ANALISA GENDER TERHADAP GUGAT CERAI DI WILAYAH KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG
E. KAJIAN PUSTAKA 1 Kerangka Teor
3. Konsep Gender dan Kesetaraan Sejak dua dasawarsa terakhir, wacana
gender telah menjadi bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan topik penting dalam setiap
perbincangan mengenai
pembangunan. Pada umumnya
masyarakat memahami konsep gender sama dengan pengertian jenis kelamin (seks). ( Ridwan,2006: 15).
Secara etimologi kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis
kelamin. Dalam Womens‘Studies
Encyclopedia,sebagaimana di kutip oleh Mufidah CH , dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempua yang berkembang di masyarakat.
Menurut Mansour Fakih, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikontruksikan secara sosial dan kultural. Sifat gender yang melekat
pada perempuan dikenal lemah
lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap : kuat, rasional dan perkasa. Ciri dari sifa- sifat tersebut merupakan sifat
yang dapat dipertukarkan antara kaum laki-laki dan perempuan.
Sedangkan pengertian jenis
kelamin adalah pensifatan secara biologis yang bersifat permanen dan merupakan pemberian Tuhan yang kemudian disebut kodrat.Sehingga ada perbedaan yang mendasar antara konsep gender dan jenis kelamin. Setiap manusia dilahirkan sebagai laki-laki dan perempuan , tetapi jalan yang menjadikan ia sebagai maskulin atau feminin adalah gabungan struktur biologis dan konstruksi sosial budaya. Gender adalah seperangkat peran seperti halnya kostum dan topeng di teater, untuk menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini mencakup penampilan,
pakaian , sikap,kepribadian,
pekerjaan, tanggungjawab keluarga dan sebagainya yang secara bersama- sama memoles peran gender.
Salah satu hal yang menarik tentang peran gender adalah bahwa peran-peran itu dapat berubah seiring dengan perubahan dimensi ruang, waktu dan batas-batas cultural. Peran itu juga dipengaruhi oleh kelas-kelas sosial, usia dan latar belakang budaya. Di Inggris pada abad 19 terdapat
anggapan bahwa kaum perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah. Tetapi pandangn ini hanya berlaku bagi perempuan kelas menengah dan kelas atas. Justru kaum perempuan kelas bawah diharapkan jadi pembantu bagi kaum perempuan kelas atas .
Dengan demikian bahwa gender merupakan konsep sosial yang harus diperankan oleh kaum laki-laki atau perempuan sesuai dengan ekspektasi- espektasi sosio-kultural yang hidup dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat yang kemudian
melahirkan peran sosial laki-laki dan perempuan sebagai peran gender. Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan oleh karena keduanya terdapat perbedaan secara biologis
Menurut Heddy Shri Ahimsha Putra, istilah gender dapat dibedakan dalam beberapa pengertian sebagai berikut:
a. Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu. Gender berasal dari istilah asing gender yang maknanya tidak banyak diketahuiorang secara baik, maka sangat wajar jika istilah gender menimbulkan kecurigaan tertentu
pada sebagian orang yang telah mendengarkan istilah tersebut.
Seringkali orangmengartikan
gender dengan seks sehingga menimbulkan istilh dan pemaknaan yang keliru.
b. Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya. Perbedaan seks adalah alami dan kodrati dengan ciri-ciri fisik yang jelas dan tidak dapat dipertukarkan. Sebagai fenomena sosial, gender bersifat relatif dan kontekstual. Gender yang dikenal masyarakat Minang berbeda dengan gender pada
masyarakat Jawa. Perbedaan
tersebut akibat adanya perbedaan konstruksi sosial budaya sehingga lahirlah peran gender yang
berbeda-bedasekaligus untuk
membedakan peran atas dasar jenis kelamin.
c. Gender sebagi suatu kesadaran
sosial. Pemahaman gender
sebagai wahana akademik perlu diperhatikan pemaknaanyasebagai suatu kesadaran sosial. Masyarakat
mulai menyadari bahwa
pembedaan peran gender
merupakan produk sejarah dan sebagai akibat kontak warga masyarakat dan komunitasnya.
Manusia kemudian menyadari bahwa ada hal-hal yang perlu diubah agar hidup ini lebih baik , harmonis dan berkeadilan. Terjadi dominasi jenis kelamin tertentu atas jenis kelamin yang lain, yang
selanjutnya gender menjadi
kesadarn sosial dan sekaligus menjadi persoalan sosial budaya. d. Gender sebagai persoalan sosial
budaya. Perjuangan terhadap ketidak adilan gender tidak hanya menyentuh persoalan praktis tetapi juga memasuki ranah filosofis dan agama. Karena ketidak adilan
gender menimbulkan ketidak
harmonisan dalam kehidupan, maka perlu dilakukan perubahan mendasar dan berkelanjutan.
e. Gender sebagai sebuah konsep analisis. Dalam ilmu sosial definisi gender tidak lepas dari asumsi- asumsi dasar yang ada pada sebuah paradigma, dimana konsep analisis
merupakan salah satu
komponennya. Asumsi dasar itu
pada umumnya merupakan
pandangan filosofis dan juga idiologis. Gender sebagai analisis konsep digunakan oleh para ilmuan dalam mempelajari gender sebagai fenomena sosial dan budaya.
f. Gender sebagai sebuah paradigma atau kerangka teori lengkap dengan asumsi dasar, model dan konsep- konsepnya. Seorang peneliti menggunakan idiologi gender
untuk mengungkap pembagian
peran atas dasar jenis kelamin serta
implikasi-implikasi sosial
budayanya, termasuk ketidak adilan yang ditimbulkannya.Penelitian yang dilakukan dengan perspektif gender akan menonjolkan aspek kesetaraan gender dan kadang- kadang menjadi bias perempuan
karena kenyataan menuntut
demikian. Sehingga peneliti dituntut untuk memiliki sensifitas gender dengan baik.
Konsep gender jika dirunut
dalam dimesi kesejarahan
tampaknya bersumber dari Barat, melalui filsafat eksistensialisme yang berkembang di Eropa pada pertengahan abad 19 konsep ini terus berkembang
Gerakan gender dalam
dunia Islam terjadi ketika seorang ahli dari Pakistan Fatima Mernisi sebagai guru besar di Harvard
University yang berstatus
muslimah menggulirkan suatu perlawanan terhadap kontruksi
sosial yang menempatkan perempuan sebagai makhluk kedua di muka bumi ini. Melalui tulisannya yang berjudul Womenin
the Al Qur‟an , ia menggugat beberapa tafsir yangcenderung bias gender. Tulisan inilah yang kemudian menghebohkan dunia Islam bahkan melampaui isu-isu apapun dalam dunia Islam.(Cecep Sumarna. 2003: 26)
Gender sebuah wacana
akademik ataupun sebagai sebuah gerakan di Indonesia telah melahirkan model baru dalam kontek relasi sosial antaraa kaum
laki-laki dan perempuan.
Kehadirannya tentu saja akan membawa konsekuensi baru dan isu perjuangan keadilan gender akan mendekontruksi berbagai tatanan budaya dan tafsir agama yang sudah mapan. Secara spesifik isu gender akan menghadapi resistensi yang cukup kuat ketika berbenturan dengan berbagai tafsir keagamaan dan gender dianggap akan merusak tatanan atau sistem ajaran agama itu sendiri.
4. Landasan Yuridis Kesetaraan Gender