• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Teori Yang Digunakan

2.2.2 Konsep Indeksikalitas

Salah satu ranah penelitian yang paling penting dalam bidang antropolinguistik dalam tiga dekade terakhir adalah Indeksikalitas (Duranti, 1997). Indeksikalitas adalah tanda yang dihubungkan dengan objek yang ada pada dunia nyata (bukan merupakan penafsiran), sesuatu yang membutuhkan reaksi dan perhatian.

Pierce (2001), indeksikalitas adalah hubungan antara tanda dan objeknya atau acuan yang bersifat kemiripan. Dia menyatakan bahwa ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan/similaritas dengan objeknya ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan atau dengan kata lain, indeksikalitas merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu bagi seseorang dalam beberapa hal atau kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda yang lebih terkembang. Tanda yang tercipta itu disebut sebagai interpretan dari tanda yang pertama. Tanda yang menggantikan sesuatu, yaitu objeknya, tidak dalam segala hal, melainkan dalam rujukannya pada sejumput gagasan, yang kadang disebut sebagai latar dari representamen. Pierce (2001), mencirikan Indeksikalitas sebagai “suatu tanda yang menggantikan (stands for) sesuatu semata-mata karena ia mirip dengannya”, sebagai suatu tanda yang “mengambil bagian dalam karakter-karakter objek”; atau sebagai suatu tanda yang “kualitasnya mencerminkan objeknya, membangkitkan sensasi-sensasi analog di dalam benak lantaran kemiripannya.”

Indeksikalitas tidak hanya berupa tanda-tanda yang terdapat di dalam komunikasi visual, melainkan juga dalam hampir semua bidang semiotis, termasuk di dalam bahasa. Pada penelitian ini ini akan dibahas Indeksikalitas

dalam upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba. Indeksikalitas adalah tanda yang didasarkan pada kemiripan di antara tanda (representamen) dan objeknya, walaupun tidak semata-mata bertumpu pada pencitraan “naturalistik”

seperti apa adanya, karena grafik skema,atau peta juga termasuk yang dapat dikatakan ikon. Jenis tanda yang didasari resemblance itu adalah tanda ikonis, dan gejalanya dapat disebut sebagai ikonisitas.

Konsep Indeksikalitas menyangkut tanda yang memiliki hubungan eksistensial dengan yang diacu. Pada masyarakat Batak Toba terdapat banyak tanda yang digunakan sebagai Indeksikalitas dalam upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba.

2.2.1.3 Partisipasi

Partisipasan dalam teori Antropolinguistik merupakan interaksi keterlibatan dengan orang lain dalam berbahasa. Partisipasi (penampilan) dapat ditemukan pada unit-unit perilaku tuturan (speech behaviour) dan juga dalam aktivitas bertutur (speech activities). Selain itu, Partisipasi juga terjadi situasi yang membutuhkan tuturan (speech situation) seperti acara makan bersama dalam keluarga, acara-acara yang membutuhkan tuturan (speech event) seperti percakapan, wawancara, dan dialog dengan orang lain, dan juga tindak tutur (speech act) yang berupa sapaan, permintaan maaf, pertanyaan, dan perkenalan (Hymes, 1972). Partisipasi dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba dikenal dengan istilah dalihan na tolu yaitu : (1) somba marhula-hula; (2) manat mardongan tubu; (3) elek marboru.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitan adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian (Manurung, 2010 : 19). Dengan kata lain bahwa metode akan memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau bagaimana cara penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang aktual yang dapat dibuktikan kebenarannya terhadap objek permasalahan.

3.1 Metode Dasar

Dalam proposal skripsi ini, penulis menggunakan metode etnografi sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti bagaimana proses upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba. Metode etnografi merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Penelitian etnografi merupakan kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Bungin (2011 : 220). Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dijadikan penulis adalah Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Ada 3 alasan penulis memilih lokasi tersebut : (1) karena Desa Hutaginjang merupakan desa adat yang masih tetap melaksanakan upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba sampai sekarang. (2) Mudah mencapai lokasi, dan (3) memiliki key informan yang memadai.

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari narasumber (informan) yaitu sebagai sumber data, sumber informasi dari apa yang akan diteliti oleh penulis.

Peristiwa atau aktivitas yaitu sebagai sumber data yang diperoleh dengan mengamati bagaimana kegiatan upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba tersebut berjalan. Tempat atau lokasi yaitu sebagai sumber data yang berkaitan dengan keadaan atau kondisi dari kegiatan itu dilakukan. Dokumen atau arsip yaitu bahan tertulis atau benda, seperti data, keterangan, pedoman, rekaman-rekaman dan sebagainya yang berkaitan dengan upacara adat saur matua. Dalam penelitian ini tokoh adat dijadikan sebagai informan kunci (key of information) karena selalu bertindak sebagai aktor di dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba dan dapat memberikan informasi yang akurat dari upacara tersebut. Penulis juga melengkapi data berupa dokumen-dokumen, buku-buku, artikel serta video sebagai data pendukung.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat yang digunakan pada penelitian ini ialah alat yang berisi informasi upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba Di sisi lain penulis sebagai „human instrument‟ karena penulis berasal dari Batak Toba.

Instrumen lain atau alat pendukung dalam penelitian ini adalah:

1) Alat tulis dan buku catatan untuk mencatat segala data-data penting dari informan yang berhubungan dengan objek penelitian.

2) Alat perekam suara untuk merekam percakapan/wawancara sebagai penyempurna catatan yang telah didapatkan dari informan.

3) Kamera sebagai alat yang digunakan untuk mendokumentasikan aktivitas upacara saur matua.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan masalah penelitian ini, maka pengumpuan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1) Teknik Observasi

Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Didalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara mengamati proses upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba.

Penulis menggunakan observasi, yaitu mengamati jalannya upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba.

2) Teknik Wawancara

Metode pengumpulan data adalah dengan jalan wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan, dalam hal ini kepada tokoh-tokoh adat, pendeta, masyarakat setempat, tamu undangan pada upacara adat saur matua. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (Sugiyono, 2013). Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau subjek penelitian ini.

Pengumpulan data atau informasi dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan sehingga informasi yang diperoleh lebih jelas mengenai tata cara upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba.

3) Metode Pustaka

Metode pustaka yaitu penelitian dengan mencari data dari buku-buku yang ada hubungannya dengan upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba.

3.6 Metode Analisis Data

“Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengelola data yang mentah, sehingga menjadi data yang cermat atau akurat dan ilmiah” (Hutasoit, 2012 : 27). Dalam konteks ini analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh kebenaran objek dan teori. Dalam menganalisis, penulis dituntut untuk memiliki nalar dan kreativitas yang tinggi sehingga data yang dianalisis akurat, serta kebenarannya mampu dipertanggungjawabkan.

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah ialah menganalisis. Untuk menganalisis data penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif.

Langkah-langkah yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data ialah:

1) Mengeliminasi data yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.

2) Mengklasifikasikan data yang sesuai dengan pokok permasalahan.

3) Menganalisis data-data sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan.

4) Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba yaitu untuk mengetahui bagaimanakah performansi, indeksikalitas, dan partisipasi dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba.

4.1 Performansi Dalam Upacara Adat Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba

Skripsi ini membahas tentang Antropoliguistik yang berhubungan dengan tiga relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang bersangkutan yang berarti bahwa ketika mempelajari suatu budaya kita juga harus mempelajari bahasanya dan ketika kita mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari budayanya. Performansi adalah kemampuan bahasa seseorang yang ditunjukan melalui kemampuan riil seperti berbicara, mendengarkan, dan menulis. Pemahaman bahasa sebagai tindakan juga pertunjukan komunikatif. Performasi memiliki sifat yang konkret. (Duranti, 1997 : 14-17).

Dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba ada 5 (lima) tahapan performansi yang dilakukan sebelum hari penguburan dan setelah penguburan, yaitu :

1) Pasada Tahi

2) Mompo/Mangoppoi 3) Maria Raja

4) Panambolon 5) Maralaman 4.1.1 Pasada Tahi

Acara pasada tahi merupakan acara musyawarah yang singkat untuk mempersiapkan upacara. Acara pasada tahi dilakukan di rumah orang yang meninggal. Orang yang harus hadir dalam acara pasada tahi ada (1) semua anak dari yang meninggal (suhut), dan (2) paidua ni suhut/dongan tubu na sumolhot (keluarga terdekat dari orang yang meninggal) untuk membahas persiapan apa saja yang akan dibicarakan dalam musyawarah umum (marria raja) nantinya.

Dalam musyawarah semua pembicaraan dicatat oleh para paidua ni suhut untuk kemudian dipersiapkan ke musyawarah umum. Dalam acara ini juga ditentukan orang-orang yang akan bertanggung jawab pada setiap bidang kerja yang sudah diberikan kepadanya, misalnya: (a) menentukan orang yang membicarakan riwayat hidup yang meninggal (b) mengurus peti mayat (ruma-ruma), (c) menyebarkan undangan kepada pihak tertentu (1) hula-hula, (2) hula-hula ni hahaanggi, (3) hula-hula naposo, (4) tulang, (5) bona tulang, (6) bona ni ari, dan (7) tulang rorobot, (d) menunjuk orang menyebarkan undangan kepada dongan tubu, dongan sahuta, dongan saulaon, rodi ale-ale, (e) menentukan orang yang menyiapkan makanan untuk keluarga dan pihak paradaton, (f) menentukan orang khusus untuk piso-piso ni ulos dan juga bendahara umum, (g) menentukan waktu dilaksanakan maria raja/tonggo raja, (h) hewan apa yang akan disembelih, (i) menentukan waktu mompo, maralaman, memberikan saput dan sampetua, (j) menentukan orang yang mempersiapkan sijagaron sanggul marata, (k) menentukan orang yang menyambut kedatangan hula-hula.

Data 1 :

Suhut : Di hamu raja ni panambak nami dohot raja ni hula-hula nami asa masuk ma hamu raja nami tu bagas ta on, jadi mauliate ma. Boha hita namarhaha maranggi nga simpul hita dison?

“Kepada panambak kami dan hula-hula kami supaya masuklah ke rumah kita ini, terimakasih. Bagaimana dengan kita yang bersaudara (abang dan adik yang sedarah) apakah kita sudah semuanya di sini?”

Pada data 1 di atas menjelaskan bahwa performansi dalam memulai sebuah musyawarah di masyarakat Batak Toba harus benar-benar semua sudah hadir. Sebelum semua hadir dalam musyawarah tersebut maka acara tidak akan dimulai. Sehingga nantinya apapun yang akan di remukkan dalam musyawarah dapat diterima oleh semua pihak yang hadir dan mengambil kesepakatan bersama.

Sehingga suasana dalam acara nantinya tidak akan ada masalah dan akan terjalin hubungan yang harmonis dari semua pihak yang akan mengadakan upacara adat dari awal hingga berakhirnya upacara adat tersebut.

Data 2 :

Hasuhuton dohot paidua ni suhut: Nunga be.

“Sudah!”

Paidua ni suhut: Di hamu raja ni panambak nami?

“Bagaimana dengan panambak kami?”

Panambak: Nunga be raja nami, nga singkop dison hami be.

“Sudah raja kami, kami semuanya di sini sudah siap”.

Paidua ni suhut: Raja ni hula-hula nami raja ni panaput?

“Hula-hula kami panaput?”

Panaput: Nunga dison be hami akka amangboru.

“Kami sudah di sini amangboru”.

Pada data 2 di atas menjelaskan bahwa performansi dalam melakukan musyawarah di dalam upacara adat masyarakat Batak Toba harus benar-benar disepakati oleh semua pihak dengan menjawab semua pertanyaan seputar persiapan yang akan dilakukan dihari upacara adat dilakukan. Dengan menjawab semua pertanyaan seputar persiapan untuk keberlangsungan upacara adat maka

dengan sikap yang baik dan tegas harus ditunjukkan dalam hal ini. Pada data 2 sangat jelas ditunjukkan performansi antara kedudukan dalam upacara adat yang akan dilaksanakan. Terlihat dari percakapan antara paidua ni suhut dengan panambak dan panaput.

4.1.2 Mompo/Mangoppoi

Acara mompo ini dilakukan oleh pihak suhut, hula-hula (panaput), dongan tubu (panambak), dan boru. Pihak hula-hula (panaput) berperan penting yaitu sebagai pelaku atau saksi utama acara moppo. Bila hula-hula (panaput) tidak ada maka acara moppo tertunda untuk dilaksanakan. Pihak dongan tubu (semarga) berperan penting dalam acara mompo karena merekalah yang akan memasukkan jenazah ke dalam peti jenazah. Bila mereka tidak hadir maka acara tersebut tidak akan bisa dilanjutkan. Menurut adat yang berlaku tidak dibenarkan pihak manapun yang memasukkan jenazah ke dalam peti mayat yang telah disediakan pinarsangapan, acara parmoppoon. Raja nami raja ni panambak, dison naeng paoppoonta ma na tuatua nami on tu ruma-rumana manang tu jabu naso pinukka ni tanganna ale parjolo hami mangidohon tu hamuna raja ni panambak nami, toho di raja nami na pinukka ni omputta sijolo-jolo tubu ingkon raja i do padimposhon paturehon ruma-ruma ni natua-tua nami on alai akka raja nami raja ni panambak nang pe so tangan muna paulihon ruma-ruma ni natua-tua on pos roha nami na tontong do raja nami na nijama ni tangan muna do on. Jadi marhite i ma raja nami asa tontong tangianghon hamu tu amanta Debata diparmoppoon ni natua-tua nami on asa mompo ma nauli mompo ma na denggan tutu tumpahon niamanta

boti ma jo hami raja nami raja ni panambak tu hamuna.

“Terima kasih banyak kami ucapkan kepada panambak kami dan juga hula-hula kami. Pada kesempatan ini kalian hula-hula-hula-hula kami hanya menyaksikan acara paompohon namboru atau saudara perempuan kalian ini, orang tua kami ini yang akan kita masukkan ke rumah yang tidak dibangun oleh tangannya. Jadi, terimakasih. Maaf pada kumpulan yang dihormati, acara parmompoon. Raja panambak kami, di sini kita akan memasukkan orang tua kami ini ke dalam peti atau rumah yang tidak dibuat oleh tangannya sendiri.

Tetapi pertama-tama kami memohon kepada kalian panambak kami tentang perkataan nenek moyang kita di mana kalianlah yang seharusnya membuat peti ini tetapi meskipun bukan kalian yang membuatnya kami merasa bahwa ini tetaplah karya tangan kalian. Jadi, kami berharap supaya kalian tetap berdoa kepada Tuhan di mana pada saat parmompoon orang tua kami ini supaya datang segala hal yang baik untuk hari- hari berikutnya yang di berikan oleh Tuhan kepada kita terlebih kepada keturunan orang tua ini.

Kira-kira seperti itulah dulu kata dari kami kepada kalian panambak kami”.

Pada data 3 diatas menjelaskan bahwa performansi dalam dalam upacara adat saur matua ini menjelaskan bahwa acara ini berlangsung dengan adanya panambak dan kehadiran hula-hula dengan paidua ni suhut mengucapkan terima kasih atas kehadoran mereka. Karena dengan kehadiran mereka maka acara mangompoi akan tetap berjalan. Dalam konteks acara mangompoi yang dari dulu dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba dalam pembuatan peti mati yang meninggal adalah pekerjaan tangan si panambak. Namun dengan seiring perkembangan jaman maka hal tersebut sudah digantikan dengan langsung membeli peti mati yang meninggal. Sehingga dalam konteks performansi dalam data 3 tersebut si paidua ni suhut mengatakan siapa yang seharusnya membuat peti mati tersebut, namun dengan cara meminta maaf dan juga berterima kasih dengan mengatakan „kami sudah menganggap bahwa peti mati ini adalah karya tangan kalian‟dengan berdoa agar acara berlangsung dengan baik dan tetap dalam perlindungan Tuhan sekaligus panambak juga didoakan agar mendapatkan anugerah dan juga perlindungan Tuhan kepada mereka.

Data 4 :

Panambak1: Gabe ma jala horas, di hita panambak asa ta alusi.

„Terimakasih, kita panambak supaya kita jawab‟.

Panambak2 :Baenma.

„Ia, silahkan‟.

Pada data 4 diatas menjelaskan bahwa performansi dari data 3 berkesinambungan dengan data 4. Dalam konteks upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba setiap apa yang disampaikan harus mendapatkan balasan.

Dengan paidua ni suhut mengucapkan dalam data 3 maka dalam data 4 ini mereka membalas perkataan dengan bersama-sama menjawab dengan panambak yang lain. Sehingga dapat kita lihat bentuk performansi dalam kedua belah pihak ada interaksi yang dapat menggambarkan upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba akan berjalan dengan lancar.

Data 5 :

Panambak: Mauliate ma raja nami raja ni bona hasuhuton nunga marnatampak hami dison raja ni panambak mu ima digokhon dohot jou-jou mu diparmompoon ni natua-tua on. Jadi maulitae ma di tuhanta, tangi ma attong amanta Debata dilehon ma attong di hita saluhutna aha na sinangkap ni rohanta dilehon ma attong di hita hagabeon, dilehon sitorop pinompar, dilehon ma tontong ganjang ni umur. Songon hami pe antong dipangidoan muna asa songon hata muna i ma tutu raja ni hasuhuton, dung tapaompohon natuatua on mompo ma antong nauli mompo ma antong na denggan tu ari nanaeng ro tumpahan ni amanta Debata. Asa hugohi hami ma songon hata ni natuatua.

Bintang na rumiris Ombun na sumorop Tubu ma antong di hamu anak riris

Dohot boru torop donganmu ma i tangkas sahat tu saur matua Sahat solu

Tinogu sahat tu bontean

Leleng ma hita antong saluhutna mangolu Jala tangkas ma sahat tu nagabean

“Terimakasih bona hasuhuton kami, kami panambak kalian sudah berada di sini untuk menghadiri undangan kalian pada acara parmompoon orang tua ini. Jadi, terimakasih kita ucapkan kepada Tuhan, semoga Tuhan mendengar dan memberikan segala sesuatu yang kita harapkan, semoga diberikan apa

banyak keturunan, serta umur yang panjang. Seperti perkataan, doa dan

Dan juga putri yang banyak teman kalian hidup bersama sampai tua nanti Sampailah perahu

Diiring sampai ke pelabuhan Semoga kita panjang umur Sampai beranak cucu

Pada data 5 diatas menjelaskan bahwa performansi dalam data tersebut panambak memberikan kembali sebuah ucapan terima kasih. Yang berkaitan dengan data 3 dan juga lanjutan dari data 4. Dalam konteks upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba hal ini sangatlah penting. Dalam percakapan di dalam upacar adat kedua belah pihak harus bersama-sama saling mendoakan sehingga terjalin komnukasi dua arah. Dalam hal ini si panambak mengucapkan terima kasih dengan memberikan sebait pantun yang memiliki arti „semoga keluarga yang saur matua ini dari anak hingga keturunannya semua memiliki umur yang panjang baik laki-laki dan perempuan juga cucu-cucu mereka nantinnya‟. Dengan sebait pantun tersebut maka terjalin komunikasi yang baik antara panambak dengan suhut dan juga hula-hula hingga acara sampai selesai.

Data 6 :

Panambak: Songoni ma sian hami raja ni panambakmu acara paompohon natuatua on. Pinasahat ma tu raja i, raja ni hula-hula.

“Begitulah dari kami panambak kalian pada acara paompohon orang tua ini.

Kami berikan kepada raja hula-hula”.

Pada data 6 diatas menjelaskan bahwa performansi yang terjadi dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba masih berkaitan dengan data 5 yang menjeleskan bahwa kedudukan panambak dengan suhut dan

hula dapat dibedakan dari setiap penyampaian kata yang diberikan baik dari hula-hula ke pihak panambak dan sebaliknya. Data 6 ini menjelaskan panambak yang menyelesaikan perkataan yang disampaikannya setelah sebait pantun dengan penutup dikembalikan lagi ke pihak hula-hula dengan sebutan raja.

Data 7 :

Hula-hula: Mauliate ma. Gabe ma jala horas, songon nidok ni hata ni panambak mu naking hata nauli hata na denggan sian hami pe raja ni hula-hulamu manang tulangmu asa tangi ma antong amanta Debata dilehon ma di hamu pasu-pasu, pasu-pasu nauli, sitorop pinompar ma antong hamuna dipudian ni namboru nami on. Tubu ma antong di hamu anak partahi, tubu ma antong di hamu akka pangkat, tubu ma antong di hamu nang hagabeon tumpahon ni amanta Debata. Dipangidoan muna i, mangido ma hami antong tuadopan ni amanta namartua Debata, disahaphon ma atong di hamu akka nauli, mompo ma nadenggan di hamuna dipudian ni namboru nami on. Asa hudokon hami ma songon hata ni umpasa.

Bintang na rumiris Tu ombun na sumorop

Tubu ma antong di hamu anak riris

Dohot boru torop donganmu ma i tangkas sahat tu saur matua Balga ma tiang ni ruma

Balga ma antong tiang ni sopo

Nunga gabe di namboru nami on siganjang umur,

Nunga gabe di namboru nami on siganjang umur,

Dokumen terkait