• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Kerangka Pemikiran

2. Konsep International Non-Governmental Organization

Menurut Clive Arsher, Organisasi Internasional (IO) adalah sebuah lembaga dengan sistem formal, mempunyai tujuan, instrumen, staf, administrative, dan sebagainya. Selain itu istilah “internasional” diklaim dari istilah “antar” atau ketika menggambarkan suatu kegiatan seperti perang, diplomasi, atau jenis hubungan apapun yang dilakukan diantara dua negara dan lebih atau diantara perwakilan pemerintah mereka.31

Menurut Harold K. Jacobson, Organisasi Internasional (OI) dibagi menjadi dua macam, OI yang didirikan sesuai dengan kesepakatan diantara pemerintah disebut International Governmental Organizations (IGOs) dan OI yang didirikan tanpa kesepakatan diantara pemerintah disebut sebagai International

Non-governmental Organizations (INGOs).32 Anggota dari NGO adalah individu atau

asosiasi swasta atau kombinasi keduanya yang terdiri dari dua individu atau lebih, dan NGO didirikan sesuai dengan beberapa tujuan.33

Menurut Bob Sugeg Hadiwinata, berdasarkan asalmula pembentukan NGO dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. “Poverty Alleviation NGO.” NGO ini mucul sebagai aksi terhadap

ketidakpuasan program pemerintah dalam menuntaskan kemiskinan. Tujuan

31 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 1-2.

32 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political

System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 4-5.

utamanya adalah memberantas kemiskinan dengan membuat program-program pembangunan berdimensi swadaya dan melakukan aktivitas charity.

b. “Emancipatory NGO.” NGO ini muncul untuk membangkitkan kesadaran dalam menyelesaikan struktur yang menempatkan lingkungan, perempuan, anak sebagai korban eksploitasi. NGO ini berdiri dengan tujuan meningkatkan posisi tawar isu tertentu dalam masyarakat agar tidak menjadi sumber eksploitasi, serta melakukan aktivitas melalui advokasi dan kampaye untuk memperkenalkan isu-isu global yang menjadi fokus mereka.

c. “Anti Authoritarian NGO.” NGO ini muncul sebagai aksi terhadap

ketimpangan politik yang dianggap kurang kondusif bagi terciptanya demokrasi, kepastian hukum, dan pelindungan hak asasi manusia. Tujuanya adalah untuk mengupayakan tumbuhnya demokrasi di suatu negara melalui berbagai strategi yang meliputi advokasi, pelatihan, pembentukan kader, diskusi, dll.34

Kemudian, menurut Clive Arsher, terdapat tiga peran utama Organisasi Internasional dalam sistem internasional, sebagai berikut:

a. Organisasi Internasional sebagai “instrument” yang digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu seperti kepentingan nasional dantujuan politik luar negerinya.

b. Organisasi Internasional sebagai “arena” yang digunakan sebagai tempat atau forum untuk membahas, berdebat, bekerjasama dalam isu tertentu.

34 Bob S Hadiwinata, “Dilema Pemberdayaan: LSM, Pemerintah dan Masyarakat Sipil” Jurnal Potensia

c. Organisasi Internasional sebagai “aktor independen.” Organisasi internasional dapat bertindak di panggung dunia, merumuskan, dan membuat keputusan tanpa dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.35

Di sisi lain, Salamon dan Anheier mendefinisikan karakteristik “nonprofit sector” atau aktor independen, sebagai:

a. “Terorganisir.” OI memiliki beberapa realitas kelembagaan dan struktur organisasi internal.

b.“Swasta.” OI mempunyai kelembagaan terpisah dari instansi pemerintah. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak dapat menerima dukungan pemerintah yang signifikan atau bahkan pemerintah tidak bisa memimpin mereka.

c. “Tidak mencari keuntungan.” Keuntungan bukan tujuan utama sebuah OI, baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. “Self-governing.” OI mengontrol kegiatan mereka sendiri melalui prosedur tata kelola internal, tanpa intervensi dari luar.

e. “Sukarela.” Karakter ini melibatkan partisipasi yang sukarela.

f. “Nonreligius.” OI tidak terlibat dalam promosi suatu ajaran Agama.

g. “Nonpolitical.” OI tidak terlibat dalam promosi calon pejabat terpilih

ataupun dalam kegiatan politik lainya.36

Selain itu, menurut Harold K. Jacobson, ada beberapa fungsi dari Organisasi Internasional, yaitu:

35 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 130-142.

36 Salamon, Lester M. and Helmut K. Anheier, “Social Origins of Civil Society: Explaining the Nonprofit

Sector Cross-Nationally,” Working Papers of the Johns Hopkins Comparative Nonprofit Sector Project, no.

22, (Baltimore: The Johns Hopkins Institute for Policy Studies, 1996), 3-4 [database on-line]; tersedia di http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/CivilSociety/Social%20Origins%20of%20CSOs.pdf; Internet diakses pada Agustus 11, 2014.

a. “Fungsi Informasi.” OI menyediakan informasi, mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasikan data. OI juga membantu menyebarkan informasi dengan menyelenggarakan berbagai forum di mana setiap individu bisa saling bertukar pikiran.

b. “Fungsi Normatif.” OI mengadopsi prinsip-prinsip dari sebuah deklarasi dan pernyataan tujuan. Fungsi ini tidak melibatkan instrumen yang mengikat secara hukum, melainkan pernyataan yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.

c. “Fungsi operasional.” Fungsi ini melibatkan penggunaan sumber daya, contohnya OI membuat sebuah bantuan keuangan dan teknis bagi masyarakat.37

Tidak hanya itu, menurut Michael Edwards dan David Hulme, NGO menggunakan berbagai strategi untuk „scaleup‟ atau meningkatkan dampak kerja mereka.38 Ada 4 strategi untuk meningkatkan dampak mereka, diantaranya:

a. “Scaling up via cooperation with governments.”39

NGO bekerjasama dengan struktur pemerintah untuk mempengaruhi kebijakan dan sistem. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pemerintah menerapkan kebijakan yang efektif yang akan bermanfaat bagi semua masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu dalam mencapai kehidupan mereka di bidang kesehatan, pendidikan, produksi dll.40

37 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political

System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 82-83.

38Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

di dalam buku Deborah Eade and Jenny Pearce, ed., Development, NGos, and Civil Society, (Oxford: Oxfam GB, 2000), 57-59.

39 Ibid, 57.

40 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,

b. “Scaling up via operational expansion.”41

Strategi yang jelas untuk meningkatkan dampaknya terhadap pembangunan adalah dengan memperluas program. Ekspansi dapat dibagi menjadi 4 model diantaranya: 1) “ekspansi geografis” yaitu dengan pindah ke wilayah atau negara baru, 2) “ekspansi horizontal” yaitu dengan menambahkan kegiatan sektoral tambahan untuk program yang ada, 3) “ekspansi vertikal” yaitu dengan menambahkan kegiatan hulu atau hilir untuk program yang ada, dan 4) ekspansi dengan kombinasi dari ketiganya.42

c. “Scaling up via lobbying and advocacy.” NGO aktif dalam kegiatan

nasional dan internasional. Dalam kegiatan tersebut, NGO melakukan advokasi dengan cara merekomendasikan ide, berbicara untuk menarik perhatian masyarakat atau piihak lain tantang isu penting, dan mengarahkan para pengambil keputusan untuk mendapatkan solusi.43

d. “Scaling up via supporting local initiatives.” NGO membuat suatu

jaringan atau networking untuk bekerjasama dengan inisiatif lokal. “Networking”

adalah alat komunikasi dan mekanisme yang menghubungkan berbagai individu atau organisasi dengan tujuan yang sama.44

Konsep INGO adalah konsep untuk menganalisa peran WWF. WWF digolongkan sebagai INGO karena WWF adalah organiasai internasional non pemerintahan yang berpusat di Swiss dan mempunyai perwakilan di Indonesia.

41Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

58.

42 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,

19-20.

43Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”

59.

Berdasarkan klasifikasi NGO, WWF tergolong kedalam “emancipatory NGO”

yang fokus dalam isu lingkungan serta bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan ekologi global diantara kehidupan manusia dan alam. WWF sebagai “independent actor” memiliki banyak fungsi dalam pelestarian lingkungan. Fungsi ini dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman diantara pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat lokal dan lain-lain yang terlibat serta menganggap penting pada konservasi keanekaragaman hayati.

3. Konsep Sustainable Development

Untuk pertama kalinya, kontribusi OI dalam isu lingkungan yaitu pada tahun 1972, dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia atau

United Nations Conference on the Human Environment (UNCHE), atau yang

dikenal dengan Stockhlom Conference yang diselenggarakan di Stockholm.45 Pada saat itu, UNCHE mengusulkan pembentukan badan global yang bertindak sebagai divisi lingkungan dari sistem PBB, yang dikenal sebagai United Nations

Environment Programme (UNEP).46

Setelah itu, pada tahun 1980, UNEP dan International Union for Conservation

of Nature (IUCN) mendirikan Strategi Konservasi Dunia atau the World

Conservation Strategy (WCS) yang bertujuan untuk mencapai pembangunan

berkelanjutan melalui konservasi sumber daya alam hayati dan pada saat itu juga

45 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,

[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses pada Agustus 29, 2014.

merupakan lahirnya terminologi “pembangunan berkelanjutan” atau yang dikenal dengan “sustainable development.”47

Kemudian, pada tahun 1987, PBB membentuk World Commission on

Environment and Development (WCED) dipelopori oleh Gro Harlem Brundtland,

dan pertama kalinya menggunakan istilah “sustainable development” dalam laporannya berjudul "Our Common Future" atau yang dikenal sebagai

"Brundtland Report .” Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang

memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sebuah visi pembangunan yang meliputi populasi, spesies hewan dan tumbuhan, ekosistem, sumber daya alam, air, udara, energy, dan yang mengintegrasikan kekhawatiran seperti memerangi kemiskinan, kesetaraan gender, hak asasi manusia, pendidikan, kesehatan, keamanan manusia, dll.48

Dalam laporan Brundtland, secara khusus menguraikan ““sustainable development”sebagai berikut:

a. Kerusakan lingkungan berkaitan dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan politik.

b. Pembangunan berkelanjutan adalah integrasi dari tiga pilar, yaitu pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial ,dan perlindungan lingkungan.

47 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, (New York:

Routledge 270 Madison Ave, 2006), 18.

48 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,

[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses pada Agustus 29, 2014.

c. Dalam pembangunan berkelanjutan dibutuhkan sikap positif terhadap pengembangan, perlindungan lingkungan, dan pembangunan ekonomi dengan satu tujuan dan dapat saling mendukung.

d. Pembangunan berkelanjutan berpendapat bahwa teknologi dan organisasi sosial dapat membuka kemungkinan dalam pengembangan lingkungan.

e. Pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa tanggung jawab generasi sekarang untuk generasi mendatang.

f. Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah panggilan untuk model baru dalam pemerintahan yang berasas lingkungan, di semua tingkatan, dari lokal ke global.

g. Pembangunan berkelanjutan telah mencapai status otoritatif dalam wacana lingkungan dalam pembangunan internasional dan kerangka hukum.49

Isu lingkungan tidak dapat lagi ditangani secara sektoral melainkan telah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi dan sosial, oleh karena itu peran WWF sebagai global governance tidak hanya fokus dalam konservasi lingkungan, tetapi juga fokus bagaimana lingkungan berperan terhadap sektor lain, ekonomi, dan sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah kunci untuk menjelaskan implikasi dari peran WWF dalam inisiatif HoB.

Dokumen terkait