• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan. Gender sendiri berasal dari bahasa latin “genus” yang berarti tipe atau jenis. Gender bisa diciptakan melalui kontruksi keluarga, interpretasi agama, budaya di dalam suatu masayarakat. Mansour Fakih (2017) dalam bukunya yang berjudul AnalisisGender dan Transformasi Sosial, menyebutkan bahwa analisis gender menjadi hal yang penting apabila dipelajari secara mendalam karena menyangkut hak-hak manusia, khususnya perempuan.

Masih di dalam buku yang sama, penulis memaparkan bahwa perempuan selama ini dianggap sebagai kaum yang dipandang sebelah mata oleh sistem sosial yang sudah kita anut sejak lama tanpa mempertanyakan adakah kaum yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan. Sejumlah penelitian terkait media dan gender memang sangat banyak, tetapi beberapa penelitian memiliki dimensi-dimensi lain untuk diangkat.

48 Gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender adalah sesuatu yang menyangkut tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Tetapi jika jenis kelamin lebih kepada perbedaan organ biologis terutama bagian alat-alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan. Gender sifatnya dapat dirubah, tetapi jenis kelamin tidak dapat dirubah. Adanya doktrin bahwa laki-laki menjadi aspek utama dalam berbagai hal membuat kaum perempuan merasa tertindas, hal inilah yang membuat laki-laki menjadi kuat dan merasa dirinya paling hebat.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa gender menjadi salah satu analisis terhadap diskriminasi yang dialami kaum perempuan. Dalam buku Teori Komunikasi Massa

Mc Quail buku 1 edisi 6 (2011) menyebutkan bahwa ketertarikan wanita terhadap

khalayak massa masih menjadi sasaran media baik televisi maupun pers.

Jurnalisme menurut Mac Dougall, adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa.Dari segi kata, jurnalisme berasal dari kata ‘jurnal’ dan ‘isme’.Jurnal yang berarti laporan, dan isme berarti paham atau ajaran.Bisa disimpulkan bahwa jurnalisme adalah metode dalam menggali dan menyajikan fakta peristiwa kepada pembaca, pendengar dan pemirsa.

Menurut Martono (2011), pengertian perspektif adalah suatu cara pandang terhadap suatu masalah yang terjadi, atau sudut pandang tertentu yang digunakan dalam melihat suatu fenomena.Perspektif menurut KBBI cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya); sudut pandang; pandangan.

49 Gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bisa disimpulkan bahwa gender merupakan kesepakatan bersama yang tidak bersifat kodrati, dapat dirubah dan dapat ditukar ke manusia lainnya tergantung pada budaya dan waktu setempat. DR. Mansour Fakih dalam bukunya yang berjudul AnalisisGender dan Transformasi Sosial, menyebutkan bahwa analisis gender menjadi hal yang penting apabila dipelajari secara mendalam karena menyangkut hak-hak manusia, khususnya perempuan.

Masih di dalam buku yang sama, penulis memaparkan bahwa perempuan selama ini dianggap sebagai kaum yang dipandang sebelah mata oleh sistem sosial yang sudah kita anut sejak lama tanpa mempertanyakan adakah kaum yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan.

Menurut Subono (2003) jurnalisme perspektif gender yaitu kegiatan atau praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mem-permasalahkan dan menggugat terus menerus, baik dalam media cetak (seperti dalam majalah, surat kabar, dan tabloid) maupun media elek-tronik (seperti dalam televisi dan radio) adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, keyakinan gender yang menyudutkan perempuan atau representasi perempuan yang sangat bias gender. Dengan mengutip May Lan, Subono pun masih mencoba menambahkan pemahaman tentang jurnalisme berperspektif gender. Yaitu praktik jurnalisme yang berupaya untuk menye-barkan ide-ide mengenai kesetaraan dan keadilan gender antara laki-laki dan perempuan melalui media. Dalam penelitian ini, penulis ingin mencari tahu bagaimana media dalam

50 memberitakan gender. Bagaimana seorang jurnalis media mengambil peran yang tepat dalam bekerja di media.

Latar belakang yang bermula dari adanya keberpihakan antara laki-laki dan perempuan di kalangan masyarakat, memunculkan beberapa respon-respon sehingga berkembanglah menjadi jurnalisme perspektif gender. Ada 2 versi pengertian jurnalisme gender, yaitu jurnalisme yang berpihak pada perempuan seperti menyuarakan & membela perempuan dan jurnalisme yang tidak diskriminatif terhadap laki-laki dan perempuan. Memiliki kesadaran tentang perspektif gender tak hanya dilakukan oleh perempuan saja, melainkan laki-laki juga. Selama ini kerja jurnalistik selalu dianggap berada di wilayah laki-lai.

Versi pertama tentang jurnalismpe perspektif gender yang berpihak pada perempuan adalah dalam jurnal karya Sarah Santi yang berjudul Jurnalisme

Berspektif Gender menyebutkan bahwa media harus berperan dalam menciptakan

kesetaraan gender dengan cara memiliki sudut pandang dan memihak perempuan. Subono (2003: 61) dalam skripsi karya Yohanes Widodo yang berjudul Jurnalisme

Berspektif Gender dan Etika Jurnalisme dalam Jurnalisme Online menyebutkan

bahwa segala peliputan jurnalisme berspektif gender memiliki tujuan memihak dan memberdayakan perempuan dengan menggunakan bahasa yang sensitif gender dan subjektif karena merupakan kelompok yang perlu diperjuangkan. Hasil dari penelitian skripsi karya Yohanes Widodo juga menunjukkan bahwa media Kompas.com telah 100% memihak perempuan dalam setiap pemberitaannya, sedangkan Merdeka.com masih 96% berpihak pada perempuan. Hal ini dapat dibuktikan saat terjadi kasus pemerkosaan, dimana dua media ini menggambarkan sisi yang berbeda di judul pemberitaannya.

51 Pada Merdeka.com, judul beritanya masih tertulis “Pemerkosa RI Derita Kelainan Seksual & Suka ‘Jajan Wanita’”. Dari judulnya saja masih terlihat sistem patriaki dimana laki-laki sebagai penguasa dan wanita layaknya “barang jajanan” yang bebas dijual. Kita mencoba membandingkan dengan Kompas.com, masih pada kasus yang sama, media ini memberi judul berita “Ayah Pemerkosa Bocah RI Terbiasa Seks Bebas Sejak Remaja”, dalam hal ini Kompas.com memilih kata yang lebih memihak kepada kaum perempuan tanpa mengubah pesan yang akan disampaikan. Kompas.com juga memilih kata-kata yang tidak menyinggung perempuan dengan contoh “luka berat”. Merujuk pada apa yang dipaparkan Subono (2003: 61) memang media harus menggunakan kata-kata yang memihak perempuan. Dalam jurnalisme berspektif gender, pemilihan bahasa sangat diperhatikan. Masih dalam penelitian skripsi yang sama, media Kompas.com dan Merdeka.com 100% tidak menampilkan kata yang merujuk pada kekerasan, intimidasi, atau pelecehan secara verbal. Dalam kesimpulan yang diberikan peneliti Yohannes pada skripsinya menyebutkan bahwa kedua media tersebut telah menerapkan jurnalisme berspektif gender dan cenderung memihak kaum perempuan.

Versi kedua tentang jurnalisme perspektif gender yang tidak diskriminatif antara laki-laki dan perempuan adalah dalam journal.unair.ac.id karya Nadia Safira berjudul Praktik Jurnalisme Berspektif Gender di Radio Bersegmentasi Perempuan

(Studi Kasus SHE RADIO FM Surabaya) Ignatius Haryanto (2013) menyebutkan

bahwa dalam melihat permasalahan ekonomi, sosial, politik, dan budaya dalam perspektif gender tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, jelas bahwa Ignatius ingin menekankan bahwa tidak membedakan antara

laki-52 laki dan perempuan berart tidak menjatuhkan salah satu pihak serta tidak mengidentikkan jenis kelamin tertentu berdasarkan gendernya. Pendapat lain yang mendukung juga disebutkan oleh Hartono (2012: 3) bahwa praktik jurnalisme meliput keseluruhan proses pada industri media mulai dari rapat menentukan informasi sampai dengan penayangan agar masyarakat luas bisa melihatnya. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jurnalisme berspektif gender adalah seluruh kegiatan atau proses yang terjadi didalam media dengan melihat segala permasalahan dari sudut pandang yang tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, maupun tidak mengidentikkkan terhadap satu jenis gender tertentu.

Contoh nyata bahwa praktik jurnalisme berspektif gender telah diimplementasikan yaitu pada penelitian karya Nadia Safira tersebut, bahwasanya di SHE Radio Surabaya, posisi CEO memang diduduki oleh laki-laki namun posisi strategis seperti dibagian produksi diduduki oleh perempuan. Hal ini berdasarkan pada keahlian dan kemampuan teknik jurnalistik dalam membuat konten serta melaksanakan fungsi manajerial dengan baik. Misal saja jurnalis Endang Ernati yang sudah bekerja di SHE Radio selama 12 tahun dengan posisi supervisor. Selain itu posisi penting lainnya yaitu Music Director yang diduki Lia Lusiana selama 13 tahun. Dalam gambaran diatas, memperkuat bahwa jurnalis laki-laki dan perempuan dalam struktur organisasi memiliki peluang yang sama agar bisa mendapatkan posisi yang setara, karena kenaikan pangkat dilihat dari kemampuan dan pengalaman seorang jurnalis tersebut. Irwan Abdullah (2003) menjelaskan bahwa jika terdapat perlakuan yang sama anatara laki-laki dan perempuan maka eksistensi perempuan sesuai dengan kapasitasnya. Dan SHE Radio telah mengakui eksitensi perempuan di dalam ruang redaksi dengan cara mencari naraasumber,

53

taping, editing, dan siaran sama-sama dilakukan oleh jurnalis laki-laki dan

perempuan tanpa pengecualian. Dalam aspek institusi media, SHE Radio sudah menerapkan jurnalisme berspektif gender dimana tidak membedakan suatu pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.

Bisa kita lihat dari kasus diatas, bahwa interpretasi jurnalis memandang suatu peristiwa itu berbeda-beda. Pada kasus yang pertama, dimana jurnalis menginterpretasikan sesuatu tidak sensitif gender dilihat dari bahasa pemberitannya yang tak pantas, sebaliknya jika interpretasi jurnalis memiliki sensitifitas gender maka bahasa yang digunakanpun layak untuk dibaca dan tidak menyinggung korban. Interpretasi jurnalis juga bisa dilihat dari kegiatan setiap harinya dimana mereka yang bekerja di SHE Radio telah mengimplementasikan sensitif gender dan memandang suatu peristiwa berdasarkan fakta.

Dokumen terkait