posisi cross cradle hold yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)
f. Posisi Football Hold
Menyusui dalam posisi football hold (mengepit) baik bagi ibu yang
melahirkan dengan operasi sesar atau untuk ibu-ibu dengan payudara besar.
Cara dalam menyusui dalam posisi football hold : 1) pegang bayi di
samping ibu dengan kaki di belakang ibu, 2) bayi berbaring atau punggung
melingkar antara lengan dan samping dada ibu, 3) lengan bawah dan tangan
ibu menyangga bayi, 4) ibu harus menggunakan bantal untuk menopang
bayi, 5) ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara
Gambar 2.6 : Posisi football hold yang benar saat menyusui
g. Posisi Berbaring Miring
Menyusui dengan posisi berbaring miring baik untuk ibu yang
merasakan lelah atau nyeri. Harus diwaspadai dari posisi ini adalah
pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu.
Menyusui berbaring miring juga berguna pada ibu ingin tidur sehingga ia
dapat menyusui tanpa bangun (WHO, 1993).
Gambar 2.7 : Posisi berbaring miring yang benar saat menyusui (Perinasia, 1994)
C. Anatomi Tulang Belakang
Tulang Belakang merupakan bagian yang penting dalam ergonomi karena
merupakan rangka yang menyokong tubuh manusia bersama dengan panggul
untuk mentransmisikan beban kepada kedua kaki melalui sendi yang terdapat
pada pangkal paha. Bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya
Tulang belakang terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Vertebra Cervical (tulang leher): terdiri dari 7 tulang yang memiliki
bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian
seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan
ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher.
b. Vertebra Thoracic (tulang punggung): terdiri dari 12 ruas di mana
masing-masing ruas tersebut tersemat pada dua tulang rusuk sehingga
terbentuk rongga yang berfungsi melindungi organ-organ vital yaitu
jantung dan paru-paru.
c. Vertebra Lumbalis (tulang pinggang): terdiri dari 5 ruas yang membentuk
daerah lumbal atau pinggang. Vertebra ini memungkinkan kita untuk
membungkuk ke depan atau berkuluk ke belakang.
d. Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya bergabung
dan tidak memiliki celah atau intervertebral disc satu sama lainnya.
Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian
panggul.
e. Vertebra Coccyaglis (tulang ekor): terdiri atas 4 tulang yang juga
tergabung tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan
sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang
kuat.
Ruas-ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah dan di antara
masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut cakram antara
depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang
memperkuat kedudukan ruas tulang belakang. Fungsi pergerakan dari tulang
belakang sendiri sangat tergantung pada intervertebral discus yang terpisah dari
bagian vertebra dan berfungsi sebagai peredam kejutan dalam Selvianti (2009).
D. Metode Penilaian Risiko Ergonomi
Metode penilaian risiko ergonomi digunakan untuk mengidentifikasi
gangguan otot rangka pada postur tubuh .terbukti dengan adanya berbagai metode
analisis postur. Berikut metode penlaian risiko ergonomi:
1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
a. Definisi RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
RULA atau Rapid Upper Limb Assesment dikembangkan oleh Dr.Lynn
Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonomi dari universitas
di Nottingham (University’s NottinghamInstitute of Occupational ergonomics).
Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi pada tahun 1993
(Lueder, 1996).
Rapid Upper Limb Assesment adalah metode yang dikembangkan dalam
bidang ergonomi yang menginvestigasikan dan menilai posisi kerja yang
dialakukan oleh tubuh bagian atas. Peralatan ini tidak melakukan piranti khusus
dalam memberikan pengukuran postur leher, punggung, dan tubuh bagian atas
sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh.
Penilaian dengan menggunakan metode RULA membutuhkkan waktu sedikit
untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang
pengangkatan fisik yang dilakukan operator. RULA diperuntukkan dan dipakai
pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).
Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan
dan aktivitas otot yang menimbulkan cidera akibat aktivitas berulang (repetitive
starain injuries). Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan
yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi
menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk
dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan
menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu
metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan
dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).
RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko
pada muskuloskeletal saat pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut
memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap, kekuatan dan aktivitas
yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa
tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper
Linb Disorders (WRULD) (Mardiyanto, 2008).
Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi
secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas
untuk memilih tugas (task) dan postur untuk pengukuran. Alat ini memasukan
skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari
postur, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah
skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi
itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk
mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan (Staton dkk dalam
Ikrimah 2010).
Langkah penilaian skor RULA adalah sebagai berikut:
1.Langkah pertama:
a. +1 Untuk 20° extension hingga 20° flexion
b. +2 Untuk extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion
c. +3 Untuk 45° - 90° flexion
d. +4 Untuk 90° flexion atau lebih
Keterangan:
a. + 1 jika pundak/bahu ditinggikan
b. + 1 jika lengan atas abducted
c. -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang
Gambar 2.9: Postur Bagian Lengan Atas (Staton, 2005).
2. Langkah kedua :
Skor tersebut yaitu:
a. + 1 untuk 60° - 100° flexion
Keterangan:
a. + 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi
Gambar 2.10 : Postur Bagian Lengan Bawah(Staton, 2005)
3. Langkah ketiga :
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and
Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:
a. + 1 untuk berada pada posisi netral
b. + 2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension
c. + 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension
Keterangan:
a. +1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar
Gambar 2.11: Postur Pergelangan Tangan (Staton, 2005)
Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh
Health and Safety Executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut
adalah:
b. +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran
c. +2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang
putaran.
Gambar 2.12: Postur Putaran Pergelangan Tangan (Staton, 2005)
5. Langkah kelima :
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi
lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati
dan ditentukan skor unutk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan
dalam tabel A untuk memperoleh skor A.
Tabel 2.2 Skor Grup A
6. Langkah keenam :
Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :
a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.
7. Langkah ketujuh :
Skor untuk penggunaan tenaga atau beban
Tabel 2.3 Berat Beban
Sumber: Staton, 2005 8. Langkah kedelapan :
Tetapkan lajur pada table C
Tabel 2.4 Grand Total Score Table
Sumber: Staton, 2005 9. Langkah kesembilan :
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan
a. +1 untuk 0 - 10° flexion
b. +2 untuk 10 - 20° flexion
c. +3 untuk 20° atau lebih flexion
d. +4 jika dalam extention
Apabila leher diputar atau dibengkokkan
Keterangan :
a. +1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.
Gambar 2.13 : Postur Leher (Staton, 2005)
10. Langkah kesepuluh :
Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean et al :
a. +1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90°atau
lebih
b. +2 untuk 0 - 20° flexion
c. +3 untuk 20° - 60° flexion
d. +4 untuk 60° atau lebih flexion
Punggung diputar atau dibengkokkan
a. +1 jika tubuh diputar
b. +1 jika tubuh miring kesamping
Gambar 2.14: Postur Punggung (Staton, 2005)
11. Langkah kesebelas :
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:
a. +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
b. +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana
terdapat ruang untuk berubah posisi.
a. +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
Gambar 2.15 : Postur Kaki (Staton, 2005)
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher,
punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Tabel 2.5 Skor Grup B
Sumber: Staton, 2005
13. Langkah ketiga belas :
Skor penggunaan otot
Tambahkan nilai +1, apabila terjadi :
a. Postur statis, berlangsung selama 10 menit atau lebih.
b. Gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit.
14. Langkah keempat belas :
Skor untuk penggunan tenaga atau beban.
Tabel 2.6: Berat Beban
15. Langkah kelima belas :
Tetapkan lajur pada table C
Tabel 2.5 Neck, trunk and leg score
Sumber: Staton, 2005
Penetapan skor final yaitu dengan memasukkan nilai postur kelompok A (arm
and wrist analysis) kedalam kolom vertikal tabel C, lalu memasukkan nilai postur
kelompok B (neck, trunk, and leg analysis) ke dalam kolom horizontal tabel C. Setelah
diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action
level) sebagai berikut:
a. Action Level 1: Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima
selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.
b. Action Level 2: Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh
dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
c. Action Level 3: Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan
perubahan dibutuhkan segera.
d. Action Level 4: Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan
Metode ini memiliki keterbatasan dalam pengukurannya, diantaranya
(Corlett, 1998) :
a. Tangan : metode ini tidak bisa mengukur gerakan tangan menggenggam,
meluruskan, memutar, memerlukan tekanan pada telapak tangan.
b. Tempat kerja : metode ini tidak mengukur antropometri tempat kerja yang
dapat menyebabkan terjadinya postur janggal.
c. Ketidaknyamanan : metode ini tidak mengukur derajat ketidaknyamanan
akibat dimensi fisik tempat kerja.
Meskipun begitu, metode ini juga memiliki banyak keuntungan yaitu mudah
digunakan, cepat, praktis, dapat dikombinasikan dengan metode lainnya dan dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan investigasi lebih lanjut tindakan
perbaikan dalam Maijunidah (2010).
2. Rapid Entire Body Assesment (REBA)
Rapid Entire Body Assesment (REBA) adalah cara penilaian tingkat
risiko dari repetitive motion dengan melihat pergerakan atau postur yang
dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan menggunakan task analysis
(tahapan-tahapan kegiatan dari awal sampai akhir) (Stanton dkk, 2005).
Sistem penilaian REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang
dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs
dengan menampilkan serangkaian table-tabel untuk melakukan penilaian
berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat
beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya. Perubahan nilai-nilai
perubahan atau pertambahan faktor risiko dari setiap pergerakan atau postur yang
dilakukan.
Cara perhitungannya adalah dengan memberi nilai pada setiap postur
yang terjadi, yang terdiri dari tiga grup yaitu pertama bagian leher, punggung dan
kaki; kedua bagian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan; ketiga
penggabungan antara bagian pertama dan kedua. Bagian pertama dijumlahka
dengan berat beban sedangkan bagian kedua dijumlahkan dengan coupling dan
ketiga dijumlahkan dengan aktifitas yang dilakukan. Setelah didapatkan hasilnya
maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan pengendalian berdasarkan
atas tingkat risiko yang terjadi (Stanton, 2005).
Kelebihan dari REBA yaitu :
a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu
pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombionasi efek dari
otot dan usaha, postur tubuh dalan pekerjaan, genggaman peralatan kerja,
pekerjaan statis atau berulang-ulang).
c. Dapat digunakan untuk postur tubuh stabil maupun yang tidak stabil.
d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk
menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang diperlukan
dilakukan.
e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari
analisa yang telah yang telah dilakukan.
a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.
b. Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama
yang berkaitan dengan faktor psikososial.
c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan
dengan vibrasi, temperatur dan jarak pandang.
3. Quick Exposure Checklist (QEC)
Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode yang dapat dipakai
utuk menilai secara cepat risiko pajanan terhadap Work Related Musculoskeletal
Disorders (WMSDs) atau gangguan otot rangka yang berhubungan dengan
pekerjaan (Li and Buckle dalam Stanton dkk, 2005). QEC fokus pada penilaian
pajanan dan perubahannya yang bermanfaat untuk intervensi di tempat kerja
yang penilaiannya dilakukan dengan cepat. Metode ini menilai gangguan risiko
yang terjadi pada bagian belakang punggung, bahu atau lengan, pergelangan
tangan dan leher serta kombinasinya dengan faktor risiko durasi, repetisi,
pekerjaan statis atau dinamis, tenaga yang dibutuhkan, dan kebutuhan visual.
Selain itu, metode ini juga melihat ada atau tidaknya pengaaruh getaran dan
tekanan psikososial dalam penilaiannya. Konsep dalam penilaian metode ini
adalah melihat skor pajanan ergonomi untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan
dengan bagian tubuh lainnya dengan cara melihat kombinasi faktor risiko
ergonomi yang hadir secara bersamaan di tempat kerja. Metode dalam penilaian
QEC melibatkan observasi langsung oleh peneliti dari kuesioner untuk pekerja,
dimana hasil penilaiannya akan dikalkulasikan sesuai dengan ketentuan QEC.