• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF)

B. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah

Setalah ditetapkanya wilayah HoB di Indonesia kedalam Kawasan Strategi Nasional (KSN), maka hal ini menuntut adanya keterlibatan dari pemerintah daerah dalam mewujudkan rencana aksi nasional pemerintah pusat. 138 Kabupaten konservasi adalah suatu upaya menempatkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke tangan pemerintah daerah.139 Prinsip-prinsip tersebut meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.140

Kabupaten konservasi juga dinilai sebagai upaya pembangunan logis untuk menghindari terkorbankannya habitat alami akibat pembangunan ekonomi yang tidak terencana. Perencanaan kabupaten konservasi dilaksanakan oleh pemerintah daerah, namun demikian otoritas pengelola, institusi, akademis atau penelitian, lembaga non pemerintah dan pihak lain ikut terlibat dan membantu

137 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, 25.

138 WWF Global, “Conservation District,” WWF Global , [database on-line]; tersedia di http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conservation/conservat ion_districts/; Internet; diakses pada Oktober 16, 2014.

139 Ibid. 140 Ibid.

pemerintah daerah dalam upaya membangun kabupaten konservasi.141 Salah satu pihak yang terlibat dalam pengelolaan kabupaten konservasi adalah WWF. WWF membantu pemerintah daerah kabupaten dalam mengembangkan dan mencapai tujuan-tujuan kabupaten konservasi.

Menurut Teis Nuraini, Bidang Kerjasama Teknis Pusat Kerjasama Internasional Kementerian Kehutanan, mengatakan bahwa, “... Alasan mendasar pemerintah Indonesia bekerjasama dengan NGO adalah untuk mengisi kesenjangan dalam program pemerintah, bahwa pemerintah tidak dapat mencapai tujuannya dengan maksimal, oleh karena itu, pemerintah bekerjasama dengan pihak lain, seperti WWF.”142

Di sisi lain, menurut Elisabeth Wetik, Heart of

Borneo (HoB) Stakeholder Engagement and Program Facilitation Officer WWF ,

mengatakan bahwa, “... Tujuan WWF bekerjasama dengan pemerintah adalah untuk membantu Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) HoB dan untuk membantu kegiatan di tingkat provinsi, kabupaten, desa-desa dan masyarakat.”143

Salah satu kabupaten HoB di Indonesia ialah Kapuas Hulu yang dinyatakan sebagai kabupaten konservasi pada tanggal 1 Oktober 2003 dalam SK Pemerintah Kapuas Hulu Nomor 144 Tahun 2003 (lihat Peraturan Pemerintah Kapuas Hulu pada Lampiran 4).144 Kapuas Hulu menjadi salah satu kabupaten konservasi karena mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang bernilai tinggi. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas kawasan lindung, Taman Nasional

141 WWF Indonesia, “Solution Hob,”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/hob/solutionhob/; Internet; diakses pada Oktober 20, 2014.

142 Wawancara dengan Teis Nuraini. 143 Wawancara dengan Elizabeth Wetik.

144 Kementerian Kehutanan R.I “Keputusan Bupati Kapuas Hulu Nomor : 144 Tahun 2003 Tentang Penetapan Kabupaten Kapuas Hulu Sebagai Kabupaten Konservasi” Kemenhut 2013, [database on-line]; tersedia di http://www.dephut.go.id/index.php/news/otresults/1301; Internet; diakses pada Oktober 22, 2014.

dan hutang lindung sekitar 1.626.868 ha atau 54,6% dari luas Kabupaten Kapuas Hulu, kawasan budidaya hutan sekitar 764.543 ha atau 25,7 % dari luas Kabupaten Kapuas Hulu, dan kawasan budidaya pertanian bukan daanau sekitar 588.481 ha atau 19,8 % dari luas Kabupaten Kapuas Hulu, serta kawasan danau sekitar 17.925 ha.145 Karena tingginya nilai keanaekaragaman hayati di kabupaten Kapuas Hulu, menjadikan kabupaten ini berpotensi sebagai kunci pengurangan emisi karbon dari perubahan penggunaan lahan.

Kapuas Hulu merupakan bagian dari program HoB yang didukung oleh Program Tropical Forest Conservation Act 2 (TFCA) Kalimantan seluas 2,98 juta ha.146 TFCA adalah program “Debt for Nature Swap” diantara Pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat 2011-2020.147 Total program ini senilai US $ 28,5 juta. Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon hingga 41 % dan menjaga pertumbuhan ekonomi sekitar 7% pada tahun 2020.148 Di sisi lain, Kapuas Hulu adalah salah satu dari tiga kabupaten, yang dijadikan sebagai obyek kerjasama diantara Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman

145Zaenal Abidin, ed., “Penangkaran Arwana Yang Menjanjikan,” Antara News Kalbar, Juli 1, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://www.antarakalbar.com/berita/304068/penangkaran-arwana-yang-menjanjikan: Internet; diakses pada Januari 02, 2015.

146 TFCA Kalimantan, “Kabupaten Target,” TFCA Kalimantan, [database on-line]; tersedia di http://tfcakalimantan.org/tentang-tfca/target-district/?lang=id; Internet; diakses pada Desember 31, 2014.

147 Ibid.

148 Bayuni Shantiko, Emily Fripp, et al., Socio-economic Considerations for Land-Use Planning: The Case of

Kapuas Hulu, West Kalimantan (Working Paper 120), (Bogor: Center for International Forestry Research,

2013), 36, [dokumentasi on-line]; tersedia di

http://www.cifor.org/publications/pdf_files/WPapers/WP120Shantiko.pdf; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

Program Hutan Perubahan Iklim (GIZ-FORCLIME), kerjasama tersebut meliputi teknis dan finansial untuk melindungi dan merehabilitasi hutan yang rusak.149

Untuk membantu Kelompok Kerja Kabupaten (Pokjakab) HoB di Kapuas Hulu sekaligus sebagai mitra proyek TFCA 2 dan GIZ-FORCLIME, peran WWF di Kapuas Hulu dari tahun 2012 hingga 2013 meliputi:

1. Pengembangan dan Pelestarian Habitat Ikan Arwana di Danau Lindung Empangau.

Untuk mewujudkan komitmen pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu melalui SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 6 Tahun 2001 mengenai pelestarian lingkungan hidup di danau lindung Emapangau, WWF membantu pemerintah dalam pelestarian habitat ikan arwana di danau lindung Empangau yang mencapai 124 ha.150 Ikan arwana mengalami risiko kepunahan sangat tinggi di alam, hal ini menyebabkan ikan tersebut masuk dalam daftar merah IUCN dengan status endangered. Sedangkan di Indonesia, perlindungan ikan arwana telah diatur dalam UU Nomer 5 Tahun 1990, SK Mentan Nomer 716/Kpts/Um/10/1980, dan PP Nomer 7 Tahun 1990.151

Pada 4 Juni 2012, WWF beserta pemerintah daerah melepaskan 8 ekor induk ikan arwana di Danau Empangau. Pelestarian arwana ini dikelola oleh masyarakat setempat, selain melestarikan kawasan perairan mereka juga

149 FORCLIME, “Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kawasan Heart of Borneo”,

FORCLIME, [database on-line]; tersedia di

http://www.forclime.org/images/stories/Briefing_note_HoB_Ind_April_2011.pdf; Internet; diakses pada Oktober 23, 2014.

150 Mutadi, “Delapan Induk Arwana Dilepas ke Danau,” Kalbar On-line, Juni 8, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://kalbaronline.com/news/ragam/lingkungan/delapan-induk-arwana-dilepas-ke-danau; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

151Jawa Pos National Network (JPNN), “Risiko Kepunahan Arwana Makin Tinggi,”JPNN, Juni 11, 2012,

[artikel on-line]; tersedia di

http://www.jpnn.com/read/2011/02/06/83796/index.php?mib=berita.detail&id=130222; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

mendapatkan keuntungan ekonomi. Setelah kurun waktu 6 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2009, total ikan arwana yang dipanen oleh masyarakat sebanyak 192 ekor dengan rata-rata produksi 32 ekor per tahun, dengan total nilai Rp 739.500.000. Kemudian, selama September 2011 sampai April 2012 masyarakat memanen sebanyak 26 ekor Arwana.152

Menurut kepala Desa Empangau, Juniardi, mengatakan bahwa, “... Tahun 2012 merupakan tahun peningkatan harga jual anakan ikan arwana, dari sekitar harga Rp 3 juta di tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp 4 juta per ekor di tahun 2012. Pemanfaatan yang adil dalam pelestarian ikan arwana ini yaitu sekitar 10 % dari manfaat yang diperoleh nelayan dikembalikan ke kas desa untuk pembangunan sarana dan prasarana desa.”153

Selain itu keberhasilan pelestarian ikan arwana dinilai sebagai indikator bahwasanya ekosistem hutan di daerah tersebut sebagai sumber mata air di bagian hulu Danau Empangau mempunyai kualitas perairan yang masih terjaga.154

2. Program Pengembangan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan atau Education for Sustainable Development (ESD).

Dari Juli 2012 sampai Juni 2013, WWF membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pelatihan bagi para pengajar di sekolah-sekolah yang berada di kawasan HoB, Sumatra dan Papua. Progam ESD yang diinisasi WWF telah diterapkan di 50 sekolah, dengan jumlah 110 pengajar yang telah diberikan

152Mutadi, “Delapan Induk Arwana Dilepas ke Danau,” Kalbar On-line, Juni 8, 2012.

153 Borneo Climate Change, “Keberhasilan Konservasi Arwana dari Danau Empangau,” Borneo Climate Change, Desember 27, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://borneoclimatechange.org/berita-517-keberhasilan-konservasi-arwana-dari--danau-empangau.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.

154Aseanty Pahlevi, “Ikan Arwana Sukses Kembali ke Habitatnya,” Tempo, Desember 29, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2012/12/29/206450962/Ikan-Arwana-Sukses-Kembali-ke-Habitatnya; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

pelatihan bagaimana mengupayakan pendidikan yang berbasis lingkungan serta pembangunan berkelanjutan.155

ESD yang diterapkan di HoB diupayakan melalui pendekatan secara menyeluruh ke sekolah. Pendekatan secara menyeluruh diartikan sebagai proses yang melibatkan manajemen di sekolah mulai dari proses belajar mengajar, hingga orang tua dan pemangku kepentingan yang berhubungan dengan pihak sekolah, seperti Dinas Pendidikan dan sektor swasta.156

Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan dirancang untuk mendorong kesadaran masyarakat untuk membangun karakter cinta lingkungan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ESD diharapkan dapat mengubah paradigma dan perilaku seluruh komponen masyarakat, khususnya dunia pendidikan untuk berpartisipasi dalam mengimplementasikan pilar pembangunan berkelanjutan.157

3. Penyusunan Rencana Detil Koridor Labian-Leboyan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Kapuas Hulu.

WWF mendatangani MoU dengan Pemerintah Kapuas Hulu, pada 25 Januari 2012. Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian bagi para pihak dalam penyusunan Dokumen KSK Koridor Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).158

155 WWF – Indonesia, Annual Report 2013, (Jakarta: WWF-Indonesoa 2013), 46.

156Heart of Borneo Indonesia, “Pendidikan Berkelanjutan di Heart of Borneo,” Heart of Borneo Indonesia, Desember 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/104/pendidikan-berkelanjutan-di-heart-of-borneo; Internet; diakses pada Januari 02, 2014.

157 Badan Pengelola REDD+, “ESD: Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan,” Badan Pengelola REDD+ [database on-line]; tersedia di http://www.reddplus.go.id/21-reddplus/148-esd-pendidikan-untuk-pembangunan-berkelanjutan; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.

158Jurnal Nasional, “Labian-Leboyan Jadi Kawasan Strategis,” Jurnal Nasional, Januari 26, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://www.jurnas.com/halaman/16/2012-01-26/196781; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

Menurut Sekretaris Daerah Kapuas Hulu, Muhammad Sukri mengatakan, bahwa “... Keberadaan WWF yang bersedia memberikan dukungan, khusus untuk KSK koridor biodiversity TNDS-TNBK sangat bermanfaat. Koridor ini kaya akan keanekaragaman hayati itu akan dikelola secara baik. Tentunya tetap memerhatikan posisi dan peran masyarakat agar dapat memanfaatkan kekayaan alamnya secara berkelanjutan.”159

4. Pemberdayaan masyarakat dengan program berbasis teknologi lewat fotografi bernama program CLICK!

CLICK adalah akronim dari Communication Learning towards Innovative

Change and Knowledge, yang berarti belajar berkomunikasi untuk perubahan

yang inovatif dan berpengetahuan. WWF sebagai fasilitator dan monitoring, dan melatih 40 masyarakat lokal di kecamatan Bunut Hilir menggunakan kamera digital dan meminjamkannya selama setahun untuk mengabadikan aktivitas sehari-hari tentang budaya dan tradisi mereka. Kemudian hasil dari Foto-foto tersebut diterbitkan berupa buku fotograpi “Crystal Eye” setebal 240 halaman yang diluncurkan pada 23 April 2013 di Jakarta. Dalam agenda peluncuran buku tersebut dihadiri oleh Duta Besar Swistzerland untuk Indonesia dan berbagai pihak selaku kontibutor dalam penulisan naskah buku tersebut.160

Menurut Anwar Purwoto, Direktur Kehutanan, Spesies Terestrial dan Air Tawar WWF , mengatakan bahwa, “... Buku fotografi menjadi alat penting bagi masyarakat Bunut Hilir, Kapuas Hulu, untuk menyuarakan isi hatinya tentang

159Mutadi, “Labian-Leboyan jadi KSK Kapuas Hulu,” Kalbar On-line, Januari 25, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://kalbar-online.com/news/ragam/lingkungan/labian-leboyan-jadi-ksk-kapuas-hulu; Internet; diakses pada Januari 01, 2014.

160Andi Fachrizal, “Mengintip Jantung Kalimantan Lewat „Crystal Eye‟,” Mongabay, Juni 30, 2013, [artikel on-line]; tersedia di http://www.mongabay.co.id/2013/06/30/mengintip-jantung-kalimantan-lewat-crystal-eye/; Interenet; diakses pada Januari 01, 2015.

hutan yang ada disekitar mereka. Diharapkan melalui buku ini, para pengambil keputusan dapat dengan mudah memahami makna hutan dari „kacamata‟ masyarakat, sehingga kebijakan yang diambil dapat menampung harapan masyarakat.”161

5. Pengembangan Produksi Madu sebagai Hasil Hutan Non Kayu.

Salah satu hasil hutan non kayu di kabupaten Kapuas Hulu adalah madu hutan. Madu adalah salah satu potensi perekonomian di daerah Danau Sentarum Kapuas Hulu. Sekitar 80 sampai 100 ton madu dipanen setiap tahunnya. Di Danau Sentarum, pengelolaan Madu sudah terorganisir dengan membentuk Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS), produksinya juga sudah disertifikasi oleh lembaga nasional Biocert yang difasilitasi oleh Asosiasi Organik Indonesia (AOI). Teknis panen higienis dan lestari diterapkan secara konsisten, sehingga qualitasnya dijamin bisa bertahan sampai 2 tahun.162

Upaya tersebut dinilai masih belum berhasil karena masih ditemui beberapa kendala dan permasalahan seperti penyebarluasan teknis budidaya madu yang lestari dan masih lemahnya kelembagaan petani masyarakat. Sementara di sektor hilir, kendala utamanya adalah keterbatasan modal, penyerapan pasar, ketidakseimbangan rantai perdagangan, dan aspek pendampingan dalam meningkatkan kapasitas kelompok petani.163 Oleh karena itu, Pemerintah Kapuas

161Hijauku, “Diluncurkan! Buku Crystal Eye Kapuas Hulu, Heart of Borneo” Hijauku, Juni 20, 2013, [artikel on-line]; tersedia di http://www.hijauku.com/2013/06/20/diluncurkan-buku-crystal-eye-kapuas-hulu-heart-borneo/; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.

162 Eko Darmawan, “Madu Maniskan Kapuas Hulu,” Suara Uncak Kapuas (Suka) News, Juni 28, 2013, [artikel on-line]; tersedia di http://www.sukanews.com/2013/06/madu-maniskan-kapuas-hulu.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2014

163 Borneo Climate Change, “Pemkab Kapuas Hulu: Komit Mendorong Sentra Wirausaha Madu Hutan,”

Borneo Climate Change, Juni 26, 2013, tersedia di http://borneoclimatechange.org/berita-644-pemkab-kapuas-hulu-komit-mendorong-sentra-wirausaha-madu-hutan.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2014

Hulu beserta dukungan dari strakeholder seperti WWF dan GIZ melakukan aksi bersama dalam Pembentukan Sentra Wirausaha Produksi dan Pemanfaatan Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Madu melalui penandatangan “Kesepahaman Kapuas Hulu” pada 13 Juni 2014.164

Terbentuknya sentra wirausaha tersebut bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan wirausaha produktif komoditas HHBK madu hutan di suatu wilayah masyarakat yang efektif dan efisien, khususnya di wilayah Kapuas Hulu. 165

Peran WWF membantu pemerintah kabupaten tersebut diupayakan sebagai aksi untuk mempengaruhi kebijakan dan program pemerintah dalam pengelolaan dan pencapaian tujuan dari deklarasi HoB. Peran WWF tersebut sesuai dengan “fungsi normatif” yang dimiliki organisasi internasional seperti yang dikatakan Harold K. Jacobson bahwasanya organisasi internasional mengadopsi prinsip-prinsip dari sebuah deklarasi dan pernyataan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.166 Kemudian, “fungsi normatif” tersebut adalah bukti bahwasanya strategi “scaling up via cooperation with governments” yang dikatakan oleh Michael Edwards dan David Hulme167 telah dilakukan oleh WWF . WWF bekerjasama dengan struktur pemerintah untuk memastikan bahwa pemerintah menerapkan kebijakan yang efektif yang akan bermanfaat untuk masyarakat. Terbukti dengan adanya program-program yang telah dilakukan oleh WWF dalam membantu pemerintah di Kapuas Hulu bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat yang selaras dengan perlindungan lingkungan yang

164 Ibid. 165 Ibid.

166 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political

System Second Edition, 82-83.

167 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,

sesuai dengan pilar pendekatan sustainable development yang diadopsi dalam

Brundtland Report.168 Selain itu, peran yang telah dilakukan WWF dalam

pengembangan kabupaten konservasi di tahun 2012 sampai 2013 merupakan bukti dari “strategi ekspansi secara horizontal” yang dikatakan oleh Michael Edwards dan David Hulme,169 yang bahwasanya program tahun 2012 sampai 2013, program tersebut belum pernah ada di tahun sebelumnya di Kapuas Hulu.

Program pengembangan dan pelestarian habitat ikan arwana di danau lindung Empangau dan pengembangan produksi madu sebagai hasil hutan non kayu adalah upaya sustainable development bahwasanya masyarakat mendapatkan nilai ekonomis sambil melestarikan lingkungan sekitar. Program pengembangan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan atau education for sustainable

development (ESD) yang dilakukan WWF adalah bukti bahwasanya dalam konsep

sustainable development mengenai pilar kesejahteraan sosial berkaitan erat

dengan perlindungan lingkungan. Kemudian, program penyusunan rencana koridor Labian-Leboyan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Kapuas Hulu adalah implementasi bahwasanya untuk tercapainya sustainable

development di suatu wilayah diperlukannya model baru dalam pemerintahan

yang berasas lingkungan yang menuntut keterlibatan pemerintah dalam merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Kemudian, peran WWF dalam pemberdayaan masyarakat dengan program berbasis teknologi lewat fotografi yang bernama CLICK! merupakan bukti

168 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, 25.

169 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,

bahwasa teknologi membuka peluang bagi terwujudnya pelestarian lingkungan, hal ini sesuai dengan konsep sustainable developement.

Dokumen terkait